It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
#Dan Besok Pun Gw Hilang Dilenyapkan Republik
[img][/img]
Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta- Usulan pengajuan hak interpelasi pengetatan pemberian remisi oleh sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat kepada narapidana korupsi dianggap tidak rasional. "DPR menjilat ludah sendiri. Mereka tidak konsisten dengan apa yang sudah mereka sampaikan sebelumnya," kata Koordinator Masyarakat Transparansi Indonesia, Jamil Mubarok, di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, 1 Maret 2012.
Menurut dia, ketika pemberian remisi untuk narapidana korupsi pertama kali muncul pada masa kepemimpinan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, anggota Dewan telah menolak kebijakan tersebut. Meski interpelasi merupakan hak DPR, ujar Jamil, "Ini adalah penyalahgunaan wewenang."
Jamil menyatakan tindakan korupsi tergolong pada extraordinary crime. Korban utama dari tindakan korupsi adalah masyarakat. "Ada satu dampak sosial yang luar biasa terhadap apa yang dilakukan oleh para koruptor ini," kata dia.
Saat ini, menurut Jamil, kebanyakan vonis bagi koruptor hanya berkisar antara satu hingga empat tahun penjara. Padahal untuk menangkap mereka dibutuhkan proses yang panjang. "Tidak cukup dibayar dengan hukuman yang ringan," katanya.
Jamil mencontohkan ketika seorang koruptor mendapat hukuman tiga tahun penjara, dia lalu akan mendapatkan remisi, asimilasi, dan potongan-potongan hukuman lainnya. "Dari tiga tahun itu yang efektif hanya enam bulan. Jelas kami menuntut keadilan," ujar dia sambil menambahkan bahwa kebijakan pengetatan remisi bagi koruptor sudah rasional dan benar.
Usulan pengajuan hak interpelasi pengetatan pemberian remisi kepada narapidana korupsi dan terorisme akan segera dibawa ke Sidang Paripurna DPR. Setelah disetujui dalam rapat pimpinan, usulan interpelasi ini akan diteruskan ke Rapat Badan Musyawarah. Setelah dirapatkan di Bamus, usulan ini akan diagendakan dalam Sidang Paripurna DPR.
"Dalam waktu dekat, saya akan bawa ke rapat pimpinan dulu," kata Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso saat menerima pengusul interpelasi di ruangannya, Senin, 13 Februari 2012, lalu.
PRIHANDOKO
..................
Interpelasi Soal Remisi Didukung 86 Legislator
Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta - Pengajuan hak interpelasi DPR soal penghapusan remisi korupsi sudah mendapat dukungan dari 86 legislator. Anggota Komisi Hukum DPR Ahmad Yani mengatakan pemerintah harus memberi kejelasan soal penghapusan remisi koruptor ini.
"Kami meminta Presiden memberi jawaban. Jangan ada tirani itikad baik, seolah ingin memberantas tapi melanggar aturan hukum. Kami mengunakan hak konstitusi kami untuk menginterpelasi remisi bagi koruptor," ujar Yani di gedung DPR, Selasa 14 Februari 2012.
Rapat antara Komisi Hukum dengan Menteri Hukum dan HAM kemarin kembali menemui jalan buntu. Mentoknya rapat ini disebabkan Menteri Hukum Amir Syamsuddin merasa kebijakan menghapuskan remisi bagi terpidana korupsi tidak melanggar peraturan. Sementara Komisi Hukum merasa kebijakan itu salah dan melanggar hak-hak terpidana.
Yani menegaskan, komisinya mendukung pemberian hukuman berat bagi koruptor. Tapi, pemberian hukuman harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Kami juga mendorong hakim menggunakan pidana tambahan bagi para koruptor. Tapi, negara tak boleh menghukum dua kali," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.
Wakil Ketua Komisi Hukum Aziz Syamsuddin mengatakan hak interpelasi bukanlah serangan politik kepada Menteri Hukum secara pribadi atau partai politik tertentu. Tapi, hak interpelasi ini merupakan bentuk perlawanan DPR terhadap penyalahgunaan kekuasaan. "Ini gagasan kolektif. Telah terjadi pelanggaran hukum, abuse of power," kata politikus Golkar ini.
Politikus Partai Hati Nurani Rakyat Syarifuddin Suding mengatakan DPR pada dasarnya sepakat dengan ide pengetatan bahkan penghapusan remisi bagi koruptor. Tapi, kebijakan ini seharusnya disertai dengan perubahan undang-undang dan juga peraturan pemerintah. "Di situ ada hak napi," katanya.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Aboebakar Al Habsy menyatakan Menteri Hukum telah melecehkan Parlemen. Dalam rapat dua bulan lalu, Komisi Hukum sudah meminta Menteri mencabut kebijakan itu dan merevisi Undang-Undang tentang Lembaga Pemasyarakatan. "Kami meminta presiden menegur menterinya yang melakukan pelecehan terhadap parlemen," ucap Aboebakar.
FEBRIYAN
...................
Interpelasi Remisi Koruptor Dibawa ke Paripurna
Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta - Usulan pengajuan hak interplasi pengetatan pemberian remisi kepada narapidana korupsi dan terorisme akan segera dibawa ke Sidang Paripurna DPR. Setelah disetujui dalam rapat pimpinan, usulan interplasi ini akan diteruskan ke Rapat Badan Musyawarah. Setelah dirapatkan di Bamus, usulan ini akan diagendakan dalam Sidang Paripurna DPR.
“Dalam waktu dekat, saya akan bawa ke rapat pimpinan dulu,” kata Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso saat menerima pengusul interplasi di ruangannya, Senin, 13 Februari 2012.
Priyo yakin, usulan ini bisa segera diagendakan untuk dibahas dalam Sidang Paripurna. “Disetujui atau ditolak, biarlah paripurna yang memberi keputusan akhir,” kata Priyo.
Priyo menegaskan, usulan interplasi ini bukan berarti ada penolakan terhadap pengetatan pemberian remisi. Menurut dia, yang ingin ditanyakan kepada presiden adalah pemberian ini dinilai melanggar ketentuan perundang-undangan. Politikus Partai Golkar ini menilai ada tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM karena tak mengindahkan kaidah hukum. “Usulan ini tak menolak pengetatan remisi,” ujarnya.
Usulan hak interplasi ini ditandatangani oleh 87 anggota DPR. Hanya ada dua fraksi yang tak ikut menandatangani usulan yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Amanat Nasional. Usulan ini menyikapi Surat Direktur Jenderal Permasyarakatan Nomor PAS-HM.01.02-42 tanggal 31 Oktober 2011 tentang Moratorium Pemberian Hak Narapidana Tindak Pidana Korupsi dan Terorisme.
Anggota Komisi Hukum DPR, Ahmad Yani menyatakan, ingin mendengar penjelasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai kebijakan ini. Yani ingin tahu, apakah presiden mengetahui, mendapat laporan dan menyetujui kebijakan ini. “Kami berharap bisa mendengar keterangan presiden langsung,” kata Yani.
I WAYAN AGUS PURNOMO
....................
Menteri Amir Patuhi Pengetatan Remisi
Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin tak melakukan upaya hukum jika Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan gugatan pengetatan pemberian remisi kepada terpidana korupsi dan terorisme. “Saya tidak akan melakukan upaya hukum,” kata Amir saat rapat kerja dengan Komisi Hukum di gedung DPR Jakarta, Senin, 13 Februari 2012.
Menurut Amir, pengetatan pemberian remisi didasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi Konvensi PBB Antikorupsi. Pembebasan bersyarat kepada narapidana korupsi, kata Amir, diberikan dengan syarat yang lebih khusus.
Beberapa waktu lalu, sekelompok masyarakat mengajukan gugatan ke PTUN melawan adanya kebijakan pengetatan itu. Gugatan ini diajukan salah satunya oleh Menteri Hukum dan HAM Yuzril Ihza Mahendra yang mewakili beberapa terpidana korupsi. Saat ini proses persidangan masih berlangsung di PTUN Jakarta dan belum sampai pada pengucapan putusan.
Amir menjelaskan dia menghadapi situasi berbeda karena ada gugatan terhadap kebijakan ini. Dia berharap, sidang gugatan ini bisa selesai dalam waktu cepat. Amir berjanji akan menghormati apa pun putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap perkara ini. “Saya tidak akan banding,” ujar Amir.
Politikus Partai Demokrat, Saan Mustofa, justru mendorong Menteri Amir untuk melakukan upaya hukum. Saan menegaskan peraturan tentang pengetatan remisi diperlukan untuk memberikan efek jera kepada koruptor. “Saya dorong Menteri untuk banding,” kata Saan.
Dia menjelaskan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi seharusnya didukung. Dia merasa heran dengan penolakan fraksi-fraksi terhadap kebijakan ini. Menurut Saan, jika memang mendukung agenda pemberantasan korupsi, “Pengetatan remisi harus didukung."
I WAYAN AGUS PURNOMO
................
..................
................
Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta - Teka-teki pengembalian Brigadir Jenderal Yurod Saleh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ke Markas Besar Kepolisian semakin terkuak. Direktur Penyidikan KPK non-aktif itu dikembalikan karena kedapatan akrab dengan terdakwa suap Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, Muhammad Nazaruddin. Keakraban itu dianggap sebagai bentuk pelanggaran kode etik KPK.
Indikator keakraban keduanya terekam melalui Closed-Circuit Television (CCTV) di kantor KPK. "Indikatornya, (Yurod) kedapatan berpelukan dengan Nazaruddin waktu diperiksa di KPK," kata penasehat KPK Abdullah Hehamahua kepada Tempo, Rabu, 7 Maret 2012.
Menurut Abdullah, Yurod berpelukan dengan Nazaruddin ketika mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu sedang diperiksa oleh penyidik di kantor KPK. Saat itu, keduanya bertemu di kantor KPK, kemudian bertegur sapa, saling berjabat tangan dan berpelukan. Bahkan, keduanya sempat mengobrol sejenak. "Ada beberapa menit mereka ngobrol," kata Abdullah.
Abdullah enggan membeberkan apa saja yang dibicarakan antara Yurod dan Nazaruddin kala itu. Namun, informasi adanya dugaan keakraban antara Yurod dan Nazaruddin tersebut diungkapkan oleh pimpinan KPK ketika digelar rapat pimpinan pada Februari lalu. Dalam rapat itu, rekaman CCTV diperlihatkan pada para pimpinan. "Pimpinan sudah setuju Yurod dikembalikan ke Mabes Polri," ujarnya.
Sesuai kode etik KPK, kata Abdullah, pejabat dan pemimpin KPK tidak boleh dekat dengan orang yang diduga terkait dengan kasus yang sedang diusut. "Apalagi dekat dengan tersangka," katanya. Kedekatan itu dianggap bisa mempengaruhi pengusutan kasus tersangka.
Surat keputusan pimpinan KPK per tanggal 24 Februari 2012 menyatakan Yurod resmi dikembalikan ke Markas Besar Kepolisian. Posisinya untuk sementara digantikan oleh pelaksana harian, Warih Sardono. Warih juga adalah pelaksana tugas Direktur Penuntutan.
Adapun Nazar yang dikonfirmasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi membenarkan pernah bertemu Yurod Saleh di KPK seusai diperiksa penyidik. Nazar mengatakan, ia dan Yurod membahas kasus korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008 berbiaya Rp 8,9 miliar. Istri Nazar, Neneng Sri Wahyuni, menjadi tersangka dalam kasus korupsi inti.
"Tentang masalah istri saya, kenapa istri saya ditersangkakan karena kasus 2008. Saya saat itu belum pejabat negara," kata Nazar di pengadilan sebelum menjalani sidang. Pertemuan itu, kata Nazar, juga dihadiri seorang penyidik bernama Novel. Nazar bertanya kepada Yurod ihwal substansi yang membuat istrinyaterseret di proyek PLTS itu. Dia juga menanyakan siapa saja saksi untuk berkas istrinya yang sudah diperiksa oleh penyidik KPK.
Nazar pun membantah jika pertemuan itu berarti ia memiliki kedekatan dengan Yurod. "Jadi, tidak ada omongan serius soal lain-lain, yang seolah direkayasa. Seperti di media, saya dikatakan ada kedekatan sama dia. Sudahlah, saya sudah capek. Kita buka saja faktanya," ujarnya.
RUSMAN PARAQBUEQ
@Ambigu @boljugg @samme @hottie_chaser @tobleron @ksatriajujur @marmoet99 @furion @rhyuuga @ghaniprijatna @Rez1 @008spermax @senobsr @andre @Irawan01 @LED @alex1982 @samme @bondi @happylanderz @devano_mahiswara @blueguy86 @createsometrouble @Adhrii @erf_rey22 @Boyorg @mllowboy @awi_77 @tommywebby @lain @