It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Satu Hari Biasa
Malam ini aku terdiam sendiri lagi. Setelah tadi siang kau dan aku kembali memainkan drama kehidupan kita sekali lagi. Seperti biasanya. Tiap hari. Aku menunggu mungkin beberapa menit lagi, telepon genggamku akan bergetar dan mengabariku bahwa kau sudah sampai di tempat tinggalmu. Kembali mengenakan topeng lain lagi yang berbeda dengan yang kita kenakan saat bersama kawan-kawan kita tadi.
Aku mengingat siang tadi, saat kita duduk bersebelahan mendengarkan pengajar di depan ruangan kelas memberi penjelasan mengenai sejarah perkembangan politik Indonesia. Di telingaku saat itu, hanya terdengar suara yang kau timbulkan dari gerak-gerikmu. Decitan kursi saat kau menyamankan kembali posisi dudukmu agar bokongmu tidak panas, goresan pulpen dengan kertas saat kau mencatat materi yang disampaikan pengajar, bahkan desah nafasmu yang sesekali mengeras suaranya saat mencoba mencerna hal-hal yang disampaikan. Hanya itu. Suara pengajar di depan kelas, layaknya dengung tonggeret di musim panas. Ada dan nyata. Namun signifikansinya tak ada.
Setiap ada kesempatan, di dalam ruangan itu, kulirik wajah indahmu. Mengkhidmati geometri-geometri yang terpatri tegas karya pemahat yang tak punya tandingan kelas. Hidungmu, tidak mancung, tidak pesek. Cukup saja. Hidung yang indah, yang menghirupkan udara untuk seluruh sel tubuhmu menua, bertahan hidup agak lebih lama. Dua mata elangmu. Menusuk menembus kalbu siapa yang beradu dengannya. Mencabik-cabik tembok yang merintangi hati yang tak mau terbaca. Ya, itulah kamu yang selalu seolah membaca pikiran semua orang yang berani beradu pandang denganmu. Bibirmu tipis, tapi penuh dan indah. Warnanya kemerahan, tanda kau tak pernah merokok. Ah, itu dia. Langka sekali di masa seperti ini ada seorang pria dewasa yang tidak merokok. Tapi denganmu, hal itu tidak aneh. Kau dan karismamu yang berbeda dengan manusia biasa. Setiap anomali pada dirimu, seolah menandakan kau memang bukan manusia biasa. Kau serupa Dewa.
Selalu, saat kelasku bersamamu berakhir, aku tak pernah menyadarinya kecuali kau menyentuh pundakku lembut. Menyebut namaku, kemudian menantiku berdiri dan merangkul pundakku layaknya kakak laki-laki yang melindungi adiknya. Lalu kita akan bergabung dengan kawan-kawan kita yang menunggu di depan ruangan meneyuruh kita bergegas agar dapat tempat duduk di kantin nanti. Sekali-sekali, kita saling melontar hinaan bernada canda, bertukar tawa. Namun, tidak pernah bisa aku tertawa setiap mereka meledek kita pasangan kekasih. Bagiku, itu bukan bahan tertawa, pun bagimu. Tapi kau selalu bisa menguasai dirimu, turut tertawa bersama mereka. Menertawai anomali kita. Kemudian, topik akan berubah. Kau memang seorang Dewa.
Saat keperluan kita di tempat belajar berakhir, kita akan berjalan beriringan bersama menuju tempat kau (atau terkadang aku) memarkirkan kendaraan kita. Hari ini, kau dan motor besarmu yang akan memindahkan raga kita ke rumah orang tua kita masing-masing. Di boncengan, aku akan duduk tanpa berpengangan pada apa pun sampai jarak kita cukup jauh dengan tempat belajar, baru kemudian kurengkuh pinggangmu erat, menghirup aroma tubuhmu dan membisikkan kata-kata mesra.
Lamunanku terinterupsi saat telepon genggamku bergetar. Menampilkan sebaris nama dan sebaris nomor di bawahnya. Namamu. Nomor telepon genggammu.
Aku: "Halo!"
Kamu: "Aku sudah sampai di rumah nih."
Aku: "Ok! Nanti malam jadi kan ke tempat Tama? Bikin tugas politik internasional bareng. Jemput aku dulu ya, Yang! Mobil aku lagi di bengkel."
Kamu: "Jadi, dong! Nanti aku jemput kamu jam 7 ya."
Aku: "Asiiiiiiiiik! Makasih ya, Sayang!"
Kamu: "Iya, sama-sama! Eh, udah dulu ya. Aku mau mandi. Gerah banget. Kamu udah mandi belum?"
Aku: "Belum. :P Hehehe. Aku kan nungguin kamu ngabarin dulu."
Kamu: "Ya udah. Mandi dulu gih! Apa mau dimandiin?"
Aku: "Mau dong! ;;)"
Kamu: "Hahahahaha. ) Udah ah! Sampai ketemu nanti malam ya! Love you!"
Aku: "See you! Love you too!"
........tuuuuut tuuuut tuuuut.........
Begitulah kita. Bergonta-ganti topeng yang satu dengan topeng lainnya. Terkadang rasanya terlalu melelahkan bagi kita menjalani hidup seperti ini. Seperti memakai alas kaki dari kulit durian dan paku. Kita tidak pernah nyaman. Tapi kau dan kontrol dirimu--yang lagi-lagi--serupa Dewa, selalu berhasil bertahan lebih baik. Bahkan menjadi penguatku. Alas kakimu bukan cuma kulit durian dan paku, melainkan juga besi panas dan gigi buaya. Namun, jerit mengaduhku lebih kencang.
Sekarang pukul 22.37, baru saja sampai di rumah setelah mengerjakan tugas di rumah teman. Kau juga ikut serta di sana. Lelah rasanya. Risiko terbesar berada di kelas yang sama dengan orang yang dicinta, satu saja tidak kata-kata pengajar meresap ke dalam memori soak otak ini. Alhasil, kita pulang terakhir dibanding yang lainnya karena kau dan Tama harus membantuku mengerjakan tugasku. Kesabaranmu memang serupa Dewa.
Aku tengah menantimu mengabariku bahwa kau sudah tiba dengan selamat di kediaman orang tuamu sambil berbaring. Merenungkan hubungan kita. Memikirkan sampai kapan kita bisa bersama dengan keadaan seperti ini. Menerka masa depan macam apa yang bisa kita rengkuh bersama. Menerawang kemungkinan kebersamaan kita berakhir karena tidak adanya hidup normal yang bisa masyarakat terima dengan hubungan semacam kita.
Sering sekali keresahan serupa muncul. Kerap saat kita sedang makan berdua di sudut sebuah cafe temaram, melarikan diri ke tepi kota supaya tidak bertemu dengan kenalan kita, saat kita berdua sedang menikmati kebersamaan dan canda tawa, keresahan itu muncul. Saat aku menyampaikannya padamu, kau selalu hanya tersenyum menenangkanku. Senyummu, senyum terindah di dunia ini mungkin. Ketulusan luar biasa yang memancar dari bibirmu yang merekah itu selalu meluluhkan hatiku, hati siapa pun.
Pun saat kita menghadiri pesta pernikahan kerabatmu atau kerabatku, keresahan itu mencuat berganda, berlipat tiga. Kau selalu menyadarinya dari tawaku yang tak terdengar renyah. Saat seperti itu, kau akan mengajakku segera pergi dari lokasi resepsi, menuju ke mana saja tempat kita bisa berdua tanpa cibiran manusia-manusia korban dogma dan konsensus global. Di sana kemudian bibir kita bertemu. Hangat tubuh kita menyatu. Tanganmu merengkuh tubuhku penuh cinta. Tanganku melingkar di lehermu penuh percaya. Di saat seperti itu, aku selalu percaya, kau adalah Dewa yang menuliskan takdirmu untuk mencintai dan bersamaku. Sayangnya, semua itu tidak berlangsung lama saat badai rasa berdosa membetot jiwa setelah kita kembali berpisah. Aku hilang arah kembali. Layaknya seorang buta yang dirampas tongkat dan anjing penunjuk jalannya. Layaknya turis di negara beda bahasa, tanpa peta. Di saat seperti itu, aku berair mata.
Seperti saat ini. Rasa bingung, rasa bersalah, rasa takut, semuanya teraduk sempurna di hatiku. Kalis. Hingga tiba-tiba telepon genggamku bergetar. Kamu. Aku pun menangis sesenggukan membuatmu bingung luar biasa. Kemudian kau akan mendengarkanku meracau apa saja hingga aku kelelahan dan tertidur.
THE END
Makasih ya, @kiki_h_n dan @touch udah mau baca tulisan random ini. Sebenernya tadinya cuma mau dibikin oneshot nih. Tapi lihat nanti deh. Mungkin bakal dilanjut tapi formatnya oneshot lagi dengan cerita yang beda.
@Ra94 : sebenernya konsepnya emang cuma mau menceritakan apa yang dirasakan seseorang dalam satu hari yang emang normal-normal saja. Lebih ke eksplorasi perasaan itu sih tujuannya. Btw, makasih udah mau baca.
@chocolate010185 : uwoooow! One of my fav writer baca tulisankuu. Senang sekali. agak ngga ngerti maksud abang semua poinnya kena tuh apa ya? Iya nih emang cuma cerita tentang perasaannya si aku doang.
Aku merasakan banget rasa seperti itu. Bingun menatap masa depan jika tetap bertahan dalam hubungan percintaan seperti ini.
Nice bro, ane tunggu cerita lainnya...!!!
Kt2 brsayapy gla bgt dh
Terima kasih banyak udah baca dan komen. Tersanjung sekali dengar komentarnya. Karena tujuan awal nulisnya memang itu. Menggambarkan perasaan lewat tulisan.
@bi_ngung
Wow, ternyata ada yang menghafalkan keberadaan gue di forum. )
Makasih ya udah baca dan komen. Ayo bro @kiki_h_n juga nulis.
@dewaa91
Thank you for reading and commenting!
@rieyo626
Aaaaaaaaaaaaa another fav writer of mine baca dan komen. I feel so honoured. Jadi semangat nih abis dikasih komen sama penulis favorit. Love your writing too! Can't wait to see more of Adniel and Leviandra. Kapan dilanjut, Bang?
@alabatan
Makasih ya udah baca dan komen.
Seneng rasanya kalo tulisan ini bisa menyentuh yang baca.