It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Coba tebak kita mau kemana?”
Aku sedikit bingung, kamana lagi nabil akan membawaku. Tapi kali ini dia mengajakku ke arah kota. Kenapa ke arah kota? Kutengok jamku, sekarang baru saja pukul setengah delapan malam.
“bentar, ini kan alun-alun.”
“yap, anda betul.”
“terus, kita mau kemana? Eh bentar, itu suara apa? Kok rame banget?” aku masih serius mendengarkan dan...what? ini..
“dangdut? Kita mau...”
“hahaha. Iya, aku mau ngajak kamu nonton dangdut..abis dah lama gak joget” katanya lagi sambil mengerlingkan mata.
Lalu dia tampak memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Kutengok ternyata banyak juga mobil yang diparkir di pinggiran jalan di depan sekolah Yos sudarso di samping mesjid agung garut ini. Inilah salah satu hal yang membuatku tersenyum, di disini, mungkin juga di beberapa tempat lain di indonesia, muslim-non muslim berdampingan. Sekolah kristen dan juga gereja di samping mesjid agung, dan hanya terhalang beberapa bangunan juga aku melihat ada vihara.
Dan sekarang, aku hanya melongo. Di depanku banyak sekali orang-orang yang sedang asik berjoget. What? Dia jauh-jauh ke kota Cuma buat nonton dangdut?
“ayo...lagu ini lagu kesukaanku loh”
Aku dengan ragu ikut turun. Dan mataku langsung mendengar suara dari speaker yang berdentum-dentum. Beberapa kali aku menutup telingaku dengan tangan kiriku ketika berjalan mengikuti nabil yang menggandeng tanganku. suaranya begitu memekakkan telinga.
Orang-orang tampak riuh dan berjoget dengan gaya yang mereka mau. ada yang hanya menggoyangkan jari dan tangan mereka, ada yang menghentakkan kaki saja dan kepalanya bergoyang mengikuti alunan nada, bahkan ada juga yang bergoyang seluruh badannya, tak luput goyangan pantat pun mengikuti.
Kuedarkan mataku, tampak orang-orang berjoget dengan serunya. Dan diantara kerumunan orang, aku melihat satu lagi fenomena yang ganjil, menurutku. Betapa tidak, di acara dangdut seperti ini, ada dua bendera yang selalu berkibar, tak pernah tidak, dimanapun di bumi pertiwi ini. Bendera bertuliskan SLANK yang di bentuk menyerupai kupu-kupu, dan juga OI-nya Kang Iwan Falls. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya.
Siapa yang mau menghuni gedung tua
Siapa yang sudi singgah dihati ini
Tanpa keramaian kemewahan sunyi sepi
Semuanya hampa termakan lapuknya usia
Siapa yang mau menghuni gedung tua
Sudah berulang kali pernah aku mencoba
Membangun dan membina kehancuran dijiwa ini
“Mau kedepan gak?” tanya dia sambil menggenggam tanganku.
Sebenarnya aku agak risih, tapi ternyata banyak juga orang berpegangan tangan, takut terpisah kali. Aku hanya merengut, aku emang tak terlalu suka berdesak-desakan seperti ini.
“ntar aja” jawabku sedikit menolak ajakannya.“disini masih musim ya lagu beginian? Bukannya yang lagi musim tuh ayu ting ting sama iwak peyek?”
“hahaha. Ternyato kamu apdet juga ya tentang berita dangdut”
“hmm..aku..aku..”
“gak usah gengsi kali suka lagu dangdut, ini lagu asli indonesia loh. Kebanyakan dari kita suka gengsi kalau dibilang penyuka lagu dangdut. Kalau bukan kita, siapa lagi yang melestarikan lagu dangdut, keroncong juga? tapi ya emang aku akuin sih lagu dangdut sekarang kebanyakan liriknya tuh cabul dan sampah. Makanya aku lebih suka lagu dangdut lawas kayak begini..”
“...”
Aku hanya diam mendengarkan, tidak mengiyakan dan tidak menyangkal. Memang, aku akui, cara pandangnya terhadap seseuatu selalu menambah rasa kagumku. Dia dan segala sifatnya yang kontradiktif itu membuatku semakin menyayanginya.
Kecewa dan kecewa yang selalu kurasa
Merana dan tersiksa yang tiada akhirnya
Hanya padamu Tuhan aku berserah diri
Didalam segala cobaan
Lalu ketika aku sedang memerhatikan kondisi sekitar, aku mendengar percakapan dua orang remaja tanggung yang terlihat seru. Yang satu berdandan pol-polan dengan polesan make up yang...hmm..profesional juga, seperti habis dari salon, dan yang satu dandanannya terkesan heboh dan urakan.
“eh, ikut jyoget yuk” ajak seseorang sambil menarik tangan temannya. “cyumi...ayo jyoget..”
“idih, sorry yac cyu, secara guweh getoloh. Joget dangdot? Haloh..apa kabar beyonce..lo aja dweh..” balasnya dengan gesture yang aduhai.
Aku tersenyum geli melihat tingkah kedua sahabat ini. Kuperhatikan sebenarnya orang yang berdandan pol-polan itu tampak sangat gagah, sebenarnya. Wajahnya kearab-araban dengan segala komposisi wajahnya yang akan membuat waanita dan juga pria terpesona.
“masa seorang hilcyeu jyoget sendirian ajyah? Ntar kalo ekeu digodain gimenong kabar ekeu..?”
“palingan jyuga elloh yang nyari-nyari kesempetan cyeu. Udah sanah, syiuh syiuh”
“si ceuceu gak diajak cyum?”
“biasa lah dia mah sama si didit..”
“huh dasor. Si boby kemenong ya? Kangen jyuga ekeu sama tuh orang”
“ya tau ndiri lah cyeu, si boby kan sekarang udah gak sama si didit lagi, jadi ya gini dec, gak seru lage...gak ada yang jailin kita, gada yang tiba-tiba kentut waktu kita lagi makan. Guweh jadi inget dulu, waktu elloh lagi makan mie yayam, eh dia twoh ngupil, terus upilnyah twoh di buangnya ke mangkok elloh tao gak, hihihi” katanya tertawa sambil menutup mulutnya.
Dia berbicara dengan pandang mendelik-delik seperti sedang main sinetron
“masa sih? Hajuh, gilingan dweh, gimenong nasib perut ekeu ya cyum..hiiyyy...” katanya sambil bergidik.
“iya, ekeu lupa, katanya si boby sekarang pacaran tao gak seh...”
“sama siapa?”
“sama siapanya gak tao guweh. Yang pasti yac, katanya ceweknya itu bisu, anak jalanan lage. Hadududuh..kok bisa yac? Udah sutres tralala kale dia ya cyu”
“jyangan-jyangan yey cembokur ya cyum?”
“hahaha. Pak Ogah minta gope lah guweh. Ogah lah..gilingan ajyah”
Sesekali aku menyimak pembicaraan dua muda-mudi ini. Tentu saja karena mereka yang paling heboh yang ada disekitarku.
Lalu ketika aku mendengar lagu kopi lambada, nabil sepertinya tidak bisa menahan naluri dangduternya. Dia maju kedepanku, lalu berjoget di depanku. Dia menggoyangkan tangan sambil mengacungkan jempolnya. Wajahnya tampak menikmati sekali lagunya. Aku tersenyum, lagi-lagi aku tersenyum. Dan untuk menyenangkannya, akupun ikut maju dan mencoba gerakan yang dia lakukan. Dia mengernyit sebentar, tertawa kecil lalu kembali berjoget. Kami berdua tertawa-tawa, apalagi ketika dia menggoyang-goyangkan pantatnya di depanku. Atau ketika dia berjoget sambil memegang pinggungku dan menggerak-gerakkannya kesana kemari.
Ketika aku sedang berjoget, tiba-tiba ada yang menginjak kakiku dan bergerak tak karuan. Aku mengaduh, tapi orang itu hanya hanya melihat kearahku sebentar lalu kembali berjoget, padahal dia tau telah menginjakku.
Melihatnya nabil langsung maju dan memegang kerah orang yang menginjakku tadi.
“anying, menta hampura sia ka babaturan aing” kata nabil sambil menatap marah ke orang itu.
(minta maaf lo sama temen gua)
Orang itu malah balik menatap nabil. Aku was was dan sedikit khawatir. aku takut orang itu kesini dengan gerombolan temannya dan nabil akan dapat masalah.
“jelemana we teu neuleu” jawab orang itu.
(orangnya aja yang gak liat-liat)
Nabil terlihat semakin marah. Aku berusaha menenangkannya.
“udah gapapa bil. Yuk..”
Tapi dia tidak mengindahkanku. Tapi mulai mengangkat tinjunya ke arah orang itu.
“sia pepeleded nying? Hayu, urang gelut dimana?”
(berani lo sama gua? Ayo, kita berantem. Lo pengennya dimana?)
Beberapa orang tampak menjauh. Dan mungkin melihat wajah nabil yang...seperti mau makan orang , akhirnya orang itu merengut ketakutan.
“ha..hapunten kang..punten tadi abi teu ningal” katanya.
(ma..maaf kang. Maaf tadi saya gak liat)
Lalu nabil melepaskan cengkraman tangannya di kerah bajunya. Dan orang itu segera meninggalkan kami. Kulihat orang-orang masih menjaga jarak dari kami. Lalu nabil menempelkan tangan tangannya di depan dadanya dan meminta maaf sambil tersenyum ke orang-orang.
Perasaanku melambung. Aku tahu bukan karena marah, tapi ada rasa ingin membuktikan bahwa dia bisa melindungiku. Dan hal itu semakin membuatku sayang padanya. Dan disela-sela jogetannya, meski suara dari speaker terdengar berdentum-dentum, aku bisa mendengar dia bilang berkali-kali..
“i love you my baby boy...”
“katanya gak suka dangdut, tapi masa tadi jogetnya heboh pisan. Kalo ada lomba joget di olimpiade, pasti menang medali emas tuh”
Aku yang disindirnya hanya senyum malu-malu. Aku baru menyadari sensasi baru, ternyata joget dangdut enak juga. ah, masa iya, menyehatkan maksudku, hehe.
“maboy, aku ke toilet dulu ya, kamu tunggu aja disini. tenang aja, disini aman kok, gada yang bakal merkosa kamu. mang, batagor satu ya, sama jus jeruknya satu”
“buat siapa? Katanya mau ke toilet..”
“buat kamu atuh. Masa aku makan batagor sambil ee.”
“hahah. Jorok ih beneran...”
“aku takutnya lama. Kalo lagi eo tuh yah, apalagi pas yang kuningnya..”
“idih jorok jorok jorok..., dasar. Udah sono ah” kataku yang bergidik mendengarnya.
Nabil berlalu meninggalkanku sambil menowel pinggangku dan membuatku misuh-misuh. Lalu ketika aku sedang minum jusku, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku.
“kang isal ya?” aku menoleh dan aku mengingat-ingat seseorang. Rasanya orang ini pernah kulihat. Tapi dimana ya?
“aku novie kang. Kita ketemu di kafe kupansa waktu itu”
Aduh, ini teh novie? Pantesan...
“akang lagi apa disini kang?”
“mmm..lagi maen aja”
“sama kang aga?”
“bukan. Sama temen. Tadi habis ngeliat yang keliling-keliling aja. masih aktif di PPI teh?”
“masih. ya angkatan saya sih Cuma lima orang yang masih aktif. Eh, kabar kang aga gimana kang?”
“dia..baik-baik aja” kataku sedikit berbohong.
Aku memang tak begitu tahu apa yang sebenarnya, apakah sabrina dan si item masih seperti kemarin atau sudah baikan. Aku terlalu sibuk mencari bahagiaku sendiri. Ya, mungkin aku egois sekarang. tapi aku hanya ingin menemukan bahagiaku.
“syukurlah...”
“kenapa teh?”
“nggak kok, gapapa. Denger-denger kang aga teh udah nikah yah?”
“iya. Tapi...”
“tapi apa kang?”
“hmm..gapapa”
“tapi denger-denger sih katanya mau cerai ya?”
“hah? Nggak kok. Maksudku, aku gak tau...” lebih tepatnya gak mau tau.
Aku sedikit merasa gak enak. Aku bingung apa yang akan kami bahas. Aku tahu dan yakin dia masih menyimpan rasa sama si item. Tapi..
“sayang yah. Padahal mah..”
“padahal apa?”
“nggak kok, gapapa”
“teh, boleh nanya gak?”
“ya?”
“teteh...masih suka sama si item? Maksudku kang aga?”
Dia hanya diam.
“lagipula percuma juga aku masih suka sama dia. Dia udah nikah sekarang. Aku emang dulu gak mau buka hati sama yang lain karena aku masih mengharap kang aga datang ke orang tuaku dan melamarku. Tapi... ya sudahlah. Namanya juga takdir. Dan sekarang juga ada yang lagi pedekate. Ya..aku mau nyoba buka hati aku..”
“dia itu... spesial banget ya buat teteh?”
“kang aga? banget. dia itu..cinta pertama aku..” jawabnya malu-malu.
Apa, item itu cinta pertama novie? Dan novie itu cinta pertama si item? Aku hanya bengong mendengar pengkuannya. Terdengar lugu dan naif sekali.
“teh, ayo, kita lanjutin briefingnya” ajak seseorang yang bersamanya.
“maaf kang, saya udah ditunggu rekan-rekan saya. Duluan ya”
Aku masih menatap punggungnya. Dan pikiranku kembali pada si item. Kenapa aku egois sekarang? dia sudah melakukan ini-itu buatku. Menghiburku saat aku sedih, dia datang menjengukku ke rumah sakit dan harus pulang dan mengalah karena nabil sudah kuminta datang menjemput. Kenapa aku begitu egois? Kenapa aku tak peduli padanya, hanya sekedar bertanya, gimana hubungannya sama sabrina sekarang? ah, bodoh bodoh bodoh.
Lalu dan tiba-tiba aku dikagetkan karena ada yang menutup mataku.
“hayo...matanya pasti jelalatan ya...”
“hehehe. Iya..habis orang sini cakep-cakep sih...”
“huh dasar, memancing di air susu, mengambil ketegangan dalam kesempitan”
“hey, peribahasa mana itu?”
“peribahasa dari kamus besar RACHEL”
“rachel? Siapa tuh?”
“Rakyat Chelata, haha”
“idih...gejenya mulai lagi...”
“maboy, pulang yuk. Udah malem”
“emang jam berapa sekarang?”
“jam sembilan...kan sekarang udah waktunya..” katanya sambil memainkan matanya.
“mm.waktunya..apa?” tanyaku dengan tatapan penasaran.
“waktunya itu tuh...masa sih gatau..”
“mmm..iy iya..waktunya apa?”
“waktunya makan malem atuh. kamu kan belum makan malam...hayo..tadi pasti mikir jorok ya..hayo ngaku hayo ngaku..”
“nggg..nggak kok..emang nin masak apa?” tanyaku mengalihkan topik.
Wajahku pasti merah sekarang. dia memang nakal, dan selalu saja membuatku malu.
“bukan nin. tapi kakanda yang gagah jelita ini yang akan menyiapkan menu sepesial”
“apa menunya?”
“pisang tanduk dengan lelehan keju didalamnya, hahaha”
“tuh kan..mesum...”
“hahaha. Yaudah kalo gak mau. tapi awas ntar ya kalo minta. Ga bakal aku kasih”
“idih, siapa juga yang bakal minta?”
“bener ya..kupegang tititmu, eh kupegang janjimu...hwahwahwa”
Dan kamipun terus saja tertawa sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya. satu hal yang terbersit dalam benakku, aku sudah meyakinkan hati bahwa aku menyayanginya dengan sangat. Dan sampai sejauh ini, hal terindah ini masih aku jaga. Lalu apakah dengan keteguhan rasa sayang ini, ketika malam nanti dia memintanya, apakah aku akan memberikan padanya hal terindah itu?
*****
Rumah Nabil, 22.30 wib
Aku masih pura-pura tidur sambil menyelimuti seluruh badanku dengan selimut. Aku sedikit gelisah, lebih tepatnya dadaku dag-dig-dug. Entah apa yang kurasakan, tapi rasanyaa aku gak nyaman. Kubuka selimut yang menutupi kepalaku, ah, dia kok belum kembali ke kamar lagi? Dia ngapain ya? Kok lama banget?
Aku yang merasa tak sabaran segera membuat selimutku lalu memakai jaket dan berjalan keluar kamar. Aku ke kamar mandi dan ternyata di kamar mandipun dia tak ada. Dia kemana ya? Apa jangan-jangan dia tidur sama nin?
Aku mendekati kamar nin dan karena pintunya sedikit terbuka, aku bisa lihat nin sedang sholat, dan nabil masih tiduran di sampingnya. Baru setelah selesai wirid, nabil mendekati ninnya sambil membawa bantal lalu tiduran di paha nin. aku tersenyum melihatnya.
“kunaon kasep..?”
(kenapa kasep?)
“teu nanaon nin. nabil sono pisan ka nin..”
(gapapa nin, nabil Cuma kangen aja sama nin)
Lalu nin tampak mengusap-usap rambut nabil.
“kamu teh sono (kangen) ka Gilang nya?”
“iya nin. dia teh gimana kabarnya nin?”
“kemarin teh dia nelpon, katanya lagi sibuk apa ya namanya, Tugas Akhir kitu?”
“iya, Tugas Akhir nin.”
“ kamu udah pernah nengokin ade kamu ke jogja belum bil?”
“dulu teh udah nin, tapi waktu itu teh dianya lagi penelitian dimana kitu. Ya, akhirnya nabil Cuma nitipin makanan kesukaan dia sama tetangga kostnya”
“kamu teh lagi marahan ya sama gilang?”
“nggak kok nin. kok nin mikir kitu?”
“atuda mun kamu pulang pas lebaran, dia nya gak pulang. alesanna teh apa aja. Kalo kamu lagi jadwal masuk pas lebaran, dia teh pulang.”
“ah, emang kebetulan aja nin itu mah”
Aku tahu dia pasti berbohong. Dia gak mau nin tau bahwa selama ini dia dan adiknya bahkan tak pernah berkomunikasi. Nabil pasti tau adiknya sedang sibuk apa dari nin.
“eh, nadia teh gimana?” tanya nin.
“gimana apanya nin?”
“kamu teh kapan mau ngasih nin cicit?”
Deg.
Aku tersentak. Dadaku mulai berdegup kencang. Entahlah, setiap aku mendengar ada orang yang menyebutkan nama nadia, aku selalu dilanda rasa gak nyaman. Lebih tepatnya rasa takut dan cemburu, meskipun aku yakin nabil lebih condong padaku.
“kamu teh cepetan nikah ya sama nadia. Sebelum nin gak ada, nin teh pengen pisan nimang cicit” kata nin sambil mengusap rambut nabil.
Tak kudengar nabil mengiyakan. Dia hanya diam saja.
“kalo misalnya nabil gak jodoh sama nadia gimana nin?”
“jodoh teh emang ada di tangan tuhan kasep. Tapi nin selalu ngedoain yang terbaik, buat kamu, buat gilang juga. dan nin yakin, nadia teh yang terbaik buat kamu..”
Dadaku mulai panas. Aku sedikit kecewa, lebih tepatnya cemburu karena nin begitu menyukai nadia. Tapi itu wajar saja sebenarnya. Kalau memang mereka pacaran dari kelas satu SMA, terus nadia juga masih saudaraan meskipun jauh, dan setelah aku liat sendiri nadia itu seperti apa, orang tua mana yang gak setuju?
Diam-diam aku kembali ke kamar dengan perasaan tak karuan. Aku lantas mengambil selimut dan menutupi seluruh badanku dengan selimut. Aku tak merasakan dingin skearang. Yang aku rasakan, dadaku terasa memanas karena hatiku dilanda rasa cemburu.
Cukup lama aku hanya terlentang di atas kasur ini. Pikiranku berkecamuk, antara nabil, nadia, item, sabrina, gilang adiknya nabil, orang tuaku, nin. arrght..semuanya tiba-tiba berputar dikepalaku. Aku lantas membuang selimutku dan berdiri di samping jendela. Nabil kemana dulu? Kenapa sampai jam segini belum tidur juga? apa iya dia mau tidur sama nin untuk mengobati rasa rindunya?
Aku memang mengharap dia segera kembali. Aku ingin tidur bersisian dengannya. Aku rindu dekapannya, aku rindu bau tubuhnya, aku rindu ketika dia mengusap-usap rambutku. tapi aku tak boleh egois, ini adalah momen langka kebersamaannya dengan nin. biarkan nenek-cucu itu saling melepas rindu. Tapi ketika kubuka jendela, aku melihat seperti ada bayangan dari orang yang sedang membakar sesuatu. Aku juga mencium sesuatu yang dibakar diluar sana.
Aku lantas bergegas keluar dan ternyata, kudapati nabil sedang mengangsurkan kayu bakar. Dia mengenakan sweeter rajutan buatan nin dengan wajah kusut. Ya, aku tahu kamu sedang bimbang. Aku tau pikiran kamu pasti berkecamuk. Nadia, arif, gilang, aku, pasti semuanya membuat kamu tampak lelah memikirkan hidup.
Aku lantas berjalan menghampirinya.
“lagi ngapain my man?”
“lagi...bakar ubi” jawabnya singkat
“kok gak ngajak aku?”
“kamu kan mesti banyak istirahat...”
“my man, sini”
“hah?”
“sini. Aku mau meluk kamu”
Lalu nabil datang menghampiriku dan kusandarkan kepalanya didadaku. Dia biasanya hanya diam ketik aku menyenderkan kepalanya didadaku.
“gilang itu kayak gimana orangnya?”
“dia itu...adik yang baik. Pinter, dan...matanya itu...seperti mata kamu” katanya sambil tersenyum mengenang
“awalnya aku suka kamu karena kamu tuh sedikit banyak mirip gilang. Dia itu cengeng, tapi gak cerewet kayak kamu...”
“emang aku cerewet? Nggak ah”
“mana ada maling yang ngaku maling..” katanya lirih.
“kamu kangen dia?”
Dia hanya diam tak menjawab.
“aku...”
“iya...aku ngerti. Semuanya emang gak mudah. Tapi toh kita masih punya tuhan kan? Kita minta yang terbaik. Mungkin tuhan tak akan selamanya memberikan senyum dan tawa pada kita. Tapi selalu saja ada hikmah dibalik air mata. Pasti selalu ada pelajaran yang dapat kita ambil dari setiap hal” kataku mencoba berfilosopis.
Dia hanya tersenyum kecut.
“my man..tuhan itu ada. Dia tahu, Dia lebih tahu, tapi Dia menunggu.”
“setelah apa yang terjadi, apa aku masih harus percaya tuhan?”
Aku kembali diam.
“aku udah cari Dia kemana-mana. Aku pelajari semua hal tentang dia, ajarannya. Aku tahu ajaran yang dia turunkan itu benar.”
“ Agama yang Dia turunkan itu sempurna. Dan ketidaksempurnaan manusialah yang mencacatinya..jadi, ketika kamu kecewa sama tuhan, itu bukan karena tuhan tidak adil sama kita. Tapi karena sifat dasar manusia. ”
Kini dia yang diam. Dia menatapku dengan pandangan yang sulit kuartikan.
“aku yakin, dan kamupun harus yakin, tuhan itu ada. Disini” kataku sambil menunjuk ke dadanya.
Dia tersenyum. Akupun ikut tersenyum.
“mana ubinya? Katanya tadi lagi bakar ubi..” tanyaku ingin mencicipi ubi bakarnya.
“hmm..ubi bakarnya ada di kamar”
“hah? Kok dikamar?”
“iya. Ayo deh aku unjukin dimana”
“hah? Kok?”
“yang disini mah masih mentah. Yang tinggal lep mah, ntar di kamar..” katanya sambil tersenyum mesum.
“aahhh...my man..”
“huah...ngantuk. gara-gara obat tidur tadi kali ya. Palingan ntar kalo dah tidur, diapa-apain juga gak kerasa”
“aahhh..my man..”
Dia lalu berlari ke dalam. Aku mengejarnya. Kamu bil, hanya kamu yang mampu membuatku merasakan diaroma cinta. Cinta yang manusiawi, cinta yang tak hanya manis, tapi terasa indah karena lika-likunya.
*****
Aku masih tidur sambil memunggunginya. Aku hanya diam, pura-pura tidur. Dia pun juga hanya. Bahkan kudengar dia sudah mendengkur pelan. Aku menghela nafas. Apa dia udah benar-benar tertidur? Arrgghht...masa dingin-dingin begini dia tidur sih? Masa dia gk mau...nah loh? Kok jadi aku yang punya pikiran jorok? Adududuhh..
Lalu aku membalikkan badanku menghadapnya. Dan hwaaa...aku kaget. Ternyata dia sedang memasang bibir manyun sambil menghadapku. Aku kaget dan langsung salah tingkah.
“hayo...mau ngapain..?”
“mmm..nggak kok. Aku mau tidur. Aku duluan ya..” kataku sambil kembali kembali membalikan badanku.
“oh..kirain. yaudah atuh. Aku juga tidur dulu. Met tidur ya..” katanya tenang.
Apa? Dia mau tidur beneran? Hwaa...
Lalu aku mendengar dia mulai mendengkur halus. Dan hembusan nafasnya tepat mengenai leher belakangku. Aku sedikit bergidik. Cukup lama aku hanya diam menikmati hembusan hangat nafasnya di leher belakangku dan..aduh...dingin-dingin gini dedeku malah bangun...gaswat..
Lalu tiba-tiba nabil memeluk pinggangku dan masih mendengkur halus. Dia pasti sudah tidur karena kecapean setelah mengajakku dan nin jalan-jalan. Huah..padahal kan aku lagi pengen...hmmmh..
Lalu aku merasa jarinya bergerak-gerak di perutku dan juga pinggangku. Aku yang orangnya gelian hanya bisa menahan tawa. Kupejamkan mataku dan menutup rapat bibirku menahan agar aku tak tertawa.lalu aku tertawa keras kemudian menutup mulutku karena akhirnya dia mengelitiku dan hap..dia...memegang dedeku.
“hayo..katanya mau tidur...tapi kok malah bangun...” katanya berbisik di telingaku.
“mmm...aku mau tidur kok..”
“yang bener...tapi kok malah ada yang bangun sih?”
“ngg...mungkin karena dingin kali”
“oh..iya yah. Dingin banget malem ni”
“he eh”
“mau aku angetin gak”
“...”
“mau gak..?”
“mmm..”
“yaudah, tunggu ya. Aku ambil kompor minyak tanah dulu. Hehehe”
“ahhh..”
Aku yang dari tadi gemas langsung membalikan badanku dan langsung mengelitikinya.
“kamu tuh hobi banget sih godain aku..”
“ampun..ampun..hahaha...ampun..”
“gak bakal aku kasih ampun malam ini” kataku berbisik ke telinganya.
Aku yang mungkin telah dikuasai nafsu, lebih tepatnya dikuasai rasa sayang yang meluap-lupa lalu menciumi wajahnya. Kucium pipinya, keningnya, matanya, hidungnya, telinganya, kuemut dagunya..dan akhirnya ku cium tepat dibibirnya. Tapi aneh, dia hanya diam saja. dan aku kaget, karena dia tiba-tiba mendengkur agak keras.
“hwa...bangun...” katanya dengan teriakan tertahan sambil menjawil pipinya.
“hahhaha” dia tertawa puas.” Emang kamu lagi ngapain?”
Hwa...aku stress...masa aku yang dari tadi nyium-nyium dia dengan bergairah, dia malah dengan polosnya nanya lagi ngapain?
“oh..kamu tuh lagi mencumbu rayu diriku ini teh ceritanya? Hahaha”
“udah ah, aku pundung” kataku lalu kembali tidur membelakanginya.
Dia masih tertawa.
“idih...malah munggungin...” katanya sambil meraba pantatku dan mulai memijat-mijat pelan.
Aku hanya mendesah-desah menahan rasa geli, rasa geli yang nyaman sekali. Aku memejamkan mataku dan sedikit kaget karena tiba-tiba dia mencium tengkukku. Dia menyingkapkan kaosku dan mulai menjilati tengkukku sampai telingaku. Tangannya pun tak diam, tangan nakalnya mulai masuk kedalam celanaku. Aku hanya bisa menahan desahan dan beberapa kali menggelinjang geli.
Kemudian dia bangun dan membalikkan badanku. Aku tersentak kaget, dia lantas dengan terburu-buru membuka kaos yang dia kenakan. Dalam keremangan lampu kamar, aku bisa melihat dadanya yang ditumbuhi bulu halus yang menjalar sampai ke perut dan terus menjalar sampai kebawah pusarnya.
Dia terengah-engah. Dadanya yang putih itu naik turun. Aku hanya melongo tak berkedip melihatnya. Aku terpesona oleh indah tubuhnya. Memang tidak kotak-kotak, tapi ramping dan padat. Dan aromanya itu yang paling kusuka. Otot-otot tangannya pun tak terlalu besar, tapi terlihat enak dilihat.
Dia lalu mendekatkan wajahnya ke arahku. Aku hanya mampu menutup mata saat dia mulai menyingkapkan bagian bawah kaosku dan mulai menciumi perutku. Ciumannya yang panas itu bergerak maju dari perut dan menjelajahi setiap inchi kulitku dan kini bertahan cukup lama di kanan kiri dadaku. Aku hanya bisa menutup wajahku dengan bantal agar tak mendesah keras. Beberapa kali badanku menggelinjang saat lidahnya berputar-putar dan menyedot serta melumat lembut titik hitamku yang sudah tegak.
Aku yang dari tadi hanya pasif, lantas kupegang badannya dan kudorong kesamping sampai dia terlentang. Aku bangkit, kubuka kaosku dan kulemparkan ke samping.
“sekarang aku yang miliki kamu seutuhnya.” Kataku.
Matanya terbelalak, aku lantas tersenyum nakal kearahnya. Kudekati wajahnya dan mulut serta lidah kami berpagut dengan panasnya. Aku seperti kesetanan. Ya, dengan tergesa kubuka resleting celananya dan kulepas meski agak susah. Dia hanya mendengus-dengus.
“ubi bakarnya aku cicipin ya” kataku. Dia hanya tersenyum.
Lalu ciumanku bergeser dari bibir ke dada, ke perutnya dan sampai juga ke pusatnya. Aku bermain-main dan menikmati indahnya bagian tubuhnya yang hanya satu itu. Beberapa kali dia melenguh tertahan dan tubuhnya menggelinjang-gelinjang. Lalu lepas celanaku dengan tergesa-gesa. Rupanya dia juga sama ingin dominnya sepertiku. Dan adegan selanjutnya kami terus berusaha untuk saling dominan tanpa ada yang mau mengalah. Melenguh yang indah, membasahi , mengusap halus , meremas kuat, memagut lembut, semua itu terasa indah. Ya, terasa indah karena cinta.
Lalu disela-sela pergumulan kami, aku berbisik padanya.
“my man..aku..siap..” kataku.
Dia lantas menghentikan pagutannya di tengkukku lalu diam menatapku. matanya masuk kedalam mataku. Dan sekali lagi dia tersenyum, senyum yang aku tak tau artinya.
“kamu...siap?” tanya dia seperti tak percaya.
Malu-malu kuanggukan kepalaku. Mungkin rasa cintaku yang sangat besar mampu mengalahkan segala logikaku tentang benar dan salah. Aku tak peduli jika suatu hari nanti aku akan menyesalinya. Ya, aku tak peduli. Yang kupedulkan adalah aku sayang dia dan aku ingin dia bahagia.
Dia lantas mengecup keningku dan berbisik.
“aku gak bakal maksa kamu untuk itu. Dulu aku memang pernah bilang, aku ingin ngelakuinnya dengan cinta. Aku cinta kamu, dan kamu..”
“aku cinta kamu dengan sangat..” potongku.
“tapi denganmu...aku tak mau semudah itu, senaif itu, selugu itu. Aku...ingin kita melakukannya setelah kita berkomitmen. Tanpa ada nadia, tanpa ada arif, dan juga kang aga..”
“tapi...”
“percayalah, saat itu pasti datang...aku sayang kamu. aku Cuma ingin, kamu ngelakuinnya hanya dengan satu orang yang sudah memegang komitmen, untuk menghabiskan waktu tua bersama...meski itu tak mudah..” katanya.
Kulihat rautnya tenang, senyum yang tak bisa kuartikan dan mata yang memerah. Kuciumi lagi wajahnya dan tak terasa air mataku jatuh. Air mata cinta, air mata bahagia. Aku mungkin kecewa dengan pilihannya, tapi aku tahu dia melakukan ini karena rasa sayangnnya yang teramat sangat besar padaku.
“Aku sayang kamu my man...”
“aku lebih lebih..”
Dan malam itu, raga kami mungkin tak menyatu, tapi hati kami rasanya tak terpisahkan. Hati kami terpaut, terikat kuat oleh rasa yang begitu dalam dan indah. Dia dengan segala kenaifannya, membuatku tak henti-hentinya dan semakin menggilainya.
*****
“ati-ati ya cep...”
“nin, nabil berangkat ya nin. ntar kalo nin mau ke acara wisudanya gilang, nin tinggal telpon nabil aja ya nin” kata nabil.
“iya. Ati-ati ya di jalan. Ingat, jangan lupa sholat nya.”
Lagi-lagi nabil hanya tersenyum. Aku juga ikut tersenyum.
Lalu setelah semua barang dimasukkan ke dalam mobil, kami berdua mencium tangan nin, dan nin juga mencium kepala dan pipi nabil sambil menitikkan air mata. Aku masih melihat ada kerinduan pada mata keduanya. Tapi rutinitas kami sudah menunggu disana.
Nabil mulai melajukan mobil dan nin masih melambaikan tangan sambil sesekali mengusap air matanya. Aku menggenggam tangan kiri nabil dan tersenyum ke arahnya. Dia juga tersenyum kearahku.
Kupandangi jalanan berkelok diantara perkebunan teh yang menghampar hijau ini. Lagi dan lagi, tanah ini memberikan kenangan manis di lembaran kisah hidupku. Terima kasih tuhan. Atas apa yang kaw hadirkan disini, duduk berdua dengan orang yang sekarang bersamaku.
*****
Aku membuka mataku dan baru sadar bahwa aku tertidur dan baru bangun ketika keluar toll lippo cikarang. Dia tersenyum arahku.
“maaf, aku ketiduran...” kataku malu-malu.
“gapapa. Kamu kan kecapean...”
“apaan sih..?” kataku dengan muka memerah.
“abisnya semalem...gak nyangka ya, kamu itu..”
“aahh...jangan diinget-inget...malu..”
“hahaha. Lagian, baru juga dipegang dikit udah uuhhh...aahhh..mmmhhh...hahaha”’
“nabil...”
“hahaha. Malem tuh berapa kosong ya?”
“ahh...udah donk...”
“hahaha. Pantesan tidurnya pules banget..ntar aku beliin susu kalsium ya, untuk menggantikan protein anda yang hilang. Tapi hilang kemana ya? Hahaha”
Aku hanya cemberut sambil menyulangkan tanganku. aku malu semalu-malunya. Semalam memang aku...aahh..udah ah. Aku gak mau nginget-nginget lagi. Jadi malu sendiri. Hahaha.
“arif masuk?”
“yap, dia shift satu. Jadi jam segini belum pulang” katanya.
“kamu..”
“aku kan libur dua hari, ngambil cuti sehari. Jadi besok baru masuk. Yuk turun” katanya.
Kami berdua lantas turun dari mobil. Dia tampak mengeluarkan beberapa tas dan juga beberapa buah dus. Sedang aku hanya membawa tas punggung saja.
Dan setelah dia mengunci pintu mobilnya, kami berdua tersentak, arif dengan tatapan marahnya menatap kami berdua yang hanya terpaku. Dia mamndang nabil dengan dengan tatapan penuh kebencian. Kulihat nabil tampak kuyu. Ternyata arif tak masuk hari ini.
Dia lantas menuju ke motornya dan langsung melajukan motornya. Aku masih mematung. Dia lantas menatapku dengan raut takut. Ya, aku tau dia takut arif melakukan hal nekat lagi. Dia mengangguk padaku, meminta persetujuanku untuk mengejarku. Aku balas dengan dengan anggukan kecil.diapun lantas bergegas kedalam lalu keluar dengan motornya.
“tolong kunci pintuku, kasihin ke ibu kost. kamu pulang aja. ntar aku kerumah kamu. kamu percaya aku kan?” tanya dia.
Aku menganguk lalu diapun melesat mengejar arif.
Setelah kumasukkan semua barangnya, dan kukunci pintunya, ku titipkan kunci kamar kostnya ke ibu kostnya. Dan segera berjalan pulang. Ya, aku percaya kamu my man. Kamu mampu selesaikan ini, dan aku akan menunggumu di rumah. Aku dan bahagiaku menunggumu.
haha. si om dibilang bawel
simpulin aja sendiri ya
keduluam komen euy sama @05nov1991
@alabatan izin save pic nya ya..
haha. nah loh kang kiki?
sip. pengen ke santolo...
hahah. abi ma siapa donk?
hidup stereeesss
jangan donk. masa bunuh diri..kasian kan anak orang. heu