It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@idans_true: yg itu. . . ga papa lah! malah makasih banget udah ngebahasnya ditempat laen.
I still lap yu brotha!
ditunggu jepri ma dim2 jadiannya
udah ah.jangan dibahas lg ya?ntar salah lg!
http://www.facebook.com/profile.php?id=100003547066741
XX
Sungguh melelahkan mendekatinya. Jeffry benar-benar seperti berusaha untuk menyingkirkanku selamanya. Tindakannya makin gila-gilaan. Kalau kemarin dia bercumbu dengan 2 orang cowok sekaligus, sekarang dia malah mengajak sepasang model kerumahnya. Hebatnya lagi, dia kembali mengundangku untuk datang.
Aku sudah merasa aneh dengan undangannya yang tidak biasa. Aku makin merasa tak enak hati saat aku tahu bahwa cewek yang ada disana adalah. . .
"Maya. . . ," desisku sedikit tercekat saat dia membuka pintu rumah Jeffry. Kami pernah bekerja sama dalam beberapa kesempatan. Dia juga yang dulu menyuruhku bertanya soal Jeffry pada Randy dulu. Cewek itu juga tampak tak kalah kagetnya denganku. Bola matanya yang langsung membesar saat melihatku, membuatku menduga kalau dia juga tak tahu apa-apa akan kedatanganku. Kejutan apa lagi yang akan diberikan oleh Jeffry padaku sekarang?
"Dimaz?! Ada apa kesini?" tanyanya tanpa menutupi keheranannya.
"Aku. . . ,"
"Dimaz akan bergabung dengan kita May!" jawab Jeffry yang muncul dari dapur sambil membawa sebotol besar anggur."Benar kan Maz?" tanya Jeffry dengan senyum mengejeknya.
Aku menjawabnya dengan senyum dan duduk di sova dengan tenang. Berusaha untuk tenang lebih tepatnya. Berhadapan dengan seorang cowok bertubuh kekar yang menatapku dengan penuh minat. Aku tak mengenalnya. Tapi sosoknya cukup mengintimidasi. Caranya memandangku sebenarnya cukup mengganggu. Aku seakan-akan sebuah hidangan yang ingin disantapnya. Aku menahan rasa jijik yang mulai merambat. Aku harus mengingatkan diriku sendiri akan tujuanku kesini untuk membuatku tinggal disana. Meski pria itu benar-benar membuatku ingin segera minggat.
"Kau. . . , yakin Jeff?" tanya Maya. Aku paham akan keraguan Maya. Dia tahu bagaimana reputasiku sebelumnya. Hal seperti ini jauh dari sifatku yang dia ketahui.
"Jangan khawatir May! Aku nggak akan mengganggu pesta kalian. Do anything you want. Don't mind me!" kataku menenangkannya.
"Dia sudah lama ikut menikmati pestaku May. Dia jadi stalker ku. Sepertinya aku sudah benar-benar jadi artis besar sekarang, sampae-sampe aku punya stalker macam dia," gerutu Jeffry dengan nada kesal.
"Aku memang mendengar isu kalau. . . . ," Maya tak meneruskan kalimatnya, hanya menatap bergantian aku dan Jeffry mata terbelalak. " Jangan katakan kalau berita itu benar!!" sergahnya
Jeffry hanya mengangkat bahu acuh, sementara aku kembali hanya tersenyum. Aku tak tahu berita apa yang dia maksud. Tapi sepertinya bukan berita bagus. Masa bodoh lah!
"Aku ingin menantangmu Maz. Kalau kau bisa, aku akan mengijinkanmu jadi stalker resmiku. Dare to bet?" kata Jeffry dengan nada menusuk.
Aku mengangkat bahu. "Katakan!"
"Tetap disana sampai semuanya selesai. Kalau kau pergi, semua harus berakhir. Paham?!" tantangnya.
"Maksudmu aku harus. . . "
"Tetap disana sampai kami selesai. Atau kau boleh bergabung dengan kami. Pilihanmu. Tapi kalau kau pergi. . . . , aku ingin kau menjauh dariku," tegas Jeffry tajam.
Aku terdiam. Dia ingin aku melihatnya bercumbu dengan mereka sekaligus sampai selesai?! Ya Tuhan!! Dia gila!!! pikirku dengan tubuh yang mulai terasa dingin.
"Bagaimana?" tanya Jeffry dengan senyum khasnya. Senyum itu yang akhirnya kembali menyulut keberanianku. Senyum mengejek yang terkesan begitu mencemooh. Kembali kata-kata Mas Arya waktu itu terngiang ditelingaku. Aku harus bermental baja. Aku harus kuat. Akhirnya. aku hanya mengangguk untuk menjawabnya.
Aku pasti sudah gila juga!! batinku.
Kulihat Jeffry sedikit mengangkat alisnya. Tapi hanya sekejap. Ekspresinya kembali menjadi acuh. Dia lalu berpaling pada Maya dan lelaki itu. Nyengir.
"Kalian tak keberatan kan?" tanyanya. Si lelaki hanya mengangkat bahu acuh. Sementara Maya terlihat sedikit ragu. "Jangan khawatir May! Mulutnya terkunci rapat!" ujar Jeffry menenangkan, hingga akhirnya Maya juga ikut mengangkat bahunya. Tak perduli.
Akupun duduk diam disana.
Menyaksikan mereka minum bersama sebagai permulaan. Melihat mereka mulai saling mencium, melepas baju dan bercinta. Aku diam disana melihat bagaimana Jeffry dengan keahliannya bermain dengan bibir dan ujung dada Maya, sehingga cewek itu menggelinjang hebat sementara Maya tengah asyik mengoral kejantanan cowok tadi yang bertubuh tinggi besar dengan dada yang berbulu lebat. Aku harus diam disana melihat tubuh polos mereka saling membelit, bergesekan dan menyatu. Aku harus diam disana menyaksikan bagaimana akhirnya Jeffry dan lelaki itu memasuki tubuh Maya, baik bergantian ataupun bersamaan. Aku harus diam disana mendengar setiap erangan dan desahan mereka yang berpacu menuju puncak birahi. Tepat didepan mataku!
Tuhanku!!! Haruskah aku terangsang oleh pertunjukan live didepanku? Normalkah kalau sekarang aku merasa mual dan ingin muntah? Padahal banyak orang yang bersedia membayar mahal untuk hal ini. Tapi aku benar-benar ingin muntah melihatnya. Penyatuan ragawi selalu menjadi hal sakral bagiku. Selama ini aku diajari bahwa penyatuan 2 raga dianggap sebagai 1 bentuk ibadah pada Tuhan, dilakukan oleh sepasang manusia yang saling mencintai. Karena penyatuan dua raga juga merupakan penyatuan dua perasaan yang saling mengisi dan melengkapi. Salah satu ekspresi perasaan saling menyayangi diantara 2 manusia, bercampur dengan insting primitif mereka. Sementara pertunjukan live didepanku tidak lebih dari pemuasan nafsu yang dangkal dan menjijikkan.
Memualkan!!!
Aku terpaku bagai patung!
Otakku berteriak keras pada mataku untuk menutup, agar aku tak melihat pemandangan didepanku. Otakku memerintahkan kakiku untuk pergi secepatnya dari sana. Otakku juga memerintahkan telingaku agar menulikan diri, supaya menghentikan suara-suara itu untuk masuk.
Tapi aku tetap diam disana. Terduduk dengan mata nyalang terbuka dan hati yang hampir-hampir mati rasa.
Sampai kemudian pandanganku bertemu dengan mata Jeffry yang sedang berada diatas Maya, menyetubuhinya. Untuk beberapa detik kami saling menatap. Dan senyum khas Jeffry berkembang. Dan saat itulah aku benar-benar memahami dan meyakini kata-kata Mas Arya.
Semakin keras aku mendekatinya, semakin keras pula dia mendorongku menjauh.
Dan disaat itu pula aku melihat sosok Jeffry dibalik semua topengnya. Dia ingin menyingkirkanku dengan menunjukkan semua hal yang menjijikkan ini. Mengusirku dengan caranya yang ekstrim. Agar aku menjauh. Agar aku tak memperdulikannya lagi. Padahal hakikatnya, dia berteriak minta tolong padaku. Dia ingin aku terus memperhatikannya.
Sehancur apapun dia.
Hatiku terasa sedikit sejuk dengan pemikiran itu.
Aku tahu kalau aku harus tetap ada disana. Agar Jeffry mengerti, kalau aku tak akan pergi. Agar Jeffry mengerti, kalau aku ada disini untuknya.
Selalu.
Bagaimanapun keadaannya.
Aku tersenyum lembut pada Jeffry yang menatapku. Pipiku basah tanpa aku sadari.
Dan kudengar erangan keras saat mereka mencapai klimaks dengan waktu yang hampir bersamaan.
lanjuutt....