It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
anyway, cerita lo (kebo and miki) buat gue kepikiran ama kirio sama j.law, ga mirip mirip banget sih sebenarnya :P
Kemarin pagi aku menerima telepon dari mbak Vira.
“Miki,” Suara mbak Vira bergetar. Firasatku berkata sesuatu yang aneh tengah terjadi.
“Ada apa mbak?” Aku berusaha bertanya dengan tenang.
“Aa Miki…,” Kata-kata mbak Vira menggantung.
“Ada apa dengan aa?”
“Aamu…, dia…, mencoba bunuh diri,” Nafasku tercekat. Syarafku bagaikan terpotong membuat benakku menjadi hampa. “Miki bisa kamu datang ke rumah sakit sekarang?”
“Bisa,” Jawabku lemah. Lututku terasa lemah dan jantungku tak henti-hentinya berdebar dengan kencangnya, tapi kakiku tetap melangkah pergi.
Pikiranku berkecamuk untuk berusaha mengurai benang kusut yang telah semrawut. Apa yang dia pikirkan? Aku mengingat kata-kata yang dia ucapkan terakhir kalinya padaku.
“Jangan pergi ketempat jauh. Ketempat dimana aku tidak bisa menggapaimu. Kamu mau minta aku untuk menjauh? Aku akan lakukan. Kamu minta aku untuk tidak pernah lagi menyentuhmu? Akan kulakukan. Kamu minta aku menikah dan membahagiakan Vira? Akan kulakukan. Tapi aku mohon, aku mohon jangan pergi jauh. Tetaplah disini agar aku tahu kamu ada di dekatku.”
Kamu mengatakan itu padaku, tapi sekarang apa yang telah kamu lakukan?
Aku bergegas memanjangkan kakiku ketika sampai di rumah sakit. Di UGD mbak Vira, mamah dan papah sedang menunggu.
“Mbak Vira!” Panggilku dari kejauhan. Mereka serentak menoleh padaku, tapi ada satu tatapan yang menghujam batinku. Mamah.
“Miki!” Balas mbak Vira pelan. Aku memelankan langkahku dan berhenti di depan mbak Vira.
“Bagaiman keadaan aa mbak?”
Derai airmata meluap deras dari airmata mbak Vira. Mbak Vira menggelengkan kepalanya. “Aku enggak tahu Miki,” Aku hanya bisa memeluk mbak Vira.
Sambil menunggu aku bertanya pada mbak Vira bagaimana kronologisnya.
“Setiap subuh mbak selalu menghubungi aamu. Tapi tadi pagi berulangkali mbak menelepon selalu enggak diangkat. Padahal nada sambungnya ada. Mbak jadi khawatir soalnya aamu pasti selalu mengangkat telepon dari mbak,” Mbak Vira menjelaskan diantara sela tangisannya. “ Terus hati mbak jadi enggak karuan. Mbak terus telepon ke aamu ketiga-tiga handphonenya, tapi sama sekali enggak ada jawaban. Akhirnya jam setengah enam mbak berinisiatif pergi ke apartemen aa kamu. Dan…,” Mbak Vira semakin terisak-isak. “…, waktu mbak sampai suasana apartemen aamu lengang banget. Firasat mbak udah buruk aja. Mbak langsung mencari aamu dan mbak menemukan aa tergeletak di dekat toilet.”
Aku membayangkan apa yang dialami mbak Vira.
“Mbak berusaha ngebangunin aamu, tapi dia sama sekali enggak bangun. Mbak pergi kekamar aa, mbak melihat sebuah botol obat tidur di samping tempat tidur dan sebotol minuman beralkohol. Waktu mbak melihat isi botol obat tidurnya hanya tinggal beberapa butir aja,” Lirih mbak Vira.
Apa yang sudah dia lakukan?
Aku dan mbak Vira hanya bisa saling berpelukan, saling menguatkan hati kami. Aku berdoa kepada Tuhan untuk memberikannya kesempatan. Aku tahu apa yang dilakukannya salah, tapi aku yakin dia melakukannya karena dia mungkin sudah terlalu lelah. Lelah yang sama mengelayuti batinku.
Setelah hampir satu setengah jam dokter yang menangani dia akhirnya keluar juga. Dokter mengatakan, “Meskipun dari waktu dia makan obat sudah melebihi empat jam, tapi sepertinya tubuh pasien tidak bisa menerima obat yang ditelannya. Sehingga pasien mengeluarkan obatnya secara terpaksa dan cukup banyak. Tapi bukan berarti pasien sudah dalam kategori aman. Sebagian obat yang tertelan sudah hampir terserap, tapi untungnya ibu membawa pasien tepat pada waktu. Kami memompa perut pasien dan berhasil mengeluarkan sebagian besar obat-obatan yang masih tersisa. Sedangkan sebagian yang sudah terserap sedang kami usahakan menggunakan arang aktif untuk membantu penyerapan. Sekarang kita hanya tinggal menunggu hasil dari penyerapannnya.”
“Lalu bagaimana setelah ini dok? Apakah ada kerusakan?” Tanya papah.
“Kalau untuk itu kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut.”
“Kapan dia akan sadar dok?” Tanya mbak Vira.
“Itu tergantung dari berapa besar dari penyerapan yang berhasil dilakukan, tapi di sebagian besar kasus overdosis biasanya pasien akan mengalami koma,” Jantungku seperti berhenti berdetak. “Tapi tentu saja itu perlu pengamatan lebih dalam lagi dalam waktu enam jam kedepan.”
Kenapa? Kenapa? Kenapa dia harus melakukan itu? Apakah ini caranya untuk menghukumku? Untuk membuatku tersadar kalau aku masih mencintainya?
Prediksi dokter tidak meleset. Kini dia sedang koma.
A…, aku sudah kehabisan kata-kata untuk menjelaskan apa yang sedang kurasakan saat ini. Marah, sedih, benci, takut, perih. Semua perasaan ini bercampur membuat otakku kelu.
Kupandangi wajahnya yang pucat. Dia terlihat sangat damai. Haha…, damai? Tahukah kamu kalau sekarang orang-orang yang mencintai kamu sedang merana, meraung perih melihat nasibmu seperti ini. Kalau kamu ingin menghukumku, hukum aku dengan membunuhku langsung. Tak perlu membawa semua orang ke dalam pusaran kita berdua.
“Miki bisa kita bicara sebentar?” Pinta mbak Vira.
“Bisa mbak.”
“Lebih baik kita bicara di café bawah saja,” Mbak Vira menyarankan.
Kami berdua berjalan keluar dari kamar. Di luar mamah dan papah sedang berbicara.
“Mah, aku bicara dulu dengan Miki,” Ucap mbak Vira.
Mamah mengerutkan dahinya dan menatap tajam mbak Vira. “Vira! Kamu yakin?”
Mbak Vira tersenyum lembut. “Aku yakin mah.”
Sekarang gantian aku yang ditatap tajam oleh mamah dan papah. Apa? Apa yang terjadi? Aku menatap balik mamah, tetapi mamah langsung memalingkan wajahnya ke papah. “Pah, kita masuk aja,” Mamah menarik tangan papah.
“Ayo Miki.”
Mbak Vira terlihat sangat tenang, tapi aku bisa merasakan ada sesuatu yang salah dan firasatku mengatakan apa yang akan mbak Vira katakan ada hubungannya denganku.
Kami sampai di café dan langsung menduduki tempat duduk yang berada di pojokkan.
Mbak Vira termenung sesaat dan memandang keluar. “Langitnya cerah sekali hari ini,” Ucap mbak Vira.
Aku pun ikut memandang keluar. “Iya.”
“Sayang yah si aa enggak bisa lihat ini semua?”
Aku mengangguk.
“Dia tuh bener-bener bego,” Seloroh mbak Vira. Kutatap mbak Vira lekat. Mbak Vira menghela napas. “Dia benar-benar keterlaluan. Kalau masih cinta kenapa enggak jujur aja sih?” Aku tidak paham apa yang di maksud mbak Vira. “Seharusnya dia jujur saja daripada menanggung sakit seperti ini.”
Aku mengerutkan dahiku. “Maksud mbak apa?”
Mbak Vira terkekeh kecil. “Kamu tahu enggak Miki, sebenarnya dari dulu mbak sudah merasakan akhir seperti ini,” Mataku terbelalak. “Mbak tahu aamu enggak pernah mencintai mbak,” Jantungku berkebit cepat. “Dan mbak selalu tahu kalau ada seseorang yang sangat dicintai aamu, tapi mbak selalu menutup mata, telinga dan mulut mbak karena mbak merasa selama aamu menjadikan mbak pilihannya maka semuanya akan baik-baik saja.”
“Tapi ternyata mbak salah. Mbak jadi berpikir sendiri seperti apa yah orang di cintai aamu sampai dia merelakan nyawanya demi orang itu?” Aku mengepalkan tanganku. “Well, sebenarnya mbak tahu dia orangnya seperti apa dari dulu,” Mbak Vira menatapku. Aku menelan ludahku.
“Tahu karena tidak sengaja. Mbak sempat murka ke aamu waktu mbak tahu. Minta dia melupakan orang itu. Haha…, jahat yah mbak ini? Tapi aamu bisa banget merayu mbak. Dia bilang orang itu tidak memiliki apa yang ada di dalam diri mbak dan mbak termakan rayuaannya. Tapi setelah itu mbak mengerti apa yang dia maksud. Yang dia maksud hanya secara genitalia saja. Sedangkan untuk urusan perasaan…, mbak kalah jauh dari orang itu.”
Keringat dingin menetes dari dahiku.
“Jujur mbak sangat marah sama aamu karena sudah menipu mbak mentah-mentah, tapi apa mau dikata nasi sudah menjadi bubur. Mbak sudah terlanjur cinta sama aamu dan melihat kondisi aamu seperti sekarang ini, rasa marah mbak menguap,” Mbak Vira menghela nafas panjang. “Sekarang yang mbak harapkan hanya kesembuhan Kebo, tapi mbak tahu agar Kebo sadar hanya orang itu yang bisa melakukannya. Mbak tahu kalau kedengarannya ini memang gila,” Mbak Vira menjulurkan tangannya dan menggenggam tanganku. “Miki. Mbak mohon sebagai orang yang di cintai Kebo, mbak mohon bantu dia dengan kembali padanya.”
Apa yang tadi dikatakan mbak Vira?
“Please Miki kembalilah ke aa Kebo, dia sangat mencintaimu. Mbak tahu kamu sudah ada yang punya, tapi mbak yakin setelah kamu baca diary Kebo kamu bisa tahu apa yang sudah dia alami selama ini.”
“Diary?” Tanyaku pelan.
“Iya. Setelah berpisah dengan kamu aamu membuat banyak tulisan dalam diarynya. Hanya dalam diarynya dia banyak bercerita, mencurahkan segala kepedihannya. Dari diary itulah secara enggak sengaja mbak tahu hubungan mengenai kalian. Tolong aa Kebo, Miki,” Mbak Vira memelas.
“Ta-tapi mbak hubungan aku dan aa itu enggak mungkin.”
“Kalau gitu sebaiknya kamu baca dulu diary aamu,” Mbak Vira mengambil sesuatu dari dalam tas. “Ini,” Mbak Vira menyodorkan tiga tumpuk buku diary. “Aamu selama ini sangat tersiksa.”
“Kenapa mbak melakukan ini?”
“Seperti yang mbak bilang, mbak cinta aamu. Ya, memang ini alasan yang terlalu naif, tapi sungguh Miki mbak hanya mau melihat aamu bahagia. Karena selama ini mbak enggak pernah melihat aamu tersenyum tulus. Selalu di paksakan. Tapi sewaktu kita berdua membicarakan kamu, dimata aa selalu ada binar meski sangat tipis.”
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
“Tolong yah Miki. Kalau setelah membaca tulisan Kebo kamu masih tidak berubah pikiran juga, mbak ngerti kok. Tapi mbak hanya minta kamu untuk membacanya,” mbak Vira tersenyum tipis.
Aku tersenyum kecut. “Baik mbak.”
Kutatap wajah mbak Vira yang cantik. Beruntungnya dia telah dicintai oleh mbak Vira.
Ya untuk hari ini segini dulu. Memang pendek, tapi disengaja soalnya next chapter kita akan mengetahui apa yang terjadi pada Kebo selama tujuh tahun. Dan kira2 apa yah yang Miki lakukan? hohoho....#sinetron mode:on
Sampai jumpa hari selasa.