It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku membuka mataku dan masih mengingat-ingat kejadian kemarin. Kulihat sekeliling, ternyata aku sudah berada di rumah sakit. Tapi aku langsung tersenyum ketika mataku menangkap sosok yang sedang duduk sambil tertidur di sampingku. Ku pandangi wajahnya yang menghadap ke arahku. Dia masih tertidur.
Lalu kulihat matanya terbuka dan dia tersenyum ke arahku lalu duduk.
“tem..” kataku sambil berusaha untuk duduk dengan susah payah.
“iya sal..lo jangan banyak gerak dulu...” katanya sambil berusaha membantuku duduk.
Kutengok ke atas buffet, aku melihat jam pasir itu. Aku tersenyum. Pasti si item yang membawanya kesini.
“jam pasir itu..tolong ambilin tem..”
Dia lantas mengambil kan jam pasir yang dia berikan dulu. Aku tersenyum lalu membalikan jam pasir itu dan tersenyum ke arahnya setelah pasirnya habis.
“makasih ya tem.”
“buat?”
“semuanya. Lo udah ngerawat gua, bawain jam pasir ini...dan buat... tapi..nabil? dimana dia?”
“dia..dia udah pulang” jawabnya sambil tersenyum
“maaf , aku...”
Aku ngerasa gak enak telah menanyakan nabil padanya. Aku tahu dia sedikit kecewa ketika aku menanyakan nabil. Nabil pasti masih bersama nadia sekarang. Dan kalaupun arif tahu kondisiku, arif pasti akan melarangnya menemuiku. Tapi ya sudahlah.
Tapi apa yang mereka bicarakan saat aku belum sadarkan diri? apa si item udah tau kalo orang yang nabrak itu adalah nabil dan nadia? Orang yang udah bikin aku dirawat itu adalah pacarku?
“kamu..ngobrol apa aja sama dia?”
“kang nabil? Jadi selama ini pacar kamu yang sering bikin kamu nangis itu kang nabil?” tanya dia sambil tersenyum.
Aku hanya diam. Dia kenal sama nabil?
“kamu..kenal?”
Dia hanya tersenyum.
“jelas. kita kan sama-sama paskibraka dulu, sama teh novie juga yang waktu di nasi conclot itu..” katanya.
“oh...”
Lalu kudengar hapenya berbunyi dan dia berdiri lalu berjalan ke arah toilet dan mengangkat telponnya.
“iya. Apa? Oke, saya kesana sekarang. klik.”
“kenapa tem?”
“maaf sal. Gua mesti balik dulu. Ada kerjaan yang top urgent. Kata dokter lo baik-baik aja. gak ada tulang yang patah atau tapi ada bagian yang sedikit retak dan mesti dirawat beberapa hari buat mastiin kondisinya. Apap sama amam nanti kesini katanya.”
Aku hanya tersenyum.
“makasih ya tem..”
“bosen ah bilang makasih mulu. Yadah, gua balik dulu ya”
“ati-ati ya” kataku lagi.
Dia hanya mengedipkan matanya dan mengambil tas dan jaketnya lalu keluar, dan aku hanya bisa tersenyum kearahnya. Sebenarnya aku ingin minta maaf, karena demi membuatku tersenyum, dia melakukan apa-apa yang bisa membuatku tersenyum. Membawaku ke HI, makan sop buah khas cirebon kesukaanku, dan ngetrek di GOR, sampai akhirnya kami berakhir disini.
Aku lantas membaringkan tubuhku. Kutatap langit-langit kamar rumah sakit ini, aku hanya bisa tersenyum, tersenyum pahit. Aku tak mau ngeutuki apa yang telah terjadi. Meski aku harus menyaksikan nadia dan nabil bermesra-mesraan didepanku, dan nabil menabrakku sampai aku dirawat disini.
Aku sama sekali tidak marah sama nabil. Aku tahu dia pasti cemburu. Aku lihat ketika dia menatapku yang sedang dibonceng oleh si item, kemarahannya itu belum pernah aku lihat sebelumnya. Tapi bukankah yang harus marah itu aku?
Aku menghela nafas lagi. Kucoba pejamkan kedua mataku dan mencoba tertidur lagi. Ya, aku harus tertidur, biar sakit ini bisa sedikit kulupakan.
*****
Aku melihat semua tampak putih yang beku. Dan aku tak tahu entah berada dimana. Tapi tiba-tiba aku merasa hangat. Ya, seperti ada yang menyentuh dengan lembut pipiku. Tapi siapa? Anginkah? Dan lambat-laun seperti ada nada yang bermain-main di telingaku dan cahaya putih itu semakin putih dan semakin menyilaukan. Aku memejamkan mata dan ketika kubuka mataku, aku kembali tersadar bahwa aku masih terbaring di ranjang rumah sakit.
Kupandangi lagit-langit kamar dan tiba-tiba sebuah lagu samar-samar terdengar. Jantungku berdegup kencang, lagu ini?
If you want a lover
I'll do anything you ask me to
And if you want another kind of love
I'll wear a mask for you
If you want a partner
Take my hand
Or if you want to strike me down in anger
Here I stand
I'm your man
Nabil. Pasti nabil ada disini. Lagu inikah yang membangunkanku?
If you want a boxer
I will step into the ring for you
And if you want a doctor
I'll examine every inch of you
If you want a driver
Climb inside
Or if you want to take me for a ride
You know you can
I'm your man
Aku mencoba duduk lalu tanganku meraba sesuatu. I pod? Bukankah ini i podnya nabil? Aku lantas berdiri lalu mengambil infusanku dan mencoba berjalan meski terasa sakit. Aku berpegangan ke dinding dan akhirnya sampai di pintu. Dan ketika kubuka, aku melihat seseorang sedang berdiri di dalam lift dengan mata merah, dia mencoba tersenyum kearahku. Aku balas dengan senyuman. Dia lalu mengusap matanya dan pintu lift itupun tertutup lagi.
Aku lantas segera kembali ke kasurku dengan tertatih dan sambil berpegangan ke dinding. Dan ketika aku sampai didepan kasurku, aku tersentak karena melihat ada tas kecil di buffet (lemari kecil). Kuambil lalu kubuka isinya. Sebuah gelang dan boneka bantal. Aku tersenyum dan sedikt mengernyit karena melihat ada secarik kertas kecil. Kuambil lalu kubaca.
“maafin aku maboy. Aku Cuma bisa bilang maaf lewat gelang ini. Moga bantal ini bisa bikin tidur kamu nyenyak. Cepet sembuh ya..
p.s. tadinya aku mau kasih eskim duren. Tapi katanya gak boleh. Makanya cepet sembuh, si mamangnya nanyain kemarin.
Dan my wish semalem, aku kasih bocorannya. Aku mau menghabiskan masa tuaku, dengan orang yang suka eskim duren. Love u maboy..
i’m your man”
Aku tersenyum membacanya. Dan satu titik air mata ini jatuh, air mata bahagia. Air mata kerinduanku. Air mata yang membuat dadaku sesak oleh rasa rindu padanya. Aku merindukan tingkah nakalnya, aku merindukan senyum manisnya, ekspresi misuh-misuhnya. Aku rindu dia, rindu dia dengan sangat.
Dan harapan di ulang tahunnya untuk bisa menghabiskan waktu bersamaku, membuatku sesenggukan. Tidak my man, itu terlalu naif. Kamu sudah ada nadia, dan kita sudah komitmen untuk menjalani hidup kita seperti orang kebanyakan. Menikah dengan seorang wanita, punya anak yang banyak, dan bahagia. Bahagia? Mungkinkah kita akan bahagia dengan semudah itu?
****
Bromelia, kamar 314, 19.30 wib
Aku masih membuka halaman novel Lost symbol yang kubeli kemarin. Dan tiba-tiba aku mendengar suara orang mengetuk pintu. Aku tersenyum melihat dua temanku datang. Aku memang tadi iseng menelpon bayu. Tapi ternyata mereka berdua sedang liburan ke bandung. Kadang aku merasa heran sama mereka berdua. Mereka tuh selalu saja berantem, tapi mereka tuh terlihat aneh, maksudku mereka berdua tuh saling pengertian dan kayaknya tak terpisahkan. Tapi karena bayu dan eza itu gak satu grup, jadi mereka tak seperti ban motor.
“nobody nobody bout you?” ucap seseorang sambil mendongakkan kepalanya di pintu.
Aku tersenyum geli mendengarnya. Bayu yang rempong itu datang bersama eza, temanku juga. dan eza tampak melihat bayu dengan pandangan aneh. Dan beberapa menit kedepan aku pasti akan mendengar mereka berantem.
“hah? Apaan tuh?”
“hehehe. Maksud gua, anybody home..?”
“idih..bahasanya..rumpi deh yey”
Mendengarnya, bayu hanya manyun-manyun ke arah eza. Lalu kembali menoleh ke arahku dan langsung histeris.
“Isal...” kataku setengah teriak.
Aku menaikkan alisku.
“sssttt..brisik banget siloh” protes eza.” ini kan di rumah sakit”
“ups, lupa. hehehe. Sal, lo gapapa?”
“gapapa. Cuma accident kecil aja. cie..yang abis jalan-jalan...gak ngajak-ngajak nih..”
“hehe..eh iya, kita bawa oleh-oleh nih buat lo.” katanya sambil menyerahkan sebuah tas kecil.
Aku ambil dan kutengok ke dalam.
“wah apaan nih? Keren...ke bandung gak ngajak-ngajak nih..”
“iya. Gila, bandung keren mampus tau sal. Kita mau nyari baju, pernak-pernik, kuliner, pokoknya top markotop surotop lah. kapan-kapan kita ke bandung bareng yuk. Tau tempatnya keren kayak geto, gua mau nyeper duit banyak”
“heh, kita tuh kesini mo nengokin, bukannya ngerumpi” protes eza lagi.
“idih, mulai kumat deh.”katanya menanggapi eza yang dari tadi protes.”tau gak sal, tadi kita tuh lagi di transtudio waktu lo nelpon itu. Tempatnya keren mampus...terus terus terus, kita kan lagi naik vertigo gitu pas lo nelpon, gua langsung teriak STOPP STOPP. kita langsung balik deh..”
Kulihat eza hanya menaikkan alis dan sesekali membuang nafas. Aku juga hanya garuk-garuk kepala.
“terus terus terus, kemarinnya eza ngajakin gua ke ciwalk. Gila...tempatnya tuh wahid banget, terus makanannya tuh..hmm..”
“bilangin aja sekalian waktu lo kencing di toilet, suasana nya gila juga”
“udah-udah...kalin bedua tuh gak dipabrik gak diluar, keliatannya tuh berantem...mulu. heran gua. Tapi ati-ati loh..”
“hah? Ati-ati apaan?”
“hahaha. Gak jadi ah”
“isal..apaan..”
“biasanya orang yang saling berantem tuh lebih banyak kangennya loh..”
“hah? Idih ogah deh..kemaren juga eza yang maksa tau”
“beneran nih. Awas ntar lo ya, kalo gua ke bandung gak gua ajak lagi.”
Dan kamipun terlibat obrolan yang seru. Beberapa kali aku dibuat tertawa melihat eza dan bayu yang terus saja berantem. Heran. Tapi kenapa aku ngerasa kalo mereka juga sama kayak aku? Aku bisa liat dari tatapan eza. ya, dia beda sekali kalau lagi sama bayu. Eza tuh cenderung pendiam, itu yang aku tau. Tapi sekarang ketika sama bayu, dia terlihat banyak bicara.
Lalu tiba-tiba aku mendengar ada suara pintu kamarku diketuk dan masuklah dua orang yang langsung menghentikan tawaku.
“isal..gimana kabarnya..?”
Aku mencoba tersenyum. Kulihat orang disebelahnya hanya diam. Dia mengenakan jaket levis yang semalam kugantungkan di stangnya. Aku tersenyum. Ya, mungkin aku Cuma bisa ngasih itu buat nabil.
“aku baik-baik aja” kataku sambil membetulkan gelang yang kupakai.
Aku ingin perlihatkan ke nabil bahwa aku memakainya. Lalu aku ambil boneka yang dia kasih dan kupeluk.
Kulihat nabil tersenyum melihatnya. Matanya sedikit berbinar, meski raut bersalahnya masih terlihat.
“maaf baru sempet kesini.” Katanya sambil menaruh kantong kresek diatas meja.”temennya isal ya?”kata nadia waktu melihat eza dan bayu.
“iya. Kenalin, ini bayu, yang itu eza”
Mereka pun bersalaman. Dan mungkin karena merasa gak enak, eza ngajak bayu buat pulang. Eza memang orangnya sedikit kaku dengan orang yang baru dikenal. Beda sama bayu yang baru kenal diangkot, tukang jamu sekalipun, ngobrolnya sudah seperti ibu-ibu arisan.
“sal, kita balik dulu ya. gua kan besok masuk pagi. terus eza juga mesti istirahat, kecapeaan. Duluan ya teh, kang”
Dan setelah mereka pergi, nadia langsung duduk di kursi, sedang nabil hanya berdiri dibelakang nadia dan menatapku dengan pandangan kuyu dan merasa bersalah.
“maaf ya sal. Semalem emang kita sendiri juga gatau. Tapi buat biaya rumah sakit kamu gak usah khawatir.”
“gapapa kok nad. Lagian juga Cuma accident kecil kok. Kata dokter beberapa hari lagi juga aku boleh pulang kok.”
“syukur deh. Eh bentar, ada telpon” katanya.
Lalu dia berjalan keluar kamar. Nabil memandangnya, dan setelah pintu tertutup dia duduk. Aku menatapnya. Dan kulihat matanya sayu sekali.
“maboy..maaf..” ucapnya lirih.
Aku genggam tangannya dan mencoba tersenyum.
“gapapa kok..”
“semalem aku..cemburu..”
Aku tertawa kecil mendengarnya. Dia cemburu?
“aku juga cemburu. Tapi aku ngerti kok. Kondisinya emang sulit. Jaketnya kamu suka?”
Dia hanya tersenyum.
“kamu tau, aku gak mau pake jaket ini”
“kenapa?” tanyaku bingung.
“karena setiap aku pake jaket ini, aku pasti akan diliputi rasa bersalah. Aku udah bikin orang yang paling aku sayang terluka kayak gini. Aku juga make ini biar kamu tau kalo aku udah terima kado buat kamu. tapi besok, aku gak mau pake lagi”
“myman...aku bakal marah sama kamu kalo kamu gak pake jaket ini. Biar dia gantiin aku meluk kamu kalo kamu lagi kedinginan..”
“kamu paling bisa ya bikin aku nangis.”
“kamu cengeng banget sih sekarang”
“maboyz..” katanya dengan mata memerah.
“hmm?”
“aku sayang sama kamu..”
Aku hanya tersenyum. Dadaku bergemuruh. Tapi aku berusaha mengontrol diri. ya, aku tahu kamu sayang sama aku, dan aku lebih lebih sayang sayang kamu.
“sstt..udah, jangan nangis, jangan sampe nadia tau.”kataku sambil mengusap mataku. “ Tapi kalian serasi banget tau”
“maboy..pliss..jangan ngomong gitu..aku..” katanya dengan bibir bergetar.
Lantas dia mengusap matanya.
“kamu jahat banget sih myman. Masa aku gak dikasih tau kalo kamu ulang taun kemaren?”
“aku tadinya mau bikin kejutan sama kamu. tapi nyatater..malah kayak gini..”
Lalu tiba-tiba aku mendengar nadia sedikit kencang.
“sekarang juga? ya udah. Aku aku siap-siap sekarang”
Lalu dia masuk dan kulihat ekspresinya sedikit kusut. Pasti orang yang nelpon dia memberi kabar yang gak begitu bagus.
“kenapa nad?” tanyaku.
Dia hanya menarik nafas lalu memandang nabil dengan tatapan sedih.
“kayaknya besok aku mesti berangkat ke jepang lagi. Tadi temen yang pulang bareng sama aku bilang, penelitian kami ada sedikit masalah, dan besok aku mesti balik. Hhh, padahal baru aja sehari. Aku aja belom sempet ke garut. Bia..”
“ya udah, mau gimana lagi. Kata kamu kan penelitian itu penting banget. ntar-ntar masih ada libur lagi kan?” kata nabil sambil sedikit tersenyum menenangkan.
Tapi, bukan, itu bukan senyum menenangkan. Itu senyum bahagia. Aku tahu setiap gerak kecil ekspresi wajahnya. Dan senyum itu adalah senyum bahagia dan lega. Apa dia lega karena nadia akan segera kembali ke jepang?
“yaudah. Kita langsung pulang ya, aku mau langsung packing sama nyari barang-barang buat kebutuhan disana. Beli disana tuh harganya gak ketulungan. Eh sal, rencananya beberapa bulan lagi aku nikah sama bia. Kamu dateng ya. Ntar aku kasih undangannya. Awas kalo gak dateng”
Aku melihat ke arah nabil dan dia mengalihkan pandangannya. Aku mencoba tersenyum ke arah nadia. Padahal hatiku terasa sesak bukan buatan mendengarnya. Apa aku sanggup melihat nabil bersanding dengan nadia? Tidak, aku tak mau. sudah cukup aku melihat si item menikah dengan sabrina dan rasanya sangat menyakitkan, orang yang kita sayang harus mengikat janji setia dengan orang lain.
“ya, aku gak bisa janji. Gimana ntar aja” kataku.
“yaudah. Yuk bia, kita balik. Cepet sembuh ya sal...”
“sip. Eh, buat masalah biaya, semuanya ditanggung perusahaan kok. Jadi kamu gak usah repot-repot.”
“oh. Okelah. Tapi kami minta maaf ya..”
Dan sekarang nabil kembali terlihat merasa bersalah.
“gapapa kok.” Kataku.
Lalu mereka pun berlalu ke arah pintu. Sedetik sebelum nabil menutup pintu, dia berbalik dan aku membaca dari gerak bibirnya,
“I love you maboy...”
Aku tersenyum, dadaku sesak, dan aku kembali mengusap air mataku.
“ Love you too my man...”
Dia menunjuk ke dadanya dengan telunjuknya, lalu membentuk hati dengan kedua tangannya, menunjuk kearahku dan mengedipkan satu matanya. Aku tersenyum, tersenyum lagi. Ya, aku sayang sama kamu, meski beberapa saat lagi aku akan menangis, karena kamu akan mengikat janji setia dengan orang lain.
******
Aku masih merapikan tasku, sedang amam sama apap masih sibuk mengurusi administrasi. Untung saja seluruh biayanya ditanggung oleh perusahaan. Jadi amam sama apap tinggal menandatangani berkas kepulanganku saja. Dan ketika aku sedang memasukkan bajuku, aku sedikit kaget, si item masuk. Dia tau dari siapa aku pulang hari ini? Dan aku sedikit merasa gak enak, aku udah nelpon nabil buat jemput aku.
“udah boleh pulang sal?”
“iya. Lagian juga gua udah bosen banget disini. Lo kok dah pulang jam segini?”
“gua tadi izin pulang cepet. Kata ragil kamu balik hari ini, makanya aku sempetin kesini. dia minta maaf, ga sempet negokin. dia lagi sibuk persiapan UAS katanya. dan tau sendiri lah, kerjaan di tempatnya lagipadet banget. Eh, Amam mana?”
“lagi ngurusin administrasi.”
“oh..sekarang mau langsung balik?”
“iya lah, mau kemana lagi emangnya? Tapi tem…”
“hmm..apa?”
“nabil mau kesini.”
Dia hanya diam tak berkomentar. Dia hanya tersenyum kecil. Aku jadi penasaran, apa yang terjadi saat mereka ketemu waktu aku kecelakaan.
“tem, kamu sempet ketemu sama nabil kan?”
Sekali lagi dia hanya diam tak menjawab. Dia hanya tersenyum kearahku. Lalu tiba-tiba pintu kembali terbuka. Awalnya aku kira amam yang masuk, tapi ternyata nabil.
“my man..”
Dan nabil tampak kaget melihat item. Dia tampak salah tingkah sekarang. pasti dia ngerasa gak enak karena ada si item.
“datang ngejemput?” Tanya si item lalu berdiri dan menyodorkan kursi kearahnya.
“mm..iya. tadi dia bilang pulang hari ini.”
“nadia mana?”
“dia..dia udah kembali ke jepang”
“oh..oiya, dapet salam dari kang wildan. Bentar lagi dia lulus katanya”
Mereka berdua hanya tersenyum.
“yaudah, sal, gua duluan ya. Nitip isal ya kang” kata si item.
Nabil hanya diam sambil menunduk. Aku tahu, nabil tak mampu mengiyakan, karena masih ada nadia dan arif yang membatasinya. Dia hanya memandang kuyu ke arah si item. Item menepuk pundaknya dan mengedipkan kedua matanya lalu berjalan keluar.
******
“kang aga..”
Aku menoleh dan dia menghampiriku.
“maaf kang, aku..”
“akang cukup jaga dia. Dia bahagia sama akang”
“tapi..nadia..”
“aku ngerti kang. Itu pilihan yang berat. Mungkin isal udah cerita ke akang, dulu aku sempat mengikuti logikaku dengan menikahi orang yang sebenarnya aku gak cinta, dan akhirnya kayak gini. Dan kalau aku boleh ngulang masa lalu, aku bakal milih orang yang benar-benar aku cinta.”
Dia hanya diam. Kulihat ada keraguan di matanya.
“kang. Dia bahagia sama akang. Dan aku ikhlas ngelepasnya karena aku yakin akang bisa bahagiain dia.”
“baik kang. Aku bakal bahagiaan dia. Aku janji. Tapi mungkin aku masih butuh waktu buat nyelesein ini semua. Aku janji kang.”
“makasih kang. Titip dia kang. Bikin dia bahagia”
Sebenarnya aku sesak mengucapkannya. Tapi aku mencoba menguatkan diri. Aku yakin, isal akan bahagia sama nabil. Meskipun sekarang ada nadia, tapi dari tatapan matanya aku tahu, nabil jauh mencintai isal daripada nadia. Ya, aku yakin, meskipun aku merasa sakit.
“dan... aku gak nyesel dulu pernah suka sama akang” katanya.
Aku mengernyit. Sebenarnya aku ingin tertawa mendengarnya.
“lalu sekarang? akang mau minta kita pacaran?” tanyaku sambil mengerutkan alis.
Dia tersenyum.
“gak lah kang. Isal itu udah jadi segalanya buat aku. Dulu juga, mungkin aku hanya sebatas kagum sama akang, sama prinsip akang.”
“syukurlah. Karena buat aku juga, isal itu yang pertama dan terakhir. Aku akan bahagia kalau dia bahagia.” Kataku sambil memegang pundaknya.
Aku meninggalkannya dan ketika kutengok kebelakang, dia masih berdiri sambil menatapku. Aku tersenyum kearahnya lalu masuk kedalam lift. Setelah pintu lift tertutup, aku menarik nafas. Ya, aku harus belajar untuk ikhlas, meski aku yakin itu berat. Tak mudah untuk mengikhlaskan orang yang yang kita sayang.
Dan sekarang, aku bingung, aku harus kemana sekarang. Aku jauh-jauh dari bekasi kesini dan ternyata aku harus melihat dia dijemput oleh pacarnya. Tapi bukankah itu esensi cinta? Cinta itu indah karena pengorbanan dan keikhlasannya.
******
Dia tersenyum.
“dunia ini sempit ya. Ternyata orang yang kamu panggil si item tuh...”
Aku tersenyum kecut. Ya, aku sendiri tak tau kalau si item itu temennya nabil. Aku memang tahu kalau si item orang garut, begitupun ragil. Tapi aku tak tau kalau nabil juga orang garut, karena aku tak pernah menanyakan padanya. Yang aku tahu dia orang sunda.
“kalian ngobrol apa aja?”
“dia...minta aku jaga kamu. tapi..”
“tapi..apa? oh iya. Aku ngerti. Kamu gak bisa jaga aku karena nadia kan?”
“aku...udah buat keputusan maboy.”
“keputusan?”
“iya. Aku mau...kita ngabisin masa tua bersama. Kita pergi jauh dari orang-orang yang kita kenal. Tapi aku butuh waktu sedikit untuk jelasin ke nadia.”
“lalu arif?”
“entahlah. Selama ini dia mengendalikanku dengan sikap labilnya, bahkan itu terjadi sejak aku belum mengenal kang aga.”
“kamu..yakin?”
“ya, aku yakin sama pilihanku. Setelah aku jelasin ke nadia, kita tinggalin tempat ini, tanpa menemui arif.”
Aku tersenyum mendengarnya.
“myman, aku boleh tau kenapa kamu milih aku?”
“kang aga bilang, jangan sampai aku menyesali pilihanku. Dan dia menyesali pilihannya dulu karena lebih mengutamakan logika daripada hati. Dan aku tahu, tak selamanya kita mesti gunain logika. Adakalanya hati itu lebih benar dari logika. Tapi, kamu masih sayang sama dia?”
“apa perlu aku jawab?”
“Aku gak peduli kamu masih sayang ato enggak. Aku Cuma peduli kamu bahagia ato enggak. Tapi..sama aku, apa kamu bahagia?”
“aku gak pernah sebahagia ini sebelumnya” kataku sambil tersenyum.
Ya, aku memang bahagia. Aku bahagia karena nabil telah mengambil keputusan. Keputusan untuk lebih memilih hati daripada logika.
Tapi..apa aku berani jujur sama orang tuaku? Sama orang-orang terdekatku? Aku menarik nafas. Berat sekali rasanya harus mengaku sama orang terdekat kita, orang tua kita. Mana ada orang tua yang mau anaknya seperti ini? Sesayang-sayangnya mereka, aku belum tahu apakah mereka akan menerima kondisiku yang seperti ini? Entahlah, biarkan waktu yang menjawab.
“eh, ada tamu. Temennya isal?” tanya amam.
Nabil tampak kaget dan salah tingkah. Dia memang belum pernah ketemu orang tuaku. Dulu dia selalu saja menolak ketika kuajak main ke rumahku.
“i..iya tante, om”
“kamu udah selse sal?”
“udah pap. Yuk ah, kita pulang”
“kamu bawa motor...?” tanya apap, mungkin dia kebingungan karena nabil belum menyebutkan namanya.
“nabil om” kata nabil menyadarinya.
“oh, kamu bawa motor bil?”
“enggak om. Tadi dianter temen kesini”
Aku tersenyum. Tentu saja dia kularang bawa motor.
“yaudah, kamu bareng aja pake mobil om. Yuk sal” kata apap sambil membawa tasku yang berukuran cukup besar.
Aku memang sedikit ribet karena minta dibawain ini itu. Lalu nabil menawarkan diri membawakan tasku. Ya, mungkin dia ingin terlihat sebagai calon menantu yang bertanggung jawab. Nah loh?!
“biar saya aja om yang bawa”
“oh, yaudah” kata apap sambil menyerahkannya.” Yuk sal”
“myman, eh bil..gendong..” kataku kelepasan.
Dan nabil tampak melotot kearahku.
“bukannya kamu dah bisa jalan tadi?” tanya amam.
“mm..tapi kan masih pegel..”
“yaudah, sini saya bantu” tawar nabil.
Yess, kataku dalam hati.
Apap sama amam hanya geleng-geleng kepala melihatku. Hhh, hampir aja keceplosan. Nabil lalu merangkulku. Amam sama apap berjalan keluar, dan ketika mereka sudah keluar pintu, aku mencium pipi nabil dengan cepat. Nabil hanya melotot ke arahku. Aku tertawa puas.
Akhirnya..aku bisa nyium dia lagi...
“nakal ya. Awas kalo udah sembuh ntar” katanya setengah berbisik.
Aku tersenyum lagi dan ada rasa bahagia yang meluap-luap di dadaku. Terima kasih tuhan, telah mengirimkan dia untukku.
******
Aku diberikan dispensasi oleh dokter selama tiga hari untuk istirahat dirumah. Ya, setelah dirawat, aku dilarang tinggal dikostan. Dan hari-hariku sekarang mulai terasa menjemukan. Hari-hariku hanya kuhabiskan dengan nonton tivi, atau baca buku, karena walaupun aku masih bisa pake motor, aku masih dilarang keluar rumah.
Dan ketika aku masih tertawa sambil menonton Cartoon Network, tiba-tiba aku mendengar ada suara mobil berhenti di depan rumahku. Aku mengintip dari balik tirai rumah, mobil siapa itu? Dan setelah keluar seseorang dari mobil itu, aku kaget. Nabil? Ngapain dia kesini?
Kulihat dia berjalan ke rumahku. Dan sebelum kudengar suara bel, aku sudah membukakan pintu unntuknya.
“myman..ngapain kamu kesini?”
“hmmm..kasih tau ga ya..”
“idih..mulai deh...yuk masuk”
Kamipun lantas masuk lalu duduk.
“ada siapa sal?” teriak amam dari dapur.
“temen isal mam. nabil”
Lalu amam menghampiri sambil mengelap tangannnya ke roknya.
“lagi libur nak nabil?”
“iya tan. Ya sekalian nengokin isal, katanya dia jenuh banget”
“yaiyalah, secara dua hari aku dirumah terus. Gak boleh kemana-mana sama amam. Mau beli eskrim aja mesti nungguin apap pulang.”
“kamu kan lagi sakit..” kata nabil.
“tau nih, anak amam yang satu ini manjanya gak ketulungan.”
“lagian, kamu kesini Cuma kemarin lusa doank”
“aku kan kerja. Pulangnya malem terus.”
“udah, gak usah didengerin si manja ini. Eh, nak nabil tuh mau kemana, kok bawa mobil?”
“mau pulang kampung tan. Tadi pas lewat sini, sekalian aja mampir dulu”
“oh..jadi niatnya Cuma mampir, sekalian. Hh..”
“ya .. gitu deh..”
“hhh. Eh, gua..ikut ya..”
“ikut kemana? Ke kampungnya nabil? kamu kan masih sakit...” kata amam.
“amam. Isal tuh udah sembuh. Lagian juga kan kata dokter isal mesti banyak gerak. Lagian juga nabil bawa mobil kok”
“tapi..”
“mam, isal kan udah berapa hari tiduran doank. Jenuh tau mam. Ya mam ya, boleh ya..”
“yaudah. Tapi ati-ati ya. Emang pulangnya kemana?”
“ke garut tan”
“garut? Jadi kamu orang garut juga? satu kampung donk sama aga, temannya isal. Kemarin dia kesini nengokin isal, sekalian bawa makanan kesukaan tante, burayot sama dapros”
“iya tan. Kita dulu temen di organisasi”
“Aku dulu pernah kesana ke kampungnya si item. Sumpah, keren banget..sejuk banget disana, gak kayak di cikarang..panasss..”
“yaudah, kamu siap-siap dulu.”
“yaudah, tunggu dulu ya. Aku ambil baju sama jaket dulu. Garut dinginnnya gila dah”
“jangan lari-lari..” kata amam.
“heheh. Iya iya.” Kataku.
Karena saking senengnya aku sedikit lari kekamarku. Aku terlalu exited untuk segera ke garut lagi, ke kampung orang yang kusayang, nabil.
******
“kok senyum-senyum sendiri?” Tanya nabil
“hmm..lucu aja.”
“apanya yang lucu?”
“dulu aku ke garut sama si item, sekarang aku kembali ke garut lagi sama kamu…”
“dulu dia ngajak kamu kemana aja?”
“hmm..dulu dia ngajak aku beli coklat, dodol, terus ke kaffee kupansa makan nasi conclot. Aku juga simpet ngemandiin si jagur, metik timun di kebunnya, banyak dan unforgettable lah”
Dia tersenyum. Halah, aku kelepasan. Aku memang sangat exited ketika dia menyebutkan nama garut. Terlalu banyak kenangan manisku di tempat itu. Tapi apa dia cemburu?
“oke. Sekarang kamu bakal aku ajak ke tempat yang gak kalah bagusnya sama tempat yang ditunjukkin sama kang aga”
“kemana?”
“hmmm..kasih tau gak ya..”
“hahaha. Dasar..tapi aku yakin kok, tempat yang bakal kamu tunjukkin ke aku, tempatnya pasti keren.”
“kalo tempatnya gak keren?’
“ya gapapa. Yang penting kan aku sama kamu. “
“hehehe. Yaudah, aku mau ajak kamu dinner di wc umum aja yah..”
“idih…awas ya kalo beneran”
Dan kamipun masih terus saja bercanda sepanjang perjalanan. Tapi tak ada nama arif dan nadia dalam setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Dan akupun berusaha untuk tidak menyebutkan nama si item. Ya, kami ingin menikmati moment ini hanya berdua. Tanpa ada kenangan item, nadia ataupun arif. Ya, biarkan sekarang, besok dan seterusnya bahagia ini berpihak pada kami.
******
Rumah nabil, 13.30 wib
Aku masih duduk dengan kaku disini. Kaku karena udaranya yang dingin, dan kaku karena baru pertama kali berkunjung ke keluarganya yang dulu tak pernah sedikitpun disinggungnya. Lalu nabil datang membawakan segelas teh manis hangat.
Heran, sekarang tuh sudah hamper jam dua siang, tapi suhunya benar-benar dingin.
“diminum dulu maboy teh manisnya”
Dan akupun lantas menyeruputnya dan langsung merasakan hangat ditenggorokan dan juga perutku. Kuedarkan pandanganku menelisik inchi demi inchi rumahnya yang bergaya belanda ini.
“kenapa? Rumahnya jelek ya. Ya..rumah tua ya begini.” Kata nabil.
“hmmm..aku malah suka rumah bergaya klasik begini. Terlihat kokoh. Tapi..orang tua kamu mana my man?”
Dia hanya tersenyum simpul lalu melihat kea rah foto yang ada di dinding. Dia lantas berjalan mengambil foto itu. Aku berdiri dan berjalan mendekatinya. Lalu dia menyerahkan foto itu padaku. Aku mengambilnya dan memandangi foto hitam putih yang berisi gambar seorang anak laki-laki dan seorang anak laki-laki yang mirip nabil dan yang lebih kecil dan juga sepasang suami istri. Itu pasti keluarganya.
Lalu aku merasa nabil merangkulku dari belakang. Dia menopangkan dagunya di pundakku. Aku menoleh dan dia mencium pipiku dengan lembut.
“mereka ada di sini. Dan mereka juga selalu ikut kemanapun aku pergi.” Katanya.
Aku hanya membisu mendengarnya.
“maaf” kataku menyadari kiasan yang keluar dari mulutnya, bahwa orang tuanya telah tiada.
Dan dia mengambil foto itu lalu mengaitkan kembali didinding.
“ikut yuk”
“kemana?”
“udah ikut aja”
Dia lantas menarik tanganku dan menggiringku keluar rumah. Aku sedikit menggigil ketika keluar karena udaranya cukup dingin.
“kamu pake jaket aku ya”
“tapi kamu..”
“aku masih ada sweeter kok. Bentar ya, aku ambil dulu. Dan sekarang kita akan menemui orang yang udah bikini sweeter ini”
Dia lantas memakai sweeter rajutan itu. Lalu kami berdua berjalan melewati jalan setapak berbatu. Kulihat sepanjang jalan, kanan kiri ditanami oleh palawija dan juga perkebunan teh. Lalu kami berhenti. Nabil lantas memegang pundak seorang nenek yang memakai topi caping (topi dari anyaman bambu berbentuk limas).
“punten, nin, bade tumaros, dupi Nin asih teh palih mana nya rorompokna?” Tanya nabil.
(maaf nek, mau nanya, rumahnya nek Asih tuh dimana ya?)
Dan seseorang yang di pegang pundaknya menoleh sambil melepas topi capingnya dan kaget bercampur girang.
“kulan? Eh? nabil…iraha sumping kasep..”
(apa? Eh? Nabil, kapan pulang?)
“hehe. Nembe nin. Enin kumaha, sehat kan nin?”
(hehe. Barusan nek. Nek gimana kabarnya, sehat kan?)
“Alhamdulillah kasep…ini teh siapa?”
“temen nabil nin. Sal..” kata nabil mengisaratkan agar aku mencium tangannya.
“isal nin, temennya nabil d cikarang” kataku sambil mencium tangannya.
“Kin sakedap nya, nin wawasuh panangan heula.”
(bentar ya, nenek cuci tangan dulu)
Kami lantas mengikuti nenek yang berjalan ke arah saung. Lalu nenek duduk dan kamipun ikut duduk. Lalu nabil masuk ke saung dan mulai memijit pundak nenek.
“nin tuh jangan terlalu kecapean atuh nin. Mesti jaga kesehatan.”
“justru kalo nin cicing wae, nin bakal sakit.” Kata nin sambil mengipas-ngipaskan topi capingnya.
(cicing = diem)
“iya. Tapi yang penting madu yang nabil beliin masih suka diminum kan?”
“masih. kamu teh kesini naek beus?”
“nggak nin. Nyewa mobil dari cikarang. Kan nabil mau ngajak nin jalan-jalan”
“jalan-jalan kemana atuh kasep? Eh, nadia kapan pulang?”
“minggu kemarin pulang. tapi da langsung pulang lagi.”
“oh..terus kalian teh kapan atuh?”
Kulihat nabil hanya diam mendengarnya.
“ya..jodoh kan udah ada yang ngatur...”
“iya. Nin Cuma mau ngingetin, kamu teh jangan salah milih pasangan hidup. Jangan sampai kamu nyesel sama pilihan kamu. dan nadia teh kan selain orangnya cantik, baik, dan kita tahu silsilah keluarganya. Kamu teh nyari yang gimana lagi atuh?“
“...”
Aku hanya dia mendengarnya. Waktu itu memang nabil bilang dia gak mungkin ninggalin orang yang begitu istimewa dan begitu berjasa dalam hidupnya. Tapi melakukan apa sampai dia nin bilang seperti itu?
“eh nin, nabil lapar pisan. Pulang yuk, nabil kangen sama masakan nin..” kata nabil.
“yaudah. Nin masakin masakan kesukaan kamu ya” kata nin.
Masakan kesukaan nabil? Emang ada? Bukannya semua jenis makanan masuk ke perutnya?
“emang masakan kesukaan nabil apa nin? Setahu isal sih, rumput dikecapin juga habis sama nabil”
“heheh. Nabil tuh paling suka..”
“sststt..jangan dikasih tau atuh nin..”
“yaudah atuh. Yuk atuh, kita pulang sekarang”
Lalu sepanjang perjalanan nin masih menanyakan ini-itu sama nabil. Dan sesekali nin menceritakan kejadian-kejadian sewaktu nabil kecil ketika melewati suatu tempat. Dan aku tertawa terbahak-bahak mendengar ketika nin menceritakan nabil kecil yang nakal dan konyol. Sedang nabil hanya misuh-misuh sama nin. Dan dari situ aku tahu, betapa mereka saling menyayangi, begitu tulus, dan dari hati.
*****
“nabilnya kemana cep?”
Cep? Sejak kapan namaku berubah jadi cecep? Oiya, aku lupa kalo panggilan anak muda di tatar sunda itu kalo gak ujang, acep. Kata si item sih begitu.
“tadi dia istirahat dulu. Mungkin kecapean nin”
Neneknya walaupun sudah berumur, tapi masih terlihat bugar. Mungkin karena kesehariannya yang selalu bekerja keras, jadi beliau tampak sehat. Dan diusianya yang sudah senja, masih terlihat bekas kecantikan masa lalunya.
“nabil gimana disana cep?” kata nin sambil mengulek bumbu di cobek.
“gi..gimana apanya nin?”
“dia masih bandel gak?”
“hmm..ya..gimana ya?”
“nin jadi inget dulu, nabil tuh anaknya bangor pisan. Tiap hari teh pasti ada aja anak kecil yang dibikin nangis. Kadang sampe orang tuana teh ngontrog kesinih. Punten, ambilin garem”
“emang nakalnya gimana nin?” tanyaku penasara sambil menyerahkan toples berisi garam.
“sebenarnya nin juga gak bisa nyalahin dia. Dulu, waktu orang tuanya masih ada, kehidupannya teh berkecukupan. Tapi setelah orang tuanya kecelakaan, dia dititipin di nin. Dan..acep tau sendiri gimana kondisi nin.”
Aku masih dia mendengarkan.
“kehidupan nin ya kayak gini, makan juga hasil bertani. Kadang nin gak bisa beliin dia mainan, makanya dia sering berebut sama temannya. Bukan buat dia, tapi buat adenya, karena adenya sering nangis pengen mainan.”
Adiknya? Yang di foto itu? Dan aku semakin penasaran bagaimana dan dimana sekarang adiknya.
“sekarang adiknya dimana nin?”
“dia …”
“nin..masak apa aja?”
Aku mendongak, nabil sekarang berjalan ke arah kami.
“udah bangun kasep?”
“gak tidur kok nin. Ngan rebahan aja. Nin, nabil ngajak isal jalan-jalan dulu ya”
“tapi..” kataku, aku masih penasaran sama adiknya nabil.
Dia dimana? Kok gak keliatan?
“kan kamu kesini mau refreshing..yuk, kita jalan-jalan” kata nabil.
“yaudah. ajak ke kebun aja bil. Udah pada mateng da tadi nin ngeliat mah. Ntar aja habis jalan-jalan makannya”
“apanya yang mateng nin?”
“itu..”
“ntar aja biar dia liat sendiri nin..”
Lalu nabil mengulurkan tangannya dan akupun menyambutnya. Aku berdiri dan kami keluar. Ketika melintasi beberapa petani, mereka menyapa nabil, dan nabil menghampiri mereka lalu menyalaminya dengan hangat. Disini masih terlihat sekali kekerabatannya, tidak seperti di kota. Bahkan tetangga sendiri pun aku tak tahu namanya siapa.
Dan aku sedikit kaget sekaligus senang ketika melihat hamparan kebun stroberi. Aku tak tahu kalau nabil punya kebun stroberi. Aku lantas sedikit berlari lalu mencari-cari stroberi yang sudah mateng.
Dan nabil menghampiriku lalu kami berebutan dan berlomba memetik stroberi yang sudah merah.
“my man, aku boleh nanya sesuatu gak?” tanyaku disela-sela ketika aku memetik stroberi.
“nanya ya nanya aja. Emang kamu teh mau nanya apa sih..?”
“hihihi. Kamu TEH kedengerannya TEH lucu pisan yah kalo lagi ngomong sunda TEH. Hihihi.”
“hehe. Suka kebawa kalo udah disini tuh. Eh, mau nanya apa?”
“hmm..ade kamu dimana sekarang?”
Dia hanya diam tak menjawab, tapi malah sibuk memilih stroberi.
“eh..ini liat, stoberinya merah-merah.”
Aku tahu, kalo dia mengalihkan topic, pasti ada sesuatu yang tak beres. Tapi aku tak mau membuatnya sedih dengan memaksanya memberitahu apa yang terjadi. Biar dia sendiri yang memberitahuku.
“mana? Wah, iya. Ini aku petik ya..tapi aku gak bawa kresek..”
“kumpulin aja dulu.”
Lalu setelah terkumpul lumayan banyak, aku merungkupkan kedua tanganku dan dia memasukkan semua stoberi ketanganku.
“cuci dulu yuk, dipancuran sana”
Lalu kami berdua berjalan menuju air pancuran yang tampak jernih sekali. Dan airnya tuh serasa air es. Setelah mencuci strawberi itu, kami berdua lantas duduk di pematangnya. Nabil sibuk mencari wadah. Tapi karena gak nemu, akhirnya dia menyobek daun pisang lalu membersihkannya dan menyuruhku menaruh stroberi-stroberi itu diatasnya.
Akupun mengambil satu dan mataku berbinar-binar karena stroberinya manis sekali. Dia pun mencobanya satu dan matanya mengernyit.
“acemmm..”
Aku tertawa melihatnya.
“my man, aku boleh nanya ya”
“gak boleh, kita kan lagi makan stoberi, jadi jangan sambil ngomong..”
“ah..dulu kan kamu bilang nadia tuh sangat istimewa, dan banyak ngelakuin ini itu buat kamu. kalo istimewa iya, cantik, pinter, tapi berjasa, aku gak tau spesifiknya kayak gimana...”
“kamu pengen tau?”
“iya lah.”
“kenapa kamu pengen tau?”
“karena aku pengen tau kamu lebih jauh. slama ini aku gak tau apa-apa soal kamu. gimana aku bisa ngertiin dan bahagiain kamu, kalo hari ulang taun kamu aja aku gak tau..”
Dia diam. Aku melihat sekeliling, lalu memegang tangannya.
“plis...”
Dia tersenyum.
“hmm..dulu waktu keluargaku kecelakaan, aku dititipin di nenek.”
“itu mah aku udah tau...”
“dengerin dulu, belom selese..waktu itu aku masih SMP kelas 2, ade aku masih kelas 6 sd. Terus keluarganya nadia waktu itu lagi liburan kesini..”
“jadi nadia orang mana? Eh, dia kan sekolahnya di garut ya? Berarti dia orang garut juga ya?”
Dia tak berkomentar, lalu mengambil stroberi dan menyumpalkanya ke mulutku biar aku tak banyak bicara.
“makan dulu, jangan banyak nanya. Nadia tinggal di bandung, tapi sodaranya banyak yang orang garut karena ibunya garut asli. Dan aku sama dia tuh masih sodara, sodara jauh sih sebenarnya. “
“Nah, waktu itu nadia sama arif lagi metik stroberi disini, dan kebetulan ini kan punya nenek, ade aku lewat dan karena ngerasa ini punya nenek, dia marah, terus nyamperin nadia sama arif. Ya biasa lah, anak kecil, berantem gitu. Aku dateng misahin mereka. kesitunya mereka berantem terus, kayak rebutan maenan, ya yang gitu-gitu lah.”
“terus berjasanya?”
“yaudah deh. Aku percepat. Keluarga ndia yang udah biayain sekolah aku. Dan waktu sma, nadia minta sekolah di garut. Dan karena nadia tau aku itu nakal sama cewek, ya sebenarnya sih naluri lelaki, aku emang sering bawa cewek ke kostan aku. Ya secara orang keren, ya gak susah nyari cewek, hahaha”
Aku hanya bisa mencubit pinggangnya sambil misuh-misuh.
“jangan marah atuh. Makanya arif dititipin sama aku. Aku juga dikuliahin karena nadia yang ngancem ke orang tuanya, kalo dia gak kuliah sama aku, dia gak mau kuliah. Ya akhirnya aku kuliah sama dia. Aku ngambil mesin, dia biotek. Dan karena aku sampe D3 aja, nadia S1, dia dapet beasiswa ke jepang. Aku kan nerusin S1-nya di kerawang. Arif sempet kuliah, tapi brenti, dia langsung kerja sama aku”
“terus ade kamu, sekarang dimana?”
Dia mengalihkan pandangannya menatap kebun strowberi yang cukup luas.
“dia..marah sama aku.”
“marah? Marah kenapa?”
“marah, kecewa juga”
“iya, tapi karena apa?”
“karena...waktu itu aku masih belum tau sama dunia kayak begini. Tapi sejak arif tinggal sama aku, dia suka bersikap aneh. Dia selalu pengen mandi bareng, kadang kalo makan minta disuapin. Awalnya aku anggep itu karena dia anaknya biasa dimanja dirumah. Tapi lama-kelamaan sikapnya makin aneh. Dan..kamu tau lah..”
“itu tuh pas kelas satu?”
“iya. Dan pas BASIS Paskibraka, kang aga pernah nginep di kostan aku. Jujur, aku kagum sama dia, prinsip hidup dia. Makanya aku gak marah waktu tau orang yang kamu panggil si item itu ternyata kang aga. Karena dia begitu...istimewa. dan..arif cemburu sama dia. Besoknya setelah latgab, dia marah dan maksa buat..itu..terus...”
“...”
“terus ade aku dateng...dia marah besar, dan... sampe lulus smp pun dia gak mau ngomong sama aku. Tapi..udah lah”
“sekarang ade kamu dimana?”
“dia masih kuliah, di jogja. Dia gak tau, tiap bulan aku suka bantu biayanya, yang dia tau, itu dapet dari orang tua asuh, tapi bukan keluarga nadia. Tapi yaudah lah, aku gak mau muluk-muluk dia bisa maafin dan ngertiin kondisi aku, dengan liat adeku lulus kuliah aja, aku udah seneng banget”
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Dia ikut tersenyum kearahku. Aku tahu, dia begitu merasa bersalah pada adiknya. Dia terbebani oleh balas budi keluarga nadia, dia terbebani oleh harapan neneknya. Dan aku...aku tak pernah tau kemana angin kehidupan akan membawa kami. Aku Cuma mengharap yang terbaik, untuk semuanya.
Kubuang cupat stroberi dan kukasih ke dia, dia ambil dan makan dengan rakusnya. Hawa dingin yang menusuk ini tak mampu menembusi kulitku, karena rasa hangat dalam dadaku. Aku bahagia, ya, aku bahagia bersamanya.
T.T
aku ma berharap klo s isal jadian lagi sama si item.
kurang setuju klo isal sama nabil.
(.^^.)V
lanjutan nya jangan lama2 yaaa kang.
@lee.tnang,msh ada kr" 3part lg untk mngemblikan isal sma item.gmana kl kita pas blik,si item nyruh isal naek bis,trus mobily nabil dsabotaseu rem'y kyk d tipi2?
andai saja isal tahu apa yg item rasakan....
andai saja isal tahu apa yg item rasakan....
Bulu kuduk kadang merinding juga dibuatnya... Sedih juga ya perjalanan hidup Nabil teh kang... #jangan goyah, tetep lah si Item juara
Ternyata eh ternyata si Arif dah biak keroknya.
Karna judulnya Item pasti Isal balik lg ke Item..
Tp jgn celakain Nabil atuh kang dah buat dia nikah ma Nadia ja...
Tengkyu nyak kang dah dimention ;;) .