BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

IN LOVE [cerpen pertama]

edited February 2012 in BoyzStories
***

Cinta, Sayang, Suka dan Nafsu...
Agaknya arti kata-kata diatas bagiku menjadi hancur berantakan semenjak aku merasakan sakitnya di permainkan kata kata itu. Apa yang salah denganku, apakah orang sepertiku takkan pernah pantas merengkuh yang namanya kebahagiaan. Aku terlalu letih menjalani semuanya, kegamangan kini terus saja menghantuiku dalam menafsirkan rasa-rasa tersebut, kini aku tak berani lagi menyebutkan atau sekedar mengklaim apa arti rasa yang kurasakan. Cinta, sayang, suka, atau hanya sekedar nafsukah...

Namaku aziz, umurku 23 tahun saat kisah ini di mulai, aku seorang gay flexi yang masih trauma dengan cinta sesama. Trauma ini ku miliki semenjakku di tinggalkan seseorang yang sangat ku cintai, ia bahkan sudah kuanggap cinta sejatiku, mengkhianatiku, dan mencampakkan ku di saat aku sudah sangat parcaya berharap banyak padanya, cinta sejati yang menusukku dari belakang.

Aku tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan ini, aku harus bangkit, walau dengan membawa trauma yang masih begitu membekas, aku akan berusaha tegar, melanjutkan sisa kisah hidupku yang masih di gariskan yang kuasa.
2 bulan semenjak di tinggalkan ‘cinta’ sejatiku, menjadi awal dari kisah ini, kisah baru yang kembali mengisi lembaran kenangan hidupku. Saat itu aku tengah jalan-jalan sendiri di salah satu pusat perbelanjaan di kota ini. Aku memang enjoy sendiri, menikmati kesendirianku sembari mengasah gay-darku.

Langkah-langkah kecilku membawaku pada salah satu sudut perbelanjaan itu, sebuah distro yang menjajakan berbagai jenis pakaian, aku tertarik membeli sesuatu di sana, entah apa yang akan ku dapatkan kita lihat saja. Aku melangkah kan kaki menyusuri beberapa sudut distro tersebut, perhatianku terhenti pada sejumlah kaos yang terusun rapi di gantungan-gantungan besi yang di jajakan di situ, bagus-bagus dengan harga yang lumayan terjangkau.saat tengah asik memilih, pandanganku tertuju pada seorang pemuda yang tengah asik pula memilih kaos di tempat yang sama denganku, ku perhatikan pemuda itu cukup manis ternyata. Terkesan cool dengan mengenakan kaos billabong warna hijau tua dengan celana pensil warna senada di padu jaket kulit yang terkesan casual, ia terlihat semakin memukau dengan sepatu cats vans yang ia gunakan. Kulitnya coklat sawo oriental indonesia dengan postur tubuh yang sangat ideal untuk ukuran anak sma.

“hmm... mau beli kaos de’ ?” sapaku padanya.
“eh.. enggak kok a’ cuman liat-liat aja..” jawabnya ramah.
“sendirian ?” tanyaku lagi.
“bareng temen-temen a’, tapi nggak tau sekarang mereka pada kemana, aku di tinggal sendiri nih, hehe..” jawabnya sembari menyunggingkan senyum termanisnya.
“eh iya kenalin dong, namaku aziz, ade’ ?”
“namaku panji a’..” sahutnya menyambut jabatan tanganku.

Singkat kata kami pun terlibat obrolan kecil yang seru di distro, sedikit banyak ia bercerita tentang dirinya padaku. Namanya Panji Aditya, 18 tahun, siswa kelas 12 di salah satu SMU di cikarang. Obrolan ngalor-ngidul kami bahkan sampai melebar ke urusan pribadinya, ia sempat cerita tentang pacarnya yang satu sekolahan, dan yang aku tahu ia hanya punya satu saudara laki-laki. Kesan pertamaku padanya, panji adalah seorang yang easy going, dan humoris. Aku sangat suka melihatnya tersenyum, terlihat semakin manis dengan lesung pipit yang ia punya. Selesai mengobrol kamipun saling berpamitan, setelah sebelumnya bertukar nomor ponsel. Malamnya ia langsung menelponku. Ia curhat tentang ceweknya yang terkesang sangat pencemburu dan overprotektif, aku tak bisa menasehatinya lebih lagi selain memberinya support untuk bersabar dan bertahan.

Semenjak saat itu kami semakin dekat dan dekat saja, saling telepon dan sms walau untuk sekedar menanyakan kabar sampai mengingatkan sholat. Kami juga semakin sering ketemuan, kadang panji datang ke tempatku atau gantian ia yang ketempatku. Imbasnya aku menjadi kenal dan semakin dekat dengan keluarganya. Ibu, ayah, juga adik laki-laki panji yang bernama radith.

Kedekatan kami semakin intens saja, kemana-mana kami nyaris selalu bersama. Aku sangat nyaman berada di dekatnya, ia bagaikan stimulan yang memberikan semangat lagi untukku untuk menjalani hidup, orang tuanya sudah sangat mempercayai panji padaku, hal itu mempererat kedekatan kami. aku sudah menganggap panji sebagai adikku sendiri. Suatu hari panji menelponku dan mengajak bertemu, kamipun ketemuan di mall lippo cikarang, tempat kami pertama bertemu dulu, kami berjalan-jalan di areal mall itu, sejak awal aku datang, panji terlihat sangat aneh, ia terus saja diam dan gelisah, entah apa yang ada dalam benaknya.

“ee..ee.. aa’ apa kabar ?” tanyanya gugup.
“ah basa-basi banget sih kamu, tadi kan di telepon dah tau aa’ baek, hehe.. ada apaan sih nji kayaknya serius banget ?” tanyaku kembali sambil terkekeh kecil.
“ihh aa’ mah gitu.. jangan ketawa dong..” ia semakin kalut.
“iya iya, emang ada apa sih nji ?”
“panjii.. panjii.. arrgghhh... ikut panji a’ !” serunya , tanpa menunggu jawabanku ia menarik tanganku, ia membawaku ke salah satu sudut sebuah caffe yang sepi dan lengang, setelah kami mendapat tempat yang pas, ia kembali berbicara.
“aa’ panjiii.. panjiii...”
“ada apa sih nji ? dari tadi panjiiii... panjiiii.. terus emang panji kenapa hah ?” tanyaku heran melihat kegugupannya.
“panjiii.. panji suka a’ sama aa’, panji jatuh cinta sama aa’ ?” jawabnya yang sukses membuat mataku terbelalak.
“kkamu.. kamu serius dengan ucapanmu nji ?”
“panji serius aa’, panji sangat serius dengan semua ini, panji sayang sama aa’ , sejak pertama kita ketemu, panji ngerasa nyaman sama aa’, panji seneng deket sama aa’, dan dengan semua yang aa’ lakuin buat panji hingga kini semakin memupuk perasaan itu a’, panji cinta sama aa’, panji tahu ini salah a’, tapi panji juga nggak mungkin bohongin perasaan panji a’, panji udah putus sama pacar panji a’, panji udah nggak tahan lagi, panji butuh aa’..” ujarnya setegah terisak.

Aku masih diam terpaku mendengar perlakuannya, aku tak menyangka ia akan sampai seperti ini. Aku memang sudah cerita banyak padanya tentang diriku, ia sudah tau bahwa aku seorang gay, ia juga tahu kisah perjalanan cintaku hingga trauma yang aku rasakan. Tapi aku sama sekali tak pernah menyangka perasaannya padaku akan sampai sejauh ini, terlebih aku tahu dia punya seorang pacar perempuan di sekolahnya, walau ia terus saja curhat kalau ia semakin tak tahan dengan kelakuan pacarnya itu, aku terus mensupportnya agar terus bertahan dengan cintanya itu. Aku tak percaya ia sampai memutuskan pacarnya itu hanya karena aku. Pikiranku makin kalut, aku mendengus resah di hadapannya.

“aa’ nggak bisa nji, panji tahu kan aa’ gimana sekarang?”
“panji tau a’, panji ngerti aa’ masih trauma, tapi panji ingin aa’ tahu panji udah mikirin semua ini dengan matang, panji juga udah berusaha ngilangin perasaan ini, tapi nggak pernah berhasil a’, sekarang panji udah sangat yakin dengan perasaan ini dan panji siap nanggung semua resikonya” ujarnya, aku tak menjawab, rasanya kereongkonganku makin tercekat dengan ujaran-ujaran panji.
“panji tau kok, sampai sekarang pun aa’ cuman sayang sama panji sebagai adek, tapi panji pengen lebih a’, panji pengen cinta aa’, walau panji tau aa butuh waktu yang entah sampai kapan, panji akan nunggu a’, panji rela, sampai nanti waktu yang akan menjawab semuanya”

Aku masih terpaku dalam diam, dadaku terasa bagai tertindih beban yang sangat berat, sangat sesak dan menyiksa sekali. Lidahku rasanya begitu kelu untuk menjawab, aku bingung untuk menjawab apa, aku tak tahu bagaimana harus bertindak. Pertemuan kami malam itu terasa hambar,aku masih terlalu shock mengetahui semuanya, setelah satu jam, kami pun memutuskan untuk pulang.
Sesampaiku di tempat kost ku banting tubuhku ke kasur, pikiranku rasanya kacau sekali. Panji mengirim sms, --a’, maafin panji, bkn panji pngen bikin aa’ bingung, tp panji ga tahan dgn rsa yg menyiksa ini a’--, kepalaku rasanya pusing sekali, sms itu tak ku balas, malah ku matikan ponselku.

+++

3 hari ku matikan ponselku, sekedar untuk mengetahui rasaku tanpa panji, aku juga tak menemui dia. Ku akui panji memang telah menjadi bagian yang teramat penting dalam hidupku. Aku kini terjebak pula dalam dilema yang menyiksa, aku kembali bingung menafsirkan apa yang kurasa. Sekali lagi, suka, sayang, dan cinta mengobrak-abrik hatiku yang bingung mengartikan mereka. Aku tak tahan lama-lama jauh dari panji, rasanya hidup seperti kehilangan pijakan. Tapi di hatiku juga masih berdiri kokoh tembok kebencian dan trauma masa lalu yang menghalangi hatiku untuk menerima cinta lagi. Aku semakin kalut, 3 hari rasanya bagaikan 3 tahun bila tak bertemu dan lose contact dengannya, akhirnya kuputuskan mengaktifkan ponselku. Rentetan sms dari panji langsung menyambutku, aku baca satu-satu , isinya rata-rata permintaan maafnya padaku, rasanya lega sekali setelah membaca sms panji, saat itu juga langsung ku telepon dia dan mengajaknya bertemu.
Kami pun kembali bertemu, pertemuan yang biasa saja, baik aku maupun panji tak menyinggung sedikit pun tentang hubungan kami, canda dan tawa yang ringan mengisi pertemuan kami kala itu. Aku merasa nyaman, sepertinya kata panji benar, biarlah waktu yang menjawab semua.

FOR THE FIRST TIME

Suatu malam panji menginap di tempat kost ku, waktu itu keadaan kost sedang lengang, banyak teman-temanku yang keluar. Malam itu hujan, suasana yang dingin membangkitkan atmosfir gairah di antara kami. entah siapa yang memulai, bibir kami sudah bertemu, saling melumat dan bercumbu mesra, tangan kami mulai aktif bergreliya di tubuh ‘lawan’ masing-masing, ciuman-ciuman panji semakin menggila, aku semakin terbang di buatnya. Malam itu kami berpacu dalam nafsu dan cinta, desahan-desana kenikmatan mengisi ke heningan kamarku, suara suara itu berbaur dan terpadu indah dengan derasnya hujan yang mengguyur di luar. Semalaman kami berpacu mencapai puncak-puncak kenikmatan.
Pagi harinya aku terbangun lebih dulu, kulihat panji masih terlelap di sampingku, tubuh kami masih tak terbalut apapun, hanya sebuah selimut tebal yang melindungi kami dari dinginnya malam. Ku pandangi wajah indahnya yang tengah terlelap, begitu damai rasanya memandangi ciptaan tuhan yang satu ini, takkan bosan bila memandangi wajahnya terus. ku belai lembut rambutnya, ia tertidur dengan gurat senyum yang indah di wajahnya. Ku kecup pelan keningnya dan ia pun terbangun, menatapku dengan senyuman terindah yang pernah ku lihat di dunia.

“makasih aa’, panji sayang sama aa’” ucapnya lirih, aku terenyuh mendengarnya, ku rengkuh tubuh indah itu dalam rangkulanku, sambil kembali ku kecup mesra keningnya.
“aa juga sayang sama panji”

Sejak saat itu kami semakin dekat saja, semakin erat dan semakin erat. Namun aku semakin merasa bersalah padanya, dari semua yang sudah kami lakukan, dari semua yang sudah ia berikan, itu belum berhasil mengubah persepsiku padanya, rasa sayang yang ada padaku agaknya masih sebatas sayangku terhadap seorang adik. Aku bingung, aku masih saja kalah dalam pergumulan mencari arti terdalam dalam perasaan yang selama ini kurasakan. Perasaan itu masih saja sukses mempermainkanku.

Jumat, 4 Februari 2010

Kami jalan-jalan bersama, dari mall lippo cikarang kami berkeliling hingga akhirnya berhenti di kawasan industri hyundai. Kami mencari tempat yang strategis untuk mengobrol.
Panji menyenderkan kepalanya di pundakku, sembari kedua tangannya menggenggam tanganku.
“a’ suatu hari nanti, andaikan panji pergi dan nggak kembali... kalo aa’ kangen lihat aja bintang bintang seperti di sana a’, panji akan ada di sana buat aa’” ujarnya sambil tersenyum memandang indahnya langit malam yang cerah bertabur bintang.
“gombal ! kamu tu ngomong apa sih nji...”
“ini beneraaan aa’...!”
“hmmm... tapi kalo aa’ yang pergi duluan gimana ?”
“ya aku pegangin tongkat aa’ biar aa’ nggak pergi, hehe..”
“huuu... nggak bosen apa megangin tongkat aa’ mulu” kataku sambil mengacak-acak rambutnya.
“ya enggak lah a’, panji ga akan bosen... malah kepengen pegang terus.. hehe..” jawabnya setengah berbisik.
“huuu... dasar kamu nih !” ku rengkuh kepalanya semakin erat dalam dekapanku, ku belai lembut rambut dan wajahnya, rasanya begitu nyaman merengkuhnya, kami terdiam sesaat sampai panji memecah keheningan di antara kami.

***

“aa’..?”
“hmmm...”
“aa’ belum bisa cinta sama panji ?” katanya pelan, masih menatap lirih ke arah langit, aku mendengus resah, aku bingung harus menjawab apa, sesaat aku terdiam lalu kemudian hanya kata maaf yang keluar dari mulutku.
“maafin aa’ nji, aa’ belum bisa, aa’ bingung.. tapi.. tapi panji harus tau, aa’ tuh sayang banget sama panji..”
“iya iya nggak apa apa a’, panji ngerti itu, panji akan nunggu.. tapi panji punya permintaan..”
Ia tahu aku adalah orang yang sangat muda akrab dengan siapa saja, terlebih lewat internet, aku punya banyak teman yang ku kenal dari jejaring sosial, permintaannya adalah dia minta aku berjanji untuk tidak ketemuan dengan teman-teman yang aku kenal lewat internet, ia juga melarangku memberikan fotoku. Panji bilang kalau ia tak rela aku dimiliki orang lain apalagi yang di kenal di internet, katanya ia tak percaya orang-orang di internet itu 100 persen tulus dan dia tak mau aku trauma kembali. Rasanya agak lucu memang permintaannya, tak ku sangka perhatiannya padaku sampai segitunya.

“gimana a’ ?” tanyanya, tak langsung ke jawab, aku menengadah ke atas seolah memikirkan sesuatu yang sangat rumit.
“hmmm...” gumamku.
“gimana aa’!” hentaknya kesal.
“hmm, okedeh aa’ akan coba.. tapi nggak janji loo.. lagian nggak semua kok temen-temen aa’ yang ga tulus...” ledekku, ia malah cemberut dan merengek manja padaku, salah satu yang paling kU suka darinya.
“huuhhh... aa’ ayolaaahh..” melasnya.
“hahahaha..” aku tertawa melihat tingkahnya yang merajuk seperti itu, dia pun meloloskan tubuhnya dari rengkuhanku, lalu duduk membelakangiku, aku masih diam sesaat, terlihat dia semakin kesal.
“iya iya.. aa’ sayang sama panji, aa’ janji deh” ku rengkuh kembali tubuhnya laluku daratkan ciuman mesra ke keningnya.
“makasih a’, panji bisa tenang sekarang” jawabnya sambil tersenyum.
“lah emang dari tadi kamu ga tenang, ahahaha..”
“ihhh.. aa’ mah, huuhh..” rajuknya lagi.
“iya iya.. aa’ sayang panji, aa’ akan nuruti mau panji”
Kami pun lanjut mengobrol, panji bercerita kalau minggu depan adalah valentine day, ia mengajakku merayakannya. Aku sempat menolak, karena sekalipun aku belum pernah merayakannya.
“aa’... ayolaaaahhh...” ia terus memelas.
“hmmmhh... yaudah deh, kapan sih aa’ bisa nolak permintaan kamu..”aku pun menyerah,ternyata aku memang tak bisa menolak permintaannya.
“hehe..”

Kami mengobrol begitu asyiknya hingga larut malam, kami mungkin belum akan pulang bila tak mendengar suara adzan dari toa masjid tak jauh dari tempat kami. kami pun ke masjid tersebut untuk sholat, selesai sholat kami pun pulang ke rumah masing-masing.

11 Februari 2010, Sentra Grosir Cikarang

“a’, udah beli kado belum buat panji ?” tanyanya sambil senyam-senyum padaku.
“kado buat apaan ? ultah kamu kan masih jauh..” godaku seolah tak mengingatnya.
“ihh aa’ mah.. kado valentine..” dengusnya dengan melekukan wajahnya, cemberut termanis yang pernah kulihat, aku masih ingin melihatnya.
“emang di valentine perlu ada kado yah ?”
“iya, yah... tapi nggak ada juga nggak apa-apa kok” dengusnya kesal, aku masih diam.
“biarpun nggak ada kado, panji udah seneng banget ada aa’, karena aa’ kado terindah buat panji, aa’ masih sayang sama panji aja itu udah cukup” ujarannya itu sukses membuatku terenyuh, aku genggam lembut tangannya.
“aa’ sayang sama panji, aa’ udah siapin kok kado spesial buat panji di hari valentine nanti” kataku.
“beneran a’ ? makasih yah a’, panji sayang sama aa’, panji juga punya kejutan buat aa’ nanti...”
“wah.. kejutan apaan ?”
“yee.. kalo di kasi tahu bukan kejutan namanya”
“hehe.. jadi penasaran..”

***

14 Februari 2010

Hari yang sudah ku tunggu-tunggu,malam ini aku akan ada date sama panji, sejak maghrib tadi aku sudah siap-siap, selesai sudah semuanya tinggal menelepon panji. Aku telepon nomornya, sekali.. dua kali.. tiga kali.. kok tak aktif, sejumlah sms yang aku kirimkan pun gagal. Aku mulai gelisah... menit-menit kian berlalu panji tak kunjung datang juga, tak terasa 2 dua jam aku menunggu, aku semakin gelisah. Berbagai pikiran berkecamuk dalam benakku, kecewa dan kuatir melebur jadi satu. Hingga besoknya pun tak kunjung ada kabar darinya.
Kira-kira jam 10 pagi ponselku berbunyi, ada panggilan masuk. Dengan cepat ku ambil ponselku, kupikir dari panji, ternyata salah, nomor yang masuk tidak ku kenal.

“halo ?”
“hh.. halo a’?” aku kenal suara ini, radith adik panji.
“radith ? kenapa dek ? panji mana ? kok aa’ telepon semaleman hpnya nggak aktif ?”
“kak panji a’...” suaranya tertahan, ia terisak, aku semakin gelisah.
“panji kenapa dit !” tanyaku setengah berteriak, radith belum menjawab, isakan tangisnya malah terdengar semakin keras.
“panji. Kenapa dit ?” tanyaku dengan nada yang lebih tenang, aku tertunduk, rasanya tak berani mendengar jawaban radith.
“ka radith kecelakaan a’, ddia di rumah sakit sekarang a’” ujarnya berbalut isakan, bergetar aku mendengar kalimat radith itu, tak terelakan airmata mengalir dari ke dua sudut mataku.
“ggimana keadaannya sekarang dith ?”
“kak panji.. kak panji koma a’..” semakin terpukul aku mendengarnya, aku menangis sejadi-jadinya, aku tak percaya semua jadi seperti ini.

Setelah bertanya di mana rumah sakit tempat panji di rawat, tanpa ba bi bu lagi aku angsung bergegas ke sana. Tiba di sana, kulihat hampir semua keluarga panji di sana, mama panji tengah menangis terisak, kelihatan sangat terpukul, begitu melihatku ia langsung memelukku dengan tangis yang semakin menjadi, mataku pun tak kuasa menahan air yang sudah sejak tadi mendesak untuk keluar, aku ikut larut dalam tangisan. Setelah mama panji agak tenang, aku minta izin masuk ke dalam padanya, aku ingin melihat panji.
Begitu masuk aku tak kuasa menahan tangisanku, melihat sesosok tubuh terbaring tak berdaya di atas ranjang pasien, tubuhnya berbalut perban di sana sini, selang-selang bergelimpangan di tubuhnya, alat bantu pernapasan dan entah apa lagi alat-alat yang di pasang di tubuhnya. Aku tersungkur di samping ranjang dengan tangis yang terus menguasaiku, aku merasa orang yang paling bersalah atas peristiwa ini, semua ini gara-gara aku, aku terus saja menyalahkan diriku. Di tengah isak tangisku, ku genggam tangannya. Dingin, membuatku bergidik merasakannya. Aku kini menyadari semuanya, panji telah membantuku memenangkan pergulatan melawan kegamanganku dengan rasa yang ku rasakan padanya, olehnya aku berhasil menaklukan keraguan tentang semua perasaan ini. Ini cinta , ya.. ini cinta.. genggaman dingin tangan panji ini membuatku benar-benar menyadari seberapa berartinya dia untukku, saat itu aku benar-benar merasakan yang namanya takut kehilangan itu, ini agaknya adalah ketakutan terbesar yang pernah ku rasakan seumur hidupku.
Tak lama kemudian pintu terbuka, mama panji masuk. Segera ku bangkit dan menyeka airmataku dan aku pun keluar begantian dengan mama panji. Di luar aku menemui ayah panji, ia menceritakan bagaimana panji bisa kecelakaan. Kata beliau hari sabtu jam 10 pagi panji ingin menjemput mamanya ke pasar, di tengah jalan ada mobil berkecepatan tinggi yang menyalip dari kiri dan menabrak panji dan motornya. Aku semakin bergidik membayangkannya.

***

Tak terasa sudah sepekan panji terbaring koma, aku selalu berdoa dan berharap dia sadar dan membuka matanya, aku ingin ia tahu kalau aku juga mencintainya. Tiap malam aku tak pernah absen menemani dan menjaganya. Hari itu kamis sehabis maghrib radith meneleponku, ia bilang panji sudah siuman. Sujud syukur langsung ku lakukan saat tahu ia sadar, dan tanpa babibu lagi aku langsung meluncur ke rumah sakit. Begitu sampai di sana sudah ramai dengan keluarga panji yang telah berkumpul. Mama panji langsung menyambutku dan menyuruh masuk menemui panji.

“ayo nak aziz, panji nanyain terus dari tadi..” sergah mama panji dengan wajah sumringah.
“i.. iya tante..” akupun memasuki ruangan panji sejurus ayah panji yang keluar.
Panji menyambutku dengan senyuman termanisnya, senyuman yang selalu ku rindukan. Ia masih terlihat lemah, tergolek lemas di atas ranjang, namun masih berusaha menyunggingkan senyum padaku.dengan cepat aku berbegas mendekatinya, Langsung kupeluk tubuhnya, tangisku pecah saat itu.
“nji.. aa’ sayang sama panji.. aa’ cinta sama panji, jangan pernah tinggalin aa’ ya nji ?” ujarku berbalut isakan.
“beneran a’ ? beneran aa’ cinta sama panji ? aa’ nggak bohong kan ?” sergahnya dengan mata berbinar.
“iya nji, aa’ sadar sekarang, aa’ juga cinta sama panji, aa’ nggak bisa jauh dari panji, jangan tinggalin aa’ yah nji?” ku usap airmata yang mengalir di pipinya, ia tersenyum bahagia.
“alhamdulillah, makasih ya a’, panji seneng banget”
“nji.. jangan tinggalin aa’ ya.. aa’ nggak bisa tanpa panji, aa’ janji akan kasih semua cinta aa’ buat panji” ujarku masih terisak.
“ia a’, panji nggak akan kemana-mana, panji akan selalu ada di sini, di hati aa’, tapi aa’ janji sama panji yah?” ujarnya sembari menempelkan telapak tanganku kedadaku.
“janji apa nji ?”
“aa’ jangan nangis lagi apapun yang terjadi” katanya sembari menyeka airmataku.
“iya nji, aa’ janji..”
“yaudah di hapus tuh airmata aa’, jelek tau, hehe..” aku tersenyum memandanginya, di saat seperti ini dia masih bisa bercanda.
ku kecup pelan keningnya lalu ku bisikan,”i love you panji”
“makasih a’” hanya itu jawaban yang keluar, airmataku masih saja tumpah melihatnya.
“yaudah sekarang kamu istirahat ya? nanti aa’ balik lagi sebentar” kataku sembari membetulkan selimutnya, setelahnya aku bergegas keluar.
“a’ hapus airmatanya dong, nggak malu apa nangis depan mamah ? lagian jelek tau kalo aa’ nangis gitu, hehe..” masih saja ia bisa bercanda.
“hallah, biar jelek kan panji cinta..” ledekku.
“he.. iya.. panji cinta sama aa’, aa’ tuh cinta sejati panji, udah a’ keluar sana.. hush..”
“huuu.. ngusir nih hmm.. ok aa’ keluar dulu yah..” ku daratkan satu kecupan mesra ke keningnya lalu aku keluar.

***

Sekitar jam 10, keluarga panji sudah mulai pulang, termasuk papa panji, sangat terlihat beliau begitu capek karena sejak pagi menunggu di rumah sakit. Tinggal aku, mama panji dan radith. Aku dan radith menunggu di ruang tunggu, radith yang sepertinya sudah mengantuk sampai tertidur di kursi tunggu. Tak lama berselang mama panji keluar dari ruangan panji, ia memanggilku masuk.

“masuk ziz, ada yang mau panji omongin katanya..”
“oh, iya tan..” kamipun masuk kedalam.
“ada apa nji, kata ibu panji mau ngomong sesuatu” panji menatapku, masih dengan senyumannya.
“panji mau ngomong sama mamaa’, tapi aa’ di sini yah ?” aku mengangguk, meski masih bingung apa yang mau panji katakan.
“mah.. panji mau ngomong sesuatu sama mama” kata panji agak gugup.
“iya nak,mau ngomong apa ? apa nggak bisa esok ? kamu kan masih sakit nak...”
“panji mau ngomong sekarang mah.. mama.. panji minta maaf dan minta ampun sama mama bila yang akan panji omongin ini bakal membuat mama kecewa dan sakit hati, tapi panji harus jujur mah..panji nggak mungkin sembunyiin ini lagi, mama juga kan yang ajarin panji untuk selalu jujur..” nafasku tercekat mendengar kalimat panjang panji tersebut, aku tahu sekarang apa yang ingin ia katakan, aku tak bisa berbuat apa-apa, sepertinya panji memang ingin mengakuinya sekarang.
“memang kamu mau ngomong apa nak ? mama jadi bingung..”
Keadaan hening sejenak, mama panji menatapnya dengan tatapan keingintahuan.
“mama, panji sayang mama... panji... mmm.. panji cinta sana aa’ aziz mah..” keluar sudah kata-kata itu dari mulutnya, aku mematung tanpa suara.
“apa !!! panji jangan bercanda kamu !” sahut mama panji setengah berteriak.
“panji nggak bercanda maah ! panji serius ! panji sudah menduga mama akan terkejut, tapi aa’ aziz cinta sejati panji mah ! aa’ juga sayang dan cinta sama panji mah !” rentetan kata-katanya yang sukses membuatku semakin tertunduk.
“apa kau bilang ! nggak ! mama nggak akan menerima semua ini ! apa salah mama sampai kamu jadi begini nak !” dengan wajah memerah mama panji menatapku.
“kau aziz ! kaulah penyebabnya ! tega-teganya kamu merusak anak ibu ! apa salah ibu hah ! katakan !!!....” PLAK ! sebuah tamparan keras mendarat di wajahku.
“maafin aziz bu..aziz nggak...”
“selama ini kami baik sama kamu ziz ! tapi ini balasan kamu !” tikamnya penuh amarah.
“mah.. jangan tampar aa’ mah ! tampar panji aja ! panji yang salah mah ! kalo mama mau nyalahin siapa salahin panji mah..” panji pun angkat bicara, ia semakin kalut.
“nji udah nji.. jangan dibahas lagi, inget kondisi kamu nji..” ujarku menenangkan panji.
“nggak a’ ! panji mau tuntasin semuanya sekarang !”
“sampai kapanpun mama nggak akan terima.. kamu.. kamu keluar dari sini ! jangan ganggu panji lagi ! keluaaarr !!!”
“mama jahat sama panji ! mama nggak sayang sama panji !!!” aku tersentak kaget akibat teriakan keras panji itu, nafasnya tersengal-sengal setelahnya.
“nji udah nji.. jangan teriak gitu, kamu masih sakit.. udah nji” kupeluk tubuhnya untuk menenangkannya.
geliatnya yang ingin berontak perlahan mengendur, ia sudah tenang sekarang, ia terus memeluk erat tubuhku dengan menyenderkan kepalanya di pundakku.
“panji sayang sama aa’...” matanya terpejam, aku usap perlahan kepalanya, basah ! tanganku terasa basah setelah mengusap kepalanya yang terbalut perban, mataku langsung terbelalak melihat benda cair berwarna merah merembes di tanganku, darah !!!
“panji.. bangun nji ! panji !!!” teriakku panik, mama panji juga berteriak histeris melihatnya.
“panjiiii !!! ya tuhan !!! panji bangun nak..” teriak mama panji sangat keras hingga membangunkan radith yang tidur di luar, ia semakin histeris.

Aku semakin gelagapan, kutekan tombol di samping ranjang panji, alarm berbunyi, tak lama kemudian dokter dan beberapa suster datang, kami semua di suruh keluar. Mama panji terus saja menangis histeris, radith berusaha menenangkannya, tak lama kemudian ia pingsan. Aku minta ponsel radith untuk menghubungi ayahnya, saat itu sudah pukul setengah sebelas. Sekitar 30 menit kemudian ayahnya tiba. Aku sangat takut saat itu, andai setelah ayahnya tau apa yang sebenarnya terjadi dan ia mau membunuhku, aku takkan melawan. Aku memang salah, aku memang bodoh, andai aku bisa mencegah panji lebih cepat tadi pasti dia takkan collapse lagi.
Detik demi detik rasanya begitu lambat berjalan. Kalut, itulah kata sederhana yang dapat menggambarkan perasaanku saat itu. Ku langkahkan kaki menuju masjid di dekat rumah sakit. Setelah berwudhu aku bersimpuh memohon ampun akan dosa-dosaku, dalam doaku permintaan terbesar adalah agar panji segera sembuh, agar panji bisa seperti dulu lagi, aku tak bisa tanpa dia.

Hampir jam 1 malam radith menghampiriku sambil terisak tangis. Ia memelukku, aku mematung tanpa suara, jantungku berdetak 3 kali lebih cepat dari biasanya.

“kak panji a’...” isaknya.
“kkenapa dit ?”
“kak panji udah pergi a’... kak panji udah ninggalin kita a’...” rasanya bagai jantungku bagai di hantam sesuatu yang sangat keras dan berat.

Nafasku sejenak terhenti, dada ini sesak. Aku tersungkur di hadapan radith, airmata perlahan namun pasti keluar dari kedua sudut mataku, tangis tanpa suara. Aku ikut terhanyut dalam tangisan bersama radith. Kedua lututku tak mampu lagi menopang tubuhku, aku tak mampu lagi bangkit. Aku baru saja kehilangan semangat hidupku, separuh jiwaku baru saja pergi meninggalkanku, meninggalkan semua kenangan manis di antara kita untuk selamanya. Andai bisa, aku rela menukar nyawaku agar ia tetap hidup, agar semua orang masih bisa melihat senyum indahnya.

***

Pukul 4 pagi jenazah panji di bawa pulang ke rumah. Mama panji terus saja menangis histeris meratapi kepergian anak sulungnya itu. Papa panji terlihat lebih tegar, berusaha menutupi kesedihan mendalam yang ia rasakan, ia terus berusaha menenangkan istrinya. Aku semakin merasa bersalah, kenapa semua harus terjadi secepat ini, aku baru saja merasakan bahagia karena bisa melihat panji sadar setelah berhari-hari koma, tapi kenapa ia justru harus pergi di saat aku baru bisa melepas rindu dengannya, di saat aku baru saja mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya padanya. Kenapa tuhan ? kenapa sekali lagi akhir kisah cinta yang kau gariskan padaku harus begitu pahit, apakah memang hambamu yang sepertiku ini tak boleh merengkuh bahagia walau sedikit saja?

***

Jam 10 pagi panji di makamkan, aku menjadi orang terakhir yang meninggalkan makam. Aku penuhi janjiku pada panji, aku tak menangis. Kutatap nanar sebuah papan kayu berwarna putih bertuliskan nama Panji Aditya, kuusap perlahan papan itu. Dalam hati aku berjanji akan selalu menyimpan cinta ini di hatiku, ia sudah mengisi ruang hatiku dan selamanya ia akan tetap di situ, tak akan terganti.

Sesaat kemudian aku beranjak dari makam panji, belum genap langkah aku berjalan, aku dikejutkan dengan datangnya mama panji, ia menatapku geram layaknya aku seorang pembunuh.
“kamu pembunuh !!!” beliau mulai menghujaniku dengan pukulan.
“ini semua gara-gara kamu !!! dasar sial !!!, puas kamu sekarang hah !!!” aku tak melawan hanya pasrah menerima setiap pukulan dan cakarannya, dalam hati aku menangis, aku memang pantas menerima semua ini.
Setelah beberap saat, ayah panji dan beberapa warga yang melihat kejadian itu berhasil menghentikan mama panji, sementara itu aku di bawa ke rumah tetangga.
“nak aziz pulanglah... ibu mungkin belum siap dengan semua ini..” ujar papa panji padaku.
“nggak pak, saya ingin tinggal sampai 7 harinya panji pak..” aku bersikeras.
Akhirnya papa panji luluh juga, aku diperbolehkan tinggal di rumah adiknya selama seminggu. Selama seminggu itu aku mengambil cuti, setiap hari aku tak pernah absen mengunjungi makam panji. Menatap nisannya dengan tak putus putusnya memanjatkan doa pada yang kuasa. Mama panji kini sudah lebih tenang, namun aku masih belum di perbolehkan menemuinya.

SEBUAH HIKMAH

Kamis sore, genap 7 hari sudah panji meninggalkan kami, meninggalkan ku dan keluarganya dengan sejuta kenangan yang sempat tercipta. Di tanganku ku pegang yasin yang barusan kubacakan untuknya, semoga pahala surah yasin yang kubaca bisa sampai ke panji. Aku terdiam, termenung memandangi nisan panji, mulai besok aku takkan bisa sering kesini, aku akan kembali kerja. Aku mendengus resah, aku takkan punya banyak waktu lagi untuk terus disini.

Lamunanku buyar seketika saat terasa ada yang mengusap kepalaku, aku menoleh. Mama panji, aku tersentak kaget dan berusaha menyingkir begitu tahu itu dia, mama panji menahan tanganku.

“ibu mau bicara dengan nak aziz” ucapnya halus, aku terdiam mendengar perkataannya barusan, tak ada lagi gurat benci yang terukir di sana.
“kamu sayang sama panji?” lanjutnya sambil tersenyum memandang nisan panji dan mengusapnya pelan.
“i..iya bu, dulu aziz nganggep panji cuman sebagai ade, tapi lama kelamaan rasa itu berubah bu, aziz mencintainya lebih dari itu, maafin aziz bu, ampuni aziz, aziz tak kuasa menolaknya” ujarku terisak.
“semalam ibu mimpi ketemu panji nak, dan panji pun bilang begitu.. ibu yang salah nak, andai saat itu ibu bisa menahan diri pasti semua tak akan jadi begini, maafin ibu nak.. ibu salah.. ibu emosi..” beliau menunduk sambil terisak memandang nisan anaknya itu, aku berusaha menenangkannya.
“ibu nggak salah .. aziz yang salah bu, wajar kalau ibu marah mendengar apa yang di ungkapkan panji, tidak ada ibu yang rela anaknya jadi begitu”
“ini salah ibu nak, dan ini hukuman Allah untuk ibu yang egois sepertiku, harusnya ibu bisa sabar dan menyadari kalau ini adalah tamparan keras bagi keluarga kami yang tak bisa mendidik anak dengan baik” ia terus saja menyalahkan dirinya.
“sudahlah bu..” percakapan kami pun berakhir saat papa panji datang menjemput kami.

***

Malam harinya sekitar jam setengah sembilan, tahlilan tujuh hari meninggalnya panji telah selesai. Aku duduk sendiri di halaman samping rumah panji. Pandangan ku tengadahkan ke arah langit, malam itu langit sangat cerah, kerlap-kerlip bintang yang indah bersanding mesra dengan cahaya sang rembulan yang temaram. Aku teringat perkataan panji.

“a’ suatu hari nanti, andaikan panji pergi dan nggak kembali... kalo aa’ kangen lihat aja bintang bintang seperti di sana a’, panji akan ada di sana buat aa’”

Ku pejamkan mataku, berusaha merasakan sosok panji di dekatku. Perlahan bayangan itu muncul dengan senyuman terindahnya.

“aa’ kangen nji...” ucapku lirih, tak ada jawaban, bayangan itu hanya tersenyum padaku.

Semilir angin malam yang semakin dingin membuatku bulu romaku berdiri, terasa ada yang duduk di sampingku, sempatku berkhayal itu panji. Ku buka perlahan mataku, ternyata mama panji yang di sampingku.

“nak aziz kangen sama panji ?” tanyanya halus.
“iya bu, aziz kangen sama panji, bu.. dulu panji pernah bilang kalo satu saat nanti panji pergi, kalo aziz kangen sama dia aziz bisa mandangin bintang di langit sana bu, dia ada di sana katanya” ujarku sambil tersenyum memandang langit malam yang indah.
“maafin ibu nak, mungkin ini hukuman buat ibu yang nggak becus ngurus anak, mungkin ini jalan Allah yang terbaik buat kami nak” aku hanya mengangguk mendengarnya.
“nak aziz...”
“iya bu...”
“tinggalah di sini nak, jadilah anak ibu..” ucap mama panji, aku tersentak kaget mendengarnya.

Mama panji memintaku tinggal di rumahnya dan menjadi keluarganya, beliau juga memintaku untuk memanggilnya mamah dan aku mengiyakannya, tapi keinginan mamah untuk aku tinggal bersama mereka aku tolak dengan halus, aku kerja lumayan jauh dari rumah panji. Tapi aku berjanji akan sering datang berkunjung. Aku jadi terharu, dari kesalahanku ini mamah bisa memaafkanku bahkan memintaku menjadi anaknya. Aku bersyukur, Allah ternyata memang punya rencana yang indah di balik semua peristiwa yang terjadi. Esok harinya setelah berziarah ke makam panji aku berpamitan pada selruh keluarga panji.

“tinggallah di sini sebentar lagi nak..” bujuk mamah.
“iya a’, tinggalah di sini, radith ga punya temen lagi di sini a’” sambung radith.
“maafin aziz mah,aziz harus kerja, aziz mau bikin mamah sama keluarga aziz bangga,tapi aziz akan sering-sering ke sini kok mah, aziz janji mah, mamah jangan sedih lagi ya”
“dan kamu dith.. aa’ juga janji sama kamu akan sering-sering kemari, di sini kan kamu punya banyak temen dan banyak lagi saudara-saudara yang sayang sama radith, jangan sedih terus yah.. aa’ kamu pasti akan ikut bahagia kalo adiknya pun bahagia, aa’ janji deh aa’ akan sering-sering kemari ketemu kamu, ok” ujarku panjang lebar ke mamah dan radith, radith tersenyum padaku, senyumannya manis sekali, sangat mirip kakaknya.
Ku peluk mamah yang masih saja menangis, aku yakinkan dia dengan janjiku tadi. Sesaat kemudian aku beramitan pada ayah panji, ia merangkulku dengan haru.
“aziz pergi ya mah, pah, dan kamu radith..” pamitku pada mereka semua, ku pacu motorku keluar dari pekarangan rumah mereka.
“hati-hati di jalan nak !!!” seru papah padaku.
“iya pah !!! “ jawabku seraya mempercepat laju motorku, masih sempat kulihat lambaian tangan radith padaku, aku tersenyum dan masih sempat melambaikan tangan balik padanya.
Ku pacu motorku semakin cepat, ku tinggalkan keluarga baruku sejenak.

========================================================================

Ku mulai lagi hidupku dengan semangat baru, melanjutkan lagi mengisi lembaran-lembaran kisah hidupku dengan segala peristiwa yang terjadi. Aku bersyukur mengenal seorang Panji, ia betul-betul membuatku merasakan arti sesungguhnya dari keagungan cinta, ia berhasil mematahkan kegamangan di hatiku dalam menafsirkan arti cinta yang sesungguhnya. Aku pun mendapatkan satu pelajaran yang sangat berharga setelah semuanya, jangan pernah memendam rasa, bila rasa itu ada ungkapkanlah, jangan sampai semuanya terlambat, karena yang akan ada hanyalah penyesalan yang mendalam.

Aku tepati janjiku untuk sering mengunjungi keluarga panji, mereka benar-benar menerimaku dan memperlakukanku layaknya anak sendiri. Mamah semakin sayang padaku, ia sangat sering meneleponku untuk sekedar menanyakan kabar atau memintaku datang kerumah, aku selalu di sambut dengan pelukan hangat mamah setiap bertandang kesana.

***

Panji, kamu sudah menempati bagian terdalam dan paling spesial di hatiku, aku kini bertemu seorang adik lagi, adik yang dengan tulus menyayangiku, perkataannya yang selalu aku ingat...
“berbahagialah kang.. karena kang sudah mendapatkan arti keagungan cinta dari panji”
Kelak dia juga akan menemanimu menghuni singgasana hatiku yang terdalam, diantara kami tak pernah ada cinta, yang ada hanya kasih sayang seorang kakak erhadap adik yang sangat di kasihinya. Aku beruntung di kelilingi orang-orang yang sayang dan peduli padaku, keluargaku, keluarga panji, juga sahabat-sahabat yang selalu setia memberiku support dan semangat untuk bangkit menapaki hidup kedepan. Di tengah keterpurukanku aku semakin menyadari betapa beruntungnya diriku memiliki mereka. Terima kasih tuhan, untuk caramu yang indah dalam mendewasakanku.

PELUK CIUM...
PANDANGLAH BINTANG BILA KAU RINDU...
PEJAMKAN MATAMU...
RASAKAN HADIRNYA...
THE END
«13

Comments

Sign In or Register to comment.