It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
thank you guys. nih juga lagi mau lanjut
diusahain ya. soalnya hari senin gue da mulai kulia lagi. rilisnnya agak lama. tapi gue akan tetep selesain kok nih seris
============================================================
Riedel
Beberapa hari ini, gue bagaikan orang yang kehilangan semua harapan gue. Kehilangan semua apa yang uda gue rencanakan, semua janji itu hanya bisa gue biarkan pergi meninggalkan gue. Semua kebahagiaan yang gue dapatkan sekarang bernilai nol. Semester baru. Tahun ajaran baru, dan inilah gue kehidupan baru gue yang sangat berlawanan dengan kehidupan gue sebelumnya. Suram.
Gue berjalan di koridor sekolah, melihat semua siswa-siswa yang sangat bersemangat dengan tahun ini, merencanakan keinginan mereka melanjutkan sekolah ke tinggkat yang lebih tinggi. Sedangkan gue, hanya seorang diri disini. Semua rencana yang gue atur selama 1 tahun belakangan ini hilang dalam 1 minggu ini.
Yah tepatnya minggu lalu
Hari itu, gue dengan perasaan yang gue bahkan ngga bisa jelaskan mencoba melakukan apa yang seharusnya gue lakukan dari dulu. Berhubung sekolah masih libur jadi gue memutuskan untuk pergi kerumah orang tua gue di Tanggerang. Di sepanjang perjalanan, gue gelisa dengan apa yang akan nantinya terjadi.
Sesampainya di rumah orang tua gue. Gue disambut dengan pelukan dari nuokap. Kita hanya diberi kesempatan pulang kerumah itu jika liburan semester.
Selama 2 hari disana yang gue lakukan hanya berdiam diri dikamar, sesekali nyokap masuk kekamar, ngajak ngobrol dan basa –basi. Tapi yang pasti itu bukan tujuan gue yang sebenarnya datang kesana
Tepatnya rabu malam, gue sedang nonton di ruang keluarga, nyokap datang dengan menggendong Tara adik cewek gue yang baru berumur 4 Tahun. Dia duduk disebelah gue sambil bermain dengan Tara
‘besok uda mau balik ke asrama lagi ya?’ tannya nyokap
‘ia ma’ gue mengangguk
‘tumben ngga ajak Dhyka buat liburan kesini?’ tannya nyokap lagi
Gue diam. Sebenarnya itu tujuan gue datang kesini. Menceritakan semuannya apa yang terjadi antara gue dan Dhyka. Itu juga kenapa gue ngga membawa Dhyka buat liburan disini yang biasanya dia ikut kalau gue ajak liburan kesini. Orang tua gue uda menganggap Dhyka sebagai bagian dari keluarga. Mereka si berpikir kita hanya 2 orang cowok yang sangat bersahabat. Tapi sebenarnya tidak. Kita lebih dari itu
‘Katanya dia mau jenguk bokapnya, ma’ gue bohong
‘ohhh’
Beberapa lama kemudian, pintu depan berbunyi terbuka. Bokap masuk dengan masih menggunakan jas abu-abu, celana kain bahan panjang dan sepatu fantofelnya, baju yang bisa dia gunakan ke kantor. Dia kelihatan capek, dia meletakan tas hitamnya ke atas meja makan dan duduk bergabung bersama kami di ruang keluarga. Gue ingat banget, malam itu terasa sangat berbeda. Suasana rumah entah kenapa yang gue rasakan gelap. Bokap membuka sepatu nya beserta kaos kakinya.
‘ma, pa’ gue mulai bicara.
Jantung gue berdetak 5x lebih cepat dari biasanya. Akhirnya saat ini datang juga. Padahal gue ngga perna mengharapkan hal ini terjadi. Tapi gue harus jujur
Nyoka dan bokap tanpa menjawab langsung melihat ke arah gue. Mereka tau ada sesuatu serius yang akan gue katakan
‘aku ingin membicarakan sesuatu tentang....’
‘bicaralah’ kata nyokap
‘Ah. Oke’ gue menarik nafas panjang. Tangan gue sudah mulai bergetar
‘Dengar. Aku harus memberitahukan mama dan papa sebuah rahasia yang sudah ku sembunyikan sejak lama, tapi Kumohon’ gue menarik nafas untuk kesekian kalinya. Nyokap dan bokap makin penasaran dengan apa yang akan gue katakan.
‘Kalian sangat berarti bagiku’ gue melanjutkan
‘jangan bilang kalau kamu menghamili seorang gadis?’ tanya nyokap serius
‘Kalo iya mama akan melemparmu dengan remot Tv ini’ kata nyokap makin serius
‘Bukan, ini bukan... ini engga seperti itu’
‘Oke, terus’ bokap berusara
‘Kalian adalah orang yang terus bersamaku seumur hidup. Dan kalian selalu begitu kuat. Melakukan apa yang kalian percaya, dan tidak pernah peduli apa yang orang lain pikirkan. Kalian selalu mendukung apa yang aku ingin lakukan dan kalian selalu memfasilitasinya. Itu mengapa aku engga bisa menyimpan rahasia ini terus tanpa memberitahukan mama dan papa’ air mata gue jatuh
‘ma, pa. Aku gay’
Gue belum bisa melihat ekspresi wajah nyokap dan bokap saat itu. Gue harus menyelesaikan pembicaraan gue dulu. Saat ini gue ngga memikirkan lagi apa yang mereka pikirkan. Tapi air mata ini terus jatuh.
‘beginilah aku, dan aku ingin memberitahukannya kepada kalian karena aku sangat mencintai mama dan papa’
‘Aku ingin mama dan papa tahu tentangku. Siapa sebenarnya aku’ gue terus berbicara
‘Saat aku berasama Dhyka. Akhirnya aku mengerti apa yang orang bicara saat mereka membicarakan tentang cinta. Aku telah mencoba dengan sangat keras untuk menghilangkan perasaan ini, dan menguncinya di dalam. tapi rasanya setiap hari seperti perang. Aku berjalan dengan marah kepada dunia, marah dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam hidupku. tapi aku hanya berperang dengan diriku saja. Aku tidak ingin berperang lagi. Aku sudah terlalu capek. I just want to be my self’
Suasana saat itu jadi hening. Gue melihat wajah bokap yang sedikit kecewa dengan apa yang baru saja gue katakan. Dan airmata nyokap menetes. Dibanding papa, mama kelihatan lebih kecewa lagi
‘Katakan sesuatu, please’ kata gue pelan. Mata gue terus mengeluarkan kesedian
Tapi tanpa memberikan respon dari semua penjelasan gue. Nyokap langsung berdiri membawa Tara dan langsung meninggalkan ruang tamu. Dia pergi dengan air mata yang terus mengalir. Saat itu gue makin merasa bahwa ini adalah endiing dari semua kehidupan gue. I’m done here.
Gue melihat kearah bokap. Dia menarik nafas panjang. Mendekat kearahku dan memelukku. Dengan air mata yang masih terus menetes, gue mebalas pelukan itu. Erat. Untuk beberapa detik gue merasakan bahwa Tuhan itu ada dan dia siap menolong saat gue sedang terpuruk seperti ini. bokap memeluk gue erat. Dia mengelus pundak gue
‘Semua orang memiliki rahasia. Ada alasannya kenapa itu disebut Rahasia. Tapi kama adalah orang yang begitu berani mengatakan ini’
Kalimat itu sekejap langsung menenangkan semua kesedian gue. Dia melepas pelukan dengan tangannya masih di kedua pundak gue. Dia menatap gue. Tatapan seorang ayah kepada anaknya
‘Papa bisa menerima semua ini. karena papa sangat menghargai arti sebuah cinta itu. Cinta yang kamu rasakan terhadap Dhyka’
Gue tersenyum
‘Tapi’
‘Lihat mama. Dia tidak bisa menerima semua ini’
‘Tapi, pa’
‘Riedel, kamu adalah anak yang begitu berani. Papa sangan bangga terhadap keberanian kamu itu. Tapi, jika kamu sangat mencintai mama. Tolong hentikan hubunganmu dengan Dhyka itu’
‘Kamu lebih memilhi mama atau Dhyka’
Gue terdiam. Bokap mencoba menghargai gue tapi disisi lain, mama tak bisa menerima ini
‘Kau yang memutuskan. Lupakan Dhyka’ Kalimat bokap ini langsung menusuk bagian terdalam perasaan gue
‘Pikirkan lagi. Papa coba bicarakan ini dengan mama’
Bokap pergi meninggalkan gue sendiri di ruang tamu. Merenungi semuannya
Gue terus berjalan di koridor sekolah. perlahan gue menahan air mata yang hampir keluar dari mata ini. bahkan selama pelajaran berlangsung. Pikiran ini masih tertuju di sana. Selain kejadian itu. Gue juga tidak lupa bagaimana gue memutuskan hubungan gue dan Dhyka beberapa hari yang lalu.
Hari itu gue ada di kamar Dhyka. Memeluk dia erat. Mengelus rambutnya. Kami diam tapi seakan hati kami bicara betapa indahnya cinta itu. Gue memeluknya dari posisi belakangnya. Tangan kami saling berpegangan. Erat. menikmati detik-detik terakhir moment bersamanya. ini tak seharusnnya terjadi
‘lo nangis?’ tanya Dhyka. Dia berbalik. Menghapus air mata gue dengan tangannya
‘i’m fine’ gue melepaskan pelukan gue saat itu. Dan mencoba tersenyum
‘ikut gue’ kata gue sambil menarik tangannya. Gue membawanya ke bagian belakang asrama.
Saat itu malam begitu indah. Bintang di langit memancarkan cahayanya yang begitu indah. Begitupun denga bulan yang bersinar terang malam itu. Anginya terasa dingin saat itu. Jantung gue terus berdetak. Gue tahu malam itu adalah salah satu malam dengan suasana yang begitu indah. Tak seharusnya gue mengatakan ini.
‘Sayang, gue ngga bisa dengan hubungan ini’ gue bicara. Mencoba tenang walaupun sebenarnya gue sedang menahan tangisan
Dhyka kelihatan tidak percaya. Dia melepas genggaman tangan kita
‘maksudnya apa?’ dengan nada yang hampir terdengar seperti berteriak
‘hubungan ini ngga seharusnya seperti ini. lo cowok, gue juga cowok. Ngga ada sesuatu yang bisa di harapkan dari hubungan ini’ gue mencoba untuk terus tegar
‘apa maksud lo? Ngga seharusnya?’ tannya Dhyka. Air matanya menetes. Suaranya terdengar terputus-putus dan bergetar. baru kali ini gue liat dia menangis
‘bagaimana dengan semua janji yang kita rencanakan? Bagaimana dengan semua moment indah yang kita lewatkan bersama? Bagaimana?’ dia terus membentang dan air matanya semakin kuat. Untung saat itu sunyi. Tidak ada orang yang lewat disana. Gue juga hampir menangis terbawa suasana.
‘lupakanlah. Semuanya tak harus berjalan seperti keinginan kita. I’m done’ kata gue sambil berjalan pergi. Sebenarnya, gue uda ngga kuat menahan tangisan gue yang siap keluar dari mata gue kapan saja.
‘ohw, oke. Oke. You know what? Fuck you’ kata Dhyka sambil berteriak dari belakang gue. Gue terus berjalan meninggalkan dia. Air mata gue keluar. Gue tau saat itu dia begitu terluka. Begitupun gue. Tapi gue masih lebih memilh kehidupan indah bersama keluarga gue. Walwpun ini susah tapi mungkin ini yang terbaik. Dhyka masih terus berteriak. Gue masih mendengar beberapa kalimat dari mulutnya saat gue berjalan meninggalkannya. Gue masih ingat dia berteriak ‘Thank you’ dengan sanggat kuat. Dan sehabis itu tidak terdengar suara teriakannya lagi. Gue ingin sekali berbalik kebelakang melihat keadaannya, tapi gue harus kuat
‘Del, lo nangis?’ tanya Randy teman sebangku gue menyadarkan gue dari semua ingatan gue tentang seminggu ini
‘apaan sih? Gue nangis? Ngga lah’ Gue ngeles. Randy tertawa
Selama akhir pelajaran terakhir ini. gue terus memikirkan Dhyka. Gue ngga bisa ninggalin dia. Mungkin keputusan gue malam itu salah. Gue bahkan ngga memperjuangkan hubungan kita. AHHHHHHHH. Gue ngga tahu harus gimana lagi. Selama bebrapa hari ini, hidup gue tanpa Dhyka itu sangat susah. Dan gue mulai menyadari bahwa keputusan semalam itu adalah keputusan yang sangat salah. Gue harus memperjuangkan hubungan kita di depan orang tua gue. Yah, gue harus memperjuangkannya. itu yang seharusnya gue lakukan. Yang terpenting, sekarang gue harus ketemu Dhyka. Gue mau mengatakan kalau gue benar-benar menyesal. Gue harus dapatkan Dhyka lagi
End of Episode 5
gue emang ambil beberapa kejadian yang biasa jadi di kehidupan PeopleLikeUs
=====================================================================================================
Dhyka
Gue sampai saat ini masih memikirkan apa yang terjadi di UKS kemarin. Sampai sekarang ngga tahu kenapa gue ngga enak aja dekat-dekat Gian setelah acident mengigau nya dia. Gue penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Gian sayanga gue? Ohhh noooo. Tuh kan benar. Ini pasti gara-gara gue telalu memanjakannya. Dia pasti jadi gay gara-gara gue. Dhykaaaa, apa yang sudah lo lakukan! Menjerumuskan seorang manusia normal tidak berdosa masih polos kedalam jurang ke-gay-an. Tenang. Ngga mungkin juga dia jadi gay secepat ini. jangan ngaco Dhyka. Tenangkan pikiran.
Gue menarik nafas panjang dan menghembuskannya
‘lo kenapa masbro? Kek cacing deh dari tadi gerak-gerak’ Toni teman sekelas gue menyadarkan gue.
‘oh gak kenapa-kenapa’ gue sok cool. Memperbaiki posisi duduk yang sedari tadi ngga karuan gara-gara terlalu banyak berpikir yang aneh-aneh
‘Lo sama Riedel kenapa? Biasanya bareng kok sekarang gue dah ngga liat lagi kalian bareng-bareng?’
‘ohh itu.. ituu’ Fuck Riedel. Orang yang gue ngga mau dengar lagi namanya.
‘Dia lagi sibuk mungkin. Tahu lah. Dia pasti sibuk mikir mau lanjut kulia kemana’ gue bohong
‘woi kalian bedua. Kebiasaan ya’ teriak pak Johni guru bahasa Indonesia mengagetkan gue
‘kan bapak da bilang Dhyka. Kamu mau masuk kelas bapak atau ngga itu tersera. Kamu mau tidur tersera yang penting jangan ganggu anak-anak lain yang lagi belajar’ jelas pak Johni panjang lebar. Gue dah hafal banget kalimat itu. Kalimat yang biasa dia keluarkan kalau gue bikin ula di kelas.
Semua anak-anak sekelas langsung melihat ke arah gue. Toni pura-pura baca buku. Sialan tuh anak. Kalau aja gini jadi sok manis.
‘apa lo’ gue teriak ke anak-anak sekelas yang masih menatap kearah gue yang seketika itu juga langsung balik arah. Yah itu cara paling ampuh.
‘pak, gue keluar aja’ teriak gue sambil mengambil tas dan pergi meninggalkan ruang kelas. Pak Johni adalah bapak paling culun dari semua guru. Dia selalu menurutui kemauan gue. Perna satu kali gue minta anak-anak satu kelas ngga usa masuk ke kelasnya. Yang ada dia nangis di kelas. Waha ngakak gue ingat kejadian itu.
Gue berjalan menuju kantin. Setelah berpikir telalu banyak gue akhirnya memutuskan untuk makan bakso kesukaan gue.
Itu bukannya Gian dannnn....... Petra? Ngapain coba mereka berdua? Disini yang Gian tahu cuman gue doang. Itu anak kenapa ngomong sama Gian? Gue berdiri tidak jau dari meja yang sedang di duduki Gian dan Petra. Mereka terlihat serius dan ada sesuatu di tangan Petra. Sebuah tas pelastik putih dengan tonjolan yang seperti kotak didalamnya. Gue asik mengamati tiba-tiba Petra melihat kearah gue dan panik seketika itu juga. Dia langsung pergi gitu ngga jelas. Gian melihat ke arah gue, melambai tangan dan terseyum.
Gue ikut tersenyum. Gue mendekat
‘tadi kenapa?’ tanya gue penasaran
‘oh itu Petra. Tadi dia ngajak ketemuan katanya ada yang mau dia omongin. Tapi ngga jelas juga. Katanya ngga jadi aja. Gue bingung’ jelasnya polos
‘ingat ya! Dia itu orang asing. Dan orang asing itu harus dihindari. Lagian lu bisa kenal dia gimna?’ gue sok serius
‘oh itu kemarin pas pertama datang ke asrama. Dia yang bantuin gue’
‘sekalilagi lo ngga bole sering-sering ngobrol apalagi makan bareng sama orang-orang yang belom lo kenal. Mengerti?’
‘emang kenapa?’ tanya Gian bingung
‘pokonya ngga boleh. Gue doang yang harus lo ajak kemana-mana cuman gue. Titik’ kata gue memberi sediki penekanan di kata GUE
Dia tersenyum dan menganggu-anggu
‘mau makan?’ ajak Gian
‘mau’
‘yauda mau makan apa?’ tanya Gian
‘apa aja deh’ gue pasra
‘Bakso aja ya?’
‘lo kok tau gue mau bakso?’
‘apaan sih. Tadi katanya terserah yauda bakso aja.’
Gue tersenyum
‘Yauda gue pesan dulu’ Gian pergi memesan bakso.
Mungkin ini adalah saat yang tepat menanyakan kepastian kemarin kejadian di UKS. Gian kembali
‘eh, kok ngga masuk kelas?’ tanya gue
‘oh. Gurunya ngga masuk. Tadi cuman dikasih tugas hitungan’ jelas Gian
‘lo ngga kerja sama anak-anak tugasnya?’ tanya gue
‘udah kok. Gue da selesai. Mala sekarang anak-anak sekelas lagi nyalin punya gue’ katanya bangga
‘eh gue mau nanya nih... emmmm soal kemarin’ kalimat gue putus-putus. Masih ngga yakin
‘nanya aja lagi’ Gian santai
‘emm gini. Ehh emm'
‘lo kenapa? Apaan?’ Gian mensipitkan mata
‘eh ntar deh’ kata gue garuk-garuk kepala
‘ah lo makin aneh aja ya?’ goda Gian sambil ketawa. Gue cuman nyengir ngga jelas. Sialann gue kenapa coba
‘gue makan ya’
Gue liatin dia makan. Lama. Dia satu-satu nya orang yang bisa membuat gue ngga berpikir tentang Riedel. Dan satu-satu nya alasan gue senyum akhir-akhir ini.
Malam ini gue ngga ada kegiatan dan mungkin tugas. Lagian kalau ada tugas, pasti sih Jojo (suruan gue) sudah buatin buat gue. Bedah sama Gian. Dari tadi jam 7 selesai makan malam sampai sekarang dah mau jam 10, dia masih sibuk di meja belajarnya. Ngga tahu apa yang dia lakukan tapi dia kelihatan serius. Suasana malam di kamar waktu itu begitu sunyi. Gue ngga berani gangguin dia yang lagi serius di meja belajar. Lampu utama kamar sudah dimatikan gue berbaring diatas kasur dengan air putih di meja kecil sebelah kasur gue. Lampu dari meja belajar Gian adalah satu-satunya lampu yang menyala saat itu
‘Dhyka uda tidur?’ tanya Gian tiba-tiba
‘eh em belum’ gue kaget
Lampu meja belajar Gian tiba-tiba dimatikan sehingga tidak ada lagi lampu yang menyala saat itu. Tapi masih ada cahaya kecil.
Mungkin cahaya dari luar yang masuk menembus kamar. Pandangan masih bisa melihat benda-benda besar di dalam ruangan karena cahaya kecil yang masuk itu. Gue masih bisa melihat Gian yang naik kekasurnya. Dan masih bisa melihat dia membaringkan badannya di kasur.
‘gue tidur ya’ kata Gian lagi tiba-tiba. Gue ngga menjawab
‘oh iya.. tadi...’ Gian bersuara lagi
‘tadi mau omongin apa ke gue di kantin?’ buuseet dia masih ingat aja. Gue bahkan da lupa
‘eh ituu,, emm uda ngga penting juga’
‘ohhh. Yauda’
Sekitaran 10menit kamar menjadi sunyi dan Gian mungkin sudah tertidur. Selama kita berdua di kamar tadi cuman sedikit pembicaraan yang terjadi antar kita berdua. Padahal gue pengen banget ngomong panjang lebar kedia. Tapi ngga tahu kenapa gue ngga bisa aja. Keluar 10 kata langsung aja dari mulut gue itu uda susah banget. Gue melihat kearah kasur Gian. Gelap, hitam. Ngga ada yang bisa gue liat. Mungkin cuman beberapa titik yang bisa gue liat. Tapi yang pasti Gian ada disana, tertidur pulas.
Gue berdiri dari tempat tidur. Mendekat kearah tempat tidur Gian. 5 langka kaki dan tibalah gue di kasurnya. Gue duduk perlahan mencoba agar tidak membangunkannya. Dari posisi ini gue bisa melihat sosok Gian. Gue tersenyum. Kali ini gue beranikan diri mengangak selimut yang dipakainya. Gue tidur di sampingnya pelan pelan berusaha tidak membunyikan suara-suara. Tapi Gian bergerak
‘Dhyka’ dia sedikit bertieriak dan menjahukan badannya
‘eh maaf maaf banget. Tadi itu emm maaf banget’ kata gue ngga karuan acak-acakna. Kamlimat itu sudah random banget. Anjrittt
‘oh ngga apa-apa. Kenapa?’tanya Gian mungkin masih setenga sadar mencoba mengupulkan nyawa
‘Tadi....’ fuck gue ngga bisa bohong lagi kalau gini
‘emmm.. gue tidur bareng lo ya tadi gue mimpi buruk dan ngga bisa tidur’ fuck gue bohong. Seorang Dhyka takut tidur gara-gara mimpi buruk? Wah bener-bener. Emang ngga ada alasan lain yah? Haudduu udalah. Uda terlanjur
‘yauda tidur aja’ katanya sambil langsung kembali tidur. Mungkin dia ngigau. Tapi ngga apa-apalah. Heheh
Gue langsung ikut tidur. 10 menit kemudian kembali tenang. Mungkin Gian uda tidur lagi. Gue tahu lah dia tadi capek ngerjain tugas. Gue tidur juga ah lagian tidur sama dia aja gini uda enak. Mungkin sekarang gue bisa tidur nyenyak banerng Gian tanpa memikirkan Riedel lagi.
Tiba-tiba gue berasa Gian bergerak dan berdiri
‘oke oke gue dari tadi belum bisa tidur’ teriaknya tiba-tiba
Gue langsung berbalik badan melihat Gian. Kita saling berhadapan.
‘entah apa yang terjadi. Tapi lo aneh banget Dhyka’ jelas Gian cepat
Anjirr mati gue.
‘gue ngga tahu apa yang terjadi sama lo akhir-akhir ini. lo makin aneh makin kesini. Dan gue juga ngga tahu apa yang jadi dengan perasaan gue akhir-akhir ini. gue ngga bisa jelasin gimana. Tapi lo itu selalu gue pikirin. Tadi pas gue di meja belajar. Tadi gue ngga serius belajar. Yang ada dipikiran gue itu cuman lo. Kenapa selama hampir 3 jam tadi kita dikamar ngga ada kalimat yang lo cuapin’ gue terdiam. Gian terus berbicara.
‘gue berusaha mencoba bicara tapi lu yang jawabnya cuman singkat. Gue juga ngga tahu kenapa gue selalu gugup dan gerogi tiap kali gue sama-sama lo’
Dia masih terus berbicara. Dan itu seakan memberi jawaban tentang apa yang gue pikirkan seharian ini. tanpa berpikir panjang gue langsung bangkit dari tidur dan mendekatkan wajah gue ke dekat wajahnya. Dia berhenti berbicara saat bibir kita saling bertemu. Gue bisa merasakan bibirnya. Dingin. Sedetik kemudian dia menjahukan wajahnya. Melepaskan ciuman itu. Im dead. Apa yang terjadi? Gue ngga bisa bergerak. Apa gue salah dengan tindakan ini? dia melihat gue aneh. Mungkin lebih tepatnya bingung sampai akhirnya dia tersenyum dan kembali mendekatkan wajahnya ke wajah gue. Semakin dekat dan bibir nya kembali gue rasakan. Tidak ada aksi yang dia lakukan. Sehingga gue memulai aksi itu. Gue tahu dia menginginkannya. Gue mencoba bermain denag lidah gue. Mencoba menerobos kedalam mencari lidahnya juga. Dan sluppp. Gue mendapatkannya. Kita bemain lidah lumayan lama. Gue bisa merasakan Gian bisa menikmati permainan ini. kita berpelukan dan dia menindi badan gue. Aksinya semakin liar. Dan gue mengentika itu sebelum kita bertindak lebih jahu. Gue ngga mau hungungan ini cuman sebatas di sex doang seperti yang gue dan Riedel lakukan.
‘kenapa?’ tanya Gian
‘kita jangan terlalu jahu dulu’ kata gue. Gian terlihat kecewa. Gue memeluknya. Erat dan dia langsung membalas pelukan itu. Akhirnya gue bisa merasa tenang setelah apa yang terjadi antar gue sama Riedel akhirnya perasaan sedih gue bisa gue salurkan. Gue memeluk Gian semakin erat dan mengelus rambutnya. Gue menangis. Mungkin ini efek Riedel
‘kamu kenapa?’ tanya Gian kauatir
‘engga kenapa-kenapa kok. Kamu jangan pergi aja ya?’
‘ngga. Gue ngga keman-mana’kalimat itu meberi ketenangan yang luar biasa.
Kita tertidur dengan posisi dia meluk gue. Malam yang sangat menyenangkan. Dan malam itu gue berjanji ngga akan gue ulangi kejadian yang sama seperti hubungan gue dengan Riedel