It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku lantas memukul kepala anjing yang nongol di pojok kiri. Aku pukul dengan segenap hati, maksudku dengan sekuat tenaga. Lalu mataku mencari-cari di lubang mana lagi kepala anjing itu muncul. Hwa...dimana dimana dimana..lalu tiba-tiba nongollah kepala anjing yang menggemaskan itu dan sekonyong-konyong bayu memegang kepala anjing itu dengan tangan kirinya sedang tangan kanannya masih terus memukul dengan tenaga kuli. Aku melongo lalu muncul lagi kepala anjing di tengah paling atas,langsung kupukul dengan palu gadaku.
“hahah” dia tertawa puas.
Dasar tenaga kuli. Kulihat bayu masih tertawa puas dan dahinya mulai mengeluarkan keringat. Dan benar saja, karena strategi bayu yang tak terduga, dengan menyandra satu kepala anjing dan terus menerus memukulnya membuat tiket yang kudapat jadi banyak sekali.
Setelah lembaran tiket itu berhenti, kuambil lalu kusobek.
“lumayan bay...untung lo punya tenaga kuli” kataku.
“sialan lo”
Yap, kami sekarang ada di Timezone yang ada di Garut Plaza. Habis nonton di Garut Theatre kami langsung meluncur kesini. Tak terlalu jauh sih, lagipula sepanjang perjalanan kami sambil larak-lirik pertokoan yang menjual barang-barang mulai dari baju sampai kembang tujuh rupa.
Huah...capek juga hari ini. Setelah pukul kepala anjing, krambol bola, basket dan beberapa game lainnya, kami segera kembali ke parkiran GT. Sepanjang perjalanan ke GT, kami masih asyik bercanda tentang game-game tadi, tentang kekonyolan siapa yang menyebabkan kami kalah, atau siapa yang malu-maluin. Jujur, aku merasa bahagia bisa jalan sama Bayu. Ini adalah kali pertama aku jalan bareng sama dia, berdua saja. nonton, makan mie ayam, main di time zone, apakah ini pantas disebut dating? entahlah, tapi yang pasti aku sangat bahagia sekarang. Kami memang belum pernah merasakan gimana indahnya malam minggu, karena kondisiku cukup sulit. Bukan hanya secara ekonomi, tapi juga karena kondisiku yang ada di antara Ragil dan Bayu. Untung saja hari ini ragil ada uji kompetensi, jadi aku bisa puas-puasin main sama Bayu.
Sesampainya di parkiran, kami saling diam. Aku tahu dia masih ingin bersamaku, begitupun aku. Aku masih ingin tertawa sama dia, tapi sekarang sudah sore. Dan takutnya ragil main lagi ke kostku. dari tadi ku SMS tak satupun dibalasnya. Mungkin dia lagi sibuk Uji Kompetensi. Tapi apa sebaiknya aku jemput ragil aja?
“bay, udah sore ya?”
“ya..” katanya dengan senyum tipis.
“...”
“....”
“thanks ya..”
Dia hanya diam sambil tersenyum.
“yadah, pulang sono...”
“lo tuh ya..?”
“kenapa?” tanya dia menatapku dengan tatapan tak biasa, seperti menatap orang yang udah lama gak ketemu.
“lo nyuruh gua pulang, tapi tatapan mata lo tuh lain..”
“...” dia hanya diam lalu menunduk.
“gua gak tahu gimana ke depannya, tapi yang pasti, kita hadapin bersama. Key?”
Dia hanya mengangguk.
“satu lagi..”
“ya?”
“gua sayang sama lo..” kataku.
Dia hanya diam lalu segera naik ke motornya tanpa berkata sedikitpun, tapi dari senyum serta tatapannya, aku tahu jawabannya.
“gua dulua ya...”Katanya lalu berlalu meninggalkanku.
Aku menatap punggungnya yang semakin menjauhiku. Hampir saja tadi aku menciumnya. Karena kulihat disini tadi cukup sepi. Tapi untung aku lihat dia memakai kerudung sekarang. Ternyata ada efeknya juga dia pakai kerudung. Padahal aku pengen banget ciuman sama dia. Haduh...
******
Aku masih duduk di kursi kayu warung nangka dengan dua botol teh botol (????) kosong. Ya, aku sedang menunggu Ragil pulang. Entah apa dan gimana Uji Kompetensinya, tapi yang pasti aku mulai gelisah. Dari tadi SMSku belum dibalas sama ragil. Jangan-jangan dia udah pulang? ah, masa iya...apa aku masuk aja ke dalem, nyari di ke bengkel? Tapi kalau ada orang yang liat terus curiga gimana?
Ah, daripada duduk gak jelas, mending masuk aja, pikirku. Aku lantas segera membayar dan langsung berjalan ke sekolah, motor kutaruh disini, lagipula siapa yang mau nyolong si beng beng, kena kutuk ntar.
Aku melenggang masuk dan kulihat satpam masih asik ngobrol dengan siswa tingkat dua yang sedang melihat juniornya latihan baris-berbaris.
“kok balik lagi Bob?” tanya pak satpam. Aku memang cukup akrab dengan satpam sekolah karena pernah tinggal di kantin, walaupun Cuma dua hari, dan dua malam itu aku ikut patroli di sekolah malam menemani satpam.
“iya beh, ada yang ketinggalan di bengkel” kataku berbohong.
Aku memang memanggil satpam dengan panggilan babeh. Awalnya aku saja yang manggil seperti itu. Tapi lama kelamaan yang lain mengikutiku memanggilnya Babeh. Ada babeh irod, babeh siro, dan babeh mahmut.
Aku lantas berjalan melewati lapangan basket lalu lewat ke sekre Paskibra. Kulihat ada yang sedang duduk di dalam sekre.
“punten kang, teh. Kang ragilnya ngelatih gak hari ini?”
“kang ragil yah? Udah enggak atuh. Kayaknya mah yah, di bengkel. Da tadi waktu aku ke si mbok (yang punya kantin bengkel) teh lab listrik-elektro teh masih rame.”jawab si teteh.
“oh..makaasih teh yah. Mangga teh, kang dikantun” kataku lalu segera menuju ke bengkel listrik-elektro.
(dikantun = ditinggal dulu, duluan)
Aku lantas masuk ke bengkel dan baru masuk aku melihat ada poster-poster berisi pengetahuan umum seperti proses pembuatan PCB, rangkaian-rangkaian sederhana, irisan alat elektronik yang memperlihatkan komponen dalamnya, dan beberapa poster lain yang terlihat cukup usang. Mungkin dibikin sejak sekolah baru ini dibuat. Ada pula poster tentang himbauan penggunaan gas freon, CFC dan sejenisnya yang ada hubungannya dengan pengrusakan lapisan ozon.
“nyariin siapah?” tanya seseorang mengagetkanku.
“emm..kang ragil kang”
“oh..dia lagi beresin tool kit..”
“oh..hatur nuhun kang..”
Aku lantas menuju ke ruang Motor (salah satu ruangan di bengkel ini) dan kulihat ragil masih merapikan tool kit-nya. Tapi kuperhatikan wajahnya kuyu sekali. Lalu kuhampiri dia.
“ehm..”
Dia menoleh dan sedikit kaget.
“boby..”
“bukan, gak pernah nonton tipi yah? Gua kan irwansyah..”
“heheh dasor ih. ngapain kesini?”
“coba tebak, ngapain gua kesini?”
Dia Cuma tersenyum. Lalu memasukkan tool kit-nya ke lemari. Dia ambil tasnya dan kulihat dia membuka tas kecilnya dan mengambil hape.
“aduh, maaf Bob, tadi hape aku ditaruh di tas, aku silent juga..maaf ya..”
“gapapa kok..cuman gua tekor tau..”
“heheh”
“yaudah, yuk”
Lalu kami berdua segera meninggalkan bengkel. Dia masih terlihat murung. Mungkin ini ada kaitannya sama uji kompetensi tadi.
“kok manyun?”
Dia melihatku sebentar.
“gatau. Padahal tadi ujikom-nya gampang, Cuma bikin sequence flip flop sama interlock doang..tapi masa gagal mulu..”
“kayak lampu cerdas cermat gitu kan, yang kalo satu udah ditekan terus nyala, yang lain gak bisa nyala kan? kok bisa?”
“gatau. Tapi pas tadi ngerangkai sih, perasaan aku gak enak”
Aku mengantisipasi. Gak enak?
“perasaan aku kayak ada seseuatu yang..gimana ya, susah jelasinnya. Yang pasti aku kepikiran kamu terus tau..”
Deg, aku langsung diam. Apa dia tahu aku tadi jalan sama bayu? Gak mungkin ah, tadi kami gak kepergok sama orang yang dikenal kok. Atau mungkin, feeling orang yang sedang jatuh cinta itu kuat?
“beh, balik dulu..”
“yo”
“yadah, ntar malem mah mesti belajar lagi ya. “
“bob”
“apa?”
“ntar malem aku nginep di kostan kamu ya?”
“jangan...kan waktu itu didit..” kataku dan tak kuselesaikan. Aku yakin dia tahu.
Dia langsung diam. Dan langsung menunduk. Kurangkul pundaknya dan dia menatapku kuyu.
“kenapa?”
“aku...”
“...”
“aku pengen sama kamu terus...aku gak bisa konsen belajar...” katanya pelan.
“gil...aku ngerti kok. Tapi please, kamu jangan jadi kayak gini..”
Dia hanya menunduk. Aku lalu naik ke vespaku setelah sampai di warung nangka. Dia lalu naik ke jok belakangku. Aku melajukan motorku dan aku merasa dia memelukku erat sekali. Aku merasakan getaran cinta darinya. Dan aku merasa bersalah karena telah mengkhianati dia. Tapi aku bingung dengan perasaanku sendiri. Aku nyaman dengan ragil dan sedikit demi sedikit rasa sayang ini mulai tumbuh. Tapi dengan bayu? Dia adalah cinta monyetku, cinta pertamaku. Dan dia adalah seorang wanita. Tuhan, kenapa jadi rumit begini?
Aku melajukan motorku dan kami masih saja terdiam. Aku bingung harus bicara apa sekarang. sepanjang perjalanan kami hanya bicara dalam diam. Aku tahu pikirannya berkecamuk. Mungkin dia sudah memikirkan bagaimana hubungan ini setelah dia lulus. Masih lama memang, tapi toh waktu berjalan tak seperti kura-kura.
Sekarang aku sudah sampai di depan rumahnya.
“gil, udah sampai” kataku mengingatkannya. Tapi dia masih saja diam sambil memelukku erat, semakin erat, tak mau turun.
“gil...”
Dia lalu melepas pelukannya dan aku kaget karena ternyata dia menangis. Dia lalu mengusap air matanya.
“kamu kenapa gil?”
“aku belum siap bob”
“belum siap apa?”
“aku belum siap buat pisah sama kamu..”
“ma..maksud kamu apa?”
“aku masih belum siap kehilangan kamu..aku tahu ini aneh, tapi...”
“ssttt..jangan dibahas ya.”
“aku gak naif bob, aku gak ngarepin kita bisa hidup bersama sampei kakek-kakek. Tapi buat pisah sekarang, aku masih belum siap..aku sayang kamu, aku..” kata dia dan nadanya mulai meninggi. Aku memandangnya kuyu. Entahlah, dia tampak rapuh sekarang.
“gil..aku gak bakal maafin diri aku sekarang kalo nilai kamu ancur. Sekarang kamu masuk, mandi, makan, istirahat, belajar, okey?”
Dia hanya tersenyum. Aneh, kenapa dia tersenyum?
Dia lalu turun dan segera membuka pintu pagar lalu masuk dan kembali menutupnya.
“aku seneng, meski kita gak ada panggilan sayang, tapi dengan kamu manggil aku-kamu, bukan elo, itu udah lebih dari cukup.” Katanya lalu masuk kerumahnya.
Aku hanya bengong mendengarnya. Benarkah, senaif itu? Selugas itukah harapan kamu? Tidakkah itu terlalu sederhana? Aku tercenung mendengarnya. Maaf gil, maaf. Aku masih belum siap.
Aku masih memandang pintu rumahnya dengan lirih. Dan ketika kunyalakan motorku, kulihat ke jendela atas, bayu memandangku lirih.
*****
(waktu itu tiap malam selasa, w lebih milih nginep di kostan temen w yang lain)
Suara ribut dari kamar sebelah yang kosong, kelebatan putih, suara-suara aneh, wangi melati (padahal aku dan ragil paling anti parpum melati) gorden atau pintu yang terbuka atau tertutup sendiri, lampu yang nyala-mati sendiri dan masih banyak lagi. Fyuh, gada habisnya. Tapi seiring berjalannya waktu, aku, lebih tepatnya teman-teman yang lain merasa ada yang kurang kalau sehari saja tidak mendengar atau melihat hal-hal yang aneh. Memang, hal yang bahkan tidak ditunggu-tunggu, tapi rutin sekali kita saksikan, dan sehari saja tidak terllihat, kita akan merasakan sesuatu yang kurang. Ya...seperti merindukannya lah.
Dan salah satu kegiatan favorit siswa kelas kami yang suka main ke kamar kost no.5 adalah...babakaran. Kenapa? Karena hanya dengan uang dua ribu rupiah, kita bisa makan ayam bakar, minumnya coca cola, dan disuguhi oleh film bokep di tv hitam putih ukuran 7 inch. Cukup tragis, lebih tepatnya dramatis, tapi sangat eksotis. Bayangkan, sekitar tujuh orang atau lebih berjejal dan dan saling berebut tempat paling dekat ke layar tipi hitam putih ukuran tujuh inch untuk menyaksikan gadis berambut pirang meraung-raung, atau gadis oriental yang menjerit-jerit.
Dan demi keberhasilan acara babakaran ini, beberapa orang mendapat tugas masing-masing. Ada yang bertugas sebagai fasilitator dengan job description mencari ayam, arang dan bumbu. Ada yang mengemban tugas mulia untuk membakar, ada tugas suci untuk menggeber hihid (anyaman bambu untuk mengipasi), juga tugas mengurusi nasi dan alasnya dari kertas nasi yang disambung dengan straples (kami dulu menyebutnya hekter) dan dua tugas paling penting, yaitu donatur utama dan pencari kaset bokep, hehe.
Sebagai pencari ayam biasanya aku, karena aku sudah terbiasa dengan pasar. Membakar juga aku, menanak nasi juga aku, yang menggeber hihid itu si Jamal, donatur utama si didit merangkap sebagai pencari kaset bokep. Yang lain mah tinggal nunggu hasilnya mateng sambil maen kartu atau buka-buka lembaran Exo. Dasar generasi pemuda yang malas.
Dia anak juragan tanah di kampungnya yang ada di pedalaman. Karena bahasanya yang unik, dia sering diledek sama kami semua. Salah satunya, kalo ada huruf –nd- atau –mb- di tengah-tengah kata, hurup –d- gak dilafalkan. Contoh, Bandung, di lafalkan, Banung. Munding (kerbau) jadi muning, embe jadi eme, embung jadi emung. Serta intonasinya yang unik. Misal, “urang mah da teu kitu” (gua gak gitu kok), intonasinya jadi “uraaaang mah da tkiiiituuu”. Hahah
Entahlah, apa karena dia memang anak juragan, atau dasar bocahnya aja yang pemalas, yang pasti dia angkat tangan kalau disuruh apapun. Pernah waktu dia main ke kost no. 5 (kami sekelas nyebut kostku dan Didit itu dengan sebutan kost no.5) dan katanya perutnya lapar. Kebetulan simbok lagi ada acara keluarga, jadi gak jualan mie yayam. Mau keluar hari sedang panas-panasnya.
Karena stok mie-ku masih ada kutawarin aja bikin mie goreng. Awalnya dia ragu dan malah menyuruhku buat masakin. Karena aku sedang asik dengan exo edisi terbaru aku gak mau, udah dikasih mie mentahnya, nyuruh bikin lagi. Tamu is a king sih is a king, tapi ini sih masalah birahi, masalah penting.
Akhirnya dia dengan manyun berangkat kedapur. Lama sekali. Sudah setengah jam si geulis tidak kembali ke kamar. Aku was-was. Cuma masak mie doank, palingan lima menit lebih dikit sudah siap dihidangkan. Aku lalu pergi ke dapur dan hwa...apa ini? Dapurku berantakan. Kulihat dia sedang mengaduk-aduk wajan (kami masak mie di wajan karena alat yang ada selain panci besar, kastrol dan wajan). Kutengok, itu apa kuning-kuning buyatak, huek...itu ternyata mie yang direbus, saking matengnya jadi lembek dan dia memasukkan bumbunya langsung ke mie-nya.
“hadoh...geulis maneh teh keur naon..?”
(aduh, geulis...kamu tuh lagi ngapain..?)
“naha nya bet jadi kiiiieu emmiiiieee teh..?”
(kok jadi gini yah mie-nya..?)
“ari maneh eta teh bumbuna langsung diabuskeun?”
(itu bumbunya langsung dimasukin ke wajan?)
“nya heueuh aaatuh. Terus tinggal ngagoreng pan. Tapi maneh ngerakeun ih, teu boga minyak kalapa-kalapa acan...”
(ya iya lah. Terus ntar tinggal digoreng kan? Tapi lo malu-maluin tau, masa gak punya minyak sayur, parah ih)
“HWAAA...MANEH PERNAH NYIEUN MIE GORENG CAN...?”kataku berteriak kesal.
(hwa...kamu pernah masak mi egoreng belum si?)
“acan atuh..” katanya lempeng
(belum donk)
“ari maneh teh gawe naon wae atuh juragan...di imah tehh?” kataku murah menurunkan intonasiku.
(lo tuh ngapain aja kerjanya juragan..?)
Dia hanya cengangas cengenges.
“pan aya cara masakna atuh dibalik bungkusna..”
“aya kitu? Euleu maneh sentimen eung ka aing teh, teu ngabejaan aya cara masakna. Heug ah, ieu kudu didahar ku maneh..tanggung jawab siah” katanya dengan watados dan matanya yang gulak-gilek.
(Ada gitu? Wah, elo sentimen banget ma gua, gak ngasih tau ada cara masaknya. Hayo, ini meti lo makan, tanggung jawab lo ya)
“hwa....” kataku sambil mengacak-ngacak rambut.
Lalu dengan berat dan sedih hati mie spesial buatannya kubuang, karena melihatnya saja sudah, huek. Lantas kubuatkan lagi mie yang layak untuknya.
******
Kutengok jam dinding sudah jam delapan malam, tapi yang lain belum pada datang. Dasar orang indonesia, jamnya gak ada yang dari besi, ngaret mulu. Setelah mengantar Ragil aku langsung meluncur ke pasar mencari ayam dan segala tektekbengeknya. Kulihat si geulis makan. aku lalu mulai sibuk bolak-balik Exo sambil menutupi celanaku dengan bantal.
“eh, yang laen datang jam brapa?” tanya dia sambil melap mulutnya dengan tissue.
“au. Katanya sih jam sembilanan. Lo sms dulu yang laen” kataku tanpa mengalihkan pandangan dari lembaran-lembaran penuh birahi itu.
Dia lalu mengambil hapenya dan mengSMSi yang lain, sementara aku masih khusyuk dengan bacaanku, rubrik cerita. Hadeh, gak perlu kubahas disini karena isinya cerita sex hetero.
Tak lama, pintu kamar terbuka dan kamarpun mulai berisik. Wah, gaswat, mahluk-mahluk durjana udah pada dateng. Aku langsung merapikan Exo-nya lalu sedikit merapikan kamar meski tau sebentar lagi kamarku bakal jauh lebih berantakan.
Jamal, Didit, Obos, Ipin, Aweng, dan Bimbim mulai mebuat gaduh. Ada yang bertalu-talu di kursi plastik, mengacak-acak susunan tabloid Exo-ku yang tertata rapi, ada yang sibuk milih-milih komik, tabloid bola, tapi aneh, tak ada satupun yang sibuk mencari buku pelajaran. Sementara didit mulai membuka kacang kulit lalu menggelarnya.
“bob, mulai jam berapa?” tanya Jamal sambil membolak-balikan tabloid Bola.
“taun depan” jawabku sekenanya.
“gelo lah maneh mah ditanya teh. Juni tai pisan” jawabnya sambil melempar kacang ke arahku.
(sarap lo ah, ditanya tuh bikin orang esmosi)
“da maneh mah lalila pisan. (elo sih keong banget) Gua tadi nyari ayam sebelum maghrib, edan, susah pisan lah. Sore mah barangnya gada yang bagus euy. Palingan ge yang gua beli kena plu burung”
“wanjes, gua gak makan ah” kata aweng.
“biarin, buat gua sendiri ajah” kataku datar.
“hayu atuh, buruan. Keburu malem..” kata obos.
Kami semua pun langsung naik ke atas loteng. Kegiatan babakaran memang kami lakukan diatas loteng. Selain hawanya lebih sejuk, kami bisa menikmati cahaya lampu kota, bintang-bintang yang ditaburkan sekenanya di langit, sky way (garis lebar dilangit yang tampak seperti sungai yang berwarna putih dan penuh bintang). Dan karena tempatnya cukup lega dan bebas berteriak-teriak.
Aku lalu menyiapkan genteng sebagai alas untuk arang. Kumasukkan arang dan sedikit sekali minyak tanah sebagai pemicu dan langsung kugeber sampai arangnya menjadi bara. Setelah menjadi bara kutaburkan beberapa jumput gula pasir untuk menghilangkan bau minyak tanah dan agar dagingnya tak bau arang. Kadang kita merasa ayam bakar atau apa saja yang dibakar itu bau minyak tanah atau bau arang gosong. Nah aku biasanya menambahkan gula pasir.
Belum juga ayam dibakar, kami mendengar suara gaduh dari lantai. Kami lansung menengok ke arah sumber kegaduhan tersebut dan hanya melongo.
“...”
“eh, bobywati, yey babakaran gak ngajakin Cyumi Girlz. Pengen kwalat yah?” kata hilceu dengan gesture kepala goyang-goyang dan tangan keriting.
“ngajakin? Emang lo siapa?” kata jamal sengit.
“halloh...hare gene gethoh...secyara yac (dilapalkan yac, charly) gueh etoh model getholoh” kata cumi.
“perasaan kita tuh udah silent deh. Kok kalian tau sih..” kata obos dengan pandangan tajam.
“hey mahluk-mahluk durjanah. Justru kalo ada..Cyumi Girlz (mereka bertiga serempak menyebut Cyumi Girlz) dijamin seru, heboh seheboh-sebohnya, rame seperti gunung Cyiremey, dan romantis seperti parang tritis, hyu marriii” lanjut Hilcyeu.
“haer..”
“tau dari sapa si?”
“ekeu jyuga heran dec. Kali ini ekeu gak AP-TU-DET. Ekeu malah tau dari Cyecye..”
“oh...”
Kulihat Cece hanya senyum-senyum sambil liat didit. Halah, didit kok bilang-bilang ke mereka, pasti gak bakalan bebas ngebokep nih? Atau jangan-jangan mereka malah bandar bokep lagi?
Aku sedikit kaget karena selain trio cumi girlz, aku melihat ragil yang sedang menatapku. kok dia kesini? Tapi aku berusaha jaga diri. aku gak mau yang lain curiga. Dan kuharaap dia juga bisa bersikap biasa.
“ya udah cyu, gera dimulay ateuh barberkyu partynyah..”
“barber kyu?”
“perasaan barber mah tukang nyukur nya dit?”
“heu euh nya. Barber koe meureun, jembute kowe tak barberin..”
“hahha. Lo mah pasti we ujung-ujungna teh jembut, abong-abong (mentang-mentang) rambutnya kaya jembut, hahaha”
“Juni tai siah” (sialan lo)
“malah ngerumpi. Udah, buruan siapin ayamnya..” kataku. Kalau dibiarkan mereka gak bakal berenti saling ledek.
“yayamnya dimana bob?” tanya obos.
“di bawah. Pangambilkeun lah. Nanggung ngageber euy”
Lalu jamal turun ke bawah dan kembali dengan ayam dan bumbunya. Dia lalu memasukkan ayam ke pemanggang dan aku mulai geber. Untung aku kerja di resto, jadi aku bisa ngambil sedikit bumbu bakarnya. Dan komentar teman-teman selama ini mereka suka, banget malah.
“Yang laen kemana?” tanyaku ke jamal.
“palingan ge exo..” jawabnya.
“eh, cyumi, geber nih. Gua ke bawah dulu” kataku sambil mengulurkan hihid. Dia terlihat manyun
“eh, bobiwati, tangan guweh kan tadi abis uji kom, masih pegel..lagian juga rambut gueh toh yac, abis diblow getoh..”
“hayang dibaledog ieu teh?” kataku dengan wajah perang.
(mau gua lempar?)
Dia akhirnya mengambil hihidnya sambil misuh-misuh. Aku lalu turun dan masuk ke kamar.
“EH...MALAH ASIK MAKSIAT. NAEK KABEH SIAH.”
“atuh bob, biasana ge elo..”
“HAYANG DISEBLOK?” (Mau gua siram?)
“he eh, sia mah ah..” kata mereka lalu mereka semua keluar. kamar, aku balik badan dan kulihat ragil tersenyum. Hah, dia ngikutin aku?
“kenapa gil?”
“gapapa.”
“kok kesini sih? Emangnya besok gak uji kom?”
“...”
“huh..yadah, abis makan, aku anterin kamu balik ya?”
Dia hanya diam sambil merengut.
“aku ngerti kok gil...yadah..ntar malem aku nginep disana ya?” kataku sambil senyum dan dia terlihat sumringah sekali.
“kirain ke resto..” kata dia ketika kami naik ke atas.
“libur. terus barudak ngajakin babakaran”
“oh...”
“kamu gak belajar?”
“udah...”
“kamu tuh yah..”
“bob..”
“sstt..udah ah, jangan mulai lagi ya..”
“astagfirulloh..”
“kenapa gil?”
“aku lupa nyiram kamojaku..” katanya panik.
“kirain teh apa. Udah kok tadi..”
“beneran?”
Aku hanya mengangguk. ya, aktivitasku setiap sore adalah aku menyiram bunga kamboja milik ragil yang dia beli di kerkof, sedang kaktusku hanya seminggu sekali atau dua kali saja seminggu. Aku mulai menyukai aktivitas baruku merawat tanaman. Ya, aaku dulu paling malas kalau merawat tanaman, tapi entah kenapa aku mulai senang, apalagi melihatnya mulai tumbuh kuncup baru, meski belum berbunga.
Kami lalu keatas dan kaget karena nasi telah mateng. Mungkin ketika yang lain sedang sibuk diatas, ada yang menanak nasi. Dan aku sedikit kaget, lebih tepatnya geli karena kulihat kertas nasi sebagai alas pengganti piring itu pinggir-pinggirnya dibentuk daun, bunga-bunga, dan ada yang hanya berupa setengah bulat, segitiga segiempat yang ditumpuk dan terlihat manis. Jadi dikeempat sisinya dihias dengan motif berbeda. Aku sudah tahu siapa pelakunya. Tak lain tak bukan pasti si cece. Dasar. Tapi keren juga sih.
*****
Aku, didit, jamal, obos dan aweng saling pandang. Kami sebenarnya ingin tertawa geli, tapi kalau dilihat-lihat keren juga, kayak ditipi-tipi. Lalu si geulis mengulurkan tangan mau mencuil potongan ayam dan tangannya lansung ditepis oleh Hilceu.
“ETA LEUNGEUN MENI CYAMAL” katanya sambil manyun-manyun.
(cyamal = camal = gabisa diem)
Si gelis langsung menarik lagi dan menjilatnya. Pelajaran baru, kalau cumi girlz sedang menata makanan, jangan berani-berani menyentuh apapun, dan kalau bisa nafapun diatur. Karena mereka bisa saja berubah jadi preman pasar ciawi tali. Terlihat gahar sekali, meski masih keriting.
Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah babakaran kamar kost no.5, acara makan berlangsung dengan khidmat, dan diiringi lagu-lagu Destinies Child. Dari Lost My Breath, Nasty Girl, stand up for Love, dan lagu-lagu lainnya. Tentu saja, karena Des-Child adalah penyanyi paforit Cumi Girlz, terutama TC. Sesekali dia menyanyi dan aku mulai mencang-mencong menahan tawa. Dia tak raut mukanya yang penuh penghayatan itu serta pitch control serta gerakan tangannya seperti penyanyi yang sedang mengatur mik dengan memajumundurkan mik itu adalah gerakan tak terlupakan dari si cumi, ampai saat ini.
Kami saling lirik dan aku tak bisa menahan tawa geli karena setiap ada yang terlihat rewog (rakus), si TC langsung ceramah.
“HEY, TABLE MANNERNYA MANA..?”
Biasanya acara masak berlangsung sejam, dan makan gak nyampe lima menit. Sekarang acara masak tak lebih dari setengah jam, dan makannya jadi lebih dari setengah jam. Hadeh..
Satu persatu mulai pergi. Dasar tidak bertanggung jawab. Lalu tinggallah tulang belulang beserta remah-remah nasi yang berserakan. Tapi untung saja ada Cumi Girlz. Walaupun mereka misuh-misuh, tapi ketidaksukaan mereka dengan yang kotor-kotor dan berantakan memaksa mereka untuk membereskan wadah-wadahnya dan langsung mencuci bersih. Mereka memang kompak dan tampak terorganisir. Tanpa banyak komunikasi antar personil, hanya lewat tatapan mata, mereka merapikan loteng yang berantakan. Dan setelah semua beres mereka langsung masuk kamar dan langsung teriak histeris karena mereka menyaksikan pilm bokep.
“anjir..itu titit..aw aw aw” kata hilceu.
TC langsung menghampiri dan setengah shock lalu mematikannya.
“hey, kalian ini malah mesum...”
“ah..ngomong aja lo gak suka yang liat ceweknya..lo ngacengnya liat cowok kan..”
“cumi, ngajak ribut ini teh?”
“jangan-jangan lo gabisa ngaceng ya...”
“mmm..mm..yadah, sini, lo ikut nonton deh, kalo misalnya lo ngaceng, gua matiin nih..” tantang obos.
Kulihat TC gelagapan. Lalu dia menyalakan kembali dan ikut gabung. Dia lirik kanan-kiri dengan gelisah karena sesekali yang lain melihat ke arahnya dan juga ke arah celananya. Dan aku sedikit kaget, dia tampak gelisah sekali duduknya. Pantes, dia horni juga. gak tau karena ngeliat ceweknya atau ngeliat titit pemain bokepnya yang segedo botol obat batuk. Sedang cece tampak asik membuka-buka tabloid bola sambil sesekali melirik ke arah tipi denganwajah memerah dan malu-malu.
Kutengok ragil, dia tampak kikuk. Dia pasti belum pernah liat beginian.
“gil, balik aja deh..”
Dia menatapku. sebetulnya gak enak juga ngusir dia. Tapi besok kan dia masih uji kom.
“yadah, aku anterin kamu balik ya” kataku ke ragil. Lalu dia mengangguk dan aku segera pamitan dulu ke bocah-bocah.
“eh, gua nganterin ragil dulu ya.”
“lho, kirain nginep..” kata aweng tanpa melihat ke arah kami.
“ini nanggung bob, bokepnya..” timpal obos.
“halah..dia kan besok masih uji kom..” jawabku.
“cumi, gak balik?”
“nanggung ah..”
“hu...dasar”
“yuk naik..” lalu dia naik ke jok belakangku. Lantas memeluk pinggangku dengan erat.
“besok masih uji kom kan?”
“masih lah?”
“apa besok?”
“Cuma PLC aja kok?”
“puyengan mana ama analog?”
“ ya tergantung lah...kamu emang sering babakaran?”
“gak juga. ya tergantung barudak sih”
Sepanjang perjalanan kami sesekali ngomongin masalah uji kom besok. Tapi lebih banyak diam. Tapi sepertinya ada yang mau dia omongin, tapi merasa gak enak. Dan akhirnya kami sampai didepan rumahnya.
“gil, aku balik dulu ya?”
“gajadi nginep?”
“gak enak ah.”
Dia hanya diam saja.
“bob?”
“hmm?”
“lo nginep disini aja ya?”
“mmm..”
“tanteu lagi gak ada..”
“aku takut ganggu belajar kamu..”
“bob, kamu kan udah janji dulu...”
“iya tapi...”
“bayu?” tanyaku ragu.
“kita kan kamarnya misah..”
Aku hanya diam saja dan menimang-nimang. Aku bisa saja nginep disini dan pulang besok pagi. Tapi aku pasti gak bisa tidur kalau nanti sekasur sama dia. Dan tiba-tiba terlintas pikiranku tentang bayu. Kalau ragil sedang tidur terus aku ketemu bayu, gimana?
“bob, please..”
Aku akhirnya mengangguk ragu. Dia tersenyum senang sekali dan tanganku pun ditariknya lalu kami berdua masuk ke rumahnya. Tuhan...semoga saja malam ini tidak terjadi ‘apa-apa’.
sama nyicil cerita dari bandung. tonk hilaf ah kripikna..
ditunggu komen dan kripiknya. yang belum ke mensyen, maaf ya..
ukom teh bikin stres pisan lah aslinya.. hehe..
kripikna naon nya, klo bisa mah dialog nua diperjelas ato diperpanjang. soalnya sy jd asa rusuh bacana. atawa sy nu baca kcepetan nya, hehe..
tp eta bi konfliknya meni makin heboh. bayu-bobi-ragil.. halah..
semoga d part slanjutnya bakal ada sessuatu yang lebih seru lagi.
Padahal ragil ama didit aja deh.. didit juga ngarep kayaknya.
tp cece. .??
=__='
lanjuuttty
Tapi aku jd dapet ilmu baru dari Boby, ternyata buat ilangin bau minyak tanah klo bakar ayam itu pakai gula pasir ya.. Salut sama si akang ilmunya banyak banget dah..
Makasih kang @alabatan, mantionnya.. Itu mah ntar pasti boby di grepe2 kitu ama Ragil dan Bayu.. Senengnya jadi Boby. Klo aku jd Boby mah pasrah aja , wkwwk
lanjutannya cepet yaaaaa,,,, #nadamemaksa
wkwkwkw