...........
Denny: Argumen Koruptif, Moratorium Remisi Tak Mendasar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana tak henti-hentinya menumpahkan kekesalannya hari ini menanggapi argumen banyak pihak, salah satunya mengenai Moratorium remisi koruptor yang tidak berdasarkan hukum.
"Argumen itu pernyataan yang koruptif, manipulatif dan disinformasi," ujar Denny kepada wartawan usai dialog Polemik yang digelar di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/3/2012).
Denny menjelaskan, dalam PP Nomor 28 tahun 2006 tentang syarat dan hak warga binaan jelas mengatur mengenai persyaratan bagi terpidana korupsi maupun terpidana tindak pidana umum. Oleh karenanya, SK Pengetatan Remisi Terpidana Korupsi tersebut sudah sesuai dengan PP tersebut.
"Nah SK itu sudah berlandaskan dengan PP tersebut. Jadi argumen tidak berdasar hukum itu tidak tepat. Lalu untuk apa Prof Yusril mengajukan uji materil ke MA? Itu tandanya ada dong dasar hukumnya?" tandas Denny.
Denny pun memaklumi banyak komentar miring yang menerpa kebijakan Kemenkumham mengenai SK tersebut. Menurutnya, kebijakan yang berorientasikan pada pemberantasan korupsi sudah pasti ada perlawanan besar.
"Tidak masalah. Kebijakan antikorupsi diserang balik itu sudah biasa," kata Denny.
..............
Bambang: Banding Putusan PTUN Siasat Denny Indrayana
T
Bambang Susatyo
Berita Terkait: Penghapusan Remisi Koruptor
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo mengktritisi sikap Wakil Menkumham Denny Indrayana yang akan mengajukan banding terkait putusan PTUN Jakarta, soal moratorium remisi koruptor.
Padahal, Bambang mengingatkan, Menkumham dapat menerima soal kekalahan di PTUN terkait moratorium remisi.
"Jadi, keinginan banding, itu siasat Denny saja untuk menghindar dari tuntutan atau laporan korban kezolimannya ke polisi. Sebab, para terpidana yang kemerdekaannya telah dirampas dengan kebijakan abal-abal itu, dapat mempidanakan Denny dengan pasal 333 KUHP dengan ancaman maksimal 8 tahun penjara," kata Bambang Soesatyo, Sabtu (10/3/2012).
Kalau Wamenkumham merasa yakin, kebijakan pengetatan remisi itu benar dan prosedural, Bambang menegaskan, pastilah PTUN tidak akan mengalahkannya.
Kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi yang diterbitkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin dan Wakil Menhuk dan HAM Denny Indrayana, Bambang menegaskan, sudah cacat sejak awal, sehingga tidak mengherankan jika kebijakan itu dibatalkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN.
"Saya yakin bahwa Denny telah dipermalukan oleh keputusan PTUN itu. Agar tidak kehilangan muka, dia berinisiatif mengajukan banding. Manuver Denny itu kita hargai saja sebagai hak setiap warga negara. Namun, semua pihak harus ikut mengawasi proses banding itu agar tidak diintervensi pihak penguasa," katanya.
Keputusan PTUN itu, imbuh Bambang, merupakan pesan kepada penyelenggara pemerintahan untuk jangan sekali-kali bertindak semena-mena. Termasuk semena-mena terhadap para narapidana. Kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi itu, jelasnya lagi, merupakan tindakan semena-mena terhadap lebih dari 100 narapidana.
"Keputusan PTUN itu juga mengajarkan kepada Denny agar selalu menaati struktur perundang-undangan di negara ini. Menjadi pejabat tinggi negara tidak berarti boleh melanggar perundang-undangan," tandasnya.
................
Sesat! Samakan Remisi Koruptor dengan Pencuri Sandal
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana menyayangkan pernyataan berbagai pihak bahwa hak remisi terpidana koruptor disamakan dengan hak remisi terpidana lain adalah adil.
"Itu sesat. Tidaklah adil jika narapidana yang hanya mencuri sandal disamakan syarat remisinya dengan koruptor yang mencuri miliaran rupiah," tegas Denny dalam dialog Polemik bertajuk 'Kontroversi Pengetatan Remisi' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2012).
Denny juga membantah bahwa SK moratorium pengetatan remisi itu tidaklah berdasar. Menurutnya, dalam PP nomor 28 tahun 2006 sendiri telah memberikan syarat remisi dan adanya pembedaan antara terpidana tindak pidana umum dengan terpidana korupsi.
Denny menerangkan, terpidana tindak pidana umum mendapatkan remisi 6 bulan atau setengah masa hukumannya, sedangkan terpidana korupsi minimal 9 bulan atau menjalani 2/3 masa hukuman.
"Jelas dari PPnya tersebut mengetatkan pemberian remisi lebih berat dan prosedur lebih ketat kepada terpidana koruptor sudah dari tahun 2006 lalu," tegas Denny.
Penulis: Imanuel Nicolas
..................
Remisi Itu Hadiah Bukan Termasuk HAM
Tribunnews.com - Sabtu, 10 Maret 2012 10:34 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dilihat dari sejarah pemasukkan remisi ke dalam aturan narapidana di Indonesia, maka remisi bukan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Remisi hanya sebuah pemberian dari pengambil kebijakan.
Demikian disampaikan Dosen hukum politik Universitas Indonesia (UI), Ganjar L Bondan, dalam diskusi "Kontroversi Remisi Koruptor" di Jakarta, Sabtu (10/3/2012).
Ganjar menjelaskan, aturan remisi Indonesia mengadopsi aturan remisi murni seperti Amerika Serikat dan Eropa. Dari sejarahnya, remisi bukan bagian dari HAM, tetapi sebatas hadiah dari pengambil kebijakan.
"Kalau kembali pada sejarahnya. Remisi itu bukan hak, murni hadiah. Murni sebagai pemberian dari Ratu kepada orang-orang yang menjalani hukuman," kata Ganjar.
Menurut Ganjar, sejarahnya, seorang Ratu memberikan tergantung suasana hati dan event yang terjadi saat itu. "Ratu dapat cucu kasih remisi, suaminya sembuh kasih remisi," ujarnya.
Di negara yang mengklaim telah menegakkan HAM seperti Amerika, lanjut Ganjar, tidak memasukkan remisi itu bagian dari HAM. "Kalau remisi dibilang HAM, di negara yang disebut Mbahnya HAM, tidak ada remisi. Di Amerika itu menganut akumulasi murni," ujarnya.
..............
Pengetatan Remisi Koruptor Gagal, DPR Girang
OPINI | 09 March 2012 | 16:29 Dibaca: 126 Komentar: 14 1 dari 1 Kompasianer menilai menarik
Tujuh orang narapidana korupsi, yang sebagian besar adalah mantan-mantan anggota DPR mungkin sedang tersenyum sekarang. Melalui kuasa hukum mereka, Yusril Ihza Mahendra yang juga Mantan Menteri Hukum dan HAM mereka berhasil menggagalkan langkah pemerintah terkait pengetatan remisi bagi narapidana korupsi. Yusril sukses, “jeruk makan jeruk”, rabu kemarin Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan mereka terkait Surat Keputusan Pembatalan pembebasan bersyarat yang dikeluarkan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin.
Dengan gugurnya surat-surat keputusan terkait pengetatan remisi koruptor itu dapat diartikan bahwa langkah untuk sedikit lebih membuat koruptor jera masih tertunda atau bahkan terganjal. Sebenarnya hal ini cukup mengecewakan, mengingat langkah ini secara substansi adalah sebuah kemajuan. Sangat disayangkan Menteri Hukum dan HAM, termasuk juga Denny Indrayana sebagai wakilnya terkesan “gegabah” dengan terbitnya produk surat keputusan itu. Menerbitkan surat keputusan meskipun mungkin tujuannya baik untuk mempertegas hukuman kepada para koruptor jika tidak dilakukan dengan cermat/prosedural akan sangat rawan terganjal. Apalagi yang dilawan adalah para koruptor yang nyata-nyata pintar serta melek hukum.
Dan sepertinya Menteri Hukum dan HAM sendiri menyadari hal ini, tersirat dia mengakui bahwa surat keputusan (pengetatan remisi) memang “cacat hukum” karena tidak sesuai dengan peraturan di atasnya ( UU No.7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi Konvensi PBB Antikorupsi). Buktinya tersiar kabar pihaknya tidak berkehendak mengajukan banding dan hendak melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
Lebih disayangkan lagi dan membuat prihatin adalah pihak DPR dalam hal ini sejumlah anggota Komisi Hukum pengusung hak interpelasi tentang remisi koruptor. Mereka yang sejak awal mengusung hal ini serasa mendapatkan angin segar untuk melanjutkan agendanya.
Satu hal yang membuat Saya sebagai salah seorang rakyat tak habis pikir bahwa ternyata gontok-gontokan antara DPR dan Pemerintah ini selalu saja sulit untuk usai. Hal yang membuat sebuah substansi yang seharusnya nyata harus diperjuangkan malahan diabaikan.
Jika semua pihak memandang hukuman berat harus lebih dipertegas bagi para koruptor, sudah selayaknya masing-masing pihak saling melengkapi agar senjata yang dipergunakan itu sempurna. DPR seharusnya lebih mengedepankan saran pendapat agar produk yang dihasilkan oleh pemerintah dalam menghukum koruptor itu lebih kuat dan prosedural, bukan hanya malah ingin berniat menginterpelasi yang tujuannya hendak menjatuhkan pemerintahan. Para pengusung interpelasi ini lebih membesar-besarkan dugaan bahwa kebijakan ini beraroma politis dan pencitraan, mereka ingin Presiden mencopot menteri yang menerbitkan keputusan cacat. Ini jauh panggang dari api. Sangat bias pemahaman mereka tentang alasan “melanggar hukum” menteri hukum dan HAM itu. Dibatalkannya surat keputusan itu oleh PTUN seharusnya tidak serta merta pejabat pembuatnya dianggap melanggar hukum, namun lebih fokus pada produk surat keputusan itulah yang harus dibatalkan/cabut karena cacat hukum. Pejabat yang menerima putusan dan melaksanakannya justru dapat dianggap patuh hukum. Jika diambil tolak ukurnya adalah pejabat, maka pejabat itu dianggap melanggar hukum ketika tidak melaksanakan putusan PTUN itu tadi, di sinilah Presiden selaku pejabat di atasnya yang wajib memberikan sanksi.
Ah, itulah DPR, semua-semua dapat mereka “pelesetkan” sebagai sebuah pelanggaran hukum, bukannya mendukung agar pelaksanaan hukum (pengetatan remisi) itu berjalan secara benar, mereka malah begitu bersemangat untuk menggagalkan. Namun mereka pun tetap dengan lincahnya berkelit ketika ada pendapat yang menganggap mereka “membela koruptor”.
Pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM juga seharusnya jujur dan mengambil pelajaran. Rakyat sih sebenarnya tidak terlalu peduli apakah kebijaksanaan itu hendak bertujuan pencitraan atau tidak, sepanjang tujuannya sesuai dengan keinginan rakyat. Namun jika apa yang diterbitkan ternyata “grasa-grusu” dan lemah secara hukum, akhirnya hanya membuat kekecewaan saja. Sebuah pelajaran agar kedepan lebih hati-hati dalam menerbitkan surat keputusan. Koruptor itu banyak yang pintar, apalagi jika ternyata masih begitu besar tangan-tangan kuat sodorkan dukungan.
Bukan sok pintar, anggaplah ini obrolan sambil ngopi, semoga ke depan lebih baik. Salam rakyat.
.
C.S.
..................
Indon, Sebutan yang Menghina atau Bukan?
(ilust nextspiller.blogspot.com)
Beberapa tahun berselang pernah timbul kegusaran kepada masyarakat di Malaysia yang suka menyebutkan orang Indonesia dengan ’Indon’. Sebenarnya kalau ditilik dari sudut bahasa semata, penyingkatan kata ’Indonesian’ dengan ’Indon’ ini lumrah saja. Banyak kata yang bersuku kata panjang disingkat orang untuk alasan kepraktisan, seperti ’condominium’ menjadi ’condo’, ’information’ menjadi ’info’, ’ammunition’ menjadi ’ammo’, ’combination’ menjadi ’combo’ dan sebagainya. Namun karena istilah ’Indon’ cenderung dipakai untuk menyebutkan TKI sebagai cibiran, maka akhirnya kata ini menjadi sebutan menghina yang dalam bahasa Inggris dinamakan dengan ’ethnic slur’. Contoh lain adalah penyebutan orang yang berasal dari negara Pakistan dengan ’Paki’. Kata ini sangat terasa menghina di telinga orang yang merasa dirinya ’Pakistani’ (orang Pakisan).
Beberapa dekade yang silam, cukup banyak orang di Indonesia yang merupakan keturunan dari perkawinan silang antara orang Belanda dan orang Indonesia. Mereka sering disebut dengan ’orang Indo’. Mungkin pada masa itu isu ethnic slur belum menonjol seperti sekarang, sehingga tidak ada yang memprotes, kendatipun tak enak didengar di telinga mereka. Yang menarik, penyebutan orang Belanda dengan ’hollander’ sesungguhnya disambut mereka dengan muka masam. Alasan mereka, ’holland’ tidak identik dengan ’Netherland’, karena Holland hanyalah nama sebagian wilayah/provinsi dari tujuh provinsi yang ada di negeri Belanda. Jadi istilah apa dalam bahasa Inggris yang pas untuk menyebut orang Belanda? Jawabannya, kita bisa mengatakan ’the Dutch’ atau ’the Netherland’. Pada masa Perang Dunia II, orang Jepang diberi julukan merendahkan ’Jap’ sebagai ganti sebutan resmi ’Japanese’.
Saya tertarik dengan penyebutan orang berdasarkan asal-usulnya, apakah itu asal negaranya, asal kotanya, atau asal sukunya dalam bahasa Inggris. Tentu saja penyebutan ini tak berkonotasi pelecehan. Saya mulai dengan penyebutan orang yang bermukim di kota-kota ternama di dunia. Orang yang bermukim di New York disebut dengan ’New Yorker, orang yang tinggal di London disebut dengan ’Londoner’. Tapi tak selalu kita memakai akhiran ‘er’ untuk merujuk kepada penghuni kota di dunia ini. Orang yang tinggal di kota Moscow disebut dengan ‘Muscovite’, penduduk kota Perth dengan ‘Perthite’, penduduk kota Seoul dengan ’Seoulite’ dan penduduk Tokyo dengan ‘Tokyoite’. Tapi berhati-hatilah, jangan keliru menyebut penduduk kota Paris dengan ‘Parisite’, karena yang benar adalah ‘Parisian’.
Penduduk kota Naples disebut dengan ‘Neapolitan’, penduduk kota Lyon disebut dengan ‘Lyonnais’ dan orang yang bermukim di kota Liverpool disebut dengan ‘Liverpudlian’. Yang unik penduduk Liverpool ini dijuluki juga dengan ‘Scouser’. Mereka yang tinggal di kota Nazareth disebut dengan ‘Nazarene’, yang tinggal di kota Damascus disebut dengan ‘Damascene’ dan penduduk kota Wina dengan nama ‘Viennese’. Orang Kanada selain dinamakan dengan ‘Canadian’, juga sering disebut dengan ‘Canuck’, orang Selandia Baru selain ‘New Zealander’ juga disebut dengan ‘Kiwi’, sedangkan orang Australia kerapkali dijuluki dengan ’Aussie’.
Apakah ada kaidah tertentu untuk penamaan orang dari wilayah tertentu di belahan bumi ini? Sepertinya tak ada yang berlaku mutlak. Untuk penduduk yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Asia Selatan pada umumnya diberi akhiran ‘i’ pada nama negaranya. Jadi penduduk Kuwait disebut dengan ‘Kuwaiti’, penduduk Oman dengan ‘Omani’, penduduk Irak dengan ‘Iraqi’, penduduk Israel dengan ‘Israeli’, penduduk Pakistan dengan ‘Pakistani’, penduduk Bangladesh dengan ‘Bangladeshi’, penduduk Yaman dengan ‘Yemeni’, penduduk Qatar dengan ‘Qatari’ dan sebagainya.
Untuk penduduk yang nama negara asalnya berakhiran dengan huruf ‘a’ biasanya ditambah dengan imbuhan ‘n’, semisal ‘Indonesia’ dengan ‘Indonesian’, Korea dengan ‘Korean’, Austria dengan ‘Austrian’, Bulgaria dengan ‘Bulgarian’, Rusia dengan ‘Russian’, Syria dengan ‘Syrian’. Namun selalu ada pengecualian, misalnya penduduk negara Burma disebut dengan ‘Burmese’, dan orang ‘China’ disebut dengan ‘Chinese’.
Masih ada beberapa keunikan lagi dalam penyebutan nama penduduk berdasarkan asal negara atau kota. Orang Filipina disebut dengan ‘Filipino’ dan untuk penduduk asli mereka menyebut dirinya ‘pinoy’ (untuk pria) dan ‘pinay’ (untuk wanita). Penduduk negara Cyprus disebut dengan ‘Cypriot’, penduduk negara Peru disebut dengan ‘Peruvian’, orang Perancis disebut dengan ‘French’, orang Spanyol dengan ‘Spaniard’, orang Finlandia dengan ‘Finn’, orang Turki dengan ‘Turk’, orang Thailand dengan ‘Thai’, orang Swedia dengan ‘Swede’, dan orang Skotlandia dengan ‘Scots’ (ingat bukan ‘Scotch’, karena ‘Scotch’ ada jenis minuman keras).
Penamaan penduduk berdasarkan asal daerahnya ini dinamakan ‘demonym’ dan istilah ini pertama diciptakan (coined) oleh Paul Dickson, seorang editor pada kamus Merriam-Webster pada tahun 1997.
..................
Bekas Proton Menggunung, Esemka?
mobil mobil bekas proton di Proton City Tanjungmalim - menggunung, semua foto dok andika
Suatu kali, di hari libur saya di temani anak jalan jalan ke Proton City di Tanjungmalim, tidak jauh hanya kurang lebih satu jam perjalanan dengan kendaraan sendiri dari Kuala Lumpur.
Di Proton City ini lah di produksi mobil mobil proton. Ketika melintas jalan menuju Proton City itu dari kejauhan tampak tumpukan mobil mobil yang menggunung, haaa…… boanyak banget.
Karena penasaran saya mencoba mendekat, ternyata benar di dekat pabrik pembuatan mobil proton itu ada usaha yang khusus membeli mobil mobil bekas proton untuk di perteli dipilah pilah untuk di daur ulang, dikelompok kelompokkan, mana mana yang kemudian jadi besi lagi setelah didaur ulang, mana mana yang tidak bisa.
Tidak jauh dari situ ada beberapa truk lewat membawa barang barang bekas yang sudah pereteli itu terutama besi bekas kerangka kendaraan yang sudah dipisah pisahkan itu dibawa entah kemana.
Sampailah akhirnya saya ke tumpukan mobil mobil bekas itu, luar biasa banyaknya mobil mobil proton bekas itu, menggunung, ada yang sudah dilepas lepas kacanya ditumpuk, ada bagian bagian body yang sudah dipisah pisah, kayaknya kalau dilihat dari tampilan tumpukan mobil bekas itu masih bagus bagus, cuma kata orang orang distu daripada di bawa ke bengkel diperbaiki mendingan beli baru saja lagi lebih berjimat, lebih menghemat maksudnya.
Katanya kalau mau beli mobil proton lagi ( dan katanya boleh juga beli merek lainnya ) bisa di trade in - tukar tambah, mobil proton lama itu apapun bentuknya dihargai RM. 5000 ( lima ribu ringgit ), sekitar kurang lebihnya 15 juta rupiah.
Bukan tidak oke dengan mobil esemka, yang katanya ne sudah banyak dipesan oleh para pejabat, tapi kok belum dengar ada orang biasa yang berminat ( salah ya saya? ) untuk beli mobil esemka yang akan di produksi masal kalau uji emisi dan uji tipe kendaran baru sudah lulus dan bersertifikat nanti.
Mobil bekas Proton menggunung, kayak hape saja sepertinya, sekali pakai langsung dilego siapa mau bekasnya. Mudah mudahan esemka dibuat muantap. Ya enggak ya?
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/03/13312757451755570194.jpg
..................
@Ambigu @boljugg @samme @hottie_chaser @tobleron @ksatriajujur @marmoet99 @furion @rhyuuga @ghaniprijatna @Rez1 @008spermax @senobsr @andre @Irawan01 @LED @alex1982 @samme @bondi @happylanderz @devano_mahiswara @blueguy86 @createsometrouble @Adhrii @erf_rey22 @Boyorg @mllowboy @awi_77 @tommywebby @lain
...................
.................
Comments
"Bekas Proton Menggunung, Esemka?"
@faizulqomar prodimu apa zul? SMK BISSAAAA
@Ambigu @boljugg @samme @hottie_chaser @tobleron @ksatriajujur @marmoet99 @furion @rhyuuga @ghaniprijatna @Rez1 @senobsr @andre @Irawan01 @LED @alex1982 @samme @bondi @happylanderz @devano_mahiswara @blueguy86 @createsometrouble @Adhrii @erf_rey22 @Boyorg @mllowboy @awi_77 @tommywebby @lain
hihihi ketahuan aye banyakan baca lampu merah wkwkwkw