It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Udara terasa dingin. Aku menarik resleting jaketku dan mengeratkan pelukanku karena motor yang dikendarai Aga, orang yang memboncengku, semakin kencang. Aga adalah sahabatku. Karena dia berkulit hitam, aku sering memanggilnya “item”.
Rambutnya agak keriting dan salah satu kesukaanku adalah meremas rambut keritingnya karena gemas. Biasanya dia akan marah-marah, tapi aku tetap melakukannya dan akan masih tetap meremasnya sampai dia tertidur. Ku suka matanya yang belo tapi kecil, alisnya yang lumayan lebat, hidungnya mancung dan bentuk bibirnya yang unik, boleh dibilang ikal. Jadi bibir atasnya lebih ke depan mungkin akibat tertarik hidungnya yang mancung. Dan aku selalu menirukanya saat berbicara karena ketika dia bicara, apalagi bersungut-sungut, dia kelihatan sangat lucu.
Malam itu, entah kenapa dia mengendarai motor tak seperti biasanya. Dia melaju dengan kecepatan diatas 130 km/jam. Padahal biasanya kalau dia mengajakku jalan-jalan, biasanya di kecepatan 40-50-an. Akupun semakin merekatkan peganganku, takut kalau sampai terjatuh. Terlebih lagi aku merasa bahwa setelah hari ini aku takkan pernah bisa memeluknya lagi seperti ini.
Aku menempelkan pipiku di jaket kulit yang dia kenakan. Hangat, bukan karena jaketnya, tapi karena perasaan yang selama ini kupendam dan tak pernah berani kunyatakan. Aku masih merasa terkejut akan berita yang aku dengar, berita yang membuat aku sulit untuk tertidur. Tapi itu tidak keluar dari mulut Aga sendiri, melainkan dari Ragiel, temannya juga temanku, bahwa dia sudah bertunangan. Aku tak merasa sakit hati karena itu adalah haknya, tapi jujur aku rasakan sesak saat mendengarnya. Aku coba tanyakan padanya berkali-kali, tapi slalu saja diresponnya dengan tak serius.
“Ahh...gosip itu mah..” jawabnya datar.
Aku tak ambil pusing, tapi aku dikagetkan oleh sikapnya hari ini. Ketika aku menyempatkan diri mengunjungi kostannya sore tadi.
Hari itu aku memang kebetulan sedang libur. Dan biasanya aku mengunjungi kostannya kalau lagi suntuk. Aku memang gak pernah kasih kabar kalau mau main, niatnya mau ngasih kejutan. Tapi bukannya dia senang malah aku yang diomelin olehnya. Asal tahu saja, kerjaan dikantornya mengharuskannya pulang malam tiap hari. Karena kebetulan tetangga kostnya adalah temanku juga, aku juga kadang main ketempatnya. Dan kalau dia tahu aku sedang ada di kostan si Ragiel , dia akan langsung nelpon dan ngomel-ngomel.
“ Kebiasaan, kalau mau maen tuh bilang-bilang dulu. Jadi gua bisa pulang awal.” Katanya dengan nada kesal.
Aku malah nyengir kuda mendengar omelannya, tapi dadaku melambung. Dan kalau dia pulang pasti akan langsung membuka pintu dan memuntahkan omelan-omelan yang bikin kuping panas dan menenteng makanan ringan seperti martabak atau yang lainnya. Jujur aku merasa sangat berbunga-bunga kalau dia ngomel seperti itu, meski aku tak tahu perasaan yang sebenarnya padaku, apakah hanya karena menghargai seorang teman,atau ada perasaan lebih.
Setelah puas ngomel-ngomel yang hanya kurespon dengan cengiran kambing, biasanya dia akan mengajak aku keluar, hanya untuk berburu kuliner malam, nyari angin, atau lihat-lihat kota saat malam. Dan setelah berburu kuliner, dia pasti akan tersenyum ganjil sambil menaikkan kedua alisnya dan..inilah yang paling ku suka, “ngetrack”. Karena kebetulan, di kotaku kalau diatas jam 11, biasanya banyak muda-mudi yang hang out di jalan protokol dan saling beradu gengsi dengan memacu kendaraan secepat mungkin. Apalagi malam saat weekend, dari remaja tanggung hingga orang dewasa yang masih suka menjajal adrenalin atas nama gengsi, memarkir dan memacu motor-motor mereka.
Ketika yang lain ditempel oleh gadis-gadia berbaju kurang bahan dan bercelana jauh diatas lutut, dia tak pernah merasa malu memboncengku. Dan inilah yang paling membuat aku bahagia, saat starter dihidupkan, kodisi gigi netral, gas meraung-raung tanda semua bersiap-siap, aku mendekap dengan erat punggungnya, dan dengan jantung yang bergumuruh menanti motornya melaju. Dan...aku semakin erat mendekapnya ketika dia semakin menambah kecepatannya. Dan bahkan setelah motornya berhentipun aku pasti masih sedang menutup mata dan mendekapnya sangat erat. Lalu dia tertawa lepas dan menjitak kepalaku. Aku bersungut-sungut, tapi hatiku melambung dibuatnya.
Yang membuat aku merasa spesial, setelah pulang ngetrack dan jalan-jalan malam, dia pasti akan menawariku makanan apapun yang dilewati oleh kami berdua, dan bersungut-sungut kalau aku menolak. Dan kira-kira sudah mendekati jam 2 pagi, aku pura-pura mengantuk merasa gak enak karena besok dia masih harus masuk kerja. Ketika dia kuingatkan bahwa besok masih harus kerja lagi, dia tak pernah menanggapinya.
“Bodo” katanya cuek.
Dan biasanya, walaupun besoknya hari libur, pasti dia akan menerima “call out” (ditelpon agar masuk kerja).
Setelah sampai kostnya aku langsung terlentang diatas kasur sambil mengendorkan sabuk karena kekenyangan. Dia malah tertawa melihat tingkahku dan langsung tergeletak disampingku. Jujur aku termasuk orang yang sangat risih dengan keringat dan segala yang kotor-kotor. Maka aku pasti akan menyuruhnya mandi dulu, tapi selalu saja dia acuh walaupun sudah ketendang-tendang dengan kakiku, hingga dia tertidur. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya. Lalu aku juga akan segera merapat padanya, rasa sayangku padanya menngalahkan rasa risihku, dan tentu saja karena aku begitu menikmati aroma tubuhnya yang khas lelaki.
Dia biasanya tidur dalam posisi miring dan aku pasti akan menempatkan kepalaku didadanya. Sering aku terbangun dengan posisi masih seperti ini dan dia sedang memelukku atau sebaliknya, dan ketika aku terbangun, aku merasa malu sendiri dan merasa kikuk. Dan dia yang sebenarnya sudah bangun tapi masih berpura-pura tidur, melihat tingkahku yang salah tingkah, dia akan tertawa lepas dan malah memelukku semakin erat dan menjitaki kepalaku. Aku hanya bisa manyun sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman yang sebenarnya aku tak ingin lepas. Dan ketika dia kuingatkan agar dia segera mandi karena harus segera berangkat kerja, meski aku tendang-tendang kecil dan kusiapkan handuknya, masih saja dia malas-malasan lalu menuju kamar mandi dengan malas. Aku ngomel-ngomel sambil tersenyum geli. Dan kadang ketika kubangunkan dia, dia malah dengan cemberut mengambil hapenya dan mematikannya lalu melemparkannya ke sudut kamar lalu menarik aku yang sudah mandi dan malah mengajakku melanjutkan tidur. Aku meronta, tapi ujung-ujungnya, kami, lebih tepatnya dia tertidur lagi sambil memelukku.
jujur lbh suka crita yg ini, lbih nyantai soalnya.
iya, tapi disni ragil'y pas udah kuliah. ntar dah, simak ajah kekanjutannya..
thx mabrow dah mampir lagi. silahkan diminum dulu kopinya..#sambil nyodorin kopi pahit
“Tem, lo lg dmn? W lg d tempt lo” kira-kira begitu sms yang kukirim.
Tapi tidak seperti biasanya, dia tak langsung membalas. Setelah kira-kira tiga jam kemudian dia baru membalas,
“w lg pulkam, paling bsk baliky”.
Aneh pikirku, biasanya kalau dia pulang dia pasti akan mengabariku dan menanyakan oleh-oleh apa yang aku minta.
Dan sore tadi, setelah dia tahu aku ada di kostan Ragiel, dia langsung pulang dan tanpa banyak kata dia langsung mengajakku pergi.
“Kemana?” tanyaku masih bingung dengan sikapnya yang tak seperti biasanya.
“Ikut aja” jawabnya singkat.
Sepanjang perjalanan tak ada komunikasi sama sekali, tapi aku tahu bahwa dia mungkin akan menjelaskan tentang apa yang dikatakan Ragiel. Aku sudah mempersiapkan diri mendengarnya, aku sudah bertekad dalam hati bahawa aku tidak akan menangis mendengar kata-kata itu langsung dari mulutnya. Dan kira-kira setelah kurang lebih satu jam, motornya berhenti di halaman sebuah rumah yang cukup sederhana. Dan tanpa banyak kata dia menarik tanganku. Aku seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Dan setelah bel dipencet, aku kaget ketika yang membuka pinta adalah Sabrina, teman SMA-ku. Setelah kami masuk dan duduk, Aga menatapku tak biasa.
“Sal, kenalin, ini Sabrina, tunanganku..” katanya.
Seperti disambar petir aku mendengarnya. Aku memang sudah bersiap-siap menghadapi situasi ini, tapi tetap saja aku merasa sesak mendengarnya. Aku memaksakan senyum,
“oh..jadi minggu kemarin itu lo tunangan ma dia? Sialan, kenapa lo ga bilang-bilang ke gua? Kalo tahu mah, gua pasti dateng..” kataku sambil memaksakan senyum, meski sakit sekali aku mengatakannya.
Dia menatapku tajam lalu tersenyum dipaksakan. Begitupun Sabrina, dia terlihat masih kaget dan sedikit kikuk.
“ Lo keterlaluan banget sih Ga, masak dia gak dikasih tahu? Faisal ini temen SMA gue tahu..” kata Sabrina cemberut.
Aga terlihat kaget, dan tentu saja aku yang masih sangat kaget. Sabrina adalah teman SMA-ku, lebih tepatnya dia adalah sahabatku yang tahu akan kondisiku yang sebenarnya. Dia tahu kalau aku itu gay.
Kami tak banyak bicara, hanya menanyakan hal-hal remeh sekedar basa-basi yang paling basi. Aku mengambil cemilan yang dihidangkan dan aku minta izin ke toilet. Dengan gontai aku melangkahkan kakiku ke toilet dan disana aku menyalakan keran dan tersedu menangis. Aku mencoba menahan tangis, sejuta perasaan berkecamuk dalam dadaku. Mungkin kalau aku berada di atas gunung aku akan berteriak sekeras-kerasnya. Aga gak bersalah, ini adalah haknya. Sabrina pun tak salah, karena dia sendiri tak tahu bahwa aku adalah teman Aga. Setelah cukup lama, aku mendengar pintu kamar mandi diketuk. Aku lalu mencuci mukaku agar tak ketahuan habis menangis. Aku bercermin dan mulai memasang senyum, lalu membuka pintu. Sabrina terpaku di depan pintu menatapku.
“ Lo kenapa?” tanya dia karena melihat mataku yang merah.
“ Gak papa kok. Tadi kayaknya kemasukkan apa gitu waktu dibonceng Aga” bohongku.
Dia menatapku lalu menarik tanganku menuju dapur lalu memelukku.
“ Maafin gue Sal...” katanya lirih.
Aku melepas pelukannya takut Aga melihatnya.
“Maaf buat apa?” kataku.
Dia menatapku agak lama. Matanyalah yang berbicara, seolah ingin meminta maaf karena secara tak sengaja merebut Aga dariku. Dan ternyata aku memang tak mampu membendung air mataku.
“Lo ga salah Sab. Gue itu sahabat Aga, so, gue pasti ikut bahagia kalo Aga bahagia. Gue nitip Aga ya Sab” kataku.
Dia memelukku lagi dengan lebih erat sambil terisak.
“ Maafin gue Sal, maafin gue...gue gak tau mesti ngomong apa ke elo. Gue kenal dia sebulan yang lalu waktu gue mau pulang. Nunggu taksi gak dateng-dateng. Dan kebetulan dia juga baru pulang terus nganterin gue” katanya.
Aku hanya tersenyum meski sesak rasanya dada ini.
“ Abis itu kami tukeran nomer hape dan gak tahu kenapa minggu lalu dia bawa bokap nyokapnya dan bilang mau ngelamar gue. Gue sendiri kaget, gue nyerahin keputusannya ke tangan bokap, dan karena menurut bokap dia anaknya baik dan udah mapan, jadi...” katanya menggantung dan gak dia teruskan, tapi aku sudah tahu maksudnya.
Dan ketika aku mendongak ke arah pintu aku melihat Aga melihat kami sedang berpelukan. Aku sontak melepas pelukanku dan berkata pada Aga.
“Sori Ga, maklum dah lama gak ketemu. Lo jangan mikir macem-macem “, kataku sambil meninju lengannya.
Dia hanya diam saja. Lalu Sabrina pun pamit ke kamar mandi. Aku dan Aga kembali ke ruang tamu. Aku duduk dan memakan cemilan yang dia suguhkan, Aga masih saja menatapku tajam. Tak lama Sabrina datang, dan Aga langsung saja pamit. Ketika akan berangkat, aku melihat Sabrina mencium tangan Aga, sakit sekali melihat orang yang kita sayangi harus menjadi milik orang lain.
Aga mulai menjalankan motornya, aku yang biasanya langsung memeluk pinggangnya, sekarang berpegangan ke belakang motor. Tak ada percakapan, tak ada tawa dan tiba-tiba tangan kirinya meraih lenganku dan meletakannya di pinggangnya. Aku lalu meletakkan tangan kananku dan memeluknya erat, sangat erat. Aku meletakkan pipiku dipunggungnya. Aku mencoba sekuat tenaga menahan agar aku tak menangis, tapi ternyata mataku telah mengkhianati inangnya, aku menangis tersedu-sedu. Tubuhku berguncang. Aku menutup mata dan baru tersadar ketika dia menghentikan motornya dan ternyata ini adalah kostanku. Aku membuka pintu dan berdiri mematung.
“Pulanglah” kataku datar.
Dia diam.
“Gua boleh nginep disini kan?” katanya pelan.
Aku menghela nafas. Sebenarnya aku sangat ingin menghabiskan malam dengannya, terlebih aku merasa bahwa setelah malam ini aku tak mungkin tidur bersisian lagi dengannya, aku takkan pernah bisa lagi memeluk tubuhnya, meremas rambut keritinnya, menghirup aroma tubuhnya. Tapi logikaku menolak, aku tak ingin menambah rasa sakit ini.
” Besok kan masih masuk kerja..”kataku datar mencoba berdalih.
Dia menatapku lalu berkata, “cuti” jawabnya singkat.
Dan tanpa menunggu perstujuanku dia masuk kostanku dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Aku mematung memandangnya.
”Pulanglah” kataku,
meskipun aku ingin tidur dengannya untuk yang terakhir kali, tapi aku tak ingin hatiku semakin merasa sakit. Dia menatapku kaget dan berdiri. Lalu dia memegang pundakku,
“Maafin gua ya Sal..” katanya.
Aku ingin marah dan memukulnya, tapi untuk apa? Apakah dengan memukulnya dapat menghilangkan rasa sakit ini? Lagipula dia gak salah, dia adalah laki-laki normal. Akulah yang salah, kenapa aku harus mencintai dia. Aku lelaki dan diapun lelaki. Itu menyalahi kodrat.
Dia terlihat terpukul, “Tapi seenggaknya izinin gue nginep disini ya..” pintanya.
Aku menarik nafas,
“Besok kan masih masuk Ga, lagian gua juga cape..” kataku sambil melepas pegangan tangannya di pundakku lalu melepaskan jaket yang ku kenakan dan menggantungnya di gantungan.
Dia hanya memandangku dan berlalu hendak pulang. Aku mengikutinya sampai pintu. Tapi setelah dia sampai di motornya, dia balik lagi menuju kearahku,
” Maafin aku ya Sal, ini demi kita berdua...” katanya.
Lalu dia mencium keningku, aku memejamkan mata dan tak terasa air mataku mengalir lagi. Cukup lama dia mencium keningku dan dia melepas tubuhku dan berlalu ke motornya. Kulihat sekilas dia mengusap matanya dengan punggung tangannya, mungkin dia juga menangis. Kulihat punggungnya semakin mengecil, jauh meninggalkan kostanku. Aku segera mengunci pintu dan menyetel musik agak kencang dan menangis sejadi-jadinya.
Aku sayang kamu Ga...
*****
Aku berdiri dan berjalan beberapa langkah mendekati sebuah pohon yang tak terlalu rindang. Kupandangi sebentar, lalu ku lingkarkan tanganku pada batangnya dan mulai memanjat naik. Kutapaki dahan demi dahan dan ketika sampai di dahan yang agak landai, aku berhenti dan duduk. Kupandangi danau itu lagi, tapi dari sudut inipun danau itu tak berubah, tetap keruh dan tak menarik. Tapi setidaknya hanya tempat inilah yang membuat aku sedikit tenang. Lalu pandanganku menangkap goresan-goresan tak jelas di pangkal dahan ini. Kupicingkan mataku mencoba membacanya. Kalau yang atas aku bisa membacanya karena aku sendiri yang megukirnya di dahan ini, tapi di bawahnya, aku kesulitan membacanya. Aku tertegun sejenak, setahuku tak ada orang lain yang menempati dahan ini selain aku.
“F A...hurup apa ini..?” aku coba menerka hurup apa lagiselanjutnya.
Kalau F A itu adalah inisialku yang dulu pernah kuukir di dahan ini. Kuamati lagi...dan sepertinya hurup selanjutnya adalah hurup C dan H. Aku heran siapa yang menambahkannya.
“FACH?” pikirku.
Ah mungkin hanya kerjaan orang iseng saja, kenapa aku harus capek-capek mikirin sesuatu yang sepele seperti ini?.
Aku lalu turun karena ingat ada tugas yang harus kuselesaikan. Aku harus mempersiapkan perkawinan seseorang, seseorang yang sangat berharga bagiku. Ya, Aga-ku tersayang seminggu lagi akan menikah dengan sahabat lamaku, Sabrina. Aku tahu bahwa aku sebenarnya hanya menyakiti diriku sendiri, dan Sabrina pun menyadari itu. Awalnya dia menolak, karena dia tahu persis bagaimana perasaanku terhadap Aga dan mungkin dia juga merasa khawatir kalau-kalau Aga tahu bahwa aku yang mengurus resepsinya. Tapi aku berhasil meyakinkannya bahwa aku mampu memisahkan masalah pribadi dan pekerjaan. Lagipula aku sudah tahu benar apa-apa yang sangat disukai dan tidak disukaia Aga. Aku tahu apa yang bisa membuat dia tersenyum, ternganga, terkesima, cemberut bahkan marah besar. Dan juga aku ingin memberikan Aga resepsi terindah. Dan satu syarat yang kuajukan pada Sabrina, jangan sampai Aga mengetahui bahwa aku yang mengatur pesta pernikahannya.
Lalu aku mulai merinci segala rupa kebutuhannya. Mulai dari gedung, dekorasi, barang-barang yanng dibutuhkan, dan juga pakaian pengantin. Untuk pakaian pengantin aku akan merekomendasikan beberapa model, dan mereka yang akan menentukan model apa saja yang akan digunakan.
Hal pertama, aku mulai membuat sketsa ruangan beserta dekorasinya. Aku tahu Aga begitu menyukai warna biru laut, karena warna itu bisa membuat tenang jiwanya. Jadi warna biru langi adalah latar ruangannya. Untuk kursi pelaminannya aku memilih kursi warna coklat muda. Lalu untuk gaunnya aku memilih warna putih gading, karena aku tahu bahwa Sabrina akan terlihat sangant cantik, Sabrina memang menyukai warna putih gading, sederhana tapi elegan. Sedangkan Aga sendiri akan mengenakan kemeja ham putih dengan jas hitam.
Aku memilih beberapa macam bunga, lalu aku mengambil kartu undangan yang sudah ku buatkan beberapa buah sebagai sampel. Kartu undangan berwarna emas itu bertuliskan Muhammad Arga Samudra dan Sabrina Agnia Queensha. Aku tersenyum kecut memandangnya, karena tak mungkin bertuliskan Muhammad Arga Samuda dan Faisal Andi Jamaludin. Kumasukkan sket, kartu undangan dan rincian-rincian lainnya ke dalam amplop coklat. Kuraih hapeku dan kuberitahu Sabrina bahwa nanti malam aku akan kerumahnya membahas resepsi penikahnanya.
***********
Kuusap air mataku.lalu aku tiba-tiba hapeku berbunnyi. Ada telpon masuk dan segera kuangkat.
“Hallo, Raf, ada apa? Bukannya kamu sedang memotret kedua mempelai?” tanyaku.
Ternyata yang menelpon aku adalah Rafli, fotografer yang kusewa.
“Maaf Pak, barusan saya dapat telpon dari istri saya, anak saya masuk rumah sakit Pak. Saya harus segera ke rumah sakit. Dan kalau Bapak keberatan, uang komisi saya akan saya kemabalikan..” katanya dengan nada sangat cemas.
Aku tersentak kaget. Hari ini aku hanya menyewa satu fotografer, jadi kalau dia pulang, siapa yang harus menggantikan? Masak harus aku? Bagaimana kalau Aga tahu?. Dan tiba-tiba Rafli mulai meminta persetujuanku lagi,
”Halo pak , gimana Pak?” tanyanya mendesak.
Aku gelagapan mencari solusi.
“Iya gak papa. Tapi yang gantiin? Si Jamal ada kan?” tanyaku.
“Waduh Pak, si Jamal lagi pulang kampung. Bagaimana kalau Bapak? Lagipula bapak juga bisa kan?” .
Aku berguling-guling di atas kasur tipisku sambil memeluk Panda, nama boneka anjingku. Kedengarannya aneh, aku menamai boneka anjingku dengan nama Panda. Tapi sebenarnya bukan aku yang menamainya, tapi Aga. Aku memang menyukai boneka, terutama boneka anjing. Tapi sebagai seorang muslim, Aga bersikukuh bahwa segala rupa yang berbau anjing dan babi itu haram.
3 bulan yang lalu
Dan di malam ketika dia mengajakku jalan, aku melihat sebuah boneka anjing yang ukurannya cukup besar dan sangat pas untuk kupeluk saat tidur menggantikan gulingku yang dia buang. Aku melihatnya dan sangat ingin membelinya. Boneka anjing itu berwarna cokelat dan berbulu halus panjang. Aku hendak melangkah ke arah kios amparan itu hendak membelinya, tapi aku tersentak karena seseorang menarik tanganku. Aku menoleh ke belakang dan ternyata Aga yang menarik tangankku. Matanya tajam menatapku seolah melarangku untuk mendekati kios kecil itu. Aku balik tajam menatap matanya.
“Bang, boneka anjing yang itu berapa?” tanyaku pada abang penjual boneka.
“Yang itu den? Yaudah, sebagai panglaris. Gocap aja lah buat aden mah..” jawabnya ramah.
“Murah banget Bang..aku beli ya...” kataku sambil mengambil dompet hendak mengambil uang.
Tapi belum sempat kubuka dompet, Aga dengan kasar menarik lenganku. Dompetku terjatuh. Dia mengambil dompetku sambil tangannya tetap memegang lenganku dengan erat. Dia lalu menarikku ke motornya. Aku berusaha melepaskannya, tapi dia makin erat saja, sampai-sampai terasa sakit sekali.
“kjyythjja..” gumamnya gak jelas.
Aku merengut, cemberut. Dia menyuruhku pegangan yang kencang tapi tak kuhiraukan. Aku lebih memilih berpegangan ke belakang motornya, dudukku pun agak menjauh dari badannya. Aku kesal sekali sama Aga. Sepanjang perjalanan dia ngomel gak jelas. Tentang haramnya anjing, anehnya cowok yang suka boneka, dan masih banyak lagi yang makin membuatku kesal.
Motornya berhenti ketika sampai di depan kostnya. Aku langsung turun dan mencabut kunci motornya karena kunci rumahnya menyatu disitu. Aku membuka pintu dengan susuah payah. Tanganku gemetar karena menahan marah. Aga cuma diam memerhatikanku. Agak lama akhirnya terbuka juga. Aku masuk diikuti oleh dia. Aku langsung mengambil tasku dan membanting pintu. Aku pulang tanpa salam. Dia diam saja. sebenarnya aku berharap dia mengejarku dan meminta maaf. Tapi dasar bodoh, dia cuma diam tanpa mengejarku. Aku makin dongkol. Akupun pulang naik angkot.
Sesampainya di rumah, aku langsung menjatuhkan tubuhku ke kasurku. Menguwel-uwel bantalku dan melemparnya ke sudut ruangan. Nafasku masih belum teratur karena aku masih menahan marah. Marah karena tak jadi beli boneka, dan lebih marah lagi karena dia tak mengejarku dan meminta maaf padaku. Aku langsung ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggsok gigiku. Sekembali dari kamar mandiku, aku sempat cek hape, gak ada juga sms atau panggilan tak terjawab dari dia. Sialllll....
Aku langsung saja meraih selimutku dan mematikan hapeku. Sumpah, gondokkkkk..kayaknya malam ini aku mimpi buruk.
******
“kring....kring...”
Kugapai-gapai tanganku mencari jam wekerku. Ku ambil lalu kubanting. Huh, gara-gara semalem, jadi kebawa mimpi. Aku lempar selimutku dan langsung ke kamar mandi. Aku sudah buka baju, menyiram badanku dengan air dan membasaahi rambutku dengan shampo.
Selesai mandi aku bergegas memakai kaosku. Aku memang gak terlalu suka tampil formal dengan kemeja. Aku lebih suka pake kaos oblong dan celana pendek, baik itu celana jeans atau pun celana pendek quick dry. Dan itulah kostum yang selalu saja bikin Aga uring-uringan. Katanya so sexy lah, kalo lagi jalan mesti ribet nyari sarung, keliatan aurat, ah...dasar Aga orangnya ribet aja.
Aku segera membuka pintu hendak keluar nyari makan, tapi, degg..Di depan rumah udah ada boneka anjing gede yang semalem di pasar malam itu. Persis banget. apa ini boneka untukkku? Tapi dari siapa? Otakku mulai bertanya-tanya dan menerka-nerka jawabannya. Dan tentu saja otakkku tertuju pada atu nama, Aga. Arrgghhht...jadi semalam dia gak minta maaf kesini karena mau kasih surpraise? Oh God...
'Bersungut-sungut' mksudny apaan sich??
hahaha. cerita ni mang dah lama w bkin. baru sempet diposting ajah.
sok atuh, camilannya diicip. kalo kurang manis mah, sambil ngaca aja..situ manis kan.. (daripda bilang liat w, ntar malah muntah lge..)
bersungut-sungut tuh...hmmm..hmmm...#mikir...
apa yah..gitu we lah, baruleud. ya kira" artinya kukulutus alias ngedumell.
Tp skrg w domisili d cikarang.
Ntr dh,kl gda krjaan d pabrik,w posting lg. #nasib kuli,yg laen bkin pulau,w malah maen oli.uwo huwo..
Tp skrg w domisili d cikarang.
Ntr dh,kl gda krjaan d pabrik,w posting lg. #nasib kuli,yg laen bkin pulau,w malah maen oli.uwo huwo..