It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku bingung harus kemana sekarang. Kulihat angkot 07, tiba-tiba aku inget item. Hhhh..apa aku harus menemuinya sekarang? Ya, mungkin aku harus menemuinya. Mungkin dengan melihatnya, perasaanku akan sedikit membaik.
Tak terlalu lama aku duduk di kursi angkot 07 ini. Dan setelah turun, aku menjadi ragu kembali. Apa aku harus menemuinya lagi? Kenapa aku selalu menemuinya hanya saat sedih? Kenapa aku begitu egois? Aku tahu bahwa dia cinta sama aku, tapi kenapa aku begitu tega datang padanya hanya ketika aku sedih? Kenapa aku gak bisa ngertiin perasaannya dia?
Tapi aku harus nemuin siapa lagi? Aku bingung. Dan bayangan kejadian tadi kembali berputar di otakku. Aku kembali menutup mata dan menarik nafas. Cukup, aku tak boleh sedih. Tapi ternyata mataku tak mampu menahan air mataku agar tak jatuh. Aku lantas duduk disebuah kursi yang ada didepan sebuah warung dekat kostan si item. Aku beberapa kali mengusap pipiku. Kupandangi langit, bintang masih berkedip-kedip. Tapi cerahnya malam ini tak sejalan dengan perasaanku saat ini.
*******
Aku masih menalikan tali sepatu dan tiba-tiba kulihat isal datang dengan badan bergetar. Dia..menangis lagi. Untuk kesekian kalinya dia menangis. Kadang aku ingin marah sama dia. Kenapa dia masih mempertahankan cintanya? Cinta yang selalu saja membuat dia menangis. Menangis dan kembali memaafkan.
“tem..” katanya lirih sambil menatapku.
Aku memandangnya kuyu.
“kamu..kenapa?”
Dia hanya diam. Entahlah apa lagi yang membuatnya menangis lagi.
“yaudah, kalo lo masih belum mau cerita. Lo mau masuk? Mau tidur atau mau apa?”
Dan dia kembali diam. Dan diamnya itu yang membuatku bingung harus melakukan apa. Dan karena niatnya aku mau keluar nyari makan, aku ingat kalo dia suka banget sama yang namanya ngtrek.
“hmm..gimana kalo sekarang kita keluar?”
“ke..mana?”
Aku Cuma balas tersenyum.
“lo mau kemana?” tanyaku lagi.
“...” dia masih diam dengan kuyunya.
“gimana kalo kita ngetrack?” kataku antusias.
Aku tahu dia paling suka aku ajak ngetrack. Walaupun dia takut sama yang namanya kecepatan maksimal sebuah ninja, dan selalu misuh-misuh kalo aku bonceng dia dengan kecepatan diatas seratus tiga puluh, tapi dia tak bisa menyembunyikan rasa senangnya sehabis kuajak ngetrek.
Dia tampak menimang-nimang sesuatu.
“ayo..katanya sekarang di GOR udah dibangun fly over Summarecon, dan kemaren-kemaren kan gak boleh ada yang ngetrek, jadi sekarang nih mo pada ngetrek lagi. Gua mau jajal nih..” kataku sambil berdiri.
Diapun masih diam.
Aku lantas mengambil helm di dalam dan juga kunci motorku. Kemudian menawarkan tanganku. Dia lalu menyambut tanganku dan aku tarik tangannya. Kupeluk pundaknya dan dia menatapku. Aku berikan senyum terbaikku dan akhirnya dia tersenyum juga, meski dipaksakan.
Setelah kukunci pintu dan dia mengenakan helm, aku langsung naik ke ninjaku, dia tampak ragu.
“ayo..udah lah. Lupain dulu masalahnya, kita ke HI, terus ngtrack sambil godain yang pada mangkal disitu, oke?”
Dia lalu naik ke jok belakangku dan akupun melajukan motorku ke Harapan Indah, tempat dulu kami sering menghabiskan malam berdua. Tempat dulu dia memeluk pinggangku dengan erat dan memanggil namaku dengan manja. Dan sekarang aku akan kembali kesana, semoga dengan kenangan manis lagi.
Aku lalu melajukan motorku ke HI, tempat dulu kita sering menghabiskan malam. Aku hanya melajukan ninjaku dalam kisaran 40-an. Tapi dia tidak lagi merangkulku atau memelukku saat kubonceng. Dia hanya memegang pahaku dan tak bersuara. Kutawarkan dia makanan yang kutemui, dia hanya menggeleng dan kadang bahkan seperti tak mendengar. Ya, raga dan pikirannya sedang berjauhan. Aku lalu parkirkan motorku didepan kios sop buah.
“sal..?”
“hah?”
“...”
“maaf..” katanya lalu turun.
Akupun lalu turun lalu memesan sop buah dua. Lalu aku duduk di lesehan. Aku berdiri lagi lalu kutarik tangannya.
“sal, duduk” kataku.
Dia hanya menatapku kuyu lalu ikut duduk.
“cerita sal..” kataku.
Dia hanya diam sambil menunduk. Aku mencoba tersenyum kearahnya sambil memegang bahunya. Dan dia hanya menatapku dengan pandangan kosong.
“...”
“yadah, sekarang makan dulu sop buahnya..”kataku.
Lagi-lagi dia hanya diam sambil mengaduk-aduk sop buahnya. Padahal dulu dia paling senang makan sop buah. Katanya makanan paling menyehatkan sedunia. Ya, selain suka eskrim, dua juga suka sop buah. Tapi kali ini dia hannya diam dan sop buah itu tak ada yang masuk satupun ke mulutnya. Dia hanya mengaduknya dalam diam dan pandangan kosong.
Begitupun seterusnya, dia hanya diam tak mau menceritakan apa yang terjadi. Aku hanya bisa memandangnnya dan mencoba tersenyum. Aku menghela nafas. Bilang sal, apa yang mesti aku lakuin sekarang biar kamu gak sedih lagi?
*****
Aku masih melajukan ninjaku melewati Fly over Kranji. Ya, jalanan disini memang cukup padat. Tapi satu hal yang kurasa berbeda malam ini. Dia tak lagi memeluk erat pinggangku. Dia tak lagi menempelkan pipinya ke pundakku. Aku menghela nafas. Tak apa, aku akan tetap berusaha mengembalikan senyum itu lagi.
Sekarang aku sudah ada di pertigaan GOR Bekasi. Kulihat banyak sekali motor terparkir disini. Kebanyakan motor laki. Mereka dan boncengan seksinya tampak begitu lengket.
Aku lantas melajukan motorku dan memarkirkannya di pinggir. Kondisinya sudah berubah sekarang. sekarang telah dibangun fly over summarecon meskipun belum selesai.
Malam kian larut. Mungkin sekarang sekitar jam sebelasan. Kuperhatikan beberapa motor mulai menuju ke tengah jalan. Aku sudah faham, its show time. Tak ada aba-aba dari seorang gadis dengan hot pants yang mengacungkan sapu tangan seperti di film-film hollywood. Semuanya tak tampak formal. Beberapa motor menuju ke tengah, mulai meraung-raungkan motornya dan terdengarlah suara klakson yang cukup nyaring sebanyak tiga kali. Suaranya berbeda dari klakson standar. Lebih mirip klakson mobil. Dan saat bunyi terakhir terdengar cukup lama, baru semua berpacu dengan kecepatan.
Aku sudah memahami aturan main disini. Mungkin lelaki tadi secara tidak tertulis menjadi wasit. Para Rider baru akan memacu motornya dengan kecepatan tinggi bila klaksonnya yang khas berbunyi pada hitungan ketiga. Mereka juga tak mengindahkan pengunjung yang lain yang iseng membunyikan klaksonnya.
Kulihat motor-motor itu melaju dengan kecepatan tinggi, track yang lurus memang memungkinkan kita untuuk menjajal seberapa cepat tunggangan kita. Dan suara riuh terdengar saat terlihat motor-motor itu hampir mendekati gerbangnya. Suara semakin riuh saat mereka semua telah sampai. Tak ada podium, tak ada semburan sampanye, tak ada pengalungan bunga. Hanya tatapan kagum dan sunggingan senyum penuh kebanggan kepada boncengannya.
Aku lantas melajukan motorku ke tengah jalan. Kucoba tengok Isal dan dengan kedipan mataku aku mengisaratkan agar dia bersiap-siap. Dia lantas memeluk erat pinggangku. Get ready sal, aku akan bikin kamu lupa sama orang yang udah nyakitin kamu.
Dalam kondisi netral, motor meraung-raung dan ku tengok kanan-kiri. Kurasakan isal semakin mempererat pelukannya dan dia mulai menyembunyikan wajahnya. Dia pasti masih takut dengan kecepatan. Tapi saat ku tengok k arah kanan, aku dibuat kaget oleh seseorang yang menatapku tajam. Dia menatapku dengan penuh kebencian. Siapa lelaki itu? Apa aku mengenalnya? Tapi, sorot mata itu? Ya, aku tahu. Aku kenal sorot mata itu. Aku sangat kenap tatapan itu. Dan pikiranku melayang ke beberapa tahun yang lalu.
*****
“lari lari...
Tiap pagi..
Badan sehat..
Tubuh kuat..
Eeeeoo..eeeooo...”
Kami masih meneriakkan lagu itu dengan suara lantang. Karena bila terdengar tak lantang, kami akan disuruh berhenti dan ambil posisi push up. Kucoba mengatur nafasku. Baru jam segini rasanya badanku sudah pegal. Betapa tidak, ransel di punggungku berisi pasir lima kilo cukup membebaniku. Awal latihan sepuluh kilo, sekarang dikurangi setengahnya.
Lalu seseorang berteriak ke arah kami.
“yang semangat...”
“woy, kenapa berhenti nyanyinya..lanjutkan..” teriak yang lain.
Kami masih berlari dengan hentakan kaki yang sama. Sepatu PDH yang kami pakai semakin membuat iramanya enak didengar. Kami sekarang berada di jalan Papandayan. Seperti biasa, acara pagi ini adalah lari pagi dari pendopo ke arah siliwangi lalu ke cikuray, papandayan sampai kembali lagi ke pendopo.
Ya, aku sekarang sedang melaksanakan PUSDIKLATSAR, atau yang lebih familiar dengan sebutan pengasramaan. Jadi dua minggu sebelum acara pengibaran bendera tanggal 17 Agustus, capaska atau calon pengibar (duplikat) bendera pusaka, dikarantina di sebuah asrama yang terletak di gedung patria. Dan dua minggu itu dinamakan masa pengasramaan.
Setiap hari kami bangun sebelum shubuh, lalu sholat berjamaah, senam dan sarapan sebelum memulia latihan baris-berbaris. Dan latihan baris berbaris itu berlangsung dari jam enam pagi sampai tenggelam matahari. Dan malamnyapun kegiatan masih berlanjut samapai jam sebelas malam. Acaranya adalah pembekalan materi, dan juga penghakiman atas kesalahan siang tadi.
“Olesio manise...manise dari timur..
Kita pergi berlatih membina fisik kita, olesio, sio maniseeee..
Ketika kita tiba di pendopo
Hatiku selalu riang gembira
Topi kuning menghias di kepala
Ransel-ransel menempel tulang punggung-tulang punggung
Walau makan ubi dan jagung..
Demi membela tanah air..
Kalau ada yang tanya siapa diri kita, kita jawab, kita Capaska...”
“lanjutkan lagi nyanyinya..” teriak yang lain.
Kali ini suara cempreng sangat tidak enak didengar. Pasti suara teteh itu. Tak laki tak perempuan, disini semuanya tegas. Teriakan, dan bahkan kadang tamparan menjadi biasa. Tapi aku tahu ini diterapkan untuk menerapkan disiplin.
“trap trap trap..
Capaska 0x berjiwa satria..
Tidak pernah mengenal keluh kesah..
Apapun cobaan tak jadi rintangan
Maju pantang mundur itulah semboyan.
Hidup! Hidup. Hiduplah capaska.
Di pendopo tempat kami ditempa”
Lalu terdengar seseorang berteriak dengan sangat keras.
“kurang semangat...henti..grak”
Kami semua lalu menghentikan gerakan kami dan langsung sigap berdiri. Sebagian terlihat misuh-misuh. Biasanya karena seorang yang terlihat tidak bersemangat atau tak kompak, barisan akan dihentikan. Fyuh, push up lagi...
“ambil posisi push up...mulai”
Kami lalu hadap serong kanan lalu turun dan mengambil ancang-ancang untuk push up.
“turun...” teriak seseorang dengan suara kerasnya lebih terdengar seperti membentak.
“satu...” jawab kami serempak sambil menurunkan badan.
Begitulah sampai hitungan yang dikehendaki oleh pelatih.
****
Masjid Agung Garut, 15.20 wib
Aku masih duduk bersila sambil menunggu imam. Lalu kulihat seorang temanku mendekatiku.
“kang Aga..” bisik seseorang sambil mendepak lenganku dengan sikutnya.
“apa?” kataku sambil nengok ke samping.
“akang dapet berapa seri?”
“dua puluh doang” kataku santai.
“oh. Saya mah dua lima eung”
“ssstt..jangan kenceng-kenceng, ketauan ntar malem dibantai lagi” kataku.
Ya, kami memang harus menjaga sikap. Salah sedikit pasti jadi alasan buat ngehukum kami. Benar aja salah, apalagi salah. Dan kejadian waktu BASIS (latihan setipa hari minggu sebelum pengasramaan) telah memberikan pelajaran bahwa kita benar-benar harus menjaga sikap. Salah sedikit, krek. Tangan kita dijamin pegal dan pipi pasti terasa tebal karena menerima tamparan-tamparan.
Dan disini kami diharuskan memanggil rekan-rekan yang lain serta senior-senior dengan sebutan akang teteh. Itu adalah PPM atau Peraturan Penghormatan militer.
Setelah sholat kami disuruh berbaris untuk melanjutkan latihan yang sangat melelahkan. Lelah fisik dan juga mental. Betapa tidak, tiga digit bahkan sampai empat digit push up kami lakukan setiap hari. Awalnya badan rasanya pegal-pegal sekali. Tapi lama-kelamaan terasa enakan. Dan memeng terlihat hasilnya, otot otot mulai bermunculan.
Setelah mendengar bentakan-benatakan di telinga, kami berbaris dengan kelompok masing-masing. Jadi pasukan pengibar ini dibagi kedalam tiga kelompok. Kelompok 17, kelompok 8 dan kelompok 45. Sesuai dengan tanggal kemerdekaan indonesia.
Capaska sendiri berjumlah 33 orang, termasuk kelompok 8 yang berjumlah 6 orang unntuk pengibaran waktu pagi dan 6 orang penurun bendera waktu sore. Sisanya Kelompok 17 termasuk danton. Kelompok 17 ini nanti akan membentuk sebuah formasi. Gerakan patah-patah tegasnya serta keunikan dan kerumitan formasinya membuat pasukan ini ditunggu-tunggu. Kelompok 45 sendiri itu sebenarnya adalah TNI AD. Dan untuk kotaku sendiri biasanya TNI-nya sendiri berasal dari Yonif 303 Cisurupan.
Aku sendiri masuk ke kelompok 8 dan posisiku adalah pemegang bendera yang ada di tengah. Dan di asrama pun pasukan 8 dimasukkan dakam satu kamar. Tentu saja hal ini bertujuan agar kami lebih kompak.
Latihan pun dimulai. Kami masih saja melakukan latihan yang mungkin sudah beberapa puluh kali dengan gerakan yang sama, dengan tingkat kelelahan yang semakin lelah. Seorang pembawa baki yang naik turun tangga pendopo sebagai simulasi ketika mengambil duplikat bendera pusaka yang akan diserahkan oleh kepala daerah sambil membawa nampan berisi batu bata yang lumayan berat, dan dia membawanya dari pagi sampai sore. Dan wajahnya yang penuh keringat itu masih saja tersenyum.
Dan ketika dia sampai ke barisan, aku yang sedang berdiri dengan dua rekanku, pengerek dan pembentang, lantas balik kanan dan dengan langkah tegap berjalan ke arahnya. kemudian dia mulai mulai mengedipkan mata sambil tersenyum. Beberapa detik aku hanya terdiam. ya, aku menyukai senyum manisnya, aku memuja gerakan matanya ketika mengedip pelan ke arahku.
“HEY, AGA. BELEGUG SIAH. ITU DIAMBIL BENDERANYA...”
Aku kembali tersadar. Haduh, siap-siap disemprot deh. Aku lantas menelusupkan tanganku kearah baki yang dipegang oleh gadis itu lalu dengan gerakan takjim dan tegas, mengambil bendera itu. Lalu gadis itu kembali mengedipkan matanya dengan pelan sambil tetap dengan senyum membiusnya. Kami berdua lantas jalan ditempat sambil berputar dan aku lantas kembali ke barisanku di depan tiang bendera untuk mengiarkan.
Dua temanku dengan sigap menempelkan tangannya di tiang dan mulai melepaskan ikatan tali bendera itu lalu dengan gerakan cepat dan tanpa aba-aba, maksudnya aba-abanya diganti oleh isyarat mata. Si pembentang mulai mencantelkan anting bendera ke dalam kaitan di ujung tali, sedang si pengerek sedang bersiap-siap dengan tangan berada di depan perut. Si pembentangpun mulai memegang ujung benderanya lalu dengan gerakan berwibawa mulai berjalan mundur sambil membentangkan bendera selebar 2x3 meter itu dengan tangannya lalu menoleh ke kiri menghadap lapangan.
“bendera, siap” katanya dengan tegas.
Lalu ketika musik dimainkan, si pengerek mulai mengerek bendera latihan itu dengan gerakan yang telah diperhitungkan agar ketika musik telah selesai, bendera itu sampai dipuncak tiang dengan waktu bersamaan.
*****
Kamar Asrama gedung Patria, 19.25 wib
Kami masih tiduran dikasur, menikmati detik-detik yang langka ini. Ya, ketika sampai dikamar setelah latihan baris, kami hanya diberi waktu lima menit untuk membersihkan diri sebelum melaksanakan sholat. Dan setelah itu kami diberikan waktu istirahat sampai adzan isya berkumandang.
Kami biasanya mandi berbarengan dengan kondisi yang konyol. Dengan keterbatasan alat dan tempat, maksudnya hanya ada satu gayung dan ukuran kamar mandi yang hanya satu setenngah meter kali satu setengah meter, kami harus cepat-cepat. Kadang terasa konyol sekali ketika yang satu sedang mandi, yang sedang BAB dan satu lagi sedang menggosok gigi. Dan kalau kebagian satu kamar berempat, hal itu akan lebih konyol lagi.
“eh kang aga, akang teh suka ya sama teh novie ya?” kata orang yang sedang turun dari ranjang atas ke bawah. Lalu dia duduk di ranjang di depanku.
“apaan si kang wildan ini? Aya-aya wae lah”
“alah..jangan malu atuh kang. Emang gak boleh cenah dalam satu organisasi pacaran teh. Tapi da yang namanya hati mah gabisa boong atuh” katanya lagi.
Aku hanya diam, sambil melihat teman yang sekarang sedang duduk didepanku. Wildan itu posisinya sebagai pengerek. Dia orangnya ramah dan terlihat sekali dari kalangan orang berada. Tapi dia tak terlalu show up. Dia orangnya cenderung bersahaja.
Aku lantas menengok ke teman yang duduk disampingku. Dia juga hanya diam.
“kang lurah teh kenapa? Lagi sakit?” tanya wildan lagi.
“hah? Mm..nggak kok. Cuma pegel ajah” katanya lagi.
Aku hanya tersenyum. Orang yang dipanggil lurah itu adalah pembentang. Dia sebenarnya orangnya gokil, dan terkesan tengil. Tapi dia adalah orang yang paling disegani di angkatan kami. Dia bisa menjadi orang yang sangat ngocol, tapi ketika harus bersikap tegas, dia bisa bisa membuat kami hanya diam. Alasan itulah yang membuatnya terpilih sebagai lurah. Ada jiwa leadership dalam dirinya.
Aku memang menyukai gadis bernama novie itu. Bagiku dia itu sempurna. Tak perlu panjang lebar kusebutkan apa-apa keistimewaan gais itu. Dengan terpilih sebagai pembawa baki pun, itu telah menjelaskan semuanya karena untuk menjadi seoreang pembawa baki itu harus bukan orang sembarangan. Harus yang ter dari yang ter.
Aku menyukai senyumnya, aku mengagumi kecerdasan dan keramahannya. Katanya dia juga seorang model dan sampai saat ini aku tak pernah ngobrol secara langsung dengan dia. Aku sering dilanda perasaan tak enak badan ketika ingin mengobrol dengannya. Komunikasi kami hanya sebatas tatapan mata dan sunggingan senyum. Itupun sebagai pengganti aba-aba. Dan sampai sekarang pun aku masih memendam perasaan suka. Harus kuakui, dia itu adalah gadis pertama yang membuatku senyum-senyum sendiri. Seberapa lelahpun aku, ketika melihat senyumnya, rasanya langsung hilang kepenatan dan kelelahanku. Dan bodohnya, aku paling sering membuat kesalahan ketika dihadapkan dengannya. Mungkin karena alasan inilah aku digabungkan dengannya di pasukan 8. Karena mereka tahu bahwa seseorang yang yang sedang jatuh cinta, akan mendapat kekuatan tambahan ketika berhadapan dengan orang yang dia suka.
Dan sikap diam temanku yang dipanggil kang lurah itu yang membuatku semakin bingung. Ketika aku dan wildan sedang membicarakan novie, lurah selalu diam tak memberi komentar. Mungkin dia juga memendam perasaan yang sama sama novie. Dan hal itu wajar, setiap lelaki pasti akan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama kalo sudah melihat novie.
“kang lurah, tadi ada instruksi apa dari pelatih?” tanya wildan lagi.
“hah? Oh biasa. Cuma pengarahan untuk acara pengukuhan dan acara resepsi nanti. Katanya kita harus menghapal lagu GBGB”
“hah, lagu Garut bangkit, Garut Berprestasi itu?”
“iya. Itu nanti akan dinyanyikan pas malam resepsi.”
Malam pengukuhan adalah malam ketika kami dikukuhkan menjadi PASKIBRAKA. Karena status kami sekarang sampai sebelum malam pengukuhan itu adalah masih capaska, masih calon. Kami dikukuhkan oleh kepala daerah, yaitu bupati. Kami memakai PDU lengkap dan disematkan pin. Dan PDU sendiripun tidak boleh dipakai di semarang tempat dan di sembarang waktu. Dan tentu saja ada aturan sikap ketika kita memakainya. Tak boleh dudk di lantai, jongkok dan atura-aturan lain.
Dan setelah bendera diturunkan, status kami langsung menjadi PPI, Purna Paskibraka Indonesia, artinya orang yang telah selesai melaksakanakan tugas, yaitu mengibarkan berdera pusaka.
Sedangkan malam resepsi itu malam syukuran setelah pengibaran. Disitu semua orang tua dan wali kami juga diundang. Intinya malam itu lebih kepada hiburan setelah melewati masa yang erat.
“eh, udah jam makan malam. ayo siap-siap. Pastikan semua rapi. Kasur, lemari, lampu” kata lurah.
Kurapikan kemeja lengan pendekku lalu kami langsung bergegas keluar kamar dan langsung mematikan lampu.
*****
“Bila makan malam telah tiba
Segera menuju ruang makan
Bangkitkan semangatmu capaska
Siapkan perut untuk diisi
Jangan lupa habiskan nasi
Juga dengan lauk pauknya
Sayur mayur juga disikat
Hindarkan bicara dengan teman”
Kami masih berteriak-teriak dengan lantang sambil jalan di tempat sebelum melahap satu piring metung. Kami semua memang memiliki masalah dalam porsi makan. Sebenarnya bukan masalah, tapi penyesuaian dengan kebutuhan kalori. Tak peduli putra, tak peduli putri, porsinya sama. Dan jangan pernah berpikir untuk menyisakan barang sebutir nasipun. Karena setiap butir itu akan dikalilkan sepuluh kali push up. Belum termasuk tambahan ini-itu.
Dan acara makan pun berlangsung setelah ada laporan dari salah seorang dari kami yang meminpin laporan dan doa. Dan setelah dipersilahkan, kami semua harus menghabiskan nasi sebetung itu dengan durasi waktu tertentu. Tanpa ribut, tanpa denting sendok-gerpu, tanpa berceceran, dan tanpa menunduk. Badan harus tetap tegap, makanan yang menghampiri mulut, bukan mulut yang menghampiri makanan.
“hey, matanya jangan jelalatan...”
Fyuh, acara makan yang harusnya dinikmati, malah jadi momok (halah, kok jorang ya, hihi) yang menyebalkan. Ah, tapi memang fase ini harus tetap dijalani. Fase yang suatu hari nanti akan kami kenang dan bisa kami ceritakan ke anak cucu kami. Fase yang akan membuat kami sedikit bangga karena tercatat dalam sejarah bahwa kami adalah bagian dari sedikit orang yang punya kesempatan mengibarkan pusaka tanah air ini.
*****
Bus Pariwisata, 10.25 wib
Aku masih tersenyum-senyum sambil menengok kerah kiri dan sesekali melihat ke belakang, dan kembali tersenyum karena karena orang yang sedang kulihat tersenyum malu-malu kearahku. Kuputar-putar bungkusan kecil ditanganku. Dan beberapa dari kami, tepatnya lebih didominasi oleh senior kami, bernyayi mengikuti alunan musik yang sedang distel. Ya, kami sedang berada diatas bus. Kami sedang dalam perjalanan menuju Kampung Sampireun Resort. Wisata adalah salah satu bentuk gift dari acara ini. Kalau kami yang mengibarkan di tingkat kabupaten, biasanya tournya gak jauh-jauh. Kalau yang tingkat provinsi katanya ke bali dan tingkat nasional ke bangkok, Kampung Sampireun merupakan pilihan yang pas buat kami.
“hey, si kang aga malah senyum-senyum sendiri. Maju siah” kata kang Ipan, pelatihku.
Aku menghela nafas. Gini nih nasib jadi junior. Pasti selalu jadi korban.
Akupun lanatas berdiri dan sambil pegangan ke pinggir senderan kursi maju ke depan.
“kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya kang Ipan lagi.
“siap gapapa kang” jawabku dengan tegas.
Beberapa orang tampak tertawa.
“halah, masih aja pake PPM. Daripada senyum-senyum ga jelas jiga jelema gelo, sok mendingan kamu nyanyi.” Kata teh Indri.
Aku terkejut. Nyanyi? Nyanyi apa?
“nih, gitar.” Kata kang Edi sambil menyerahkan sebuah gitar padaku.
Aku ragu-ragu mengambilnya.
“nyanyi apa kang?”
“nyanyi bang toyib we..” teriak seseorang di belakang sana. Pasti si kang wildan.
“nyanyi apa ge”
Aku terdiam memikirkan lagu apa yang akan kunyanyikan sekarang. dan ketika aku mengedarkan mataku, aku melihat seseorang sedang menatapku sambil tersenyum. Senyumnya...tatapan matanya...kedipan matanya...ah..rasanya aku harus menyanyikan lagu itu.
Aku lantas mengambil posisi berdiri yang nyaman. Kusenderkan punggungku ke senderan kursi. Aku mencoba tersenyum ke arahnya dan mulai kumainkan sebuah lagu untuknya.
Kurasakan ku jatuh cinta
Sejak pertama berjumpa
Senyumanmu yang selalu menghiasi hariku
Kau ciptaan-Nya yang terindah
Yang menghanyutkan hatiku
Semua telah terjadi
Aku tak bisa berhenti memikirkanmu
Dan ku harapkan engkau tau
Semua mulai bertepuk tangan dan beberapa orang bersuit-suit sambil menggoda teh Novie. Mungkin lagu Falling in Love-nya J-Rock ini cocok sekali untuk mewakili perasaanku padanya. Novie yang dicolek-colek sama teman sebangkunya hanya tersenyum malu-malu.
Kau yang kuinginkan
meski tak ku ungkapkan
Kau yang kubayangkan
Yang slalu kuimpikan
Aku jatuh cinta
Tlah jatuh cinta
Cinta kepadamu
Ku jatuh cinta
I'm falling in love
I'm falling in love with you
Aku tak berani menatap wajahnya sekarang. aku dirudung rasa rindu yang sangat. Padahal dia hanya berjarak beberapa meter dariku. Dan aku pasti tak mampu meneruskan nyanyianku bila menatap matanya. Tatapan matanya itu seperti mengandung sihir, bisa memperlambat jalannya waktu dan merubah resonansi suara apapun hingga terdengar bernada di telingaku, dan juga membuatku lupa akan segalanya.
Kau ciptaan-Nya yang terindah
Yang menghanyutkan hatiku
Semua telah terjadi
Aku tak bisa berhenti memikirkanmu
Dan ku harapkan engkau tau
Beberapa orang tampak ikut bernyanyi bersamaku dan sebagian yang lain hanya bertepuk tangan.
Kau yang kuinginkan
Meski tak ku ungkapkan
Kau yang kubayangkan
Kuimpikan
Kuinginkan
Aku jatuh cinta
Tlah jatuh cinta
Cinta kepadamu
Ku jatuh cinta
I'm falling in love
I'm falling in love with you
Aku jatuh cinta
Tlah jatuh cinta
Cinta kepadamu
Ku jatuh cinta
I'm falling in love
I'm falling in love with you...
With you...
Semua riuh bertepuk tangan. Aku masih malu-malu sambil menyerahkan gitar itu ke kang Edi.
“cie cie cie..ada yang lagi jatuh cinta euy...hahaha”
“jatuh cinta sama siapa tuh..?”
“sama ekeu kali bo..hahaha”
Aku tak menjawab, hanya bisa senyum-senyum sendiri sambil mencuri pandang ke arahnya. Dia juga tampak malu-malu dan salah tingkah. Dan ketika aku kembali kekursiku pun, beberapa orang memainkan matanya, bahkan ada yang menowel-nowelku. Dan ketika aku sampai ke bangkuku, kang wildan langsung menggodaku.
“cie..lagu buat siapa tuh..”
Aku hanya diam sambil tersenyum kearahnya. Dan ketika mataku bertemu dengan kang lurah, dia langsung mengalihkan pandangan. Aku langsung merasa tak enak dan kualihkan pandanganku ke luar melihat pemandangan bumi switzerland van Java yang indah.
Setelah sampai, kami semua turun dan berkumpul untuk mendengarkan pengarahan. Tapi aku yang sedang dimabuk asmara hanya tersenyum-senyum dan tak mendengarkan apa yang sedang diinstruksikan. Aku sudah tak sabar untuk memberikan kado kecil ini. Kami semua memang diharuskan membawa sebuah bingkisan kecil untuk ditukar dengan teman kami. Boleh putera, boleh puteri. Tapi aku akan memberikannya pada teman putriku, rasanya aneh saja kalau kami bertukar kado sesama putra.
Setelah bubar kami lantas baris berbanjar masing-masing dua orang dan aku berpasangan dengan lurah. Sesekali dia tersenyum ke arahku dan kami ngobrol dengan asiknya.
“tempatnya asik ya kang. Katanya dulu Miss Universe juga pernah kesini untuk spa. Terus juga tempat ini sering dijadiin lokasi syuting, kayak film sarmila, ceramahnya ustad jefri. Banyak deh.” Katanya.
“iya kang. Aku juga pengen bawa orang yang kusayang nanti ke tempat ini, tempat romantis pisan”
Dia hanya tersenyum mendengarnya.
Tiba-tiba kang Edi berdiri didepan menghadap kami lalu mempersilahkan kami duduk di kursi yang sudah tertata sangat rapi. Satu meja dikelilingi empat kursi. Dan diatas mejanya sudah tersedia beberapa buah piring yang diatasnya menghidangkan makanan-makanan ringan.
Aku duduk bersama dua rekan pengibarku. Mungkin karena dua minggu ini kami selalu bertiga, rasanya ada yang kurang kalau kami duduk gak lengkap. Begitupun dengan yang lain. Mereka cenderung duduk dengan teman sekamar, padahal tidak diharuskan seperti itu.
“oke selamat siang akang-akang teteh-teteh. Selamat datang di Kampung Sampireun. Setelah kita melaksanakan tugas yang cukup berat, sekarang saatnya kita menyegarkan kembali pikiran kita. Disini saatnya kita bersama, senior-junior saling mengkrabkan diri. Dan setelah kemarin main futsal di kantor bupati yang dimenangkan oleh senior...”
“hahaha. Atuda curang senior mah. Masa maen futsal ada PPM-nya (Peraturan Penghormatan Militer). Masa mau nendang teh mesti bilang, ‘permisi kang, izin nendang, permisi kang, izin mendahului’ halah keburu disepak atuh bolana”
“hahaha”
“tah eta. Makanya jadi seniotr atuh. Kumaha acara resepsinya, seru gak?”
“seru kang. Si teh nining duet maut sama Kang Hendra. Meni raoseun eta soanten. Untung saya bawa earphone da”
(seru kang. Si teh nining duet maut sama Kang Hendra. Suaranya enak gila. Untung saya bawa earphone )
“hahaha. Yaudah, sekarang kita makan makanan yang ada. Habis itu acara tuker kado buat PPI baru, terus acara bebas. Sok mangga ah. Tapi inget, jaga sikap, jaga ucapan. Jangan sampai kalian mencoreng nama besar PPI”
“siap kang” jawab kami serentak
Lalu kami mulai menyantap gorengan yang ada didepan. Sebenarnya kebanyakan kami ingin langsung melahap habis, karena memang porsi makan kami sekarang sudah dua kali lipat sebelum masa asrama, tapi karena kami harus menjaga sikap, kami harus mulai membiasakan diri melakukan sesuatu dengan manner orang-orang berkelas.
Jujur, aku tak terlalu suka dengan gaya hidup PPI, terlalu mengesankan eksklusifisme dan eleganisme. Memang ada baiknya, tapi jujur aku merasa kurang nyaman. Mungkin karena keseharianku di kampung, maka aku tak terbiasa dengan gaya hidup seperti ini. Okelah untung cara jalan, duduk, berdiri bahkan bicara, tapi masa makan gorengan harus dipegang pake tissue? Dan katanya kedepannya kami akan mengadakan kumpulan di tempat-tempat yang menurutku cukup wah.
“baik, sekarang saatnya PPI baru saling bertukar kado. Mudah-mudahan kado kecil itu akan jadi pengingat ketika suatu hari nanti bertemu atau berkumpul lagi.”
Suasana menjadi riuh. Para senior mulai mulai menyindir-nyindir kami. Kebanyakan menyindirku yang katanya suka sama teh novie.
“udah, suruh kedepan aja. tuh, si kang aga. Kang aga. Maju kedepan. “
Aku lantas maju kedepan sambil senyum malu-malu. Mereka menyorakiku.
“oke. Kamu mau ngasih ke siapa?” tanya kang edi
“alah..pasti teh nining”
“hush, teh novi lah. liat we pas latian, gak pernah konsen si kang aga mah. Haha”
“bukan, pasti sama si kang Hendi. Hyu..capcus..Haha” kata kang Indra, sementara kang Hendi yang namanya disebut hanya tertawa genit.
“eh...kalahka ngagarosip ini teh. Sok kang aga, mau dikasih ke siapa?”
Aku hanya malu-malu sambil mengedarkan mataku. Dan ketika pandangan kami bertemu, kulihat teh novie juga tersenyum malu-malu. Dan aku melihat kang lurah menatapku dengan sedikit aneh. Haduh, aku lupa kalau kang lurah suka sama teh novie. Tapi ini kan hanya lucu-lucuan. Bukan acara katakan cinta.
“sok atuh mau dikasih ke siapa?”
“hhmm aku mau kasih ke...”
“kang hendi..haha”
“hush, dengerin dulu..”
“ngasih ke siapa?”
“hmm..ke..”
“dwarrr...”
“ke teh novie..” kataku lagi sambil menahan senyum.
Semuanya riuh menyoraki kami. Lalu kulihat kang hendra mendorong badan novie agar dia maju mendekatiku.
“kenapa kamu mau ngasih ke teh novie?”
“karena setiap aku aku liat senyumnya, aku liat kedip matanya, rasanya capek setelah seharian itu langsung hilang..”
“cie...sok atuh push up serebu di depan teh novie, cikan kuat teu?”
“hahah”
“sok atuh dibuka apa isinya..” kata si teh Indri.
Aku mengalihkan pandanganku karena malu. Kudengar dia merobek bungkus kadonya dengan sangt hati-hati.
“Wah..mobil perari. Keren eung..” kata kang Ipan dengan pandangan takjub.
Beberapa orang tampak penasaran dan merangsek maju ingin melihat apa yang sedang dipegang novie.
“apa? Apa?”
“orok. Hahaha”
“huuu dasar. Apa itu teh?” tanya yang lain.
Novie tampak mengangkatnya dan mengamatinya. Dia memicingkan matanya kearahku.
“ini apa kang?” kata teh novie
“itu..boneka rusia.”
“hah? Boneka rusia?”
“iya, boneka rusia. coba aja diputar bonekanya, terus dibuka”
Lalu teh novie mulai memutar boneka kecil itu dan tampak terkejut karena di dalamnya ada boneka yang berukuran lebih kecil lagi dan matanya membelalak karena ketika diputar masih ada dan masih ada lagi sampai berjumlah lima buah dengan bentuk yang sama dan ukuran yang semakin kecil.
“wah..lucu nya..” katanya sambil tersenyum.
Yang lain merangsek maju dan beberapa orang berusaha mengambilnya dari tangan teh novie, tapi dia dengan sigap memasukannya ke saku bajunya.
“tapi kok boneka rusia? Kenapa gak ngasih boneka beruang segede gaban ajah?” tanya teh Nina.
“karena..” kataku terputus.
Aku bingung, apa aku harus bilang alesannya karena apa?
“karena e karena, berjudi itu haram...tereret”
“karena boneka rusia itu melambangkan sesuatu” kilahku.
Aku tak mau katakan itu disini. Aku ingin mengatakannya secara langsung, empat mata saja dengannya. Aku mau hanya dia yang mendengarkan alasannya.
“hah? Seseuatu? Apa itu?”
“ada deh...” kataku lagi.
“huh..maen rahasia-rahasiaan euy..yaudah, biar diungkapkannya nanti sajah ya. Sok, duduk lagi”
Aku lalu duduk kembali dan sekarang sekarang giliran yang lain. Dan ketika aku masih senyum-senyum sendiri, kutengok ke arah kiri, kang lurah menatapku tajam lalu dia segera pergi.
“saya ke toilet dulu,” katanya ntah bicara ke siapa.
Aku langsung merasa tak enak. Setidaknya pasti dia merasa gak nyaman ngeliat orang yang dia sukain malu-malu seperti tadi. Lalu aku izin ke toilet juga hendak mengejarnya. Kupercepat langkahku berusaha mengejarnya. Dan ketika sampai mulut toilet, aku memegang pundaknya.
“kang lurah, tunggu kang”
Dia lalu membalikkan wajahnya dan aku kaget karena matanya tampak merah. Dia menatapku kuyu.
“kang, maaf, aku..”
“gapapa kang, akang gak salah. Saya yang salah. Saya harusnya bisa ngendaliin diri, tapi..” kata dia terputus.
“kang...kita kan tau dalam satu organisasi itu dilarang pacaran. Dan tentu saja aku tau aturan itu. Aku hanya kagum sama dia. Lagipula aku dan dia itu sangat jauh beda. Kehidupannya sangat kontras sama kehidupanku. Dan kalo akang suka sama dia..” kataku berusaha menjaga perasaannya, padahal aku sendiri memang suka sama teh novie.
Tapi kayaknya kang lurah jauh lebih pantas daripada aku.
Dia tampak terkejut lalu menyerahkan sebuah kado kecil kearahku.
“ini buat akang. Dan yang saya suka itu bukan teh novie, tapi akang” katanya sambil masuk kedalam toilet lalu menutupnya.
Aku hanya bengong, masih mencerna apa yang terjadi. Apa aku salah dengar? Kang Lurah bilang dia bukannya menyuka teh novie, tapi menyukaiku? Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi?
(untuk adegan ini, penulis minta maaf bila ada yang merasa tersinggung. Sama sekali tak ada maksud untuk mencoreng nama besar PPI)
*****
Kudengar gas mulai meraung-raung. Dan aku masih memandangnya. Kudengar klakson pertama dibunyikan dan aku kembali tersadar. Kutarik gas ku dan aku mulai mengambil ancang-ancang ketika klakson kedua dibunyikan. Dan ketika klaskon ketiga berbunyi, kumasukan gigi satu dan gremm..ninjaku melesat. Isal tampak memeluk pinggangku dengan erat. Pikiranku berkecamuk. Apakah dia itu kang lurah? Tapi kenapa dia ada disini?
Aku berada di pinggir jalan dan masih melajukan motorku dengan kecepatan maksimal. Tapi ketika akan menikung, motor dibelakangku belum juga mengurangi kecepatannya, mungkin lepas kendali dan mataku terbelalak. Kejadian selanjutnya berlangsung sangat cepat. Setelah mendengar benturan cukup keras, aku merasa tubuhku berguling-guling lalu terseret beberapa meter dan aku hanya mengaduh pelan. Dan ketika mataku terbuka, satu orang yang memenhi kepalaku. Isal. Tidak. aku langsung bangun dan segera mencari-cari dimana dia. Kuedarkan mataku dan kulihat dia terjatuh cukup jauh dariku dengan posisi membelakangiku. Aku segera berlari kearahnya dan tiba-tiba aku merasa ada orang yang menarik jaketku dan ketika kutoleh, aku merasakan sebuah pukulan mendarat di perutku. Aku terhuyung lalu kubuka helmku dan orang itu memegang kerah jaketku.
“bia..jangan..” teriak seseorang dari belakang.
Aku menatap matanya yang penuh kebencian. Dia mendengus-dengus dan wajahnya sarat akan amarah.
“kang lurah..” kataku lirih dengan tatapan tak percaya.
Sekarang dia hanya bengong dan menatapku dengan tatapan tak percaya. Matanya tampak terbelalak dan pelan-pelan melepas tangannya dari kerahku.
Lalu pandanganku beralih ke isal. Dia bergerak-gerak sebentar dan menoleh ke arah kami. Lalu dia membuka helmnya dan dengan lirih berkata..
“my man...”
Dan kang lurah segera menghambur ke arahnya dan langsung berjongkok dan membantunya bangun.
“maboy..maaf..aku..aku..” katanya pelan dengan nada bergetar.
Aku hanya diam melihat kang Lurah merangkul tubuh isal. Kang Lurah tampak bergetar. Dan gadis yang tadi memanggilnya menghampiriku.
“kamu gapapa?” tanya dia.
Aku hanya diam mematung memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Pandanganku masih tertuju ke isal. Dia terlihat payah tapi berusaha tersenyum ke arah kang lurah.
“happy birtday..” kata isal sambil berusaha tersenyum.
Kang lurah yang mendengarnya hanya tersenyum dan mulai sesenggukan.
Aku masih belum mencerna apa yang terjadi. My man? Maboy? Ada apa ini? Jangan-jangan pacar isal itu adalah..nabil?
haha. nih udah
haduh, kalo mau baca lagi, jangan jauh" dari dokter spesialis jantung nya
@Riko_dragon_knight. oke pa haji..
siap pak rt
@redo_dejavu. mo ngepel emangnya?
hahaha. aana teh nya.
hihi. mau dijadiin ml-nya da abi belum pernah atuh, jadi gatau gimaa rasanya
cie cie cie..prikitiwiwiw
@admmx01. eh mamax, belom sempet diedit yg tongkat sakti teh
hiks, jadi inget si item.