It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ya sudah lah...
Kpan lanjut di blog bg. Aku masih mnunggu lanjutan dua sisi wajah....
Mga abg cpt post di blog
Ratu nirmala sedang berdiri dekat jendela pendopo, ditangannya memegang sebuah gelas Kristal yang berisikan minuman berwarana keemasan yang bercahaya tertimpa sinar lampu bagaikan permata. Ia bersikap seolah tak menyadari saat surya nala menghampirinya. Hatinya masih gusar karena tadi surya nala tak memilihnya untuk mengajak menari bersama. Surya nala yang diikuti oleh tatapan tajam ibunya bergerak dengan enggan menghampiri ratu nirmala. Dalam hatinya bertanya Tanya dimana panglima dewangga. Sedari dia menari tadi tak kelihatan disekitar situ. Saat surya nala mendekat, ratu nirmala membuang muka ke jendela seolah sedang asik melihat cahaya bulan purnama yang bersinar cemerlang dilatari langit sehitam jelaga.
“maaf paduka ratu, bukannya hamba lancang untuk mengganggu keasyikan paduka ratu. Namun hati hamba terusik melihat kegundahan yang terpancar pada seri wajah paduka ratu. Apakah gerangan yang paduka pikirkan, apakah pesta ini kurang berkenan bagi paduka?” surya nala bertanya dengan sesopan mungkin. Ia tersenyum pada ratu. Dengan perlahan ratu nirmala menoleh pada surya nala. Melihat senyum termanis yang pernah ia lihat seumur hidupnya segala kegusaran hatinya langsung sirna seketika bagaikan tersapu angina. Ratu nirmala tersipu.
“tidak, kamu tak mengganggu saya sedikitpun… saya hanya sedang melihat betapa indahnya suasana disini, kamu pasti melewati masa yang indah disini”
“iya paduka, betul sekali, taka da pemandangan yang lebih indah daripada di batur marao….”
“kamu belum pernah ke merak kemukus?” ratu nirmala bertanya. Surya nala menggeleng. Memang selama ini ia belum pernah pergi ke merak kemukus yang lumayan jauhnya itu. Tapi ia sudah seingkali mendengar tentang negeri itu.
“kapan kapan saya akan mengundanmu kesana, saya akan mengajakmu melihat keindahan negeri merak kemukus. Saya memelihara ratusan burung merak yang sangat bagus… saya yakin kamu pasti akan menyukainya!” ratu nirmala menjelaskan dengan penuh semangat. Hatinya memang telah jatuh pada pemuda tampan itu. Ia tak tahu kenapa namun ia hanya merasa sangat bahagia ketika berdekatan dengan surya nala.
“kalau paduka tak berkeberatan sudikah paduka menemani saya menari?” bagaikan tak percaya ratu nirmala menatap surya nala. Ia tak menyangka kalau surya nala akan menawarinya. Tanpa menunggu lama ratu nirmala mengangguk. ia menyambut tangan surya nala. Berdua mereka berjalan ke tengah pesta. Nyimas hanum yang dari tadi mengawasi surya nala langusng tersungging sumringah. Ia senang akhirnya anaknya dekat dengan sang ratu. Dalam angan-angannya sudah terbentuk satu scenario indah. Ia membayangkan keluarga mereka pindah ke istanan dan surya nala mendampingi ratu memerintah negeri. Sebentar-sebentar nyimas hanum menyeringai aneh. Seringai kesenangan!.
Dengan anggun ratu nirmala menari bersama surya nala. Gaunnya yang berkilauan berkibar lembut tersapu angin sepoi. Sungguh bagaikan bidadari jelita yang menitis ke bumi. Tak ada satupun yang menyangkal kalau ratu nirmala dan surya nala adalah pasangan yang serasi bagaikan dewa dan dewi dari khayangan. Yang satu begitu tampan bagai mahadewa dan yang satunya lagi bagaikan mahadewi. Tamu-tamu saling berbisik mengutarakan pendapatnya masing-masing. Ada yang meramal kalau ratu nirmala dan surya nala akan menjadi sepasang kekasih tapi ada juga yang menanggapinya dengan sinis. Terlebih lagi isteri centeng cakri yang memang tak pernah mau kalah saing dengan nyimas hanum langsung mencibir dengan perasaan iri bergemuruh. Ia nyaris tak tahan membayangkan saingannya itu akan memiliki kekuasaan jikalau sampai kejadian surya nala menikahi sang ratu.
Setelah menari surya nala mengajak ratu nirmala berjalan jalan ke taman. Mereka berjalan dengan santai sambil mengobrol. Surya nala mempersilahkan ratu untuk duduk di sebuah bangku ukir perak yang ada di bawah pohon cermai yang berbuah sangat lebat hingga tangkai tangkai pohonnya menjadi bengkok seakan nyaris tak sanggup menahan beban buah yang demikian banyaknya. Harum bunga-bunga musim panas yang bermekaran dalam taman itu membuat ratu nirmala menjadi kerasan.
“di istana merak kemukus juga ada taman seperti ini, yah jauh lebih besar dari taman ini, banyak bunga-bunga yang indah berwarna warni. Biasanya saya bersama para dayang duduk ditaman sambil merajut dan bercengkrama. Tapi tak ada tumbuhan pohon buah!” kata ratu nirmala hanya sekedar untuk mengusir kebisuan.
“saya yakin sekali paduka mempunyai istana yang sangat bagus, ibunda pernah bercerita” surya nala menimpali seadanya hanya untuk menghormati sang ratu. Sebenarnya ia sedang bertanya Tanya daam hatinya dimanakah gerangan panglima dewangga. Ia merasa heran sejak tadi panglima dewangga seakan lenyap ditelan bumi.
“tentu saja… nanti sampai kamu lihat sendiri.. diistana saya juga memiliki senjata berburu yang tak terhingga jumlahnya. Beberapa dari benda itu adalah peninggalan turun temurun dari raja raja sebelumnya, memiliki kedigjayayan tiada bandingannya” ratu nirmala sengaja memancing agar surya nala penasaran. Ia tahu surya nala suka berburu dan artinya itu surya nala pasti tahu betul dengan senjata. Mata surya nala langsung berbinar dan dengan tertarik ia melihat ratu nirmala. Merasa pancingannya mengena ratu nirmala makin bersemangat bercerita.