It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
~Tidakkan kau rasakan, getaran cinta saat kita pertama kali berjumpa?. Tidakkah kau rasakan, rindu yang membelenggu saat kukecup bibirmu?. Aku menyukaimu karena aku jatuh cinta padamu. Tak perlu ada alasan lain karena cinta itu tak beralasan. Meski cinta itu jatuh pada sebuah hati yang terlarang.~
*****
“Rapat kali ini, saya tutup…”
`Hphhff, untunglah sudah selesai`, pekik Antoni dalam hati. Yusuf, selaku ketua OSIS sekaligus kakak kelas Antoni akhirnya menutup rapat OSIS yang cukup menguras pikiran tersebut. Antoni bergegas memberesi note dan beberapa kertas yang usai digunakan dan bersiap untuk keluar. Anak-anak OSIS, sebelum pulang biasanya duduk sebentar di koridor dekat ruang OSIS untuk menghilangkan penat yang dirasakan penuh karena tugas-tugas sekolah yang menumpuk. Kebetulan hari sudah jam pulang pelajaran sehingga mereka bebas duduk santai di koridor yang cukup sepi tersebut. Sungguh indah rasanya berisitirahat bersama begini, apalagi sambil bercengkrama satu sama lain.
“Ton, kamu nggak pulang?” Tanya Yusuf yang tiba-tiba sudah berdiri disamping Antoni. Antoni yang sedang melamun dan sedang enggan pulang tergagap seketika.
“eh, ka yusuf, nggak kak, saya sedang nunggu seseorang, kebetulan saya lagi pengen pulang bareng…” kata Antoni dengan nada yang diramah-ramahkan.
“siapa? Pasti Rani ya?” kata Martha, teman satu angkatan OSIS Antoni yang kerjaannya ngisengin anak-anak OSIS, termasuk Antoni. Martha tau semua kedekatan Antoni dengan Rani. Namun dia menganggap mereka sedang menjalin hubungan. Sementara Rani, dia adalah sahabat Antoni yang juga bersekolah di SMA 18. Kedekatannya dengan Rani memang menebarkan gossip bahwa Antoni punya hubungan dengan Rani.
“errr, enggak, sok tau kamu Mar!” kata Antoni memeletkan lidahnya. Martha hanya terkikik dan Yusuf hanya tersenyum melihat tingkah kedua adik kelasnya. Tak berapa lama, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.
“nah itu dia” kata Antoni seraya menunjuk sesorang yang baru keluar dari studio band. Seorang pria yang bertampang korea-melayu dengan wajah yang polos.
“jadi pulang bareng kan?” kata Pratama menghampiri Antoni.
“yaiyalah jadi, ini dari tadi udah nungguin.” kata Antoni merungut kesal. Untunglah Pratama hari ini sedang ada ekskul Band, jadi Antoni bisa sekalian numpang pulang bareng naik motornya.
““aku pulang dulu ya semua.” kata Antoni kepada semua teman-teman OSISnya. Mereka memberikan sapaan balik. Sementara Pratama hanya memberikan tatapan sekilas, setelah itu dia langsung nyelonong duluan. Pratama memang tidak terlalu dekat dan tidak mau dekat dengan OSIS. Jadi wajar kalau dia bersikap acuh kepada anak-anak OSIS.
Antoni dan Pratama berjalan menuju pelataran parkiran di belakang sekolah untuk mengambil motornya. Ketika mereka sudah sampai didekat motor, Pratama tiba-tiba tersentak dan menepuk dahinya.
“Astaga, aku lupa!!” kata Pratama. Antoni tampak bingung.
“Ada apa?”
“Kunci motorku tertinggal di studio band.” Kata Pratama.
“lalu?” tanya Antoni. Pratama langsung menoleh pada Antoni.
“Kau tunggu dulu disini, aku ingin mengambilnya.” Kata Pratama. Ia kemudian berlari kembali kedalam sekolah. Mau tak mau Antoni menunggunya di parkiran sendirian.
Udara sore memang saat-saat yang paling diresapi Antoni. begitu sejuk dan indah. Ia menunggu Pratama sembari duduk-duduk santai di jok motornya.
“Sekali lagi gua bilangin!! Jangan deketin Riska, ngerti lu!?” Antoni menangkap sebuah suara dari balik tikungan parkiran. Ia menoleh dan memasang telinganya lebih jelas untuk memastikan suara tersebut. Benar saja, suara itu terdengar dari balik tembok disebelah parkiran. Bukan hanya suara omelan dan cercaan, tapi juga suara pukulan dan hantaman. Sepertinya ada perkelahian.
Antoni tergerak untuk mengintip siapa yang sedang berkelahi itu. Ia lalu beranjak dari duduknya dan mendekati tikungan parkiran dan mengintip dibalik tembok. Abimanyu, siswa yang dikenal sebagai preman sekolah sedang mengeroyoki seorang pria yang sedang tersungkur bersama dua anak buahnya. Antoni tak dapat melihat dengan jelas siapa murid yang sedang dihajar habis-habisan itu karena murid itu membelakanginya.
Abim dengan bernafsu menendang dan memukul hingga pria itu berceceran darah dari ujung bibirnya dan lebam di pangkal pelipisnya. Antoni hanya menyaksikannya karena ia tak mau ikut campur dengan keadaan itu. Setelah pria itu lemas barulah Abim beserta kedua anak buahnya meninggalkannya sendirian dan lemas.
“Mampus lo!! Biar mati sekalian!!” kata salah satu anak buah Abim.
“Gue tegesin sekali lagi. Jangan deket-deket sama Riska!! Sekali lagi lu deketin cewek gue, gue abisin lu!!!” kata Abim sebelum pergi. Ia meludah kedepan pria yang tersungkur lemas itu. Antoni menunggu hingga Abim pergi.
Setelah Abim benar-benar pergi, barulah Antoni keluar dari persembunyiannya dan mendekati pria yang sudah babak belur itu untuk membantunya. Ia berjalan medekati siswa yang malang itu.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Antoni dengan nada dingin sambil membungkukkan badannya dan menyentuh pundak pria itu. Pria itu menengadah kearah Antoni yang sedang menjulurkan tangannya untuk menolong. Saat itu, mereka terbelalak satu sama lain melihat seseorang yang ada dihadapannya. Antoni terkejut dengan pria yang dihajar itu. Begitu juga dengan pria yang ternyata berparas melayu itu, ketika ia melihat Antoni.
“Kau!! Kau pria yang tempo hari menabrakku itu, kan?” tanya Antoni. Pria itu tak menjawab. Ia hanya meringis kesakitan sambil memegangi rahangnya yang bonyok. Melihat itu, Antoni langsung tersadar dan menawarkan bantuan.
“Kau tak apa-apa?, perlu kuantar? Sepertinya lukamu cukup serius…” kata Antoni memperhatikan tangan pria itu yang sedari tadi memegangi pipi kirinya yang bonyok hingga sudut bibirnya mengucurkan darah. Pria itu ~Alif~ mengangguk saat Antoni berniat untuk menolongnya. Antoni kemudian memapah tubuhnya dan membantunya untuk bangun dari duduknya di aspal dan membawanya pergi. Tubuh Alif sangat ringan sehingga mudah diangkat oleh Antoni yang bertubuh kekar. Antoni melingkarkan tangannya dipinggang Alif sementara Alif melingkarkan tangannya ditengkuk Antoni. kemudian Antoni memapahnya untuk berjalan.
“Terimakasih, aku Alif…” katanya memperkenalkan diri dengan nada serak.
“Aku Antoni. panggil saja aku Toni atau Antoni.” kata Antoni membalas perkenalan dengan senyum, senyum pertama yang pernan dilihat Alif dan membuat darahnya berdesir. Tatapan itu… senyuman itu…
“Hei, bibirmu berdarah.” Kata Antoni melihat sudut bibir Alif yang mengucurkan darah. Alif hendak menghapusnya dengan punggung tangannya namun dicegah oleh Antoni.
“Jangan…biar aku saja.” Kata Antoni. kemudian Antoni dengan sigap menghapus darah Alif dengan jemarinya. Kejadian itu sontak membuat Alif merasa jengah. Ia hendak melawan tangan Antoni tapi tubuhnya seolah membeku ketika Antoni menyentuh sudut bibirnya. Tak sengaja, mereka berdua saling berpandangan seolah saling menembus tatapan satu sama lain. Antoni tertegun mendapati tatapan itu sehingga tanpa sadar ia masih menyentuh bibir Alif meski darah sudah terhapus.
“Antoni.” gumam Alif.
“Ya?” kata Antoni tanpa melepaskan pandangan dari Alif.
“Darahnya sudah terhapus, kan?” kata Alif. Seketika Antoni tersadar dan menjadi salah tingkah. Ia segera menurunkan ibu jarinya dari bibir Alif.
“Mm, maaf…” kata Antoni canggung dan mencoba membuang muka.
“Tak apa.” Kata Alif yang juga jadi salah tingkah. untuk sesaat mereka berdua membisu. `Astaga, kenapa aku malah jadi deg-deg-an dan salah tingkah begini!? ingat, aku masih normal. aku masih cukup normal untuk perasaan seperti ini.!!`, batin Antoni.
`Alif, ingat!! kau adalah pria normal!!` Alif menegaskan hatinya. jantungnya berdegup kencang ketika ia mengingat kejadian saat Antoni menghapus darahnya.
Mereka berdua duduk disebuah halte menunggu mobil angkutan tiba. Antoni maasih setia menemani Alif dan memperhatikan luka-luka diwajah Alif. Sebagian darahnya berceceran di seragam putih Alif.
“Kau yakin tidak apa-apa?” tanya Antoni iba.
“Tidak. Hanya sedikit perih dan sepertinya kakiku keseleo.”
“Masih sanggup berjalan, kan?” tanya Antoni.
“iya.”
“Kuantar pulang, ya?” tawar Antoni. Alif menatap Antoni heran.
“Kau yakin? Apa tidak merepotkan?” tanya Alif.
“Sama sekali tidak.” Kata Antoni dengan tatapan tajamnya. Alif berdesir dengan tatapan mata itu. Ia menundukkan wajahnya untuk menghindari tatapan Antoni.
Tiba-tiba suara handphone Antoni berdering. Antoni merogoh saku celananya dan mengangkat panggilan itu. Dari Pratama.
“Hallo, Antoni? kau dimana?”
“Aku masih disekitar sekolah.”
“Jadi kuantar pulang?”
“mmm…sepertinya aku pulang sendiri saja.”
“Kau yakin?”
“Ya tentu. Maaf merepotkan.”
“oke. Kalau begitu sampai jumpa besok.”
Tuttt… terputus. Antoni kembali memasukkan HP kedalam sakunya. Ia berbalik dan menoleh pada Alif. Ia masih meringis
kesakitan.
“Kita naik taksi saja.” Kata Antoni. Alif mendongak.
kau yakin?”
“Ya. Lukamu harus segera diobati.” Kata Antoni. Alif terdiam. Lalu kemudian sebuah mobil taksi berwarna biru berhenti didepan mereka. Antoni memapah Alif untuk duduk di kursi belakang dan sesaat kemudian mereka berdua sudah berada didalam taksi.
“Kemana?” tanya sang supir.
“Swadaya.” Kata Alif menyebutkan lokasi perumahannya. Taksi melaju menyusuri jalan di Jakarta. Untuk sesaat mereka berdua dalam kebisuan. Tak ada yang bicara. Namun tak bisa dipungkiri bahwa jantung merekalah yang memberikan bahasa dan saling berbicara. Degupan jantung yang tak beraturan membuat mereka menjadi salah tingkah. Untuk mencairkan suasana, akhirnya Antoni membuka suaranya.
“Jadi, kenapa kau bisa babak belur?” tanya Antoni.
“Biasa, Abim sepertinya cemburu denganku.” Kata Alif.
“Cemburu kenapa?”
“Karena Riska, cewek yang disukai Abim malah menyukaiku.”
“Riska? Anak cheers itu?” tanya Antoni. Alif mengangguk.
“Hebat sekali kau bisa disukai oleh selebritis sekolahan.” Kata Antoni sambil tersenyum.
“Aku tidak menyukainya.” Kata Alif ketus. Antoni hanya tersenyum melihat mimik wajah Alif. Untuk sesaat hening kembali tercipta.
“Ngomong-ngomong, sepertinya aku pernah melihatmu.” Kata Alif yang kini memulai pembicaraan. Alif berpikir sejenak.
“apa kau, si wakil ketua OSIS itu?” tanya Alif.
“Ya.” Kata Antoni santai.
“Tak kusangka aku bisa bertemu dengan orang yang paling
berpengaruh disekolah.” Kata Alif dengan nada memuji.
“Kau terlalu berlebihan.” Kata Antoni. sesaat lagi mereka terdiam. Antoni menatap keluar jendela taksi. Memperhatikan gedung-gedung pencakar langit diluar sana yang begitu indah dibias cahaya senja.
Hari ini, ia bertemu dengan Alif yang mirip sekali dengan Aditya, dan membuatnya rindu pada sosok Rifay. Entah mengapa ia mau saja mengantar Alif pulang kerumahnya seolah khawatir dengan orang asing yang baru ditemuinya itu. Seolah-olah Antoni melihat sosok Aditya pada diri Alif dan selalu ingin melindunginya. Ah, rasa apa ini? Padahal ia baru kenal dengan pemuda melayu itu.
Begitu juga dengan Alif. Perhatian Antoni yang baru dikenalnya seolah membuatnya merasa nyaman dan seumpama segelas air cinta untuk dirinya yang memang haus perhatian dan kasih sayang. Ia melihat sosok seorang ayah yang sangat menyayangi putranya pada diri Antoni. rasa ini, begitu indah dirasakan. Alif mengguratkan senyum simpul yang tak dilihat Antoni.
Sementara itu, taksi melaju menuju sebuah pelataran rumah di perumahan Swadaya. Taksi itu berhenti pada sebuah rumah bercat putih dan besar dengan pagar yang menjulang tinggi. Sebuah kebun mini tampak menghias halaman depannya. Untuk sesaat Antoni berdecak kagum dengan rumah semegah itu.
“Ini rumahmu?” tanya Antoni.
“iya.” Jawab Alif.
“Sepertinya kau orang kaya.” Kata Antoni memuji. Alif hanya menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah.
"Aku lebih senang menjadi sederhana." kata Alif. Antoni hanya menatap pemuda berparas melayu itu.
Akhirnya mereka berdua turun dari taksi. Setelah membayar ongkos, mereka melewati gerbang dengan Alif yang masih dipapah. Antoni dan Alif sampai dipintu rumah yang bernuansa putih. Antoni mengetuk pintu.
TOK TOK TOK.
Tak ada jawaban. Antoni mengetuk pintunya lagi.
TOK TOK TOK.
Kini jawaban itu datang. Pintu dibuka oleh seorang pria dewasa berwajah dingin dan menatap kearah mereka dengan tatapan tajam. Untuk sesaat Alif terkejut saat ayahnya membukakan pintunya dan sedan berdiri diahadapannya. Ayahnya menatap Antoni dengan pandangan tidak suka. Meski ditatap seperti itu, Antoni tetap menunjukkan keramahannya.
“Tuan Rahman?” tanya Antoni dengan nada yang diramahkan. Ayah Alif hanya menatapnya dingin.
“Maaf mengganggu. Tapi…” Antoni hendak berkata.
“Kau apakan anakku!?” tanya ayah Alif dengan nada yang terdengar marah melihat anaknya penuh dengan luka lebam. Antoni terdiam.
“Ayah, ini bukan salah Antoni. ini salah Alif.” Kata Alif mencoba membela Antoni. Ayah Alif menatap Antoni tajam.
“Alif, masuk!!” suruh ayahnya dingin. Mereka terdiam.
“Tapi…”
“MASUK!!” ayahnya kemudian menyuruh Alif dengan keras hingga membuat Antoni dan Alif terhenyak kaget. Akhirnya Alif menuruti kata-kata ayahnya. Ia kemudian melepaskan tangannya dari tengkuk Antoni dan berjalan terseret karena kakinya masih terasa sakit. Antoni menatap Alif dengan iba saat ia masuk dan menhilang dibalik tubuh ayahnya. Antoni menunduk takut melihat ayah Alif.
“Maaf pak, saya…” Antoni mencoba membuka suara.
“Jangan dekati anakku!! Kau pasti yang mengajarinya berkelahi, kan!?” kata ayah Alif menuduh Antoni. Antoni mendongak.
“Tidak, bukan saya yang…” Antoni hendak membela.
“Sudahlah. Kau adalah orang pertama yang membawa Alif dalam keadaan parah seperti itu!!, lebih baik kau pergi dari sini!!” kata ayah Alif mengusir Antoni. tuan Rahman kemudian membanting pintu dihadapan Antoni.
Seketika Antoni terdiam dan masih terpaku. Ia masih tak menyangka dengan perlakuan ayah Alif yang menuduhnya sembarangan. Ia menghela nafas dan mencoba bersabar. Kemudian ia berbalik dan hendak pergi dengan sejuta kekecewaan yang ia dapat dari sambutan keluarga teman barunya.
“Tunggu.” Panggil seorang wanita dibelakangnya. Antoni berhenti dan menoleh kebelakang. Seorang wanita mungil yang tampaknya dewasa berlari tergopoh-gopoh keluar dari pintu. Ia menghampiri Antoni.
“Maaf atas perlakuan ayah Alif tadi.” Kata wanita itu. Antoni menatap wanita itu heran.
“Anda siapa?” tanya Antoni.
“Aku Widya. Ibu Alif.” Kata wanita itu. Antoni terkejut dan seketika langsung mencium tangan tante Widya sebagai lambang penghormatan.
“Oh, maaf tante. Maaf merepotkan tante dengan kehadiran saya disini.” Kata Antoni.
“Tak apa. Justru tante yang harusnya minta maaf telah merepotkanmu dengan membawa Alif kesini. Dan maaf atas perlakuan suami tante.” Kata Widya. Antoni hanya mengangguk.
“Iya tan, saya mengerti.” Kata Antoni.
“kalau begitu tante permisi dulu. Takut jika ayah Alif melihat tante disini. Terimakasih ya sudah menolong Alif.” Kata Widya.
“Baiklah. Tak apa, aku hanya mengantarnya saja.” Kata Antoni. Setelah berkali-kali mengucapkan maaf dan terimakasih, Widya kemudian kembali masuk kedalam rumah. Setelah Widya menutup pintu, Antoni menatap sejenak kearah pintu dan kembali berbalik untuk keluar gerbang dan meninggalkan rumah Alif.
*****
Widya masuk kekamar Alif sambil membawa kotak P3K. ia mengetuk pintu namun tak ada jawaban. Akhirnya Widya membuka pintu kamar Alif yang tidak dikunci itu. Dilihatnya Alif sedang duduk ditepi ranjang sedang melamun menatap keluar jendela. Widya mendekati anak semata wayangnya itu.
“Alif.” Panggi Widya. Alif seolah tak mendengar panggilan dan Widya memakluminya. Widya kemudian duduk dihadapan Alif dan mengeluarkan kain basah untuk membersihkan luka Alif.
Alif sedikit meringis ketika kain itu menyentuh luka di wajahnya.
“Dia anak yang baik, ya.” kata Widya. Alif baru tersadar dari lamunannya ketika ibunya mulai memberikan obat merah pada lukanya.
“Siapa?” tanya Alif.
“Temanmu. Anak yang berbadan besar itu.” Kata Widya.
“Maksud ibu Antoni?” tanya Alif.
“Jadi namanya Antoni? nama yang bagus.” Kata Widya. Ia membuka hansaplast dan menempelkannya di luka Alif.
“Ya, tapi ayah tak menyukainya.” Gerutu Alif.
“Jangan begitu. Mungkin ayah salah menilainya.” Kata ibunya.
“Maksudnya?”
“Mungkin ayahmu mengira bahwa Antoni lah yang membuatmu sampai babak belur seperti ini.” Kata Widya.
“Tapi bukan Antoni pelakunya. Malah dia yang membantuku.” Kata Alif.
“ya, ibu tahu.” Kata Widya. Alif kembali terdiam. Ia merenung sesaat.
“Setidaknya aku bisa merasakan kasih sayang seorang ayah pada dirinya.” Gumam Alif. Widya terdiam, menyadari bahwa anaknya selalu mengalami tekanan batin dengan kelakuan dingin suaminya. Ia sadar bahwa Alif sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang laki-laki yang biasa dipanggilnya `ayah`.
Namun Widya tak tahu bahwa rindu kasih sayang itu telah menanamkan benih cinta terlarang pada hati anaknya. Sebuah cinta yang kelak akan mendatangkan sebuah pertentangan dari semua orang, bahkan dari dirinya dan juga Tuhan. Hanya tinggal tunggu waktu kapan benih itu akan tumbuh dan bersemi.
*****
~Haruskah aku bersyukur
Pada tuhanku yang telah pertemukanku dengannya?
Meskipun Ia akan membuat
Cinta ini tumbuh menjadi terlarang~
*****
Keesokan hari.
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, membuat sebagian murid bersorak sorai gembira dengan tanda berakhinya jam pelajaran. Antoni berjalan menuju ruang loker dilantai bawah untuk mengemasi peralatan sekolahnya. Ia membuka pintu loker dan mengambil beberapa buku tugas yang akan ia bawa pulang. Setelah itu kembali mengunci pintu loker dan bergegas keluar ruangan.
Saat ia berada didepan pintu ruang loker, sesosok tubuh tinggi menghalangi jalannya. Antoni mendongak untuk melihat orang itu. Sebuah wajah yang ia kenal. Tampak berseri dan bercahaya saat senyum itu tersirat diwajahnya.
“Antoni. Rupanya kau disini.” Pekik Alif.
“Alif? Kenapa kau bisa disini?” kata Antoni terkejut dengan kehadiran Alif dihadapannya.
“Mmm…, aku mencarimu diruang loker A. tapi aku tidak menemukanmu disana. Jadi kupikir kau berada diruang loker B atau C.” kata Alif. Sekolah mereka memang memiliki tiga ruang loker untuk murid. Alif ditempatkan di loker A sementara Antoni berada di loker C. mungkin itu sebabnya mereka baru bertemu dan mengenal satu sama lain karena mereka tidak pernah bertemu di satu ruang loker.
“Kenapa?” Tanya Antoni.
“karena kupikir kau ada diruang loker lain selain loker A.” kata Alif.
“Tidak. Maksudku kenapa kau mencariku?” Tanya Antoni. Alif terbelalak. untuk sesaat ia terdiam, ia pun tak tahu mengapa ia mencari Antoni hingga mencarinya dari satu ruang loker, ke ruang loker yang lain. Untuk sesaat Alif bingung hendak menjawab apa. Ia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. `astaga, kenapa aku mencarinya, ya?`. Batinnya.
“aku… hanya ingin… berterimakasih.” Hanya itu kata-kata yang bisa diucapkan Alif.
“berterimakasih untuk apa?” Tanya Antoni.
“Karena kau mengantarku pulang.”
“Tak perlu berterima kasih. Aku hanya mengantarmu saja. Ngomong-ngomong lukamu sudah tidak apa-apa, kan?” Kata Antoni mencoba untuk ramah dengan nada yang dibuat prihatin.
“mmm…tidak.” Jawab Alif singkat.
“Syukurlah kalau begitu.” Kata Antoni sambil tersenyum. Alif lagi-lagi salah tingkah. Kenapa ia menjadi berdebar dihadapan Antoni. Apalagi darahnya berdesir saat melihat tatapan tajam Antoni yang seolah mengoyak hatinya.
“sebenarnya aku juga ingin minta maaf.” Lanjut Alif.
“untuk apa?”
“Atas perlakuan ayahku kemarin.” Kata Alif canggung.
“Oh, tidak apa-apa. Lagipula itu sudah lewat.” Kata Antoni santai. “Jika sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, boleh aku pergi.” Kata Antoni.
Alif mengangguk dan menunduk lalu menggeser tubuhnya untuk membiarkan Antoni lewat. Antoni kemudian berlalu tanpa melihat kebelakang lagi. `Kenapa? Kenapa aku jadi terlalu memikirkan dia?, seolah aku merasa nyaman jika melihat tatapan mata itu`. Pekik Alif dalam hati.
Ketika Antoni mulai menjauh, Alif pun berbalik ke parkiran untuk pulang. Perasaan ini menjadi sebuah misteri.
Ditempat lain, Antoni yang sudah menjauh meninggalkan Alif terlihat menyunggingkan senyum misterius. Sosok polos berwajah cerah itu kini mulai mengisi seluruh otaknya. Kenapa ia jadi terus membayangi pria yang mirip sekali dengan kak Rifay dan Aditya. Dia hanyalah orang yang mirip dengan orang-orang yang dikasihinya, tidak lebih. Bahkan ia baru bertemu dengannya beberapa hari yang lalu. Itupun lewat kejadian yang tidak disengaja.
Perasaan apa ini? Rasanya sangat bahagia, namun aneh dan tak karuan.
*****
Sore hari di rumah keluarga Alif.
Alif membuka matanya yang sedikit sayu. Sudah jam tujuh, `sudah berapa lama aku berendam di Bathub?`,pikirnya. Alif segera mengambil handuk dan bangkit dari Bathub. Segera ia pergi kekamar untuk memakai pakaian dengan kaos oblong biru dongker dan celana pendek hijau army.
“Alif ! makan dulu !” Ibu memanggil dari bawah.
“iya tunggu sebentar.” katanya menjawab. Alif bergegas turun kebawah.
Di ruang makan, ayahnya sudah makan lebih dulu. Kalian tau, jujur Alif tidak menyukai sifat ayahnya yang sangat temperamental. Waktu Alif berumur 7 tahun, ia pernah dipukul dengan gagang sapu karena ia mencoret-coret mobilnya, hingga gagangnya patah jadi dua bagian. Sampai sekarang, Alif selalu takut akan kelakuan ayahnya. Ia takut, menghormati, sekaligus benci pada ayahnya. Mungkin itu sebabnya Alif menjadi anak yang penurut sekaligus pendiam.
Tapi untunglah ayahnya selalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga Alif tidak terlalu bertemu dengannya tiap hari.
Kini ayahnya berumur sekitar 40 tahun dengan rambut yang seluruhnya telah memutih dan tubuhnya yang gempal namun keras dengan otot-ototnya. Kalau diakui, ayah Alif memang tampan dan berwajah khas melayu. Kini ketampanan itu menurun kepada anaknya.
Alif makan malam dengan ayahnya dalam kebisuan. Hanya suara ibu yang sedang mencuci di dapur yang sedikit membuat suara dentingan gelas dan piring yang sedang dicuci.
“Bagaimana dengan sekolahmu hari ini?” tiba-tiba ayahnya bertanya yang membuat Alif terkejut karena ayah bertanya dengan tampang sangarnya.
“Nngg…, ba-baik baik kok, yah” kata Alif tergagap dan terkesan kaku. Ayahnya hanya mengangguk dan menyuap kembali makanannya.
“bagaimana dengan Antoni? kenapa dia tidak main kesini lagi?” Kata ayahnya. Alif terkejut melihat perubahan sikap ayahnya pada Antoni. Padahal kemarin, secara keras ayahnya terang-terangan mengusir Antoni dari rumahnya.
“Bukankah ayah…mmm… tidak menyukai Antoni?” kata Alif perlahan. Untuk sesaat ayahnya terdiam.
“Ibumu sudah menjelaskan siapa sebenarnya Antoni. Sepertinya dia anak yang baik.” Kata ayahnya. `terima kasih ibu`, guma Alif sambil tersenyum.
“dia sedang sibuk dengan urusan OSISnya,yah. Dia kan seorang wakil ketua OSIS, jadi mungkin dalam waktu dekat ini dia akan jarang kesini.” Kata Alif jujur. Ayahnya kembali hanya mengangguk dengan wajah yang dingin. Suasana makan malam saat itu sangatlah sepi.
“Alif, kau tidak pernah mengenalkan pacarmu kepada ayah…” kata-kata ayah Alif nyaris membuat Alif menelan sendoknya sendiri karena terkejut.
“Apa, yah?” tanyanya lagi untuk memastikan.
“kau belum pernah memperkenalkan kekasihmu, kenapa kaget? remaja sepertimu kan memang sudah wajar memiliki seorang pacar..” kata ayahnya meneruskan dengan dahi mengernyit. Alif belum bisa menjawabnya. Untuk beberapa saat ia hanya diam membisu.
“ Aku belum siap pacaran untuk sekarang, aku lagi pengen fokus sama sekolahku dulu.” Kata Alif kali ini berbohong. Padahal ada sesuatu yang ia rasakan dan tidak ia ketahui sedang menggunggah hati terdalamnya. Ayah kembali hanya mengangguk dan melanjutkan makannya. Alif melanjutkan makannya. Untuk sesaat pikirannya kembali terngiang pada Antoni. Hey, kenapa ia jadi terus memikirkan pria tropis itu?
*****
“Ini benar-benar gila!!.” Pekik Antoni saat ia sudah berada didalam kamarnya bersama sahabatnya Pratama. “kenapa aku tak bisa berhenti memikirkan anak itu!?” kata Antoni. Pratama sesekali menutup telinganya karena Antoni terus menerus berteriak.
“Bisakah kau diam!! Aku tak bisa mendengarkanmu jika kau berteriak.” Kata Pratama. Antoni akhirnya menghempaskan pantatnya diatas tempat tidur. Ia menumpu wajahnya dan menutup matanya. Setelah Antoni benar-benar terdiam, giliran Pratama yang gentian bicara.
“Sebenarnya kau kenapa?” tanyanya. Antoni terdiam.
“Aku tidak tahu. Yang jelas bayangannya selalu menghantuiku.” Kata Antoni.
“Siapa?” tanya Pratama lagi.
“Kalau tidak salah namanya adalah Alif.” Gumam Antoni. Pratama terbelalak.
“Ya Tuhan !! maksudmu Alif Rahman !?” tanya Pratama kaget. Antoni mengangkat wajahnya.
“Darimana kau tahu namanya Alif Rahman?” tanyanya heran.
“Tentu aku tahu, dia adalah anak paling tajir sekaligus jadi bintang disekolah. Dia satu kelas denganku sekaligus satu ruang loker.” Kata Pratama. “bagaimana kau bisa kenal dengannya?” tanyanya penasaran.
“Ya, aku melihatnya saat dia sedang dikeroyok oleh `Si Manyun` itu.” Kata Antoni. Pratama mengenryitkan dahi.
“Manyun?”
“Abimanyu alias Abimanyun. Si Preman itu.” Kata Antoni menjelaskan maksudnya. Pratama menganggukkan kepalanya.
“Apa Alif anak baru?” tanya Antoni.
“Tidak, dia sudah ada sejak kelas satu.” Kata Pratama.
“Tapi kenapa aku tidak pernah melihatnya.” Tanya Antoni.
“Dia sangat pendiam dan menarik diri dari sosial. Aku saja yang satu kelas dengannya tidak begitu dekat.” Kata Pratama menjelaskan. Antoni terdiam dan berpikir sejenak. Pantas saja dia tidak pernah terlihat olehnya.
“Ngomong-ngomong, kau suka padanya, ya?” tanya Pratama jahil. Antoni menoleh dan terbelalak.
“Aku masih terlalu normal untuk itu !!” kata Antoni.
“Masak sih?, tapi kenapa kau memikirkannya terus?” tanya Pratama sambil memicingkan matanya. Seolah Ia tak yakin dengan jawaban Antoni.
"Entahlah, aku...aku... tak bisa kujelaskan. Aku merasa ada sesuatu yang aneh yang membuatku merasa betah jika didekatnya. Matanya, senyumnya, hidungnya. entah mengapa aku selalu kepikiran tentang anak itu." kata Antoni.
"Mungkin karena kau merasa ingin dekat dengannya atau sekedar ingin kenal dekat dengannya." kata Pratama memberi persepsi.
"Maksudmu?" tanya Antoni.
"Yah, kau tahu sendiri. kau tadi cerita jika Alif mirip dengan adikmu; Aditya. mungkin karena rasa itu kau jadi menganggap Alif sebagai Aditya sehingga kau ingin merasa selalu dekat dengannya." kata Pratama. Antoni terdiam. Ia masih tak yakin dengan jawaban Pratama. Memang, Alif sangat mirip dengan Aditya, tapi sepertinya ada sesuatu yang aneh dan janggal yang membuat perasaan itu terasa beda dari biasanya. Terasa hangat dan aneh.
"Tapi jika bukan begitu, mungkin kau jatuh cinta padanya." kata Pratama sambil tersenyum penuh arti.
"APA!?"
"Yah, kurasa kau jatuh cinta pada pandangan pertama." kata Pratama iseng. Antoni bergidik.
“Kau menjengkelkan !!” kata Antoni sambil membuang muka dengan kesal. Pratama tertawa menertawai sahabatnya itu.
“Aku hanya bercanda.” Kata Pratama santai. Antoni bernafas lega karena Pratama hanya becanda dengan perkataannya. Padahal ia nyaris menganggap serius pernyataan itu.
“Tapi, selama ini kau suka denganku atau tidak?” kata Pratama lagi-lagi jahil.
“…” Antoni ceming.
“Yah, aku mengira selama kau dekat denganku, mungkin saja kau jatuh cinta denganku seperti kau dengan Alif.” Kata Pratama sambil terkekeh.
“PRATAMA!!!” Antoni geram dan menimpuk Pratama dengan bantal.
“oh, iya maaf-maaf, kita ganti topik” katanya santai tak peduli dengan wajah Antoni yang sudah seperti kepiting rebus. Ia menyeruput minumnya ~yang sebelumnya telah Antoni sediakan~ dengan santainya.
“Mana ayahmu?” katanya kemudian. Antoni terhenyak tapi tidak menunjukkan ekspresi.
“Ayahku?” ulang Antoni.
“iya ayahmu. Selama aku mampir kesini, aku hanya bertemu dengan ibumu. Boleh kutahu ayahmu?” tanyab Pratama. Untuk sesaat Antoni terdiam sebelum menjawabnya.
“dia pergi..”kata Antoni singkat.
“kemana?” tanya Pratama polos tak mengerti maksud ucapan Antoni.
“Maksudku dia sudah pergi, selamanya…” kata Antoni menjelaskan.
“oops, maaf...aku turut berduka..” kata Pratama menutup mulutnya, tanda ia telah salah bicara dan menyesal.
“Tidak, bukan meninggal. Maksudku, aku tak tahu dia dimana. Aku… tidak akan pernah berjumpa dengannya lagi.” Kata Antoni sedikit sedih yang membuat Pratama tidak bisa berkata apa-apa bahkan untuk sekedar menghiburnya.
“maaf bukan maksudku…”Pratama hendak bicara namun sulit untuk dikeluarkan. Antoni maklum kepadanya.
“sudahlah, tak usah dipikirkan”. Kata Antoni. Antoni mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan pekerjaan rumah dan menanyakan kehidupan pribadi Pratama. Rupanya pria seganteng dan sebeken Pratama masih belum memiliki pacar.
Begitulah mereka mengobrol hingga waktu semakin larut dan tak terasa sudah menunjukkan jam setengah 7 malam. “Kau tidak apa-apa soal waktu? Ini sudah pukul setengah 7 malam.” Kata Antoni mencoba untuk mengganti pembicaraan sekaligus mengingatkannya akan waktu yang sudah malam.
“oh iya, sepertinya aku harus berbenah diri. Sebelum pulang, boleh aku menumpang mandi? Itupun jika kau membolehkannya, karena aku pasti akan kemalaman dan telat mandi jika aku memaksa diri untuk mandi dirumah.” Katanya panjang lebar. Antoni tahu lokasi rumah Pratama memang searah dengannya namun rumahnya dan rumah Pratama cukup jauh.
“Tentu saja boleh, akan aku ambilkan handuk” kata Antoni seraya mengambilkannya handuk dan memberikannya pada Pratama. Pratama pun menuju kamar mandi di lantai dasar. Tak berapa lama terdengar suara selaksa air dalam jumlah besar dari dalam kamar mandi.
Antoni kembali duduk diatas ranjang sambil menunggu Pratama selesai mandi. Ia memejamkan matanya sejenak, namun dalam bayangannya terlintas wajah Alif yang mirip sekali dengan Aditya. Senyumnya… ia terbayang dengan senyuman menawan Romeo yang satu itu.
Ia membuka matanya ketika sadar dengan kekhilafan pikirannya. Tak seharusnya ia mengagumi sosok orang asing itu hingga terbayang dalam pikirannya. Apalagi orang asing itu adalah seorang pria. Mengapa jadi begini? Kenapa ia selalu terbayang dengan sosok indah dengan wajah cerah bagaikan seorang Apollo. Rasa apa ini? Kenapa ia mengagumi wajah seorang Adam? Tuhan, bantu aku menjawabnya, batin Antoni.
Saat ia menenggelamkan wajahnya diantara kedua tangannya, tiba-tiba HP nya bergetar. Sebuah SMS dari Rani. Ia mengambil HP yang tak jauh darinya dan membuka message yang telah diterima itu.
Rani:
-Hay Tampan ^_^, belum tidur, kan? Bsk mau mengantarku utk k Gramedia? Sekalian qta jalan2. Hehehe. Bls aq jka kau menyetujuinya.-
Antoni tersenyum membaca SMS itu. Ah, Rani. Sahabatnya sejak kecil itu memang sudah lama mengagumi sosok Antoni. Namun Antoni pura-pura tidak tahu akan perasaan Rani padanya itu. Ia hanya ingin bersahabat saja dengan Rani, tidak lebih.
Antoni mengetik sebuah SMS balasan untuk Rani. Ia menyetujui ajakan Rani itu untuk ikut ke Gramedia sekalian untuk jalan-jalan.
*****
“Hei, melamun aja…!!” pekik Antoni sambil mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Alif yang membuat Alif tersadar dari lamunannya. Alif terkejut dengan kehadiran Antoni saat itu yang tersenyum kearahnya. Antoni langsung mengambil kursi di sebelah Alif yang sedang melamun pada jam istirahat di kantin saat itu. Alif masih terdiam dan tertunduk menyembunyikan wajahnya. Antoni memesan segelas es jeruk pada pelayan.
“Lagi ngapain? Tumben-tumbenan ke kantin. Biasanya aku nggak pernah ngeliat kamu disini.” Kata Antoni sambil tersenyum ramah memamerkan deretan giginya yang rata.
“Suka-suka dong!!” kata Alif agak ketus karena lamunannya dibuyarkan. Ia sudah bisa menguasai suasana hatinya dengan kedatangan Antoni disebelahnya. Antoni tersenyum. Sejak semalam, Antoni akhirnya memutuskan untuk terlebih akrab dahulu dengan Alif. Ia memang sempat ingin menghindari pemuda oriental melayu itu. Namun akhirnya ia menutuskan untuk bisa bersahabat baik dengan Alif. Dan kini, tak ia duga akhirnya ia duduk berdekatan dengan Alif dan berbicara wajar tanpa ada kecanggungan atau degup jantung yang tak beraturan.
“Lho, malah ngambek !? masih mending aku sadarin lamunannya, coba kalau nggak, pasti kamu bisa mati.” Kata Antoni serius membuat Alif menatap matanya meyakinkan.
“yakin? Koq bisa orang melamun langsung meninggal?” Kata Alif penasaran.
“Ya iyalah, orang enggak melamun aja bisa mati, apalagi yang melamun.” Kata Antoni dengan tawa kecilnya yang khas yang membuat Alif seperti orang bodoh. Segera Alif menampar kecil pipi Antoni yang malah membuat Antoni semakin cengengesan.
“Emangnya dari tadi kamu ngelamunin apa sih?” tanya Antoni. Alif terdiam. Sesungguhnya sedari tadi ia memikirkan Antoni. namun tidak mungkin ia bilang pada Antoni bahwa ia sedang memikirkannya.
“Ngg… pengen tau banget.” Kata Alif mencoba menghindar.
“Huu, dasar. Ngomong-ngomong, luka kamu udah nggak apa-apa, kan?” tanya Antoni memperhatikan wajah Alif.
“Udah agak mendingan kok.” Kata Alif santai.
“Oh, syukur deh kalo begitu. Tapi, aku masih penasaran, emang kamu dihajar cuma karena Riska suka sama kamu, ya?” tanya Antoni heran.
“Kamu masih nggak percaya?”
“Mmm…bukan begitu. Aku masih heran aja, cewek se-populer Riska bisa kepincut sama kamu.” Kata Antoni.
“Mungkin... karena aku ganteng, hehe.” Kata Alif sambil cengengesan. Antoni menonjok pelan bahu Alif. Untuk sesaat obrolan merek terhenti karena pesanan Antoni sudah datang. Antoni menyeruput es jeruknya.
“Psst, Alif…” terdengar suara pelan namun intonasi yang sedikit nyaring memanggil Alif. Alif tidak perlu mencari-cari suara itu, karna asalnya sudah ada di depannya. Beberapa meter kearah depan kiri seorang wanita sedang nyengir genit kearahnya, yang membuat Alif mengangkat alis sebelah kanannya; bingung dan geli. Riska Apriliani, wanita genit bersuara cempreng itu. Dengan tubuh mungil dan suara cempreng serta tampangnya yang judes membuat siapa saja merasa gerah padanya. Dan yang Alif tahu, sejak kelas satu dia sudah suka padanya dan mengincarnya untuk dijadikannya pacar.
“Nanti pulang bareng ya, kebetulan nggak ada ekskul hari ini…” Kata Riska sambil mengedipkan mata seperti orang ayan. Alif merasa jengan dengan ucapan dan perilaku Riska. Antoni melihat rasa jengah dari mimik wajah Alif yang tampak `jijik` dengan kehadiran Riska. Ia pun mencoba untuk menolong Alif dari keadaan itu.
“Ssst, nggak boleh ngomongin urusan pribadi di tempat umum!!!” Sahut Antoni dengan sedikit galak, padahal Alif yang seharusnya menjawab pernyataan Riska.
“Apa sih, Ton !! mau ikut campur aja !!! kan Gua nanyanya sama Alif, bukan sama elu!!” Sahut riska dengan sedikit logat betawi-jawa dan dengan tampang judesnya. Riska memang mengenal Antoni meski mereka berbeda kelas. Maklum, Antoni adalah seorang wakil ketua OSIS jadi dia memiliki banyak jaringan. Apalagi dengan Riska si ketua cheerleders itu.
“yee, dibilangin. Si Alif ntu ada les bahasa inggris hari ini, jadi dianya kagak bisa nganteri elu!!!” Sahut Antoni membalasnya dengan logat Betawi yang lebih kental.
“iya-iya dah waketos, ngalah gua mah…, tapi lif, kalo besok mau bareng sama aku, kamu tinggal SMS aku aja ya…bye bye honey” Kata Riska dengan ganjennya sebelum mengakhiri pembicaraannya tanpa mempedulikan tampang Antoni yang sudah badmood. Alif hanya tersenyum melihat ekspresinya. Riska berbalik membelakangi keduanya.
“Emangnya aku les bahasa inggris ya?” Tanya Alif becanda sambil tersenyum jail menertawakan kebohongan yang dibuat Antoni.
“Tau ah!!! Masih mending aku selamatin kamu dari Riska.” Kata Antoni sambil membuang mukanya.
“Iyadeh, iya… maafin aku. Aku cuman becanda koq. Makasih, ya.” Kata Alif dengan nada yang dilembutkan. Antoni hanya tersenyum mendengar ucapan Alif itu. “Oiya, aku masih penasaran. Ada angin apa nih tiba-tiba kamu ngedeketin aku. Kayaknya kemarin kamu ngejauhin aku deh.” Kata Alif mengganti topik pembicaraan. Antoni terdiam sesaat.
“Aku cuma ingin dekat aja sama kamu.” Kata Antoni.
“Kenapa? Kita kan baru kenal.” Kata Alif.
“Justru itu, aku ingin dekat dengan kamu yang baru aku kenal tempo hari.” Kata Antoni. Alif tersenyum.
“Apa cuma itu?” tanya Alif.
“Baiklah. Ada alasan lain yang membuatku ingin dekat denganmu.” Lanjut Antoni.
“apa?”
“Kau, mirip sekali dengan Aditya.” Kata Antoni dengan mimik serius menatap lurus kearah Alif. Seketika Alif termangu dengan tatapan yang tiba-tiba membuatnya terasa mati membeku. `Kenapa? Kenapa harus tatapan itu?`, gumam Alif.
“Aditya? Siapa itu?” tanya Alif sambil menetralkan detak jantungnya. Beberapa saat Antoni terdiam sambil menundukkan wajahnya.
“Adikku. Dia sangat mirip denganmu. Itu sebabnya saat pertama kali melihatmu, aku merasa melihat Aditya pada dirimu.” Kata Antoni. Alif terdiam.
`Ah, ternyata tatapan yang telah memikatku itu ditujukan untuk adiknya. Bukan aku.` gumam Alif. `tapi biarlah, lagipula untuk apa aku mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kudapat dari sosok seindah Heracles itu` tepis Alif pada hatinya. Untuk sesaat mereka berdua terdiam.
“Jika kau mau, kau bisa menganggapku sebagai adikmu.” Kata Alif untuk menghibur Antoni yang mimiknya berubah menjadi sendu itu. Seketika Alif tersenyum.
“Terimakasih. Tapi sepertinya tidak bisa.” Gumam Antoni. ia tersenyum menatap Alif yang terpaku menatapnya heran.
“kenapa?”
“Karena, kau lebih tinggi beberapa inci dariku. Tentu aku gengsi memanggilmu adikku jika ternyata tinggi tubuhmu lebih tinggi dariku. Haha.” Kata Antoni sambil tertawa. Alif pun juga tertawa renyah mendengar ocehan Antoni yang terdengan dipaksakan itu. Ya, meski Antoni memilik postur tubuh yang lebih kekar, berisi dan seksi, tetap saja Alif memiliki tinggi yang lebih dari Antoni. tidak terlalu tinggi memang, perbandingan tinggi Antoni hanya sekitar pipi bawah Alif. Meski begitu, Alif memiliki tubuh yang lebih kurus dari Antoni.
Keduanya memiliki kelebihan sekaligus kekurangan dalam hal fisik.
*****
Suara Hati Alif…
Kau tau? terkadang aku iri terhadap kesempurnaan Antoni. Selain aktif dan cerdas, dia memiliki tubuh yang seolah-olah dipahat oleh malaikat: Indah dan berbentuk seperti pahatan patung Yunani. Rambutnya hitam lurus dan legam yang mudah untuk dijadikan model apa saja. Tapi anehnya dia begitu tidak peduli dengan rambutnya, padahal aku rela membayar berapapun agar aku bisa mengganti rambutku yang ikal kering ini dengan rambutnya. Warna kulitnya Eksotis Indonesia atau cokelat tropis. Membuatnya tampak seksi dan kekar. Mungkin penyebabnya karna Antoni aktif di beladiri, olahraga Basket ataupun gymnasium. Sehingga tubuhnya terbentuk dan terbakar sinar matahari.
*****
Kriiing…Kriiing…Kriiing…
Bel tanda pulang berbunyi nyaring. Antoni dan Alif segera membereskan buku pelajaran di loker masing-masing. Mereka sudah janjian untuk bertemu di koridor saat jam istirahat tadi. Alif masih saja becanda memukul kecil bahu kanan Antoni sambil tersenyum iseng. Ia melepaskan kacamatanya dan memasukannya kedalam tas jinjingnya.
“Kau memakai kacamata?” tanya Antoni.
“Iya. Memangnya kenapa? Ada yang salah?” tanya Alif.
“bukan begitu, maksudku, kenapa kau melepasnya?” kata Antoni tajam menatap langsung ke mata Alif.
“hanya... terasa tidak nyaman, maksudku, kau tau... idiotnya orang yang berkacamata?” kata Alif mengaku.
“oo.. jadi alasannya begitu, padahal menurutku, kau terlihat lebih dewasa memakai kacamata itu..” kata Antoni sembari tersenyum.
“termakasih…”kata Alif membalas senyumnya. Pujian dari Antoni membuatnya melayang, tapi ia tidak mau mengekspresikannya lebih jauh.
Mereka berjalan beriringan berdua dengan santai. Sesekali mereka masih berceloteh bercerita tentang apa saja. Alif berbicara dengan senyum simpul yang sesekali memperlihatkan giginya yang rapih. Antoni merangkul bahu Alif dengan tangannya yang jika dilihat seperti dua orang sahabat berjalan beriringan, padahal jika ditelisik lebih jauh, mereka hanya ingin berada dekat layaknya dua kutub magnet. Tubuh Alif yang tinggi membuat Antoni sulit untuk menyeimbanginya.
“Hari ini ada rapat OSIS?” Tanya Alif kemudian menatap kearah Antoni.
“Enggak, kenapa?” Tanya Antoni kemudian sambil mengerutkan kening.
“Bagus, jalan bareng yuk, kebetulan aku bawa motor. Akan kutunjukkan tempat indah di Jakarta saat sore hari. Sekalian sebagai ucapan terimakasih dari keluargaku karena menyelamatkanmu kemarin. Oiya, ayahku sudah mulai terbuka denganmu. Jadi kau bisa main kapanpun kerumahku.” ajak Alif dengan mata berbinar dan penuh harap.
“Serius nih!? ayahmu udah nggak marah lagi?” tanya Antoni tak percaya.
“Iya. Dia hanya salah sangka padamu. Lagipula kemarin dia menanyakanmu apakah kamu ingin bertandang kerumah.” Kata Alif.
“Sepertinya ayahmu baik.” Kata Antoni sambil tersenyum. Teringat dengan kejadian saat tuan Rahman mengusirnya tempo hari.
“Jadi, kau mau pergi denganku. Aku punya sebuah tempat rahasia dikala senja. Kau bisa melihat sebuah savannah ilalang dengan pohon saga ditengahnya. Yah, hanya itu tempat yang bisa kutawarkan.” Kata Alif berharap Antoni bisa ikut ke tempat yang dianggapnya paling istimewa di Jakarta.
“Oiya? Sepertinya menarik. Memangnya dimana tempatnya?” tanya Antoni antusias.
“Di belakang bangunan bekas gedung didaerah Tanah Abang. Memang terlihat seperti bangunan biasa, tapi jika kau sudah masuk kedalamnya, kau akan menemukan sebuah savannah disana. Gedung itu adalah gedung yang baru setengah jadi alias tidak diselesaikan.” Kata Alif antusias. Antoni berfikir sejenak.
“Mmm… aku ingin sekali ikut, tapi…” Ucapan Antoni terpotong.
“Ton..!!!” suara melengking khas seorang wanita tiba-tiba memanggil Antoni. Antoni menoleh kebelakang kearah wanita yang sedang mengejar langkahnya diantara puluhan siswa. Ia berhasil mengejar langkahnya dan menyeruak diantara tubuh Antoni dan Alif. Nafasnya tersengal-sengal kelelahan karna berlari. Wanita bermata cokelat, berwajah oriental sumatera itu memulihkan nafasnya agar teratur sebelum berbicara.
“Jadi kan nganterin aku?” Katanya cepat dan langsung
menatap wajah Antoni. Antoni melirik Alif yang tampak kesal karena obrolannya terganggu. Walau mukanya terlihat biasa dan dingin, tapi Antoni dapat membaca dari matanya.
“Jadi apa?” Tanya Antoni balik dengan tampak bingung.
“Lho, tadi malam kamukan udah janji mau nganterin aku ke Gramedia? Kamu udah lupa ya? Atau kamu ada janji dengan yang lain?” Katanya pada Antoni sambil menoleh sesaat kepada Alif. Kini Alif makin terlihat terganggu atas kehadirannya, terutama atas lirikan yang ditujukan kearahnya.
Antoni berpikir sesaat, hingga ingatan tadi malam saat SMS Rani masuk teringat kembali dalam memori ingatannya.
“oh iya, aku ingat !!!” katanya dengan muka yang seperti orang gila yang mengingat kegilaannya (?).
“Nah ingatkan? Dah yuk, sekarang langsung berangkat. Kamu kan dan janji mau nganterin aku!” Kata Rani yang berusaha memaksa dan menarik-narik tangan Antoni yang kekar. Antoni cukup kesakitan di cengkeram oleh tangan Rani.
“Eh… iya… tapi…tapi” kata Antoni menahan sakit dan mencoba melepaskan genggaman tangan Rani dari lengannya karena ia melihat Alif semakin dingin menatap Antoni dan Rani. Cemburu? Mungkinkah?. “Aku ada janji sama Alif, kapan-kapan aja ya aku nganterin kamu.” kata Antoni dengan wajah yang masih meringis kesakitan, Rani yang sebelumnya terlihat bersemangat tampak kecewa berat mendengar alasan Antoni (meski begitu, lengan Antoni masih saja belum dilepasnya >_<).
“Gapapa koq Ton, kamu pergi aja, toh kamu udah terlanjur berjanji.” Kata alif dengan senyum yang dipaksakan kearah Antoni.
“Tapi Lif…”
“Gapapa Ton, kamu pergi aja sana…Yaudah, aku cabut duluan ya, bye…” kata Alif sambil memaksakan senyum di ekspresinya yang dingin dan tatapan matanya yang kosong. Ia berlalu tanpa menoleh lagi kearah Antoni dan langsung menuju tempat parkiran.
Antoni masih termangu di tempatnya sambil menatap punggung Alif yang lebar dan perlahan menjauh. Meski hanya dapat melihatnya dari belakang, Antoni merasakan hawa kesedihan dan kecewa dalam auranya. `Kenapa? Pria melayu itu tampak begitu kecewa? Ataukah hanya diriku yang tampak tak enak hati bila menolak ajakannya?` batin Antoni.
“Ton, jadi kan?...” Sebuah tangan melayang-layang didepan Antoni menyadarkan lamunannya. Rani menatap Antoni dengan tatapan bingung sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
“eh…iya, yuk jalan…” Kata Antoni tergagap mendapati pertanyaannya.
“Oke, yuk ke parkiran, aku bawa mobil, biar aku yang nyetir” Kata Rani semangat dan langsung menarik pergelangan tangan Antoni. Antoni hanya menuruti kemauannya. Alif…
*****
Sepanjang perjalanan Antoni dan Rani tenggelam dalam kebisuan. Rani sedari tadi hanya memilih-milih buku di Gramedia. Antoni tidak tertarik untuk menyentuh buku manapun. Antoni hanya melihat-lihat cover buku terutama yang ber-genre gothic di salah satu rak buku di lantai dua. Rani menawarkannya buku namun Antoni menolaknya. Karena Antoni sedang tidak berminat, Rani hanya maklum mendapatinya yang sedang enggan berbuat sesuatu. Antoni hanya menemaninya berjalan dari rak buku satu ke yang lain. Cukup bosan juga karena buku yang dicari Rani belum juga ketemu sementara waktu sudah menunjukkan puku 5 sore. Entah mengapa tiba-tiba Antoni memikirkan Alif. Wajah pria itu seolah hadir dimanapun yang membuat pikiran Antoni tidak terfokus.
Akhirnya Rani menemukan buku yang dicarinya. Di rak novel ber-genre romantic. ‘9 legenda cinta abadi’. Itulah tulisan judul buku yang dicetak besar dengan gambar seorang virgo (perawan) yang tampak seperti malaikat karna mempunyai sayap seperti merpati. Yang duduk menatap nanar dengan kedua tangannya yang terangkup di dada, dan berlatar bulan purnama. Seolah-olah mengekspresikan kehilangannya.
Di mobil untuk menghilangkan rasa bosan, Antoni meminta izin pada Rani untuk meminjam buku berwarna pink tersebut.
“boleh kupinjam?” katanya sambil menunjuk buku yang baru dibeli Rani. Setelah mendapat anggukan dari Rani Antoni membuka-buka buku tersebut.
Seperti judulnya, buku ini memang berkisah tentang sembilan legenda percintaan dari seluruh dunia. Yang pertama adalah Cleopatra dan Antonius. dua sejoli yang dipertemukan di negeri piramida. Setahu Antoni, Cleopatra adalah seorang ratu muda yang sangat cantik hingga kecantikannya menembus zaman. Namun nasib naas menimpanya, ia bunuh diri saat ia tau kekasihnya Antonius mati dalam perang dan ia baru menyesal kemudian setelah ia tau bahwa semuanya adalah kebohongan belaka.
Yang Antoni sukai adalah kisah Qais dan Layla (layla dan majnun). Dimana saat keegoisan orang tua dan perjodohan memisahkan cinta mereka. Hingga membuat qais menjadi gila karna cinta. Keduanya dipisahkan oleh keaadan dan status. Cukup kolot juga tentang bagaimana cara pandang orang saat itu. Tapi yang disukai adalah akhir ceritanya. Dimana akhirnya takdir mempersatukan cinta mereka di padang gurun sahara, gurun terluas di dunia. Dan mereka berdua akhirnya meninggal disana.
Sebenarnya masih banyak cerita didalamnya, tapi tidak mungkin saya mendeskripsikannya satu persatu pada kalian kan? :P
“apakah semua kisah cinta yang melegenda harus berakhir tragis?” Tanya Antoni pada Rani. Rani terhenyak sesaat mendapati pertanyaan Antoni yang secara spontan sebelum ia mulai menjawabnya.
“ya, tergantung. Tapi terkadang setiap orang perlu sesuatu yang berbeda, tidak berakhir bahagia seperti yang selalu diceritakan dalam dongeng bukan?” kata Rani jelas meski belum sepenuhnya memuaskan pertanyaan Antoni.
“menurutmu, apakah semua kisah cinta itu haruslah laki-laki dan wanita dalam satu plot?” Tanya Antoni lagi.
“ayolah, pernahkah kau memerhatikan cerita-cerita cinta yang dibuat oleh Shakespeare? `romeo dan Juliet`, ‘san pek dan eng tai’, bahkan kisah-kisah nyata seperti raja shah jahan yang membangun taj mahal untuk cinta, yusuf dan zulaikha, dan bahkan adam dan hawa. Bukankah kisah-kisah itu berupa kisah cinta antara berbeda jenis? Menurutmu apakah ada legenda cinta yang lain dari biasanya? Yang sekiranya bercerita tentang hubungan terlarang seperti Gay atau Lesbian?” Kata Rani mengerutkan dahinya. Antoni terdiam dan berpikir sejenak, `antologi cinta sejenis. Entah mengapa kata itu terngiang aneh di kepalaku` batin Antoni.
Antoni berpikir sejenak “Ada satu kisah cinta legenda yang kau lupakan. Dan ini adalah kisah cinta yang lebih beda dari biasanya.” Katanya perlahan dengan senyum simpul dan tatapan dingin.
“apa?” Tanya Rani kemudian.
“Kisah Apollo dan Hyakinthos, bukankah itu legenda cinta sesama jenis? Dan akhir yang tragis karena hyakinthos dibunuh dan Apollo mengutuk keabadiannya sendiri. Meski Apollo adalah seorang dewa abadi, hanya satu kelemahannya, ia tidak bisa mati dan tidak akan bisa bersatu dengan hyakinthos di tempat yang kekal. Itu sebabnya ia menciptakan bunya hyacinth untuk mengenang kekasihnya.”Kata Antoni dengan tatapan yang menerawang. Kisah yang sangat tragis menurutnya, meski cuma sekedar mitos.
Rani mendengarkannya dengan tertegun dan mengerutkan bibirnya tanda sepaham. Lalu seketika ia menoleh dan menanyakan sesuatu, “Tapi jika itu benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata, bagaimana cara membedakan mana pihak yang berperan sebagai Hyakintos dan mana pihak yang berperan sebagai Apollo jika cinta tidak dibedakan oleh status gender?, bukankah sulit jika cinta itu tidak membedakan mana laki-laki dan wanita. Karena perbedaan gender itu menentungan status orang tersebut dalam satu cinta itu. Iya, kan?
Seperti halnya kisah Romeo dan Juliet. Romeo adalah gambaran untuk laki-laki sementara Juliet adalah gambaran untuk wanita. Jika seandainya kedua pemeran dalam satu kisah berjenis kelamin sama, bagaimana cara membagi peran antara Romeo dan Juliet?” kata Rani panjang lebar. Anton terdiam. Memang benar, tidak pernah ada kisah untuk mereka yang memiliki kelainan seksual. Mereka yang mencintai dari jenis yang sama, terkadang tidak memiliki tempat untuk sebuah akhir yang bahagia dalam sebuah cerita tragedi terlarang. Tak pernah ada tempat untuk sebuah cinta terlarang. Bahkan dalam dunia fiksi sekalipun. Karena dunia ini hidup dengan perbedaan, dan penuh warna karena perbedaan. Bukan karena persamaan apalagi dalam hal gender.
Antoni tersenyum kecut dan mengedarkan pandangan kedepan, ke jalanan yang mulai dihiasi dengan bias temaram senja dan langit jingga. Seketika itu juga Antoni memikirkan kata-kata yang akan diucapkan.
“Salah satu dari mereka yang mencintai sejenis, mungkin harus mati terlebih dahulu. Dia yang mati adalah yang menjadi Hyakinthos, sementara yang hidup adalah seorang Apollo. Yah, setidaknya itulah kesimpulan yang kudapat dari makna cinta sejenis antara Apollo dengan Hyakintos. Karena diantara putih dan hitam, pasti ada abu-abu. Diantara cinta pria dan wanita, pasti ada pertengahannya yang disebut penyimpangan. Karena cinta yang menyimpang, pasti membutuhkan pengorbanan meskipun lewat jalan kematian.” Katanya singkat yang membuat Rani hanya tertegun dan tidak menanyakan apa maksudnya. Antonipun hanya berkata sesuatu yang bahkan tidak ada dalam pikirannya.
Sesuatu mungkin akan terjadi, dalam hidupnya…
*****
makasih ya.... hehehe (Akhirnya... *terharu...)
gak dilanjut lg bro?
Setuju ma bang @andre_patiatama