It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@sikasepmauth @nukakarakter @iamyogi96 @iamalone89 @halaah @jjk_mod_on @dirpra @gdragonpalm @firdausi @Chocolate010185 @rajatega @05nov1991 @Just_PJ @andychrist @nur_hadinata @The_jack19 @kiki_h_n @alabatan @Dharma66 @LEO_saputra_18 @touch @AL's @jakaputraperdana @rully123 @bobo @pocari_sweat @mu @Rez1 @Raff @touch @Dharma66 @fery_danarto
@abadi37 @ijiQyut @bi_ngung @hantuusil @abadi_abdy @aDvanTage
@bayuaja01 @savanablue @justboy @Jf_adjah @bocahnakal96 @rarasipau @Alir @oxygen_full @yeltz @Different @yuzz
@revian97 @nak_alone @Dhika_smg @kurokuro @afif18_raka94 @nathanarif
Nine Tail Fox 1
Warga desa Long Jiang, sedang di gemparkan oleh seekor rubah siluman yang menyebabkan beberapa warga desa tersebut kehilangan nyawa.
Kebanyakan korban dari siluman rubah tersebut adalah anak-anak yang masih berusia belasan tahun dan berjenis kelamin pria. Siluman rubah memangsa korban-korban nya dengan cara mengoyak bagian dada mereka dan mencabut jantungnya untuk di makan.
Suara tangis memilukan dari ibu para korban yang memilukan, terdengar di seluruh pelosok desa, bahkan media massa setempat juga sempat meliput berita ini dan di tayangkan di berbagai macam media.
“kita tidak bisa membiarkan hal ini terus terjadi”ucap salah seorang pria ketika sedang berada di rapat antar warga desa di kantor kepala desa, ucapan pria itu di setujui oleh warga lainnya yang ikut menghadiri rapat tersebut,
“bagaimana pun kita harus lebih memperketat penjagaan di malam hari, agar kita dapat menangkap siluman rubah tersebut”imbuh salah seorang warga lainnya,
Sang kepala desa yang sedari awal rapat tampak di pusingkan oleh warga-warganya yang terus menerus berkomentar tanpa henti pun akhirnya bangkit dari duduknya. Sebelumnya ia menenangkan terlebih dahulu para warga yang terlanjur terbakar api emosi, setelahnya, ia pun memulai pemikirannya,
“saya mengerti dengan apa yang di rasakan oleh para orang tua korban, ini bukan masalah tangkap menangkap rubah tersebut, jika makhluk tersebut hanyalah seekor rubah, pastilah kita dapat dengan mudah menangkapnya”ucap Kepala desa yang seketika membuat kantor tempat ia bekerja menjadi hening sejenak,
“makhluk ini berupa siluman, sehebat apapun kita, kita tidak dapat menandinginya, apakah saudara sekalian masih ingat cerita dari turun temurun mengenai siluman rubah yang memiliki kekuatan dan berusia puluhan ribu tahun?”lanjut kepala desa yang lagi-lagi membuat semua warga tidak dapat berkata-kata,
“tapi dengan tidak di tangkapnya siluman rubah tersebut, semua warga di sini menjadi sangat resah dan was-was”teriak salah seorang warga lagi dari arah belakang
“saya paham dengan keresahan dan ketakutan saudara sekalian, saya juga termasuk penduduk desa ini, jadi saya pun paham dengan apa yang di rasakan oleh saudara semua”
Rapat antar warga dan kepala desa tidak membuahkan hasil, warga desa Long Jiang kembali ke rumah mereka masing-masing dengan perasaan cemas.
Dari cerita turun temurun yang mereka dengar, siluman rubah takut akan darah anjing hitam yang di sebar di atas tanh tepat depan pintu masuk. Mereka pun berbondong-bondong memburu anjing hitam dan membunuhnya untuk mendapatkan darah yang di anggap dapat menolak teror siluman rubah tersebut.
Pos penjagaan yang biasanya selalu ramai dengan petugas ronda, kini tampak lengang, para warga yang mendapatkan tugas giliran ronda lebih memilih untuk berdiam diri di dalam rumah sambil menjaga putra dan putri mereka masing-masing agar tidak menjadi korban.
##
Malam semakin larut, rembulan yang tergantung di kegelapan malam tertutup oleh awan-awan kelam. Seluruh warga desa Long Jiang telah menyiram pintu masuk rumah mereka dengan darah anjing hitam, mereka semua pun mematikan lampu rumah mereka, sehingga desa Long Jiang tampak seperti desa tak berpenghuni.
Bau anyir dari darah anjing tercium di mana-mana. Sebuah teriakan yang memekakkan telinga dari sebuah rumah salah satu warga pun terdengar, putra bungsu mereka kembali menjadi korban siluman rubah putih yang menerobos masuk melalui jendela kamarnya. Para warga berbondong-bondong menuju rumah tersebut dengan penerangan obor.
Kepala desa terlebih dahulu masuk kedalam rumah itu, dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat bagaimana mengenaskannya korban dari siluman itu. Putra dari janda paruh baya tersebut tergeletak kaku dengan kedua mata yang mendelik, bagian dadanya terkoyak dengan darah yang berceceran, kepala desa memberanikan diri untuk menilik kedalam rongga dada anak laki-laki itu. Benar saja apa yang di katakan oleh warganya, jantung bocah tersebut hilang.
##
Siluman rubah berlari sekencang mungkin masuk kedalam hutan, dan berhenti di antara semak-semak belukar yang tumbuh dengan rimbunnya di dalam hutan, jantung yang berada di cengkeraman mulutnya, ia letakkan di atas tanah, lalu dengan perlahan-lahan ia memakannya hingga habis menyisakan darah segar yang berceceran di sekitar mulutnya,
“lebih baik kau menghentikan perbuatanmu itu!”hardik Wen Bin
Siluman yang masih beberbentuk seekor rubah menoleh pada arah datangnya suara, matanya berubah menjadi berwarna merah, persis dengan darah dari jantung yang ia santap, ia menyeringai, menunjukkan pada Wen Bin tentang ketidak sukaannya atas keberadaan Wen Bin di sana.
Asap dari berbagai penjuru membumbung dan menyelimuti rubah tersebut, tak berapa lama kemudian, rubah itu berubah menjadi seorang pria. Pria itu menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan secara bergantian, lidahnya menjilati sisa-sisa darah yang masih menempel di mulutnya,
“siapa kau? Berani benar kau mengusikku”ucap siluman rubah dengan suaranya yang parau
“kau tidak usah memperdulikan siapa aku, yang aku minta, kau menghentikan segala peruatanmu yang cukup meresahkan masyarakat”
Siluman rubah tertawa bengis, memperdengarkan suara tawanya yang dapat membuat orang mendengarnya menjadi bergidik,
“apa urusanmu sehingga kau berani untuk memerintahku”
“keabadian hanya dapat di dapat dengan pertapaan, bukan dengan memakan jantung manusia usia belia”
Siluman rubah menghilang dari pandangan Wen Bin, dan kembali muncul di hadapan Wen Bin dengan tiba-tiba, matanya yang merah menyala menatap wajah Wen Bin secara lekat,
“besar juga nyalimu berkata seperti itu”ucap siluman rubah. “apakah kau tidak takut jika aku tidak akan segan-segan mengoyak dadamu dan memakan jantungmu?”ancam siluman rubah,
Wen Bin terdiam sejenak,
“lebih baik kau mengikuti saranku, kembalilah ke gunung abadi, dan bertapalah hingga kau mencapai keabadian”
Ucapan Wen Bin memuncakkan emosi siluman rubah, ia mengangkat tangan kanannya, dari jemarinya muncul kuku-kuku tajam bagaikan pisau yang siap menembus dada Wen Bin.
Tanpa banyak bicara, siluman rubah segera mengarahkan tangannya menuju dada Wen Bin, dengan sigap Wen Bin menangkis tangan siluman rubah.
Keduanya pun bergelut di tengah hutan, mereka saling mengadu ilmu mereka masing-masing. Karena takut kalah terhadap ilmu Wen Bin yang di anggap siluman rubah cukup tinggi, dengan kekuatan sihir yang ia miliki, siluman rubah mengeluarkan sebilah pedang.
Wen Bin tak mau kalah, ia juga mengeluarkan pedangnya dan mereka pun mengadu keahlian mereka masing-masing dalam berpedang.
Mereka mengadu pedang cukup lama, dari atas tanah hingga melayang di udara. Siluman rubah tampak kewalahan menghadapi keahlian berpedang Wen Bin yang cukup tinggi, di saat siluman rubah lengah, Wen Bin pun menendang bagian dadanya, membuat siluman rubah terjatuh dari udara dan tersungkur di atas tanah.
Di saat siluman rubah berniat untuk melawan Wen Bin kembali, Wen Bin telah terlebih dahulu menghunuskan pedangnya tepat di leher siluman rubah,
“apakah kau mau mengakui kekalahanmu?”tanya Wen Bin
Siluman rubah membuang muka, ia tak mau menatap wajah Wen Bin, ia merasa malu dengan keangkuhannya sendiri, sedangkan Wen Bin, ia masih tetap mengarahkan pedangnya tepat di leher siluman rubah,
“apakah kau masih mau bersikeras dengan sikapmu dan tetap masih ingin memangsa jantung manusia muda?”tanya Wen Bin dengan nada membentak yang membuat siluman rubah terkejut dan menciutkan nyalinya,
“jawab!”paksa Wen Bin,
“tidak”
“bagus”, Wen Bin pun beranggapan bahwa siluman rubah telah mentaati ucapannya, maka ia pun menjauhkan ujung pedangnya dari leher siluman rubah.
Wen Bin membalikkan tubuhnya dan berniat untuk meninggalkan tempat tersebut, sebelum beranjak, Wen Bin berpesan,
“jika aku mendengar desa Long Jiang masih ada korban berjatuhan karena ulahmu, jangan salahkan jika aku mencari perhitungan denganmu”
“apa urusanmu?”lawan siluman rubah
“kau masih mau melawanku?”
“ya”, Siluman rubah kembali merubah wujudnya menjadi seekor rubah dengan taring yang lebih tajam dari sebelumnya, dengan melayang, siluman rubah menuju dan mengarahkan taringnya pada dada Wen Bin
Melihat siluman rubah yang menantang dirinya, Wen Bin pun ikut merubah wujudnya menjadi seekor rubah putih berukuran besar dengan sembilan ekor yang panjang dan terbuka lebar, siluman rubah terkejut bukan kepalang,
“ku pikir kau adalah dewa atau pun pertapa yang memiliki ilmu tinggi, ternyata kau juga seekor siluman rubah”
“aku bukan siluman pemangsa jantung manusia muda sepertimu”
“biar bagaimanapun, setidaknya kita sejenis, hanya ilmu yang kau miliki lebih tinggi dariku, dan aku tak percaya aku tidak dapat mengalahkanmu”
Tanpa berbasa basi lebih banyak, siluman rubah menghembuskan angin dingin yang seketika berubah menjadi bongkahan-bongkahan es dari dalam mulutnya.
Bongkahan-bongkahan es itu di arahkannya pada Wen Bin yang bertujuan membekukan lawannya itu, dan membuatnya hancur berkeping-keping. Angin dingin yang dihembuskan oleh siluman rubah yang pada akhirnya menjadi bongkahan-bongkahan es itu, seketika mencari oleh api yang di hembus oleh Wen Bin dari dalam mulutnya, membuat siluman rubah ikut terkena suhu panas dari api yang tersembur.
Tak hanya itu,Wen Bin juga memanjangkan ekornya ke arah siluman rubah dan melilitnya dengan erat, ekornya ia arahkan dan ia tarik menuju moncongnya.
Siluman rubah tidak dapat berkutik lagi karena ekor Wen Bin melilitnya dengan erat, ia tahu bahwa kali ini ia telah membahayakan dirinya sendiri dengan melawan Wen Bin yang ilmunya tidak dapat tertandingi oleh dirinya. Sebelum Wen Bin menarik dirinya untuk dimangsanya, siluman rubah terlebih
dahulu berteriak meminta pengampunan pada Wen Bin,
“maafkan aku!”teriak siluman rubah yang seketika membuat Wen Bin mengurungkan niat untuk memakannya,
“maafkan aku, aku tahu aku salah, tidak seharusnya aku melawanmu”mohon siluman rubah, “mulai dari sekarang aku akan mendengarkan setiap omonganmu dan tidak menganggap remeh”
Mendengar perkataan siluman rubah, lilitan ekor Wen Bin yang melilit tubuh siluman rubah dengan kencang pun melonggar, niat untuk memangsanya pun di urungkan.
Dengan sekali kibas, siluman rubah terpelanting di atas tanah dan berubah wujud kembali menjadi manusia, ia merasakan kesakitan yang luar biasa akibat lilitan ekor Wen Bin dan juga benturan tanah.
Wen Bin menarik ekornya kembali, kemudian kembali merubah wujudnya menjadi manusia. Siluman rubah kini benar-benar menjadi takut terhadap Wen Bin, ia memutar otaknya untuk mencari cara untuk kabur dari hadapan Wen Bin, tapi sayangnya Kaki Wen Bin lebih dulu mendahului langkahnya. Kaki Wen Bin menginjak wajah siluman rubah menempel di atas tanah,
“ingin kabur?”
“tidak, aku tidak berani”
“lalu mengapa kau seperti ingin mencoba untuk kabur?”
“aku hanya ingin bangkit berdiri”ucap siluman rubah lirih,
“oh...begitu” Wen Bin menarik kembali kakinya dan membiarkan siluman rubah untuk bangkit berdiri. Siluman rubah bangkit berdiri dengan wajah bersungut-sungut, ia membersihkan debu dan tanah yang mengotori tubuhnya,
“jika kau dari awal menurut pada ucapanku, maka kau tidak akan kotor seperti itu”ucap Wen Bin yang melihat siluman rubah sibuk membersihkan dirinya. Siluman rubah tidak menjawab cemoohan Wen Bin.
“siapa namamu?”tanya Wen Bin,
“Han Jiang”
##
Semenjak kalahnya Han Jiang oleh Wen Bin, sudah tak terdengar lagi ada korban yang berjatuhan di desa Long Jiang. Warga desa tersebut pun sudah memberanikan diri untuk memulai setiap kegiatan mereka yang sebelumnya tertunda karena ketakutan dengan teror siluman rubah.
“apa tujuanmu ke dunia ini?”tanya Han Jiang pada Wen Bin ketika keduanya sedang berada di puncak gunung salju abadi,
Wen Bin menatapi Han Jiang untuk sejenak, lalu ia membuang pandangannya pada langit biru,
“mencari seseorang”
“mencari seseorang?”
“ya”
Han Jian terdiam, sesekali ia menatapi Wen Bin dari lirikan matanya,
“apakah kau menembus ruang waktu demi menemukan orang tersebut?”
Wen Bin tak menjawab, ia hanya membiarkan Han Jiang larut dalam pertanyaannya.
##
@yuzz : mungkin tokoh hampir sama, sama2 rubah ekor 9 tapi cerita nya beda cerita gay xixixixixi
@Monic : makaasih #shy
wen bin : miketsekumi shousi
lanjut ya. Jarang ada cerita d bf yang fantasy-supernatural kaya gini
@freakymonster58 : yup... dalam bahasa korea nya hehehehe
@yuzz : hehehe mgkin bosen di awal boss, tujuan nyoba update cerita disini memang tema nya gay, gak melenceng kok hehehehe... mmm... nyoba nyuguhin cerita yang agak b'beda aja suasana nya
@rulli arto : tetep apa nih boss
@dirpra : siippp di tunggu updatenya ya xixixixi
@sikasepmauth @nukakarakter @iamyogi96 @iamalone89 @halaah @jjk_mod_on @dirpra @gdragonpalm @firdausi @Chocolate010185 @rajatega @05nov1991 @Just_PJ @andychrist @nur_hadinata @The_jack19 @kiki_h_n @alabatan @Dharma66 @LEO_saputra_18 @touch @AL's @jakaputraperdana @rully123 @bobo @pocari_sweat @mu @Rez1 @Raff @touch @Dharma66 @fery_danarto
@abadi37 @ijiQyut @bi_ngung @hantuusil @abadi_abdy @aDvanTage
@bayuaja01 @savanablue @justboy @Jf_adjah @bocahnakal96 @rarasipau @Alir @oxygen_full @yeltz @Different @yuzz
@revian97 @nak_alone @Dhika_smg @kurokuro @afif18_raka94 @nathanarif
Nine Tail Fox 2
Hujan turun dengan derasnya selama beberapa hari, hujan itu membuat sebagian masyarakat setempat tidak bisa melakukan apa-apa, termasuk bercocok tanam. Hampir seluruh tanaman yang mereka tanam mati karena kelebihan kadar dari air hujan yang turun tanpa henti.
Kanal penampungan air tidak dapat menampung jumlah air yang semakin hari semakin bertambah, dan pada akhirnya, kanal itu hancur serta meluapkan airnya menuju daratan, dan menutup hampir sebagian daratan di sekitarnya menyebabkan banjir besar.
Desa Long Jiang yang terletak tak jauh dari kanal tersebut, merasakan banjir tersebut terlebih dahulu, karena letak geografis desa Long Jiang berada di sebuah dataran rendah.
Alhasil, banjir yang di sebabkan oleh hancurnya kanal menyerbu rumah, dan harta benda mereka, banjir itu juga menghancurkan sebagian instruktur desa Long Jiang. Semua warga tampak panik dengan banjir yang datangnya tiba-tiba, masing-masing dari mereka menyelamatkan keluarga mereka terlebih dahulu dan tidak mementingkan harta benda lagi. Banjir itu juga memakan korban jiwa.
Dari atas sebuah bukit, Wen Bin melihat air kanal dengan derasnya merambah daratan desa Long Jiang, luapan air dari kanal meluas dan menyebabkan banjir besar. Warga desa Long Jiang bahu membahu untuk menyelamatkan keluarga dan juga tetangga mereka.
Melihat itu, hati Wen Bin tersentuh. Wen Bin merapatkan jari telunjuk dan jari tengahnya, kedua jari tersebut, ia tengadahkan menuju langit, masih dari jemarinya tersebut, muncul kilatan cahaya yang membuat langit seolah tunduk padanya dan seketika hujan deras reda dengan sendirinya.
Satu hembusan dari dalam mulut Wen Bin, membuat air dari kanal berputar dengan keras, air-air luapan banjir tertarik pusaran dari dalam kanal. Sedikit demi sedikit air yang menggenangi desa Long Jiang menjadi berkurang. Dibantu oleh kekuatan Han Jiang, Wen Bin mengangkat serta memindahkan batu-batuan dari sekitar untuk membangun kembali kanal yang sebelumnya telah hancur karena terjangan air.
Warga desa Long Jiang sedikit terkejut melihat tingginya banjir yang semakin lama semakin menyusut hanya dalam beberapa saat, hujan deras yang mengguyur desa selama beberapa hari berhenti dengan sendirinya. Mereka mengira itu adalah perbuatan dewa-dewi di langit sana yang mendengar jeritan penderitaan mereka, maka setelah air benar-benar surut, mereka pun segera berlutut menyembah langit serta menghanturkan segala bentuk rasa puji syukur mereka.
“tidak tahu terima kasih, kalian pikir dewa dewi yang melakukan ini semua”gerutu Han Jiang,
“kau tak seharusnya berkata seperti itu, mereka hanyalah manusia biasa yang tidak mengerti apa-apa”
Han Jiang tidak memperdulikan ucapan Wen Bin, setelah pekerjaannya membantu Wen Bin selesai, ia pun terlebih dahulu menghilangkan dirinya.
Wen Bin hanya dapat menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Han Jiang yang di anggapnya belum begitu dewasa.
##
Langit tampak cerah, angin semilir bertiup menghembus setiap wajah, di temani oleh Han Jiang, Wen Bin menyantaikan dirinya di sebuah danau dan berada di atas sebuah perahu yang ia ciptakan dari sihirnya.
Dari kejauhan, Han Jiang melihat beberapa orang pria muda sedang berdiri di atas dermaga sambil bercanda satu sama
lain,
“lihat, di atas dermaga ada beberapa orang pria muda”ucap Han Jiang dengan antusias, ia tampak berulang kali menelan ludahnya dan membayangkan betapa nikmat jika dirinya dapat menghirup aura pria-pria muda tersebut, maka dengan begitu, ia akan selamanya menjadi abadi,
“hilangkan pikiranmu untuk menghirup aura dari para pria muda tersebut”ucap Wen Bin tiba-tiba.
Han Jiang mencibirkan bibirnya, ia kembali menikmati pemandangan pria-pria muda tersebut dari pandangannya.
“kau lihat pria muda itu”gumam Han Jiang, “ia tampak berbeda dari pria muda lainnya”lanjutnya,
“apa yang berbeda?”tanya Wen Bin sembari mendekat ke arah anjungan tempat Han Jiang duduk,
“entahlah, aku merasa dia sedikit berbeda dari pria muda di kiri kanannya”
“benarkah?”
Han Jiang mengangguk,
Wen Bin pun mendekatkan mata batinnya untuk melihat secara jarak dekat tentang pria muda yang di lihat oleh Han Jiang.
Seorang pria muda berparas rupawan, dengan tinggi badan yang proposional dan bentuk tubuh yang sangat memikiat setiap mata memandang.
Tanpa Wen Bin sadari, mata batinnya dengan sendirinya membawa dirinya menelusuri ruang waktu lebih jauh tentang pria muda tersebut.
FLASH BACK
%
Pada masa itu, musim kemarau berkepanjangan sedang melanda sebuah daerah di negeri tirai bambu. Matahari yang memancarkan hawa panas membuat hampir semua tanaman mati dan tidak dapat tumbuh. Tanah-tanah sebagai sarana jalan ikut kering dan retak karena kondisi musim yang tak kunjung berganti.
Seekor rubah berjalan tanpa arah tujuan sambil menahan hawa panas menyengat di tengah hutan untuk mencari makanan, Ketika sedang asik mencari makan, tanpa rubah itu sadari, sebuah anak panah melesat dengan cepat membelah udara dan dengan cepat pula menancap di tubuhnya, rubah itu memekik kesakitan, tubuhnya oleng, dan perlahan-lahan tergeletak di atas tanah.
Bulu-bulu di tubuhnya yang berwarna putih bersih berubah menjadi warna kemerahan karena darahyang mengalir dari luka tancapan anak panah.
Beberapa orang dari sebuah rombongan tampak berlari-lari menuju tempat rubah tersebut tergeletak lemah. Salah seorang dari rombongan tersebut yang di panggil oleh teman-temannya tuan Wang, terlihat tertawa senang karena dirinya telah berhasil memburu seekor rubah yang pada masa itu terbilang sangat langka.
Dengan bangga ia menarik kaki rubah dan mengangkatnya ke udara untuk di tunjukkan kepada teman-temannya yang lain. Seorang bocah laki-laki, putra dari teman tuan wang yang kala itu ikut berada dalam kerumunan, tampak miris melihat rubah buruan yang di angkat-angkat dan di bangga-banggakan oleh teman ayahnya itu bernafas dengan tersengal-sengal,
“tuan wang”panggil bocah tersebut,
Mendengar seseorang memanggilnya, tuan Wang pun mencari sumber suara yang ternyata berasal dari seorang anak kecil, anak dari teman karibnya,
“ada apa bocah manis?”
Dengan ragu-ragu, bocah tersebut melangkah keluar dan berdiri di hadapan tuan Wang. Bocah tersebut menjadi pusat perhatian semua orang yang berada di tepat itu. Tuan Wang sedikit menjongkokkan tubuhnya agar memudahkan bocah kecil itu untuk berbicara dengannya,
“bolehkah aku meminta rubah itu dari tangan anda”
“Li Wei! Apa yang kau bicarakan”sergah Li Bai, ayah dari bocah tersebut, tuan Wang meminta Li Bai untuk membiarkan putranya mengutarakan niatnya padanya,
“hmm... apakah kau menginginkan rubah ini?”tanya tuan Wang yang segera di sambut anggukan kepala dari Li Wei,
“bolehkah aku tahu, apa alasanmu mau meminta rubah ini dariku?”
Li Wei melirik ayahnya sejenak, ia melihat ayahnya memberkan isyarat padanya untuk kembali ke sisinya, tapi bocah itu rupanya ia tidak mengindahkan isyarat ayahnya tersebut, ia pun kembali memberanikan dirinya untuk berkata kepada tuan Wang,
“ayahku pernah berkata kepadaku, seekor binatang memiliki nyawa seperti manusia, dan ia juga mencari makan seperti seorang manusia”ucap Li Wei,
“ayahku juga berkata, bahwa seekor binatang harus di jaga kelesatariannya agar tidak punah, maka dari itu aku meminta kepada tuan Wang rubah tersebut untuk ku rawat, karena ia telah terluka oleh panah tuan Wang” lanjut Li Wei yang pada saat itu juga membuat tuan Wang merasa malu di hadapan teman-temannya yang lain,
Sedangkan yang lainnya, berdecak kagum dengan pemikiran dan tutur bahasa Li Wei yang masih polos namun bermakna,
“a...em... baiklah, rubah ini akan ku berikan kepadamu” tuan Wang memberikan rubah itu kepada Li Wei, bocah itu dengan segera memeluknya dengan penuh kasih sayang, berulang kali ia mengusap bulu-bulu halus rubah tersebut.
%
Sesampainya di rumah, dengan bantuan ayahnya, anak panah yang tertancap di tubuh rubah itu tercabut, Li Wei juga meminta pengasuhnya untuk membawakan obat bubuk untuk di taburkan di atas luka rubah putih itu.
Seusai menaburkan obat, Li Bai membantu putranya yang memiliki jiwa belas kasihan itu untuk membalut tubuh rubah dengan kelembar kain. Li Wei merasa sangat senang dengan adanya seekor rubah yang terus menerus dapat di jadikan teman bermainnya. Meskipun rubah itu belum pulih seutuhnya.
Waktu terus berlalu tanpa berputar kembali, luka di tubuh rubah berangsur-angsur membaik, Li Wei kembali teringat dengan pesan ayahnya yang mengatakan, bahwa setiap makhluk hidup memiliki habitatnya masing-masing.
Maka dari itu, Li Wei pun diam-diam keluar melalui pintu belakang rumahnya dengan rubah putih di tangannya.
Merasa sudah berjalan cukup jauh, Li Wei pun menurunkan rubah tersebut di atas tanah, dengan cepat rubah itu berlari menjauh dari Li Wei sambil sesekali menatap Li Wei yang perlahan-lahan hilang dari pandangannya,
“pergilah sejauh mungkin, agar tidak ada orang yang dapat memburumu lagi “
%
Wen Bin tersadar, mata batinnya membawanya kembali pada kehidupan sekarang. Dengan cepat ia kembali masuk kedalam anjungan perahu, di tuangnya arak kedalam cangkir kecil, dan ia berjalan kembali menuju tempat Han Jiang berada.
Han Jiang hanya dapat mengerutkan alisnya, ia merasa tidak mengerti dengan apa yang di lakukan oleh Wen Bin.
Cangkir berisi arak yang berada di tangannya, Wen Bin sebar menuju langit, dan seketika hujanpun turun dengan derasnya dan lebat.
Wen Bin tampak tersenyum kecil ketika melihat beberapa pria muda tersebut tampak panik mencari tempat untuk berteduh. Hujan yang cukup lebat mengaburkan semua pemandangan.
Wen Bin memanfaatkan hal tersebut, untuk menciptakan sebuah paviliun di samping dermaga. Pemuda-pemuda tersebut tampak terkejut dengan munculnya paviliun secara tiba-tiba, tapi karena hujan cukup deras, mereka pun memilih untuk tidak banyak berpikir dan segera masuk kedalam paviliun untuk berteduh.
“untuk apa kau membuat hujan selebat ini?”tanya Han Jiang dengan sedikit berteriak, karena suaranya tidak bisa menandingi suara deraian hujan yang cukup lebat itu, lagi-lagi Wen Bin tidak menjawab pertanyaan Han Jiang.
“kau lihat itu”pinta Wen Bin pada Han Jiang, Han Jiang pun menuruti perkataan Wen Bin ia menoleh ke arah yang di tunjukkan oleh sahabatnya tersebut.
Pria-pria muda yang ia lihat sebelumnya, melambai-lambaikan tangan ke arah mereka, sambil berteriak-teriak,
“mereka memanggil kita”ucap Han Jiang antusias, “apakah mereka ingin menumpang?”tanya Han Jiang,
“sepertinya begitu”, Wen Bin mendorong perahu dengan kekuatannya menuju dermaga. Ketika perahu bersandar dengan sempurna di sisi dermaga, hujan lebat buatannya ia perintahkan untuk reda. Wen Bin keluar dari dalam anjungan perahu,
Pemuda-pemuda itu tampak kebingungan dengan hujan yang tiba-tiba turun dengan deras dan tiba-tiba reda begitu saja,
“maaf jika kami telah menghentikan perahu anda dengan tiba-tiba”
“tidak apa-apa, apakah ada yang bisa saya bantu?”tanya Wen Bin
“sebenarnya kami ingin menyeberang pulau di depan sana, apakah anda keberatan untuk mengantarkan kami?”tanya salah seorang pemuda,
“tidak, tidak keberatan sama sekali, masuklah”
Satu per satu dari pemuda tersebut melangkah dengan hati-hati dan beranjak memasuki anjungan perahu, Han Jiang merubah dirinya menjadi pendayung perahu atas permintaan Wen Bin, ia terus menerus menggerutu sambil terus mendayung perahu.
Perlahan demi perlahan, paviliun buatan Wen Bin ketika hujan deras, menghilang dengan sendirinya seiring jauhnya perahu melaju meninggalkan dermaga.
##