It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Kamu pasti bakal cepet balik kan Jun?”
Dan aku kembali merengek pada Juna begitu mendapati detik-detik perpisahan di depan mata. Entah kenapa naluri kekanakan ku susah diusir saat bersama nya.
“Tentu saja Tit, I’ll be back to Indonesia as soon as possible. Aku janji bakal nemuin kamu begitu pendidikanku di New York selesai,” jawab Juna seraya menggusak lembut rambutku yang kini mulai menutupi hampir seluruh keningku. Untuk beberapa saat, aku masih menatap kuyu sirat mata dari lelaki yang telah setahun mengisi hari-hariku itu. Ada binar berat terpancar disana. Semacam hasrat enggan untuk beranjak. Beranjak meninggalkanku.
“I do believe in your promise Jun..” desisku.
Dan kebersamaanku dengan Juna terinterupsi oleh suara announcer yang menghimbau agar seluruh penumpang New York Airlines bersiap.
“Nah Juna, sekarang kamu siap-siap ya nak? Tolong sampaikan salam mama dan papa pada tante Samantha,” tante Sastiawan menggenggam jemari anaknya sementara Juna mengangguk.
“Kalo gitu Juna pamit dulu ya Pa, Ma, Tit, Bim! Aku pasti akan sangat merindukan kalian semua,” sambung Juna kemudian sebelum membalikkan badannya sembari menyeret koper birunya yang nampak berat. Masih sempat ia tersenyum dan melambaikan tangan padaku sebelum menghilang ditelan keramaian menuju pintu masuk ruang keberangkatan. God! Jun! Aku pasti akan sangat merindukan mu.
***
“Ih dasar Tito cengeng! Ngapain sih elo terus-terusan mewek kayak gitu, elo tuh udah gede, malu dong ah diliatin orang!”
Bimo kembali mencak-mencak tingkat kecamatan saat mendapati aku kembali mewek-mewek mirip gadis kehilangan keperawanan. Kami berdua tengah duduk di kursi kantin favorit yang-untungnya-lumayan sepi.
“Juna tuh udah tenang di New York sana, ngapain juga lo nangisin dia!” sambung Bimo kian geram.
“Emangnya kenapa kalo gue nangis?” celosku diantara tangisan. “Gue kan berhak buat nangis, huaaaa...”
“Ya elah Tito, inget dong, lo tuh udah kelas 3 SMU sekarang, apa lo gak malu kalo ada adik kelas yang ngeliatin lo mewek cuma gara ditinggal pacar ke Amrik? Kan gak lucu!”
Jleb. Kalo dipikir-pikir, bener juga omongan si cowok keriting berkacamata barusan. Gue udah gede, masa gue masih aja mewek. Padahal aku sudah hampir seribu kali memaksa diri agar nggak jadi selemah ini, tapi pada kenyataanya, aku masih saja lemah.
“Lagian apa sih yang ngebikin air mata lo nyebrot mulu? Masih ada gue disini, ada Iraz, dan masih ada sahabat lo yang lain. Elo nggak sendirian disini, inget itu.”
Bimo mengatakan kalimat tadi dengan raut muka serius. Aku jadi pengen ketawa melihat ekspresi yang amat nggak match itu.
“Tapi gak ada Juna,” aku tetap ngotot.
“Tapi masih ada Lady Gaga kan!” Bimo tak mau kalah.
Dan aku kontan terdiam begitu mendengar Bimo mengucap nama Lady Gaga. Ini bener-bener kejadian langka. Setahuku, dari dulu Bimo membenci Gaga. Dan dia pasti akan menyebut Gaga dengan julukan ’perempuan gila dan ekshibionis’ atau lain sebagainya. Tapi barusan, dengan nyata dia menyebut nama wanita pujaanku tersebut.
“Kayaknya bakal ada little monster baru nih” aku mengerjapkan mata, menggoda Bimo.
“Ma..ma..maksudnya?”
lagiiiiii ,, mbak bro to mas bro ??
biar cpt up
#sediain sesajen
kwkw