Rakyat Tak Ingin Remisi bagi Koruptor
Awaludin - Okezone
Minggu, 11 Maret 2012 08:12 wib
0 68
Email0
Foto: (dok okezone)
Foto: (dok okezone)
JAKARTA - Langkah Kementrian Hukum dan HAM memperketat pemberian remisi terhadap pelaku kejahatan luar biasa seperti koruptor, bandar narkoba dan teroris menuai pro kontra.
Namun bagi Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia, Achyar Salmi, upaya tersebut justru harus di dukung. Dia meyakini, apa yang di lakukan Kemenkumham sesuai dengan keinginan masyarakat.
"Menurut saya harus di apresiasi dalam kontek adalah memberikan suatu tindakan yang lebih adil di mata masyarakat, karena masyarakat tidak menginginkan remisi terhadap para narapidana korupsi," kata dia saat berbincang dengan okezone, Minggu (11/3/2013).
Karena pada kenyataannya, tak jarang hukum di Indonesia menjadi tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Ketegasan hukum hanya berlaku bagi rakyat miskin.
Dia mencontohkan, pencuri sandal atau pencuri buah bisa mendapat hukuman bertahun-tahun. Sementara, hukuman bagi koruptor sangat ringan. Ini tentu bertentangan dengan rasa keadilan.
"Kalau ekstra ordinary crime tentu penanganannya juga harus ekstra," tegasnya.
Dia menilai, pengetatan remisi bagi koruptor memang masih menyisakan masalah. Ini tentu harus di uji di Mahkamah Agung sebagai lembaga hukum tertinggi.
Sesuai prinsip hukum pidana, tambahnya, keputusan menteri, tidak boleh berlaku surut. "Aturan yang lebih rendah tidak boleh mengenyampingkan aturan yang lebih tinggi," tutupnya. (tri)
(abe)
Sent from Indosat Internet
.................
Ada Wacana Geser Kejahatan Korupsi Jadi Kasus Biasa
JAKARTA - Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril menjelaskan ada wacana untuk menggeser paradigma kasus korupsi dari perkara khusus atau extraordinary crime menjadi perkara umum ordinary crime.
“Kalau kita membaca bahwa kejahatan korupsi merupakan kejahatan koruptor luar bisa itu disamakan dengan pengguna narkoba atau teroris, dan ada upaya menggeser kejahatan korupsi menjadi kejahatan biasa saja,” kata Oce saat diskusi di Jakarta, Sabtu (10/3/2012).
“Misalnya kita lihat hakim memutuskan pidana korupsi tipikor dinilai bebas, cara pandang hakim inilah korupsi menjadi kejahatan biasa bukan lagi kejahatan luar biasa,” lanjutnya.
Cara pandang ini, lanjut Oce, tidak nyambung dengan perundang-undangan dan logika berpikir para hakim.
“Kalau perlu hakim dilaporkan kepada Komisi Yudisial karena tidak profesional menjalankan keputusan perundang-undangan,” tandasnya.
“Sehingga dalam beberapa kasus saya kira pertimbangan hakim lebih dominan. Ini melihat putusan PTUN, hakim gagal paham apa yang dimaksud pengetatan remisi. Sebuah kekeliruan yang nyata, kalau terlibat korupsi bukan bawaan sejak lahir, tapi kesalahan pribadi, sehingga cara pikir hakim tidak nyambung pada istilah pembebasan bersyarat. Syarat-nya apa peraturan pemerintah ada sarat kuantitatif bisa diukur, dan syarat kualitatif syarat mempertimbangkan peraturan,” tegasnya.
(kem)
................
MPR: Ajukan Banding, Menkum HAM Salah Alamat
LOMBOK - Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari menyayangkan tindakan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin yang tak puas dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hajriyanto menilai gugatan banding Menkum HAM soal putusan itu salah alamat.
"Menteri salah alamat," kata Hajriyanto usai membuka acara press gathering di Hotel Sheraton, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (9/3/2012).
Menurut Hajriyanto masyarakat memiliki harapan soal pemberantasan korupsi, namun melihat kondisi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kontraproduktif dengan pemberantasan tersebut, akhirnya masyarakat jengah. Apalagi di internal inspektorat jendral di Kemenkum HAM sendiri, tak memperlihatkan keseriusannya dalam menindak aparatnya yang korupsi.
"Masyarakat memang punya harapan untuk berantas korupsi. Tapi, inspektorat jendral tidak berjalan dengan baik," tegasnya.
Politikus Golkar itu menyarankan agar Menkum HAM tak selalu membidik koruptor yang telah dipenjara. Selain itu, lanjut Hajriyanto, anggota dewan harus bekerja sesuai fungsinya yakni membuat dan memperkuat Undang-undang penindakan dan pemberantasan korupsi.
"Menkum HAM jangan terpaku pada mereka-mereka yang sudah dihukum. Mereka tinggal menjalankan hukuman. DPR juga berusaha untuk melakukan fungsinya untuk memepercepat penindakan korupsi," terangnya.
Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menolak menolak dikatakan tidak konsisten lantaran mengajukan banding terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang mengabulkan gugatan moratorium pengetatan remisi oleh tujuh terpidana korupsi.
Amir mengatakan, keputusan Kemenkum HAM mengajukan banding terbatas pada diktum pembatalan PP Nomor 28 tahun 2006 tentang warga binaan. Menurut Amir, PP tersebut tidak saja memuat soal terpidana korupsi.
Sekedar diketahui PTUN DKI Jakarta mementahkan moratorium pengetatan remisi yang dikeluarkan Kemenkum HAM. Majelis hakim PTUN menilai surat tersebut bertentangan dengan Undang-undang (UU) yang berlaku.
Dengan keputusan tersebut, tujuh terpidana koruptor yang menggugat berhak mendapatkan pembebasan yang sempat tertahan. Ketujuh terpidana di antaranya Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Satrio Suhardiman, Hengki Baramuli, Esti Andi Cahyanto, dan Agus Wijayanto Legowo.(kyw)
(abe)
@Ambigu @boljugg @samme @hottie_chaser @tobleron @ksatriajujur @marmoet99 @furion @rhyuuga @ghaniprijatna @Rez1 @008spermax @senobsr @andre @Irawan01 @LED @alex1982 @samme @bondi @happylanderz @devano_mahiswara @blueguy86 @createsometrouble @Adhrii @erf_rey22 @Boyorg @mllowboy @awi_77 @tommywebby @lain @blueguy86 @bintang5 @Agustde99 @createsometrouble
................
ICW: Aryanto Sutadi Pernah Membela Koruptor
JAKARTA - Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho membeberkan calon pimpinan KPK dari unsur Kepolisian, Aryanto Sutadi pernah menjadi pembela koruptor. Emerson menjelaskan koruptor yang dimaksud adalah Rusdihardjo, mantan Kapolri dan mantan Duta Besar RI di Malaysia.
Rusdihardjo dijatuhi vonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada 11 Juni 2008 lalu. Hakim menilai sah dan meyakinkan Rusdi telah memenuhi unsur-unsur yang didakwakan dalam dakwaan subsider Pasal 3 jo Pasal 55 ayat (1) 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Rusdi didakwa melakukan dugaan korupsi biaya pengurusan dokumen keimigrasian. Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Rusdihardjo 2 tahun penjara, denda 100 juta subsider 6 bulan penjara.
Aryanto yang ketika itu menjadi bagian tim kuasa hukum Rusdi membantah mantan Dubes tersebut memiliki inisiatif memungut tarif lebih tinggi untuk biaya pengurusan dokumen keimigrasian. Jaksa Penuntut Umum KPK dinilai tidak bisa menerangkan secara jelas apakah Rusdihardjo melakukan perbuatan itu sebagai wujud penyalahgunaan jabatan. Hal itu Aryanto saat membacakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Rusdihardjo.
Selain itu, lanjut Emerson Aryanto juga pernah meminta agar tahanan koruptor seperti kliennya mendapat fasilitas seperti hotel ketika ditahan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok. Aryanto yang ketika itu selaku Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri dan Kuasa Hukum Rusdihardjo juga pernah mendatangi kantor KPK dan membentak seorang penyidik yaitu Yurod Saleh yang tengah menangani kasus korupsi KBRI Indonesia yang melibatkan mantan Kapolri Rusdihardjo.
Emerson menambahkan, Aryanto pernah memindahkan tahanan Rusdihardjo tanpa koordinasi dengan KPK. Penahanan Rusdiharjo yang berdasarkan serah terimanya ditahan di Rutan Mabes Polri, kemudian dipindahkan ke Mako Brimob dengan alasan ruang tahanan di Rutan Mabes Polri penuh. Pimpinan KPK ketika itu meminta agar Polri memindahkan Rusdi ke Rutan Mabes Polri jika sudah ada ruangan kosong di sana. Hal ini dijawab dengan kurang patut oleh Aryanto yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri, “terserah Mabes mau tempatkan kemana”.
Aryanto juga pernah menilai LHKPN membuat orang munafik. Dalam wawancara yang dilakukan Peneliti ICW pada 11 Agustus 2011 pukul 16.00 WIB bertempat di Kantor Badan Pertanahan Nasional, yang bersangkutan mengatakan: “LHKPN itu cuma membuat orang munafik, tidak mungkin ada orang yang mengisi LHKPN itu sesuai dengan apa yang dia punya. Apa gunanya?”.
Emerson mengatakan, Aryanto tidak patuh melaksanakan pelaporan data kekayaan, dan baru melaporkan data LHKPN dua kali yaitu pada 31 Mei 2001 sebagai Direktur Pidana Khusus-Mabes Polri, dan LHKPN B1 disampaikan pada 17 Maret 2011 sebagai Deputi Bidang Pengkajian & Penanganan Sengketa & Konflik Pertanahan-BPN RI atas permintaan KPK.
“Aryanto tidak melaporkan semua harta yang dimilikinya, baik atas nama yang bersangkutan sendiri atau keluarganya. Harta yang dilaporkan oleh yang bersangkutan sesuai hasil Klarifikasi LHKPN pada tanggal 18 Maret 2011 sebesar Rp 4.443.442.860,- Sedangkan temuan hasil pemeriksaan LHKPN sementara, sebesar Rp 8.511.285.338,” papar Emerson.
Oleh karena itu, Emerson menegaskan calon yang pernah menjadi pembela koruptor patut diragukan kredibelitasnya dan sangat kontradiktif dengan kerja pimpinan KPK yang berupaya memberantas korupsi dan mendorong koruptor dipenjara. Hal ini akan melekat sindiran bahwa Pemimpin KPK pernah menjadi pembela koruptor.
(abe)
...............
ICW: Interpelasi DPR Soal Pengetatan Remisi Bentuk Perlindungan Bagi Koruptor
Email0
Peneliti ICW menyampaikan penolakan terhadap interpelasi DPR soal pengetatan remisi koruptor (Fiddy Anggriawan/Okezone)
Peneliti ICW menyampaikan penolakan terhadap interpelasi DPR soal pengetatan remisi koruptor (Fiddy Anggriawan/Okezone)
JAKARTA - Hak Interpelasi DPR soal kebijakan pengetatan remisi bagi koruptor oleh Kementerian Hukum dan HAM tidak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi. Langkah sekira 100 politikus Senayan yang menyetujui interpelasi itu dengan mudah dibaca hanya bertujuan untuk melindungi kolega mereka yang terjerat kasus.
“Niat DPR melakukan interpelasi adalah untuk melindungi koleganya yang sedang tersangkut kasus korupsi. Karena pengetatan remisi dapat mengancam fasilitas hukuman bagi para koruptor,” kata peneliti Divisi Investigasi ICW Tama S. Langkun, di sekretariat ICW, Jakarta, Minggu (18/12/2011).
ICW menilai upaya pengetatan remisi terhadap koruptor yang dilakukan pemerintah merupakan hal positif dan bukan lagi sekadar pernyataan atau basa-basi. Kebijakan tersebut adalah tindakan tegas karena sebelumnya pemberian remisi tidak bisa dipertanggung jawabkan dan terkesan diumbar.
Padahal, di sisi lain, vonis hakim terhadap para koruptor yang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga sangat ringan, rata-rata cuma 2 tahun 7 bulan. Sementara kerugian negara mencapai puluhan miliar. “Jelas ini tidak ada efek jera bagi koruptor. Lebih baik remisi diberikan kepada para whistle blower, yang melakukan pembongkaran kasus, dibanding kepada pelaku koruptor yang sengaja menutup-nutupi kasus korupsi," tambahnya.
(abe)
.................
Ramadhan Minta Elza Nonaktif Jadi Pengacara Nazar
TEMPO.CO, Jakarta - Keberadaan politikus Partai Hanura, Elza Syarief, sebagai pengacara Muhammad Nazarudin dinilai tidak etis. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, meminta Elza mundur dari tim hukum bekas Bendahara Umum Demokrat.
"Alangkah elok jika pengacara mundur dahulu," kata Ramadhan di gedung DPR, Senayan, Selasa, 6 Maret 2012. Elza Syarief saat ini menjabat sebagai salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura.
Ramadhan menyatakan, wajar dia curiga dengan status Elza Syarief sebagai kuasa hukum Nazarudin. Apalagi kesaksian Nazarudin cenderung berbau politis, selalu menghantam Partai Demokrat.
Etika advokat, kata dia, tidak pantas seorang petinggi partai menjadi pengacara untuk menghantam partai lain. "Ini kan menjadi ambigu," kata Ramadhan menjelaskan.
Dia menuturkan, dalam kode etik, hal ini seharusnya tidak pantas untuk dilakukan. Ramadhan menegaskan apa yang dia sampaikan hanya bersifat himbauan. "Kalau tidak didengar ya silakan," ucapnya.
Ramadhan menjelaskan, dia tidak menuduh Partai Hanura ikut bermain dalam persoalan ini. Namun, secara etika dia menghimbau agar Elza mundur terlebih dahulu sebagai kuasa hukum Nazarudin.
Mundurnya Elza Syarief juga akan menepis kecurigaan publik terhadap Partai Hanura. "Banyak kader menghubungi saya," kata dia.
Elza menyanggah dirinya memanfaatkan Nazaruddin untuk menjatuhkan citra Partai Demokrat, seperti yang dituduhkan Ramadhan Pohan. "Itu omongan ngawur dan panik," kata Elza Jumat lalu.
Elza mengklaim tetap bersikap profesional saat mendampingi Nazar. Kalaupun Nazar terus menyerang Demokrat, itu adalah pilihan bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat tersebut.
I WAYAN AGUS PURNOMO | I
.................
Upeti Nazar untuk Orang Golkar
TEMPO.CO, Jakarta- Duit tersangka kasus Wisma Atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin, ternyata mengalir jauh ke mana-mana. Tidak hanya di kalangan Partai Demokrat, partai Nazaruddin. Duit itu juga mengalir ke politikus-politius Partai Golkar.
Politikus Partai Golkar, Azis Syamsudin, disebut-sebut membantu Nazaruddin memainkan proyek senilai Rp 567,9 miliar di Kejaksaan Agung. Nazar memerlukan bantuan Azis untuk meloloskan pembahasan anggaran di Komisi Hukum DPR, yang menjadi mitra kerja Kejaksaan Agung.
Anak buah Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang, kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mengakui hal itu. Saat disodori rekaman pembicaraannya dengan Nazaruddin lewat BlackBerry dia membenarkan. "Mr A adalah Pak Azis, anggota DPR RI yang terkait proyek gedung, lahan parkir, dan iklan di Kejaksaan Agung," kata Rosa, seperti tertulis dalam dokumen pemeriksaan.
Jejak Azis juga terekam dalam catatan keuangan perusahaan, yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi. Catatan diambil pada penggerebekan, malam setelah Rosa ditangkap di kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga. Data antara lain tersimpan dalam program Excel di komputer Yulianis, yang ditunjuk Nazaruddin menjadi Wakil Direktur Keuangan Grup Permai.
Dalam dokumen itu tertulis, pada 24 April 2010, tercatat dua kali pengeluaran untuk "Azis". Pengeluaran pertama dibukukan dengan keterangan "All Azis" dengan perincian US$ 250 ribu (sekitar Rp 2,3 miliar) untuk anggota Komisi Hukum DPR dan US$ 50 ribu (Rp 460 juta) sebagai jatah Azis. (Selengkapnya baca: Jeger Proyek Ceger).
Azis, yang sejak Senin pekan lalu melawat ke Prancis bersama sejumlah anggota Dewan, belum menjawab permintaan wawancara. Dia tidak menjawab pertanyaan yang dikirimkan lewat pesan BlackBerry--meski di layar tertulis "R", indikasi pesan sudah dibaca. Idrus Marham, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, mengatakan tidak tahu soal dugaan aliran dana ke koleganya itu. "Itu urusan Azis," ujarnya.
............
................
Comments
gimana kalo hukumannya kayak gini aja...??? hehehe
Dalam sejarah hukuman kuno di negara China, ada 16 jenis hukuman yang paling terkenal akan kesadisannya.
1. Dikuliti
Saat menguliti mulai dari tulang belakang, kulit punggung dibelah menjadi dua, perlahan-lahan pisahkan kulit dengan daging, dibuka seperti kupu-kupu yang mengembangkan sayapnya. Selain itu, ada sebuah cara lain untuk menguliti, entah berapa besar tingkat kevalidannya. Yaitu dengan mengubur orangnya di tanah, hanya terlihat kepalanya saja. Buat goresan berbentuk tanda (+) di atas kepala, lalu buka kulitnya, tuangkan mecury ke dalamnya.
Karena berat jenis mercury sangat berat, maka akan dapat memisahkan kulit dan daging, orang yang terbubur di tanah akan merasa sangat kesakitan, namun tidak dapat melepaskan diri. Lalu terakhir akan melompat keluar dari lubang, meninggalkan selembar kulit di tanah… lalu kulit tersebut dijadikan genderang, digantungkan di depan pengadilan untuk memperingatkan orang lain. Pada awalnya, hukuman dikuliti dilakukan setelah mati, kemudian berkembang menjadi dikuliti hidup-hidup.
2. Penggal pinggang
karena penggal pinggang adalah memisahkan tubuh seseorang dari bagian tengah, sedangkan organ-organ penting berada pada tubuh bagian atas, maka yang dihukum tidak akan segera mati, melainkan masih sadar dan memerlukan beberapa saat lagi hingga akhirnya mati. Saat Kaisar Chengzu dari dinasti Ming menghukum mati Fang Xiaoru, yang digunakan adalah penggal pinggang ini. Konon setelah dipenggal, Fang Xiaoru masih bisa merangkak dan menulis huruf “cuan” (= merebut ; biasanya untuk merebut tahta) di tanah. Setelah menulis 12 setengah huruf, baru akhirnya mati.
3. Pisahkan dengan kereta
Nama lainnya adalah “membelah mayat dengan 5 kuda”. Sangat sederhana, yaitu dengan mengikat kepala, kedua tangan & kedua kaki dengan tali, lalu ditarik oleh 5 ekor kuda ke 5 arah yang berbeda, sehingga tubuhnya terbelah menjadi 6 bagian. Konon Shang Yang dihukum mati dengan cara ini. Diperlukan tenaga besar jika ingin memisahkan tubuh orang menjadi 6 bagian, apalagi jika dengan ditarik. maka dapat dibayangkan penderitaan si penerima hukuman. Pada saat benar-benar sudah terpisah, mungkin ia sudah tidak merasakan penderitaan lagi. Kesakitannya adalah pada saat ditarik.
4. Lima hukuman
Gabungan dari penggal kepala, potong kaki, potong tangan, potong telinga dan hidung, “belah menjadi 8 bagian”. Biasanya setelah orangnya mati, baru dipotong kepala, tangan & kakinya, lalu tubuhnya dibelah jadi 3. Setelah Kaisar Gaozu dari Dinasti Han mangkat, Permaisuri Lv menangkap selir kesayangannya, Nyonya Qi (ibu dari Liu Ruyi), memotong tangan dan kakinya, juga memotong hidung, telinga & lidahnya, mencungkil matanya, lalu dibuang ke kandang babi, diberi nama “ren zhi” (babi manusia). sampai-sampai anak Permaisuri Lv juga sangat kaget melihatnya.
5. Hukuman mati pelan-pelan
Pada awalnya adalah setelah mati baru mayatnya dicincang jadi bubur daging, disebut “hai”. yang pernah menerima hukuman ini adalah Zi Lu, dan putra sulung Zhou Wen Wang: Bo Yi Kao. Kemudian dalam perkambangannya, menjadi lebih mendetil, yaitu hukuman dilakukan apda saat orangnya masih hidup, tujuannya adalah agar yang dihukum menderita, maka ada ketentuan harus dibacok sampai berapa kali dulu sebelum mati.
Konon kemudian hukuman ini dilaksanakan oleh 2 algojo, mulai bacok dari kaki, terus hingga 1000 bacokan, yaitu dengan dipotong dagingnya selembar-selembar sampai mati. Katanya jika belum sampai 1000 bacokan sudah mati, maka algojonya juga akan kena hukum. Yang paling mengenaskan adalah jenderal penentang Qing pada jaman Ming akhir, Yuan Chonghuan. Karena kaisar Chongzhen terkena siasat adu domba musuh & mengira ia berkhianat, maka dijatuhi hukuman “lingchi”.
Sebelum hukuman dijalankan, tubuhnya dililit dengan jala ikan agar daging-dagingnya menonjol keluar, lebih mudah untuk dipotong-potong. lalu dibawa keliling kota, ditonton oleh rakyat, dagingnya pun dimakan oleh rakyat. Penderitaan secara batin mungkin bisa melebihi penderitaan secara fisik. Ini adalah salah satu hukuman resmi di jaman Ming – Qing.
6. Jerat / gantung
Hukuman jerat di Zhongguo biasa menggunakan senar busur. Yaitu dengan meletakkan senar busur pada leher yang akan dihukum, senar menghadap ke depan, algojo berdiri di belakang sambil memutarkan busurnya semakin lama semakin kencang. Yang dihukum akan mati pelan-pelan. Ayah-anak Yue Fei mati di Paviliun Fengbo dengan cara seperti ini. (karena ia adalah pejabat berjasa, tidak boleh dipenggal, harus meninggalkan jasad yang utuh). Sedangkan Raja Gui dari Dinasti Ming akhir juga dibunuh dengan cara jerat/gantung ini oleh Wu Sangui.
7. Dimasak / direbus
Pada jaman Dinasti Tang, jaman pemerintahan Wu Zetian, ada seorang pejabat bernama Lai Junchen yang suka menggunakan cara-cara hukuman yang kejam. Terhadap tawanan yang tidak mau mengaku, ia sering menginterogasi dengan memaksa menggunkan hukuman sadis. Yaitu dengan menggunakan sebuah kuali dan menyuruh tawanan masuk ke dalamnya, lalu di bawah kuali dibakar api (seperti memasak). Kalau tawanan tetap tidak mau mengakui kesalahannya, maka akan mati kepanasan.
Kemudian Wu Zetian mendengar hal ini dan memanggil Lai Junchen. Ia bertanya pada Lai Junchen, apa yang dilakukan bila ada tawanan yang tidak mau mengaku. Lai Juunchen menceritakan cara ini dengan bangga. Wu Zetian pun berkata dengan tenang, “Persilakan dia masuk ke kuali.” … dan Lai Junchen pun mati dibakar.
8. Kebiri habis
Sima Qian pernah menerima hukuman ini sebelum menuliskan kitab sejarah (Shi Ji). Cara kebiri di Zhongguo sangat mendetil. Pertama-tama, ikat adik kecil (termasuk kantung keturunan) agar darah tidak dapat mengalir, sampai rusak secara alami, baru kemudian dipotong dengan pisau (seluruhnya, bukan hanya adik kecilnya saja). Setelah dipotong, bubuhi dengan abu wangi untuk menghentikan darah, tancapkan bulu angsa pada lubang jalur kencing. Tunggu beberapa hari, cabut bulu angsa. Kalau bisa kencing, berarti proes kebiri telah berhasil.
Kalau tak bisa kencing, anggap saja gagal, jadi orang cacat, biasanya akan mati keracunan kencing yang tak bisa keluar. Jadi kalau mau mengebiri orang untuk dijadikan kasim, sebaiknya kebiri waktu masih kecil. Semakin tua, resikonya akan semakin besar. Hukuman ini sering digunakan oleh kaum bangsawan untuk menggantikan hukuman mati. Sebaliknya, untuk wanita, adalah dengan ditutup.
9. Lumpuhkan kaki
Untuk potong kaki ini, ada beberapa macam penjelasan yang berbeda. Ada yang bilang dengan memotong kaki dari lutut ke bawah. Ada juga yang bilang dengan mengambil tulang lutut. Yang kedua tampaknya lebih dapat dipercaya. Pokoknya, ini adalah sejenis hukuman kejam dengan membuat orang jadi lumpuh. Pada jaman Zhan Guo, Sun Bin (孙宾) pernah menerima hukuman ini.
Setelah menerima hukuman, baru namanya dibah menjadi Sun Bin (孙膑 — 膑 : hukuman lumpuhkan kaki dengan diambil tulang lututnya). Jika tulang lutut diambul, maka antara kaki bagian atas dan kaki bagian bawah akan kehilangan hubungan, berdiri pun tidak bisa. Maka dalam sejarah tidak resmi, Sun Bin bahkan tak bisa emnunggang kuda saat berperang, harus naik kereta (baik kereta kuda ataupun kereta yang didorong manusia).
10. Tusuk dengan jarum
Yaitu dengan menusukkan jarum pada celah kuku. Biasa digunakan untuk tawanan wanita.
11. Kubur hidup-hidup
Sering digunakan pada jaman Zhan Guo. Karena hemat tenaga, juga cepat. Hukuman kubur pada jaman perang, biasanya tawanan perang disuruh menggali lubang sendiri, kemudian dibunuh dan dimasukkan ke dalam lubang itu. Kalau waktunya tidak cukup, langsung saja dimasukkan ke dalam lubang dan dikubur hidup-hidup. Hukuman kubur hidup-hidup ini sudah ada sejak jaman kuno. Tapi belum pernah tercatat ada tokoh terkenal yang mati dihukum dengan cara ini. Yang lebih kejam yaitu dengan dikubur dalam posisi berdiri, dengan kepala di atas permukaan tanah, kemudian disiksa dulu.
12. Racun Zhen
Racun zhen sepertinya merupakan cara yang cukup berperikemanusiaan di antara hukuman-hukuman kejam ini. Di antara racun-racun jaman Zhongguo kuno, yang paling terkenal adalah racun zhen. Dari sinilah asal muasal dari peribahasa “minum zhen untuk menghilangkan haus”. Biasa digunakan untuk hukuman “diberi kematian” (maksudnya disuruh bunuh diri sendiri).
13. Hukuman tongkat
Yang dimaksud dengan tongkat, bukan berarti dipukul dengan tongkat. Melainkan tongkat dimasukkan dari mulut sampai ke dalam tubuh sampai seluruh tongkatnya masuk, lambung dan organ tubuhnya pecah, yang dihukum akan mati dengan tragis. Dalam sejarah resmi, tidak ada catatan tentang hukuman ini. Cara hukuman ini muncul pada novel Xia Ke Xing karya Jin Yong. Bahkan ada julukan indahnya yaitu “membuka mulut dan tertawa”.
14. Potong dengan gergaji
Yaitu dengan menggergaji orang sampai mati. Ketragisannya sebanding dengan lingchi & kuliti. Maka di antara hukuman-hukuman kejam di neraka, ada tertulis tentang hukuman gergaji sampai mati ini. Sebenarnya, hukuman gergaji ini tidak hanya ada dalam dongeng, melainkan juga ada di dunia nyata. Dalam tercatat, bawahan dari selir kesayangan Raja Wu (Sun Hao), merampas harta rakyat di pasar.
Pengurus pasar, pejabat Chen Sheng adalah pejabat kesayangan Sun Hao. Ia menangkap sang perampas dan dihukum. Sang selir melapor pada Sun Hao, Sun Hao marah, lalu mencari-cari alasan dan menangkap Chen Sheng atas dalih kesalahan yang lain. Lalu memerintahkan algojo mambakar gergaji sampai memerah, dan menggergaji kepala Chen Sheng. Mayatnya dibuang ke bawah Si Wang Tai.
15. Patahkan tulang belakang
Saat seseorang punya dendam yang mendalam pada musuhnya, maka ia akan terpikirkan cara mematahkan tulang belakang ini. cara ini memang merupakan salah satu cara untuk melampiaskan amarah, karena begitu tulang belakang patah, orangnya pasti akan mati. Dalam sejarah Zhongguo, patahkan tulang belakang ini juga merupakan salah satu bentuk hukuman yang penting. menurut, pada jaman Chunqiu, Ji Chong’er bermaksud menentukan hukum tertulis secara jelas agar masyarakat patuh pada hukum, kemudian ia berunding dengan para penasehat.
Seorang pejabat Ji Chong’er yang bernama Dian Jie datang sangat terlambat. Ada yang menganggap Dian Jie bersalah 7 harus dihukum. Ji Chong’er setuju, dan Dian Jie dihukum dengan dipatahkan tulang belakangnya. Semua pnasehat (pejabat) negara Jin dangat takut, mereka berkata: “Dian Jie yang sudah ikut Ji Chong’er mengembara ke negara-negara selama 19 tahun, memiliki jasa yang sangat besar, karena kesalahan kecil saja dihukum dengan begitu berat. Bagaimana dengan kami?’ Sejak saat itu, semua orang jadi sangat taat pada hukum.
16. Sisir & bersihkan
Yang dimaksud dengan sisir & bersihkan, bukanlah anak gadis yang sedang bersolek, melainkan nama sebuah hukuman sadis. yang dimaksud adalah menguliti kulit orang dengan sikat besi hingga hanya tinggal tulang & daging saja, sampai akhirnya mati. Pencetus pertama hukuman ini adalah Zhu Yuanzhang. Berdasarkan catatan karangan Shen Wen, pada saat menjalankan hukuman ini, algojo melepas seluuh pakaian penerima hukuman, lalu dibaringkan di atas ranjang besi, tubuhnya disiram dengan air mendidih beberapa kali, lalu dikuliti dengan menggunakan sikat besi.
Sama halnya seperti rakyat menyiram babi dengan air panas untuk dicabuti bulunya. Terus hingga kulit dan daging terkelupas habis & tulangnya terlihat. Penerima hukuman biasanya belum sampai selesai sudah mati duluan. Sisir & bersihkan ini memiliki persamaan prinsip dengan hukuman mati pelan-pelan (no 5). Menurut ada tercatat, Wu Sansi pernah mengutus Zhou Lizhen untuk menangkap Heng Yanfan, kemudian diseret-seret di atas rakit bambu sampai dagingnya terkoyak & terlihat tulangnya, kemudian memukulinya dengan tongkat sampai mati.
sumber: http://aksesdunia.com/2012/01/08/16-hukuman-sadis-dalam-sejarah-kekaisaran-cina-kuno/#ixzz1osNvpdPT
aksesdunia.com