It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
By : Kiki Wellian
Fb : Nell Leander Atharein (Add Ya! )
Blog : flipflop-delvetian.blogspot.com
“The Paper Planes”
Tak perlu kertas kualitas atas
Tak perlu keahlian seniman terkenal
Tak perlu jemari tangan indah
Tuk melipatmu menjadi bentuk
Tuk membuatmu ada
Menjadi sebuah “Pesawat Kertas”
Yang sederhana namun pekat akan makna
Tak perlu perhitungan matang
Tak perlu kecerdasan insinyur
Tak perlu mesin-mesin canggih
Tuk membuatmu mengangkasa
Membumbung tinggi melintasi langit biru
Hanya tinggal melipat dan terus melipat
Melipat dengan segenap harap
Tuk membuatmu menjadi bentuk
Hanya tinggal berlari dan melesatkan
Melesatkanmu dengan penuh kekuatan
Tuk membuatmu tinggi mengangkasa
Layaknya sebuah kehidupan,
Kita takkan pernah tahu
Akan setinggi apa ia mengangkasa
Melintasi langit biru
Kita takkan bisa menduga
Kapan ia akan terjatuh
menghempas tanah gersang
Yang penuh debu memilukan
***
“Ngapain lo ngeliatin gue?” tanya si sopir menyelidik. Namun Nell hanya terdiam.
“Heh?” bentak si sopir.
“Ah! Engga’! Sapa juga yang ngeliatin elo!
Gue cuman… Cuman…”
“Cuman APA?”
“Ehmmm… Cuman ngerasa jijik aja, ngapain sih lo pake’ CD doang gitu? Elo mau nganterin gue ke sekolah pake’ ginian doang, hah?
Lo pikir sekolah gue tuh sekolah anak-anak kayak apa?”
“Ngaco’ lo!
Gue terpaksa kayak gini!
Seragam gue basah kan gara-gara elo!” dampratnya kesal
“Bagus deh! Kalo’ lo ke sekolah gue pake’ gituan aja, bisa berabe!
Cukup gue aja yang nikmatin cuci mata gratisan pagi-pagi kayak gini. Hahaha…
Laen kali waktu dia bangunin gue lagi, gue siram lagi aja ya?
Biar bisa lihat dia shirtless lagi. Hahaha…
Walaupun dia cuman sopir pribadi gue, walaupun standar kriteria cowok idaman gue tuh levelnya tinggi, tapi lumayan lah Si Hanif buat cuci-cuci mata gitu. Hahahaha…” gumam Nell dalam hati.
“Kita berangkatnya kalo’ seragam gue udah kering aja!”
“Gue bisa telat bego’! Pokoknya gue ngga’ mau tau, lo mesti anterin gue!
Bodo’ amat lo mau kedinginan pake’ seragam basah!” cetus Nell egois
“Arrrggghh! Males gue lama-lama berurusan sama anak manja kayak lo!
Ya udah, Cepetan... ! Biar cepet kelar dan gue bisa tenang!” maki Hanif
Praak!
“Arrrggghhh! Gara-gara lo nih, i-pod kesayangan gue keinjek!” seru Nell frustasi.
“Salah sendiri naro’ i-pod aja di lantai, padahal ada meja. Makanya kalo’ abis pake’ barang tuh dirapiin! Elo ngga’ kasihan sama Bi Rahmi yang selalu ngerapiin kamar lo yang super berantakkan itu?” balas Hanif yang mulai kesal. Namun Nell hanya merapikan rambutnya dan terlihat tak mendengarkan Hanif.
“Heran gue… Seumur-umur punya sopir baru kali ini berani sama gue.” gumam Nell sembari merebahkan tubuhnya di ranjang. Tubuhnya hanya dibalut handuk sebatas pinggang hingga paha. Sehingga keindahan tubuhnya terpancar begitu jelas, begitu memikat.
Sejenak Hanif terbius dengan keindahan paras dan tubuh Nell, namun Ia segera membuang lamunannya. “Pokoknya lo mesti berangkat sekarang juga! Kalo’ engga’…” seru Hanif, lalu bergegas mengambil seragam sekolah yang tergantung di dinding.
“Kalo’ engga’ kenapa emang?” tantang Nell.
“Cepet pake’!
Kalo’ engga’, gue sendiri yang bakal make’in ke elo!” bentak Hanif
“Boleh!” timpal Nell
“Eh, ngomong apaan gue barusan? Arrrghhhh!” gumam Nell dalam hati
“Ngomong apa lo barusan?”
“Engga’! Elo salah denger kali’. Maksud gue tuh, iya gue bakal pake’.”
“Oh ya, denger! Walau gue cuman sopir tapi seenggaknya gue ngga’ serendah lo!
Mentang-mentang punya segalanya akhirnya lo jadi orang yang suka ngerendahin orang lain, sombong, ngga’ tau diri, nge-sok pula! Sayang banget, cakep-cakep tapi hatinya busuk!”
Nell hanya menatapnya tajam…
“Balik sana! Gue mau pake’ baju.”
“Iye-iye! Sapa juga yang bakalan ngintipin elo! Emang gue cowok apaan. Gue normal kali’! Hiiihh!” balas Hanif tak mau kalah
“Yeeee…! Kalo’ pun gue seandainya aja suka sama cowok juga gue ngga’ bakalan naksir sama cowok begajulan kayak elu!”
“Begajulan? Bahasa apa tuh?”
“Bahasa orang cakep!” timpal Nell kesal
“Emang lu cakep? Sejak kapan?
Emang ada sertifikatnya dari BPOC?”
“Apa tuh BPOC?”
“Badan Pemeriksaan Orang Cakep.”
“Hash! Males ngomong sama orang jayus!”
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
Di dalam mobil,
“Gara-gara lo, jam tangan biru gue ketinggalan!
Elo sih, ngajak buru-buru!” omel Nell.
“Emang penting?”
“Banget bego’!” bentak Nell kesal
“Trus?”
“Haassh!” desis Nell kesal sembari merapikan dasinya.
“Kalo’ senin hari biru, selasa hari apa?” tanya Hanif sok peduli
“Putih!” jawab Nell datar
“Emang kayak gitu penting ya? Senin harus pake’ tas, jam tangan, sepatu, dll. semuanya mesti biru. Terus selasa putih, rabu sama hari lainnya warna apa lagi?
Kayak di film yang pernah gue tonton aja!
sampe’ seminggu lo kayak gitu? Ngga’ penting banget! Kek bencong aja!” ejek Hanif. Nell hanya menghela nafas, lalu…
“Arrghhhh! Elo bener-bener ya!” hardik Hanif sembari membersihkan permen karet yang ada di pipinya. Sedangkan Nell tengah membuka bungkus permen karet yang lain, lalu mengunyahnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“Ambil tissue! Cepet bersihin pipi gue!
Arrggghhhh! Pasti kena air liur lo dah! Najis tau ngga’! Rabies!”
“Elo ngomong sama gue? Kirain lagi nguap!
Udah ya, gue masih ngantuk. Mau tidur bentar!
Kalo’ udah nyampe, parkir yang bener trus bangunin gue!” sahut Nell, lalu mengenakan earphone dan memejamkan matanya.
“Kelakuan lo lebih rendah dari Pengemis itu tau ngga’!” lanjut Hanif sembari membuka kaca mobil dan memberikan beberapa lembar uang kepada Pengemis yang tengah mendekati mobil Nell saat lampu merah menyala.
Nell begitu kesal... Ia pun menendang-nendang Hanif yang tengah mengemudi saat lampu hijau telah menyala.
“Bego’! Bahaya tau’!” bentak Hanif sembari mengendalikan laju mobil. Namun Nell tak bergeming…
Brakkk!
“Arrrgggghhhh!” lenguh Hanif frustasi, lalu segera turun dari mobil dan menghampiri seorang lelaki yang baru saja ditabraknya. Sedangkan Nell hanya memalingkan wajahnya sembari mengunyah permen karet.
Beberapa menit kemudian Nell mulai turun dari mobil dengan kesal, lalu menghampiri
Sopirnya...
“Lama amat! Gue udah telat nih!” omelnya.
“Lihat nih, gara-gara elo!” bentak Hanif.
“Ngg... Gapapa kok!” sela lelaki tersebut sembari meniup-niup sikunya yang perih dan berdarah.
“Oh, cuman gitu doang aja!” dengus Nell datar sembari mengeluarkan dompetnya.
Otomatis lelaki itu pun tersinggung dengan perlakuan Nell terhadapnya.
“Maaf, tapi ngga’ semua bisa dibeli dengan uang! Gue butuh tanggung jawab, bukan rupiah!” hardik lelaki tersebut sembari menepis tangan Nell. Seketika lembaran-lembaran uang itu pun berhamburan di udara.
“Anjrit! Elo belagu banget ya jadi orang! Kalo’ ngga’ mau duit ya udah! Jadi orang susah aja belagu banget!” bentak Nell. “Cabut yuk! Di sini ada banyak orang-orang menyebalkan!” sambung Nell sembari mengedarkan pandangannya, ia melihat banyak fans yang sejak tadi memandanginya dari jauh.
Nell lalu menendang sepeda gayuh lelaki tersebut dan berjalan menuju mobil…
“Maaf banget ya! Dia emang kayak gitu orangnya.”
“Iya, gapapa kok Kak!”
“Ini, kamu pake’ buat berobat ya! Kalo’ ada apa-apa, telp aku aja!” kata Hanif sembari menyodorkan uang dan kartu namanya.
“Ngg... Ngga’ usah Kak! Aku ngga’papa kok!” timpal lelaki tersebut, lalu mengembalikan uang dan kartu nama itu.
“Udah lah! Please, ambil aja! Ya udah, hati-hati ya! Maaf banget karna kelakuan dia, maaf juga karna udah nabrak kamu. Arrgghhh! Ini semua gara-gara dia!”
“Ngga’ usah… Beneran, ngga’papa kok!”
“Ehmm… Ya udah, nomor hp kamu berapa?”
Disisi lain...
“Dia kan Nell? Bener ngga’?” kata seorang gadis yang tengah menenteng tas-tas kresek berisi belanjaan.
“Bener... Dia kan Nell!” timpal cewek lainnya
“Iya, itu Nell!”
“Neeeeeell!” teriak beberapa gadis
“Gilaaaaa…! Dia ternyata aslinya cakep banget!”
“OMG! Shit! Beneran kan, lagi-lagi kejadian kayak gini keulang lagi! Arggghhh! Semuanya gara-gara Hanif nih!” keluh Nell, lalu segera masuk mobil dan menekan-nekan klakson dengan keras!
“Eh, sopir bego’! Cepeeeet!” teriak Nell
“Hasssh!” lenguh Hanif kesal. Sedangkan lelaki yang bersamanya hanya tertawa puas melihat Nell yang kelabakan sendiri karna ulah fans-fansnya.
“Syukurin!” gumam lelaki tersebut dalam hati.
“Kamu ikut aja gimana? Ntar aku anterin kamu ke rumah sakit.”
“Ngga’ usah, Kak! Aku ngga’papa kok! Cuman gini doang aja!”
“Beneran?”
“Iya! Cepetan sana gih! Dia kasihan, keburu dibejek-bejek sama fans-fans nya.”
“Maaf banget, aku tinggal duluan!” seru Hanif, lalu bergegas menuju mobil.
Lelaki itu hanya terbahak melihat tingkah Nell…
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
“Lemot banget sih! Cuman gara-gara tuh cowok sekarang gue mesti ngalamin ini lagi! Ngapain sih lo lama-lama di sana sama tuh cowok? Kerja lo tuh nganterin gue sampe’ tujuan dengan selamat, bukannya kenalan sama cowok baru di jalan!” omel Nell
“Berisik lo!” omel Hanif
“Cepet cabut bego’!” pekik Nell frustasi
“Neeeeell! Neeeeeeeell!” teriak para gadis tersebut. Karena hal itu, jalanan menjadi macet. Si Sopir dengan kesal segera melajukan mobil. Akhirnya para fans-fans itu pun mulai menyerah mengejarnya.
“Pelan-pelan kek!” omel Nell. Karena begitu kesal dengan kelakuan Nell yang keterlaluan tadi, Si Sopir membalasnya dengan mempercepat laju mobil. Ia tahu bahwa Nell phobia kecepatan. Sedangkan Nell hanya terdiam, wajahnya pucat pasi sembari memejamkan matanya karena ketakutan.
Sesampainya di sekolah, Nell segera membuka pintu mobil dan membantingnya dengan keras karena begitu kesal dengan sopirnya. Hanif hanya tersenyum puas, “Belajar yang rajin yah!” lalu segera berlalu.
“Rambut gue berantakkan! Sial!” gumam Nell yang tengah bercermin di kaca jendela pos satpam sekolah sembari merapikan rambutnya dengan jemarinya.
Nell segera mengeluarkan ponselnya dan menelfon salah seorang sahabatnya.
“Angkaaat!” gumam Nell kesal, lalu berniat membanting hp nya karena panggilannya tak dihiraukan.
“Eiiits! Jangan dibanting! Hp mahal itu!
Mending buat Abang aja!” seru Satpam sekolah tersebut
“Hassh!” lenguh Nell, lalu memasukkan hp nya ke dalam saku
“Kok sendirian aja? Biasanya sama anak-anak lainnya.”
“Biasa, Bang! Aku telat! Hahaha…” timpal Nell enteng
“Kamu mah meski telat 1000 kali juga ngga’ bakalan dikeluarin dari sekolah.” celetuk Si Satpam
“Yee… Enak aja! Meskipun gitu tapi aku ngga’ niat buat nelat-nelatin kok tiap hari.”
“Tapi bangunnya yang ditelat-telatin.” celetuk Si Satpam lagi
“Hahaha… Kalo’ urusannya ama mata sih aku ngga’ tahan!
Ya udah, aku masuk dulu!”
Nell menuju lapangan upacara.
“Kok?” komentar Nell saat menyaksikan lapangan tersebut sepi
“Ah! Parah! Masa’ iya upacaranya udahan?”
Ia pun segera menuju ruang kelasnya...
Tok! Tok! Tok!
“Masuk!” kata seorang guru yang tengah mengajar pada saat itu.
“Sorry Bu… Telat lagi!
Tadi jalanan macet, ada segerombolan fans yang ngepung mobil saya.”
“Ngga’papa Nell. Silahkan duduk!”
“Kebiasaan lo! Telat lagi!” seru Elfan, teman sebangkunya
“Berisik!” seru Nell sembari duduk di bangkunya
“Alasan lo basi banget! Dikepung fans? Wkwkwk…” celetuk Alfath
“Yeee… Emang bener kok! Cuman penyebab utamanya karna gue telat bangun trus gue tadi abis nabrak orang.”
“Haaaah? Trus orangnya gimana?” tanya anak-anak lain serempak
“Ngga’papa sih! Cuman luka di siku aja. Gue kasih duit, eh malah ditepis. Belagu banget kan?
Padahal kalo’ gue liat dari penampilannya sih biasa aja!
Dan yang bikin gue kesel tuh, Si Hanif malah lama-lamaan ngobrol sama tuh cowok sampe’ keburu ada orang-orang yang ngenalin gue dan orang-orang itu notabenenya fans gue.
Ya kalian tau lah apa yang terjadi abis itu… ”
“Hah?
Jangan-jangan Si Hanif demen kali’ ama tuh cowok?” komentar Elfan
“Iya tuh bener!” sahut yang lainnya
“Menurut gue juga gitu!
Eh iya, tadi pagi buat pertama kalinya gue ngeliat Si Hanif shirtless.
Gue baru tau ternyata badan dia bagus juga dan gue juga baru sadar ternyata tampang dia lumayan cakep. Ngga’ bakal rugi lah kalo’ diajak jalan ke mall gitu!”
“Masa?” timpal Gerry
“Tuh kan, bener apa kata gue dulu waktu dia pertama kali jadi sopir lo dan pertama kali nganter lo ke sekolah. Dia itu cakeeeeppp tauk!” komentar Elfan
“Jangan keras-keras, ntar Bu Risma denger!”
“Jangan-jangan lo suka sama Hanif?” sela Tommy
“Soal yang disuruh ngerjain ama Bu Risma halaman berapa sih?” tanya Nell saat mengedarkan pandangannya, melihat anak-anak lain tengah sibuk mengerjakan soal
“33-37” timpal Alfath
“Eh, malah ngobrol sendiri ngalihin permbicaraan. Jawab kek!” omel Tommy
“Ah! Engga’ kok! Cuman dia enak aja buat cuci mata di rumah.” elak Nell sembari membuka buku pelajaran
“Kalo’ lo suatu saat naksir dia gimana?” tanya Gerry
“Ngga’ mungkin ah! Gue tuh udah cinta mati sama Si Rion!”
“Ehmmm… Ehmmmm… Sok suit batu gunting kertas! Ahahahaha…” celetuk Elfan ditambah tawa anak-anak lainnya
“Lebay lo ah!” omel Nell sembari berusaha menyembunyikan senyumannya
“Kalo’ gitu Hanif buat gue aja yak?” pinta Elfan
“Boleh-boleh…! Tapi setau gue dia straight lhoh!”
“Tenang aja, ntar gue yang bakalan usaha buat bikin dia suka sama gue!”
“Pede lu!” ejek Nell
“Eh gays, ngomong-ngomong Si Rion kemana nih, kok bangkunya kosong?
Ngga’ masuk?”
“Masuk kok, tadi gue liat dia kayak biasanya baca komik di bangku.” terang Tommy
“Eh, katanya bakalan ada anak baru yah di kelas kita?” sela Elfan
“Iya, gue juga denger-denger sih gitu.” timpal Alfath
“Cowok apa cewek?”
“Katanya sih cowok.”
“Cakep?” tanya Gerry tiba-tiba
“Heran gue! Kalo’ ngomongin cowok gitu kalian cepet banget!
Gue dicuekin…!
Si Rion manaaaa? Whoy?” maki Nell kesal
“Udah lah lo ikut dengerin aja!
Rion dibahas ntar aja, ini lebih penting!” omel Elfan
“Cakep atau ngga’nya sih belum tau. Tapi yang jadi masalah tuh, denger-denger Si Rion deket banget sama tuh anak!” terang Gerry.
“What?
Ngga’ mungkin ah! Gue aja udah sekian lama ngejar-ngejar Rion tapi gagal mulu! Padahal gue cakep, cerdas, model terkenal pula. Kurangnya gue apa sih?
Gue jadi penasaran sama anak baru itu. Kayak apa sih tampangnya kok sampe’ Si Rion bisa deket sama tuh anak!” Nell mulai cemas. Ia tak dapat berkonsentrasi mengerjakan soal.
“Sudah selesai? Ayo, cepet dikumpulkan terus dikoreksi!” seru Bu Risma
“Yaelaaaahhh…! Belooooom Buuuuu…!” seru anak-anak sekelas serempak, kompak, tak ada yang ketinggalan. Sedangkan Bu Risma hanya geleng-geleng kepala
“Eh! Emang Rion gay juga ya?
Kayaknya engga’ deh! Buktinya Nell udah lama deketin tapi gagal mulu!
Mana ada gay yang ngga’ terpikat ama cowok kayak Nell. Bener ngga’?” bisik Alfath.
“Eh! Elo bener juga! Selama ini kan kita belum tau Si Rion suka cowok apa engga’. Tapi dia ngga’ punya cewe’ tuh! Aneh!
Kalo’ pun dia gay, dia pastinya naksir lah sama cowok kayak Nell. Hmmmm…” tambah Tommy. Nell mulai berfikir sama seperti pikiran sahabat-sahabatnya yang lain.
“Nell, buruan kerjain! Keburu dikumpulin ntar!” pinta Elfan, diikuti anggukan anak-anak lain
“Nyontek?” tegas Nell. Mereka semua langsung mengangguk kompak
“Hash! Kebiasaan!” keluh Nell, lalu segera berkonsentrasi mengerjakan soal demi soal
Tak lama kemudian...
Tok! Tok! Tok!
“Masuk!” seru Bu Risma
Krieeettt!
Saat lelaki tersebut masuk, anak-anak sekelas mulai berbisik-bisik...
Siswa baru itu ialah Rama Sandhitya. Ia begitu rupawan, ditambah dengan paras manisnya yang menawan. Rambutnya tebal, hitam, lurus, dan berkilau. Alisnya begitu sempurna menggantung di atas matanya yang menawan dan berwarna hitam gelap. Disana ia berdiri sekitar 170cm. Tubuhnya ideal.
Ia memiliki kulit kuning langsat. Dengan sedikit otot-otot yang terlihat dibeberapa bagian tubuhnya.
Sedangkan di samping Rama berdiri lah seorang lelaki berbadan tegap dan berwajah tampan.
Ia lah Rion, lelaki yang sejak awal berada di sekolah ini begitu disukai oleh Nell.
Ia begitu tampan, parasnya begitu khas lelaki maskulin yang melenakan. Rambutnya hitam kecoklatan, ditata indah dengan gaya spike-nya. Ia memiliki mata elang yang begitu khas, ditambah dengan eyelids ganda yang menggantung sempurna melengkapi keindahan matanya. Bola matanya hitam menawan. Hidungnya mencuat indah, menambah ketampanan yang dimilikinya. Bibir nya begitu khas dan menawan. Rahang dan dagunya terlukis begitu indah dan terlihat begitu maskulin menambah ketampanan alur wajahnya. Tubuhnya begitu atletis, dengan dada bidang dan perut atletis yang begitu tercetak jelas melalui kemeja putihnya. Lengan-lengannya terlihat begitu berisi, ditambah dengan otot-otot yang terlihat menghiasi lengan-lengannya. Ia berkulit putih dan berdiri tegap tinggi menjulang sekitar 175cm. Ia benar-benar lelaki idaman semua orang…
“Maaf saya telat di hari pertama saya masuk. Tadi saat saya berangkat ke sekolah ada kecelakaan kecil, Bu!” terang Rama.
“Oh, shit! Cowok itu lagi? !
Kenapa kejadian ini mirip banget sama film yang pernah gue tonton ya?
Tuhan, takdir yang engkau bikin kenapa ngga’ kreatif banget ya? Yang lain kek!
Masa’ mirip sama film?
Eh, tunggu! Dia masuk kelas sama Rion?
RIOOOONNN?
Jadi ini cowok yang kata anak-anak deket banget sama Si Rion?” cibir Nell dalam hati, lalu raut wajahnya berubah galau seketika
“Tapi kamu gapapa kan? Apa perlu Ibu suruh Rion antar kamu sekarang juga ke klinik sekolah?” tanya Bu Risma cemas
“Ngg... Gapapa kok Bu! Tadi Rion nyamperin saya ke sana dan ngobatin saya. ” jawab lelaki tersebut gugup. Terperangah begitu saat matanya bertemu pandang dengan Nell.
“Itu kan cowok sombong itu? ! Arrgggghhh! Kenapa bisa ketemu di sini?” umpatnya dalam hati.
“Iya, Bu! Rama ini sahabat saya sejak kecil. Karena ada masalah keluarga, sekarang dia tinggal di tempat saya. Tadi pagi saya mau nebengin dia buat ke sekolah bareng naek motor, tapi dia ngga’ mau dan ngotot mau gowes pake sepeda sekalian olahraga gitu katanya. Ya udah!
Tapi sampe’ jam enam lebih dia ngga’ nyampe’-nyampe’. Pas saya telp, dia bilang tadi jatoh makanya datengnya telat. Akhirnya saya samperin. Saya khawatir banget tadi Bu’ dan mutusin buat maksa dia istirahat dulu baru berangkat lagi ke sekolah, makanya kami telat.” jelas Rion
“Ngga’papa! Ya sudah, Silahkan kamu perkenalkan diri dulu ke temen-temen baru kamu supaya bisa lebih cepat untuk saling kenal! Singkat aja, abis itu kamu langsung duduk. Ibu khawatir sama kamu.” pinta Bu Risma ramah
“Perkenalkan, Saya Rama Sandhitya.
Biasa dipanggil Rama. Pindahan dari Bandung.
Maaf, singkat aja. Moga kita bisa cepet berteman. Makasih!” ujar Rama gugup
“Namanya terlalu bagus buat orang kampungan kayak dia!” seru Nell enteng tanpa rasa bersalah sedikitpun, “Tampangnya kusam, dekil, seragamnya kusut, tas sama sepatunya juga ngga’ gaul, merek murahan, kumal pula! Ngga’ pantes banget dia sekolah di sekolah elit kayak gini!
Tolong panggilin Security kek! Gepeng kok bisa sih masuk sini?” sambungnya. Seketika anak-anak sekelas pun tergelak!
“Nell, tolong jaga sikap kamu!” omel Bu Risma
“Hasshh!” lenguh Nell
“Mulut lo lebih kampungan dari dia!
Jaga mulut lo!” hardik Rion penuh amarah. Nell hanya menatap Rion tak percaya.
“Cuman gara-gara tuh cowok, Si Rion ngebentak gue?” cibir Nell miris dalam hati
“Ya sudah, sekarang kamu duduk di........” seru Bu Risma sembari mencari-cari bangku kosong.
“Ehmmmpp... Di situ!” tunjuk Bu Risma
“What?” protes Nell
“Kenapa lagi Nell?” tanya Bu Risma menyelidik
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
To Be Continued...
By : Kiki Wellian
Fb : Nell Leander Atharein (Add Ya! )
Blog : flipflop-delvetian.blogspot.com
“The Paper Planes”
Tak perlu kertas kualitas atas
Tak perlu keahlian seniman terkenal
Tak perlu jemari tangan indah
Tuk melipatmu menjadi bentuk
Tuk membuatmu ada
Menjadi sebuah “Pesawat Kertas”
Yang sederhana namun pekat akan makna
Tak perlu perhitungan matang
Tak perlu kecerdasan insinyur
Tak perlu mesin-mesin canggih
Tuk membuatmu mengangkasa
Membumbung tinggi melintasi langit biru
Hanya tinggal melipat dan terus melipat
Melipat dengan segenap harap
Tuk membuatmu menjadi bentuk
Hanya tinggal berlari dan melesatkan
Melesatkanmu dengan penuh kekuatan
Tuk membuatmu tinggi mengangkasa
Layaknya sebuah kehidupan,
Kita takkan pernah tahu
Akan setinggi apa ia mengangkasa
Melintasi langit biru
Kita takkan bisa menduga
Kapan ia akan terjatuh
menghempas tanah gersang
Yang penuh debu memilukan
***
“What?” protes Nell.
“Kenapa lagi Nell?” tanya Bu Risma menyelidik
“Ngg… Ngga’papa.”
“Gilaaaa…! Seumur-umur impian gue tuh duduk sebangku ama Rion, tapi dia yang baru masuk ke sekolah ini aja udah bisa langsung duduk sama Rion.” umpat Nell dalam hati
“Udah yuk, langsung duduk aja!” ajak Rion sembari merangkul pundak Rama. Ia juga menatap Nell kesal
“Ya sudah, pelajaran kita lanjutkan lagi.
Oh iya, Rama… Nanti kamu sudah bisa ambil buku-buku pelajaran.” kata Bu Risma
“Iya, Bu! Makasih!”
Sedangkan Nell hanya menatapnya kesal, lalu memalingkan wajahnya dan merebahkan kepalanya di atas meja.
“Hash! Bete gue!” dengus Nell
“GALAU?” tanya Elfan polos
“Udah lah lo ikhlasin aja Si Rion. Kayaknya mereka deket banget tuh!
Lagian masih banyak cowok-cowok lain yang ngejar-ngejar lo dan lebih cakep dari Si Rion.” hibur Tommy
“Setres lo, Tom! Gue naksir sama Rion bukan cuman karna dia cakep!”
“Trus apa yang lo suka dari dia selain karna dia cakep?”
“Cukup gue yang tau! Pokoknya intinya dia beda dari cowok-cowok yang lainnya!
Pokoknya gue maunya Rion. Titik!”
“Iye-iye! Kita bakal usahain buat elu!” seru Elfan, diikuti anggukan sahabat-sahabat Nell yang lain
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
Tak lama kemudian Bel tanda istirahat pun berbunyi. Rion menuju kantin bersama Rama. Sedangkan Nell terlihat begitu kesal dan hendak membuntuti mereka diam-diam.
“Liat tuh! Mesra banget dah Si Rion jalan sambil meluk Rama.” celetuk Gerry, berniat membuat Nell cemburu
“Anjrit! Seumur-umur gue ngga’ pernah digituin sama Rion.” omel Nell
“Emang mereka pacaran yah? Bukannya Rion street?” tanya Elfan
“Straight… BUKAN street.” omel Tommy
“Iya-iya. Wajar lah, gue kan baru nyebur jadi belum terlalu tau banyak ama isitilah-istilah itu.”
“Setahun itu termasuk baru? ckckck…” cetus Nell tak percaya. Elfan hanya tersenyum polos
“Gue jitak juga nih!” maki Nell kesal
“Gue sih ngga’ tau! Tapi mereka kesannya akrab banget!” timpal Alfath, menanggapi pertanyaan Elfan
“Sialan tuh anak! Dateng-dateng udah ngerebut Rion dari gue!
Gue ngga’ mau tau pokoknya kalian mesti bisa jauhin dia dari Rion!” seru Nell
“Yaelah, itu mah gampang!” seru sahabat-sahabat Nell serempak
“Cari tau juga latar belakang Rama!”
Beberapa saat kemudian Rion dan Rama terlihat tengah duduk berdua di salah satu meja kantin dan terlihat tengah memakan semangkuk bakso. Namun Rama terlihat kesusahan menuangkan saos tomat. Rion segera membantunya.
“Hebat lo! Gue aja ngga’ bisa-bisa!” seru Rama
“Elo belum sarapan ya tadi? keliatan banget ngga’ ada tenaganya!” canda Rion sembari tetap berusaha mengguncang-guncang botol saus. Namun sebagian terkena dagu Rama
“Eh, sorry-sorry!” Rion cepat-cepat mengambil tissue dan mengusap dagu Rama yang terkena saos tomat.
“Anjrit! Ngga’ tahan gue! Cabut gays!” omel Nell yang tengah mengawasi dari kejauhan. Mereka berlima pun akhirnya menuju taman belakang sekolah dan duduk-duduk di salah satu bangku. Jauh dari keramaian…
“Nell?” sapa salah seorang lelaki yang tengah duduk-duduk di sana sembari memainkan gitarnya
“Lo… Locko? Ngapain lo di sini?” Nell cukup terkejut
“Daripada lo bingung mau kemana dan ngapain, mending lo temenin gue. Ya ngga’ guys?!” seru Locko sembari diikuti tawa anak-anak gengnya
“Elo masih ngarepin gue?
Setres!” ejek Nell sembari teringat masa lalu
“Gue masih nganggep kita pacaran kok!” ujar Locko enteng sembari mengusap dagu Nell
“Eh, lo jangan macem-macem!” hardik Tommy dan yang lainnya. Namun Nell memberi isyarat agar mereka diam dan tetap tenang
“Udah, kita cabut aja yuk!” ajak Nell
“Kemana sih? Sini aja lah, Sayang!” rayu Locko
“Eh, kita udah putus! Jangan manggil-manggil Sayang!” maki Nell mulai emosi
“Lo makin hari makin cakep aja!” ujar Locko. Namun Nell dan yang lainnya tak memperdulikan. Mereka berlima segera berlalu
“Kapan-kapan gue mampir ke rumah lo ya! Rumah lo sepi kan kayak biasanya?
Gue kangen, pengen nyicipin tubuh lo!” teriak Locko, diikuti tawa anak-anak gengnya yang lain
“Brengsek! Ngomong apa lo barusan? !” hardik Alfath dan yang lainnya
“Udah lah, kita ngga’ seharusnya perduliin mereka.” ujar Nell barusaha menenangkan sahabat-sahabatnya.
“Kalian tau kan Locko kayak gimana?
Kalian inget kan sama kejadian waktu dulu?
Gue sampe sekarang juga masih miris, masih trauma. Gue udah ngga’ mau lagi berurusan ama yang namanya Locko dan gengnya.
Kalo’ kalian cuman ngandelin emosi, kalian sama aja ngebahayain posisi kita. Terutama gue!
Gue minta sama kalian semua, Please jangan hirauin apapun yang dilakuin sama mereka.” terang Nell sembari menahan sakit karena teringat peristiwa dimasa lalu
“Nell bener! Udah lah, kita buruan cabut aja!” timpal Elfan, diikuti anak-anak lainnya. Namun yang paling terlihat masih dikuasai amarahnya ialah Tommy, Gerry dan Alfath. Mereka bertiga benar-benar tak terima dengan kata-kata Locko dan gengnya. Mereka terus memandang penuh amarah ke arah Locko dan gengnya.
“Tom…!
Al…!
Ger…!” bentak Nell. Akhirnya mereka pun kembali melangkah menuju kelas
“Heran gue, kenapa sih lo punya mantan kayak dia?” sergah Tommy setelah sampai di kelas
“Iya tuh!” timpal anak-anak lainnya
“Gue udah males sebenernya berurusan lagi sama Locko dan gengnya. Gue udah trauma banget! Tapi kenapa akhir-akhir ini mereka mulai ngeganggu gue lagi?
Apa sih yang mereka incer dari gue kali ini?” keluh Nell kesal
“Udah lah jangan bahas ini lagi, n’tar malah ngebikin elo terbebani. Gue juga khawatir lo bakalan kepikiran terus. Masa lalu ngga’ usah diungkit-ungkit lagi.
Mending sekarang kita cari cara gimana caranya biar bisa deketin lo sama Rion?” ujar Elfan
“Sip! Lo bener.”
“Ehmmm, gue ada ide nih. Gimana kalo’ mulai sekarang lo sering-sering mampir ke Café nya Rion? Denger-denger Kakanya kan punya Café gitu di daerah Blok M.” sela Tommy
“Bener tuh! Sapa tau bisa lebih deket ntar!” tambah Gerry
“Bagus sih idenya. Tapi ngga’ berani ah gue.”
“Ngga’ berani apa gengsi?” celetuk Alfath
“Dua-duanya sih.” keluh Nell
“Elo pengen ngeliat si Rama sama Rion terus?
Trus lo galau terus gitu gaje dan cuman bisa ngeluh ke kita. Lo mau kayak gitu terus?” bujuk Elfan
“Iya, gue bakal sering ke sana. PUAS?”
“Nah gitu dong! Ntar malem lo mulai dateng ke sana. Trus besoknya lo cerita ke kita semua. Oke!”
“Oh, iya! Tapi lo kesananya jangan dianter sama Hanif. Naek Bus Way aja!” saran Tommy
“What? Males amat! Mesti nunggu lama, kena asap kendaraan, debu. Trus kalo’ ada fans-fans yang rese’ gimana?! Mikir pake’ otak!
lagian seumur-umur gue ngga’ pernah naek Bus Way.” cecar Nell
“Iya gue tau! Tapi masalahnya kalo’ elo naek Bus Way malah lebih enak. Ntar pulangnya lo bisa bareng sama Rion. Kalo’ lo dianter ama Hanif ngga’ bakalan bisa lah. Hanif pasti nungguin lo sampe’ lo pulang. Elo ngga’ bakalan bisa bebas.
Selama gue nyari tau tentang Rion, ternyata tiap abis pulang sekolah dia ikut kerja di Café kakaknya. Warnetnya dijaga sama karyawan Kakaknya kalo’ pagi sampe’ sore gitu.
Dia naik Bus Way biasanya, ngga’ naik motor merahnya itu. Lo tau sendiri kan, Jakarta kalo’ sore gitu pasti macet-cet-cet. Nah, saran gue ntar lo pake’ masker aja biar ngga’ kena polusi sekalian nyembunyiin wajah lo biar ngga’ dikenalin sama fans-fans lo. Trus lo pulangnya naik Bus Way juga biar bisa sekalian bareng sama Rion. Oke kan ide gue?” jelas Tommy
“Iya, bener juga tuh! Berkorban dikit kek buat cinta!” timpal Elfan diikuti acungan jempol anak-anak lain
“Ta…Tapi, gimana caranya gue bisa keluar rumah tanpa sepengetahuan pembantu-pembantu gue, terutama Hanif?
Kalian tau sendiri kan bokap gue protektif banget! Gue keluar rumah cuman waktu sekolah ama pemotretan doang.” keluh Nell sedih
“Soal itu gampang, serahin ke gue!” seru Elfan enteng
“Lo… Lo yakin bisa?”
***
Setelah bel tanda pulang sekolah berbunyi, Seperti biasa Nell duduk-duduk di taman depan sekolah sembari menunggu sopir nya datang menjemputnya. Sahabat-sahabatnya yang lain sudah pulang sejak tadi.
“Heran gue. Tiap hari gue selalu duduk manis di sini nungguin sopir buat jemput.
Bener-bener kayak anak SD. Setiap gue mau bawa mobil sendiri pasti dimarahin sama bokap.” Nell membuat status baru di twitter dan facebook nya dengan status yang sama. Tak butuh waktu lama untuk mendapat like dan comment yang banyak dari orang-orang dumay.
Nell duduk di rerumputan. Pandangannya teralihkan ke arah seberang sembari mendengarkan suara salah seorang lelaki yang tengah menyanyi diiringi permainan gitar anak-anak lainnya. Beberapa siswa yang masih di sekolah membentuk kerumunan, menyaksikan permainan mereka.
Nell pun menghampiri kerumunan tersebut.
“Stop!” sela Nell ditengah-tengah nyanyian
“Kenapa?” musik pun berhenti.
“Yang main gitar udah bagus, tapi yang nyanyi payah!” komentar Nell angkuh
“Menurut gue suaranya dia bagus banget kok! Ya ngga’ guys?”
“Yoi!” sahut anak-anak yang lain
“Really?” sahut Nell meremehkan. “Kalian itu ngga’ ngerti tekhnik vokal yang bener tuh kayak apa! Suara kayak gitu mah di jalanan banyak. Ngamen muter-muter jalan.” sambungnya
“Jangan ngomong doang! Kalo’ gitu coba lo nyanyiin lagu itu sekarang! Kasih contoh, daripada bacot doang!” tantang salah seorang lelaki yang tadi bernyanyi. Ia begitu tersinggung dengan sikap angkuh Nell
“Udah lah ngga’ usah digubris. Dia tuh anaknya Pak Fabian, orang yang punya sekolah ini.” bisik anak lainnya pada Si Vokalis
“Hah?” Si Vokalis terperangah
“Siapa takut!” seru Nell enteng
Si pemain gitar pun mulai kembali memainkan gitarnya. Petikan-petikannya begitu merdu. Perlahan Ia mulai memainkan bagian intro lagu “Jason M’raz - I’m Yours”.
Nell mulai mengambil nafas, lalu mulai mengambil suara. “Hoo..ooooo...ooo... Hoooo...oooo...
Hooooo...oooooo...woooouwooooo...oooo...ooooo!”.
Baru begitu saja, seluruh anak-anak yang menyaksikan Nell bernyanyi langsung terpukau dengan keindahan suaranya. Mereka langsung bertepuk tangan dan memberi semangat pada Nell.
Riuh tepukan tangan mereka membuat anak-anak lainnya tertarik untuk menyaksikan permainan musik tersebut.
Nell pun mulai bernyanyi, “Well you done done me and you bet I felt it.
I tried to be chill but you’re so hot I melted. I fell right throught the cracks.
And now I’m trying to get back...
Before the cool done run out I’ll be giving it my best-est.
And nothing’s going to stop me but divine intervention.
I reckon it’s again my turn, to win for or learn... some...
But I… won’t hesitate no more, no... more.
It cannot wait, I’m yours...”
Seluruh anak-anak yang menyaksikan pun semakin terpukau, terutama gerombolan anak-anak yang tadinya menantang Nell bernyanyi. Tak butuh waktu lama, kerumunan itu pun semakin padat didatangi para siswa-siswi yang saat itu masih berada di sekolah.
Entah dari mana dan kapan datangnya, Rion pun ternyata ikut menyaksikan dan terpukau dengan suara indah Nell.
Hal yang belum mereka ketahui, ternyata suara Nell begitu indah. Kini bertambah kekaguman mereka akan sosok seorang Nell yang memiliki bakat dalam banyak hal.
Nell pun tersenyum senang karena mereka semua menyukai nyanyiannya. Ia pun melanjutkan nyanyiannya, “Ye-i-ye.. Heeee..Heee.. But I beliefe I’m yours...
Open up your mind and see like me...
Open up your plans and damn you’re free..
Look into your heart and you’ll find love.. love.. love.. love...
Listen to the music of the moment people dance… and sing
We are just one big family... And it’s our god-forsaken right to be loved.. loved.. loved.. loved.. loved...
So I… won’t hesitate no more, no.. more...
It cannot wait, I’m sure...
There’s no need to complicate
Our time is short. This is our fate.
I’m your’s...” dan seterusnya. Nell menyelesaikan lagu tersebut dengan begitu sempurna. Suaranya begitu indah. Orang-orang begitu menikmatinya sembari terbius keindahan senyuman yang terpancar selama ia menyanyikan lagu tersebut.
Selama ini hanya ada pendar keangkuhan.
Hanya ada senyuman licik.
Hanya ada pandangan meremehkan.
Tak pernah ada senyuman seindah itu.
Tak pernah ada senyuman semenawan itu.
Tak pernah ada pandangan setulus itu.
Yang begitu indah dan memikat...
Kita dapat menikmatinya,
Hanya ketika Ia bernyanyi…
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦ •♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦ •♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
Semuanya begitu terpukau. Tepuk tangan yang begitu riuh mengantar langkah Nell.
Ia berjalan menuju gerbang sekolah karena sopirnya telah tiba. Dan ternyata Nell tak mengetahui bahwa sebenarnya Rion juga ikut menyaksikan Ia bernyanyi di taman sekolah.
Kerumunan itu pun mulai mereda. Sekelompok anak yang tadi menantang Nell begitu terpikat dengan suara seindah itu. Mereka berniat mengganti vokalis band mereka dengan Nell. Namun sebelum ada yang membuka percakapan, Si Vokalis sudah mengerti arti dari tatapan kawan-kawannya tersebut.
Ia menjauh dan segera berlalu. Berjalan penuh dendam dan amarah.
Awan gelap yang sedari tadi menghiasi langit siang itu tak lama kemudian turun menjadi rintik hujan…
Kian lama kian deras…
“Brengsek…!” pekik lelaki itu sembari memukul-mukul rerumputan. Ia meradang. Luka yang tak tampak itu merayap, naik ke permukaan.
“Lo punya segalanya Nell! Lo punya semuanya!
Bahkan gara-gara lo, gue sekarang kehilangan posisi gue!
Apa ngga’ cukup semua yang udah lo milikin, sampe’ lo harus ngerebut posisi gue!
Gue ngga’ bakal pernah ngelupain ini!
Gue bakal ngebales elo! Tunggu aja, Nell!” raungnya penuh amarah lalu terduduk lemas di taman belakang sekolah sembari menahan dinginnya air hujan yang mengguyur tubuhnya.
Derai air hujan sekaligus menambah perihnya luka yang Ia rasakan.
--Pada kenyataannya Nell tak bermaksud mengambil posisinya. Bahkan Ia tak butuh posisi itu. Ia bisa menjadi seorang penyanyi terkenal dengan mudah, namun Ia hanya ingin menjadi seorang model.
Pada kenyataannya Nell hanya berbuat sesuai perangai yang terlanjur melekat sejak dulu dalam diri nya.
Ia hanya seorang lelaki angkuh, perfeksionis dan ditambah Ia memilki bakat. Sehingga Ia ikut bernyanyi di taman kala itu. Ia hanya ingin memberi tahu bernyanyi yang bagus dengan tekhnik vokal yang sesuai seperti apa. Ia tak pernah berniat mengambil posisi Sang Vokalis.
Namun setiap manusia memang memiliki cara pandang mereka masing-masing.
Nell juga salah, karena sifat sombongnya. Sedangkan Sang Vokalis juga salah karena Ia memandang dan menilai Nell telah merebut posisinya.
Sudah lah, jangan membahas siapa yang salah. Takkan ada habisnya. Lagipula pendapat setiap orang berbeda-beda.
Aku hanya penulis cerita kehidupan mereka dan kalian pembaca ceritaku.
Okay, Kembali ke ceritanya--
Di sisi lain, Rion sampai sekarang masih melamun. Sibuk dengan fikirannya sendiri.
Entah apa...? Entah mengapa...?
Namun perlahan ia mulai sedikit mengenal tentang Nell lewat lantunan nyanyiannya. Ia masih ingat ekspresi itu... Keindahan yang hanya dapat dilihat ketika Nell menyanyi.
Ia masih ingat akan dentuman musik dan keindahan suara itu.
Namun derasnya hujan kala itu menggugahnya dari lamunan. Ia tiba-tiba ingat akan sesuatu…
“Hujan?”
“Ah, gue bener-bener keterlaluan!” Rion segera menuju area parkir dan mengambil motor merahnya. Ia segera menemui seseorang yang sedari tadi telah menunggunya.
Seseorang tersebut terlihat basah kuyup dan tengah meneduh di salah satu bangunan kosong di dekat sekolah.
“Sorry lama!” cetus Rion penuh penyesalan setelah menemui Rama yang telah lama menunggu Rion sedari tadi. Ia nampak berantakkan, basah kuyup sembari memeluk tubuhnya sendiri.
“Ngg… Ngga’papa…! “ ujar Rama berat dan terlihat menggigil kedinginan
Rion yang saat itu belum terlalu basah segera melepaskan jaketnya dan memakaikannya di tubuh Rama. Namun Rama malah melepasnya, “Ngga’ usah, lo aja yang make’! Gu… Gue ngga’ papa kok!”
“Ngga’papa gimana? Elo udah pucet banget dan menggigil git!” Rion kembali mengenakan jaket tersebut pada tubuh Rama dan memeluk Rama dari belakang
Seketika itu lah entah mengapa jantung Rama berdegup kencang. Ia merasa nyaman, Ia merasa lebih hangat, namun Ia tak tahu harus berbuat apa. Sebagian hatinya ingin menolak, ingin melepas pelukan itu. Namun Ia merasa nyaman dan Ia tahu bahwa pelukan itu takkan didapatnya setiap waktu.
Ia menikmati tiap detik-demi-detik selama Rama memeluknya. Sedangkan Rama pun mempererat pelukannya saat hujan semakin deras dan angin semakin kencang.
Di sisi lain, Rama merasa hal ini salah. Entah mengapa saat Rion memeluknya, perasaan aneh itu menyelinap. Menggugahnya dari tidur lamanya selama ini.
Menggugahnya dari perasaan sahabat yang telah lama Ia tanam pada diri Rion.
“Kita neduh dulu aja ya! Kalo’ udah mendingan baru pulang.” ujar Rion memecah keheningan. Rama hanya mengangguk sembari menikmati detik-demi-detik pelukan itu.
Rama juga mencium aroma tubuh Rion yang begitu melenakan. Ia terlanjur nyaman dalam dekapan itu, Ia merasa aman dalam dekapan itu. Namun debar jantungnya semakin menjadi.
“Tuhan, perasaan apa ini?
Apakah ini masih perasaan terhadap sahabat?” tanya Rama dalam hati
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
Di sisi lain, Nell sudah sampai di rumah dan tengah membuka akun facebook nya lewat laptop pribadinya sembari mengenakan selimut tebal.
Ia melihat foto-foto beberapa orang-orang yang baru dikenalnya lewat facebook.
“Badannya bagus-bagus, cakep pula! Kriteria gue banget!” gumam Nell
Ia terus menjelajahi tiap-tiap dunia maya tersebut. Namun selalu saja, setiap Ia mencoba mencari sosok lelaki lain, namun debar perasaan itu hanya untuk Rion. Ia hanya sekedar kagum pada orang-orang yang masuk dalam kriterianya. Namun debar itu hanya Ia rasakan saat bertemu dengan Rion.
Saat memandangi Rion dari jauh, saat melihat senyuman di wajah Rion yang jarang sekali Ia temukan karena Rion tipikal cowok cuek dan pendiam.
Saat Rion bermain basket, saat Rion membentaknya karena kesal dengan sikap Nell yang keterlaluan, saat Rion tertawa ketika melihat Nell dihukum karena mengerjai guru yang tengah mengajar kala itu.
Kenangan-kenangan itu menyeruak dalam kepalanya.
“Aduh!” Nell segera masuk ke dalam toilet saat perutnya tiba-tiba terasa sakit
“Ini pasti gara-gara kemaren makan maicih nih!” gumamnya
Namun di sisi lain Hanif tengah menuju kamar Nell. Seperti biasa, tugasnya mengantar Nell kemana saja, menjaga Nell, sekaligus memantau apakah dia masih tetap di rumah atau tidak.
“Nell?” serunya. Namun tak ada jawaban.
“Nell?” seru Hanif sembari mendongak ke dalam.
Hanif melangkah masuk, “Kemana nih anak?” gumamnya sembari mengedarkan pandangannya ke area kamar yang begitu luas tersebut. “Kalo’ dia sampe’ cabut, gue bakal dimarahin Pak Fabian nih! Haduh!
Bisa-bisa dipecat! Padahal gue butuh duit buat biaya kuliah gue. Arrrgghhh! Nih anak kemana sih? !” gumamnya frustasi
Ia melangkah ke arah ranjang. “Tuh kan, kebiasaan kalo’ make’ apa-apa gitu ditinggal gitu aja ngga’ diberesin! Dasar tuh anak, bandel banget!” gumam Hanif , lalu berniat mematikan laptop tersebut.
Namun saat hendak mematikan, Ia terkejut melihat foto-foto beberapa lelaki di laptop milik Nell. Ada yang dengan keadaan shirtless dan hanya mengenakan celana dalam, ada juga yang dalam keadaan telanjang.
Hanif begitu terkejut melihat foto-foto tersebut. Dan bertepatan dengan itu Nell baru saja keluar dari toilet. Tak lama kemudian pandangan mereka bertemu saat Hanif menyadari bahwa Nell tengah berdiri di depan toilet. Hening, tak ada yang mengatakan apapun terutama Nell yang saat itu begitu gugup. Fikirannya tak karuan. Sedangkan Hanif memandang Nell penuh tanda tanya, banyak hal yang ingin Ia tanyakan namun pastinya takkan berani Ia tanyakan. Ia hanya menatap Nell tanpa dapat berkata apa-apa.
“Sial! Bego’nya, gue belum ngechek toilet! Keburu ngechek laptop!” umpat Hanif kesal dalam hati
Nell menatap Hanif tak percaya. Matanya berkaca-kaca.
Berbagai kemungkinan terburuk melintas, membentuk kepenatan luar biasa dalam fikirannya.
Bagaimana kalau Ia mengadukan pada Papa?
Bagaimana kalau Ia menjauhiku dan jijik padaku?
Bagaimana kalau sikapnya berubah setelah Ia mengetahui siapa aku sebenarnya?
Hanya kata “bagaimana” yang terus berputar-putar dalam benaknya.
Nell menundukkan kepalanya. Tak berani menatap Hanif.
Tak terasa tangisnya pecah. Ia takut… Ia benar-benar takut… Terutama takut apabila Hanif mengadukannya pada Papa nya. Karena selama ini setiap kenakalan Nell pasti diadukan oleh Hanif. Itu lah salah satu tugas Hanif. Mengawasi Nell, sehingga Pak Fabian tak perlu capek bolak-balik antar kota atau negara hanya untuk mengetahui kondisi Nell. Dan Ia bisa fokus dengan bisnisnya.
Kembali pada situasi kala itu,
Di sisi lain Hanif tak kuasa melihat Nell menangis. Ia mendekatinya.
Ia memeluk Nell, namun Nell menepisnya dengan kasar, “Lancang!” hardiknya menggelegar
“Puas?
Sekarang gue tinggal nunggu Papa dapat kabar ini dari lo dan sisanya gue bakal diusir dari rumah ini karna seorang pengusaha terkenal malu punya anak kayak gue. Yang suka sama….”
“Cukup!” sela Hanif getir. Ia kembali memeluk Nell, berusaha menenangkannya. Sedangkan Nell terisak dalam pelukan Hanif.
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
To Be Continued...
Semoga Rama gak diapa2in sama Nell... Jangan2 Rama sama Nell sodara ya.. ?? Heheeee
Lanjooot gan..
Kl gtu kan jd seru. jd bkin penasaran.
Oke, trus aku pggil apa?
@4ndh0 > hhaha...
gatau ya.. kan baru2 nih crita... iktuin terus aja...
By : Kiki Wellian
Fb : Nell Leander Atharein (Add Ya! )
Blog : flipflop-delvetian.blogspot.com
“The Paper Planes”
Tak perlu kertas kualitas atas
Tak perlu keahlian seniman terkenal
Tak perlu jemari tangan indah
Tuk melipatmu menjadi bentuk
Tuk membuatmu ada
Menjadi sebuah “Pesawat Kertas”
Yang sederhana namun pekat akan makna
Tak perlu perhitungan matang
Tak perlu kecerdasan insinyur
Tak perlu mesin-mesin canggih
Tuk membuatmu mengangkasa
Membumbung tinggi melintasi langit biru
Hanya tinggal melipat dan terus melipat
Melipat dengan segenap harap
Tuk membuatmu menjadi bentuk
Hanya tinggal berlari dan melesatkan
Melesatkanmu dengan penuh kekuatan
Tuk membuatmu tinggi mengangkasa
Layaknya sebuah kehidupan,
Kita takkan pernah tahu
Akan setinggi apa ia mengangkasa
Melintasi langit biru
Kita takkan bisa menduga
Kapan ia akan terjatuh
menghempas tanah gersang
Yang penuh debu memilukan
***
Di sisi lain Hanif tak kuasa melihat Nell menangis. Ia mendekatinya.
Ia memeluk Nell, namun Nell menepisnya dengan kasar, “Lancang!” hardiknya menggelegar
“Puas?
Sekarang gue tinggal nunggu Papa dapat kabar ini dari lo dan sisanya gue bakal diusir dari rumah ini karna seorang pengusaha terkenal malu punya anak kayak gue. Yang suka sama….”
“Cukup!” sela Hanif getir. Ia kembali memeluk Nell, berusaha menenangkannya. Sedangkan Nell terisak dalam pelukan Hanif.
“Semenjak Mama meninggal, selama ini Papa cuman ngasih gue materi. Ngga’ pernah ngasih gue kasih sayang. Salah kalo’ gue jadi kayak gini sekarang?” sambung Nell. Ia meringis kesakitan. Menahan luka yang selama ini Ia sembunyikan. “Gue kesepian! Sakit!” cecarnya getir.
Hanif mengerti, Ia melepas pelukannya dan mengusap air mata Nell, “Elo tenang aja, gue ngga’ bakal ngomong apapun. Gue bakal jaga ini baik-baik.” seketika itu Nell memeluk Hanif erat dan mengucapkan kata “thanks” berulang-ulang. Ia benar-benar takut, sedih, kesal, semuanya bercampur manjadi rentetan luapan emosi.
“Udah lah!
Dan gue janji, mulai saat ini lo ngga’ bakalan ngerasa sendiri lagi. Karna gue bakalan selalu ada buat lo!
Gimana pun juga Pak Fabian tetep bokap lo. Meskipun dia ngga’ pernah ada buat lo, tapi seenggaknya dia sibuk kerja itu juga demi elo. Walaupun itu salah, karna lo juga butuh kasih sayang. Apalagi nyokap lo udah ngga’ ada.
Tapi lo tenang aja, gue janji bakalan selalu ada buat lo.”
Nell menatap Hanif tak percaya,
Kini entah mengapa Ia merasa tenang.
Kesepian itu, kesendirian itu akan tertutupi dengan kehadiran Hanif disisinya.
Namun Nell masih ragu, benarkah? Sebaik itu kah Hanif sebenarnya?
Hanif kembali memeluk Nell. Beberapa saat hanya diam yang menyelimuti ruangan itu.
“Udah, jangan mewek lagi!” celetuk Hanif, memecah keheningan
Nell mengusap air matanya, “Enak aja! Lo pikir gue cowok apaan? Dasar Sopir ngga’ tau’ diri! Lo makin lama makin ngelunjak ya sama majikan!” cecar Nell sombong
Hanif hanya tertawa, “Lo ngga’ berubah ya! Gue pikir setelah kejadian ini lo bakalan baik ke gue!”
“Ngarep lu, ah!” timpal Nell
Lalu mereka berdua tertawa bersama…
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
Di sisi lain, Elfan tengah berdiri di depan kaca kamarnya. Memastikan bahwa penampilannya kala itu sudah benar-benar keren.
“Mimpi apa gue semalem yak?
Ide gue bagus juga. Gue ngebantu Nell keluar malem ini buat nemuin Rion, trus gue di rumahnya Nell buat nahan Si Hanif sekaligus deketin dia. Hahaha…” gumamnya senang
Namun tak lama kemudian ponselnya berdering
“Heh?” seru seseorang di seberang sana
“Ada apa?
Ntar jadi kan?” timpal Elfan.
“Sorry, ngga’ jadi. Ntar gue dianter sama Hanif kok!” terang Nell
“Hah?” dengus Elfan tak percaya
“Kok gitu sih?”
“Yaelah, ayolah!”
“Ceritanya panjang. Intinya Si Hanif udah tau semuanya. Terus, dia bakalan bantu gue buat deketin Si Rion.” jelas Nell senang
“Apa? Apa lo bilang? Lo ngga’ lagi becanda kan?” cecar Elfan shyock
“Pokoknya besok gue ceritain semuanya di kelas. Ya udah ya…”
“Eh tunggu-tunggu!” sela Elfan
“Apa lagi?”
“Lo mesti tanggung jawab. Gue udah dandan keren gini masa’ ngga’ jadi?” protes Elfan
“Hah? Ngapain lo dandan keren gitu?”
Namun tak lama kemudian Nell paham kenapa Elfan dengan begitu semangatnya tadi siang menawarkan untuk membantu menahan Hanif agar Ia dapat keluar rumah nanti malam.
“Oh, gue paham sekarang kenapa lo semangat banget mau ngebantuin gue, pake’ sok nawarin pula tadi siang…. Hahahaha…”
“Ah! Ketauan deh!
Lu sekali-kali o’on gitu dong! Jangan pinter-pinter!” keluh Elfan kesal
Nell hanya tertawa, “Ya udah, lo sekarang buruan ke rumah gue!”
“Ngapain? Katanya rencananya batal?”
“Udah lah! Nurut atau lo bakal sia-sia’in kesempatan ini?”
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
Di dalam mobil,
Malam itu Nell terlihat begitu memukau dengan setelan kemaja putih ditambah rompi kotak-kotak dan celana kulit berwarna hitam ukuran ¾ serta sandal gunung casual yang Ia kenakan. Kesannya benar-benar seperti anak kecil yang baru akan menginjak usia remaja, namun apapun yang Ia kenakan tetap saja terlihat bagus.
Ia duduk manis di belakang, sembari menahan tawa melihat tingkah Elfan yang duduk di depan bersama Hanif.
“Ehmmm… Ehmmm…”
Elfan kesal dengan tingkah Nell, “Kenapa lo? Keselek kadal?”
“Kagak! Tenggorokan gue cuman dikit serak aja!” kilah Nell sembari menahan tawanya. Sedangkan Elfan mencak-mencak ngga’ karuan, lalu memberi isyarat melalui gerakan matanya agar Nell diam
Setelah sampai di salah satu Café di daerah Blok M, Nell segera keluar dari mobil dan memberi isyarat pada Elfan yang seakan berkata, “Bersenang-senang lah!”. Elfan hanya tersenyum polos, sedangkan Hanif menatap Nell dengan pandangan penuh tanya.
“Jemput gue dua jam lagi! Ngga’ pake’ telat!”
Nell melambaikan tangan saat mobil itu telah melaju. Ia melangkah menuju Café tersebut penuh semangat.
***
-EZIO CAFÉ – 19.00 P.M-
Ada seseorang yang membukakan pintu, “Selamat malam! Selamat datang di EZIO CAFÉ.” sapa salah seorang waiter tampan dengan seragam khas Café tersebut
“Malam...
Ehmmm, pilihin meja yang bisa dengan leluasa ngelihat ke area kasir, trus di deket kaca.” pinta Nell. Kalian semua pasti tahu maksud permintaan Nell. Hahaha…
“Silahkan!” timpal Si Waiter, lalu menuntun Nell menuju sebuah meja yang dikehendakinya. Nell berjalan sembari terpukau memandangi desain Café tersebut.
Setelah Nell duduk, Ia membolak-balik menu sembari mengedarkan pandangannya mencari sosok yang menjadi alasan mengapa Ia rela jauh-jauh datang kemari.
“Ehmmm… Gue pesen Hot Cappucino satu sama Croissant cheese satu. Trus, tolong yang nganter nanti Rion aja ya?” pinta Nell sembari berusaha menyembunyikan senyuman penuh semangatnya
Waiter tersebut berfikir sejenak. Entah memikirkan apa. Lalu mengangguk sopan dan segera berlalu.
Cukup lama Nell menunggu pesanan itu datang. Namun beberapa menit kemudian datanglah seorang Waiter namun dengan seragam yang berbeda.
“Nell?” sapa nya tak percaya
Sedangkan Nell terlihat gugup, sembari berusaha menyembunyikan perasaannya yang tak karuan.
“Ngapain lo di sini?”
“Ngga’ boleh?” balas Nell berpura-pura ketus seperti biasanya
“Bukannya gitu! Tapi gue ngga’ nyangka aja lo bakal ke sini.” tukas Rion.
Nell menangkap apa yang sedang difikirkan Rion, “Emang gue harus selalu nongkrong di Café atau Restoran yang mewah banget dan serba mahal luar biasa gitu?”
“Ya menurut gue sih gitu. Elo kan anaknya perfeksionis.” cetus Rion dingin
Seketika itu Nell terbahak, “Ya ngga’ gitu juga kali’! Hahaha… Lagian menurut gue Café lo keren banget sumpah!”
“Oh… Sorry!” jawab Rion datar
“Eh, ayo duduk!”
“Tapi gue masih banyak kerjaan.” kilah Rion, lalu meletakkan pesanan Nell di mejanya. Ia masih kesal dengan sikap Nell tadi siang
“Ngga’ asik lo ah! Sekali ini aja kan ngga’papa. Lagian ini kan pertama kalinya gue ke sini. Trus, Café ini kan punya Kakak lo, jadi ngga’papa lah sekali-sekali gitu!” cecar Nell. Rion hanya menatap Nell tak percaya, sembari dengan terpaksa mulai duduk.
Sejenak mereka berhadap-hadapan. Hening, tak ada yang mulai berbicara.
“Suara lo ternyata keren juga!” sergah Rion, mengusir keheningan
“Maksud lo?”
“Iya, gue tadi siang ngeliat lo nyanyi di taman depan sekolah.” terang Rion
“Elo?” timpal Nell tak percaya. Ia begitu senang, namun di sisi lain begitu malu.
“Ngapain malu, suara lo bagus kok!” sela Rion tiba-tiba, seakan dapat menangkap apa yang sedang difikirkan Nell
Sedangkan Nell semakin gugup…
“Ehmmm… Elo mau ngga’ gabung di Band gue?” tawar Rion tiba-tiba
Perasaan Nell semakin tak karuan. “Mimpi apa gue semalem?” gumamnya dalam hati
“Elo ngga’ mau ya?”
“Ehmmm… Bukannya gitu!” kilah Nell cepat-cepat
“Trus?”
“Gu… Gue harus ngomong dulu sama manager gue buat manage jadwal gue.”
“Oh, iya! Elo kan model. Gue hampir lupa.” timpal Rion
“Bukan hampir lagi, tapi udah lupa. Hahaha…” celetuk Nell. Rion pun tertawa ringan
“Oh iya, soal tadi siang. Sorry gue udah ngebentak elo!” sela Rion tiba-tiba. Ia terlihat sedikit gugup
“Ngga’papa. Lagian gue yang salah. Ngga’ seharusnya gue ngatain Rama kayak gitu.
Lo tau sendiri sifat perfeksionis gue emang keterlaluan. Apalagi penampilan Rama parah gitu. Wajar lah, gue kan ngga’ pernah ngeliat anak sekolah kita dandanannya kayak gitu.” kilah Nell. Padahal Ia sebenarnya melakukan hal itu karena tak suka melihat Rama dekat dengan Rion
Rion hanya tersenyum simpul, “Iya, ngga’papa. Gue tadi udah nyuruh dia ke mall sama Kakak gue buat ngerubah penampilan dia. Makanya sekarang dia ngga’ masuk kerja.” jelas Rion
“Hah? Jadi selain tinggal di tempat lo, dia juga kerja di sini?”
“Iya… Kenapa emang?”
“Ngga’… Ngga’papa.” kilah Nell. Ia benar-benar kesal.
“Ya udah, cobain makanannya! Keburu dingin ntar!”
“Oh, iya-iya!” Nell pun segera mengalihkan pandangannya pada pesanan tersebut
“Latte art nya keren! Yang bikin siapa?” komentar Nell saat melihat Cappucino nya
“Gu… Gue.” jawab Rion kikuk. “Ah, lo terlalu muji! Itu biasa aja kok!” sambungnya
“Keren tauk! Apalagi gue suka sama panda.” timpal Nell sembari memandangi Latte Art berbentuk panda tersebut, “Lucu ya!”
“Hahaha… Jangan diliatin doang! Kapan dicicipinnya?”
“Ngga’ ah! Sayang!
Abisnya pandanya lucu banget!” keluh Nell
“Udah lah minum aja! Ntar setiap lo ke sini bakal gue bikinin kayak gitu!”
“Hah?” Nell menatap Rion tak percaya. Ia benar-benar senang kala itu. Lalu dengan semangat menyeruput Cappucino nya
Rion tertawa melihat tingkah Nell, “Pelan-pelan!”
“Enak kok!” komentar Nell sembari menatap Rion
Rion terbahak, “Iya, tapi bibir lo belepotan!”
“Bodo’ ah!” seru Nell, lalu Ia segera mencicipi Croissant Cheese yang dipesannya tadi.
“Lu bandel amat sih! Dibilangin kok!
Sini!” Rion mendekat ke wajah Nell, lalu mengusap bibir Nell dengan jemarinya
Entah tak tahu bagaimana lagi caranya Nell dapat menyembunyikan perasaan senangnya kala itu. Ia tak percaya, Rion yang biasanya bersikap cuek dan pendiam di sekolah bisa sehangat ini ketika di Café.
Namun belum lama Nell menikmati saat-saat indah itu, segerombolan gadis-gadis di Café tersebut tengah berjalan ke arah nya. Ia cepat-cepat menjauhkan wajahnya dari Rion dan menutupi wajahnya dengan tab yang Ia bawa.
Seketika itu Rion menoleh ke belakang. Ia paham dengan situasi tersebut. Rion segera menarik Nell dan membawanya pergi
“Neeeeell!” teriak segerombolan gadis tersebut
Dengan cepat Rion membawa Nell pergi. Mereka berdua keluar dari Café tersebut dan berlari secepat mungkin.
“Kita mau kemana?” teriak Nell, karena jalanan kala itu begitu riuh ramai dengan suara kendaraan
“Kemana pun! Yang penting lo aman!” seru Rion cemas
Nell hanya tersenyum dan memandangi wajah Rion yang tengah serius berlari dan menggandeng tangannya
Rion kala itu masih mengenakan seragam kerjanya. Ia pun melepas topi dan epron yang Ia kenakan dan menyuruh Nell memakai topi tersebut serta memakai epron itu untuk menutupi wajahnya.
Namun saat Nell tengah berlari sembari mengenakan topi, Ia malah terjatuh dan tersungkur di jalanan ber-aspal. Rion terkejut, lalu segera membantunya berdiri. “Elo ngga’ papa?”
“Gue ngga’papa kok!” Nell segera bangkit sembari berusaha berdiri
“Lutut sama siku lo berdarah.” komentar Rion kaget saat melihat darah yang cukup banyak di daerah tersebut
“Gue ngga’papa!”
“Cepet naik punggung gue!”
“Ngg… Ngga’ usah! Gue masih bisa lari kok!” elak Nell
“Cepet!” bentak Rion. Akhirnya Rion menarik Nell dengan paksa ke arah punggungnya dan segera bangkit, lalu berlari...
Nell hanya terdiam. Perasaannya benar-benar campur aduk.
“Turunin gue!” pinta Nell beberapa saat kemudian
“Kaki lo sakit! Lo ngga’ bisa jalan. Biar gue cariin taksi dulu buat nganter lo ke rumah sakit.”
“Ngga’ usah! Gue bisa sendiri. Lagian gue ngga’ perlu ke rumah sakit. Cuman gini doang kok!
Gue mau langsung pulang aja!”
Rion berhenti berlari, lalu Nell segera turun dari punggung Rion. Saat Nell menoleh ke belakang, fans-fans yang mengejarnya sudah tak ada lagi.
“So… Sorry udah nyusahin elo!
Elo balik aja, gue ngga’ papa!” pinta Nell gugup, lalu berusaha berjalan. Ia sedikit kesusahan.
“Yakin?” tegas Rion. Nell mengangguk cepat-cepat
“Ya udah, ati-ati!” Rion segera berbalik, lalu berlalu
Nell terlihat meniup-niup sikunya sembari berusaha menghubungi Hanif. Sambil menunggu, Ia membuka akun twiter dan facebook’nya.
“Sumpah, malem ini gue bener-bener seneng! Ngga’ nyangka dia bakalan sehangat itu. Padahal biasanya dia cuek, dingin, ketus pula!” Seperti biasa, tak butuh waktu lama status nya langsung mendapat banyak like dan comment
Beberapa menit kemudian Hanif datang. Ia segera turun dan terkejut melihat keadaan Nell. Sedangkan Elfan menatap Nell kesal dari kaca mobil. Namun kemudian rasa kesalnya memudar karna melihat Nell terluka. Hanif segera membantu Nell berjalan dan membawanya masuk ke dalam mobil. Ia segera melaju dengan cepat.
“Ssttt… Lo kenapa?” bisik Elfan
“Panjang ceritanya.”
“Belum dua jam tapi kok lo udah ngajakin pulang sih?” keluh Elfan kesal karena niatnya mengajak Hanif jalan-jalan terganggu
“Oneng! Pake’ nanya lagi!
Elo mau gue pulang sendirian? Kaki gue bener-bener sakit tauk!”
“Hahaha… Sorry-sorry.
Sakit?” tanya Elfan polos. Nell langsung memukul-mukul punggung Elfan.
Ia meringis kesakitan, “Lagian lo ngapain aja sih sampe’ jatoh gitu?
Rion maennya kasar ya?”
Jangan-jangan kalian maennya di dapur Café? Hahaha…” celetuk Elfan
Nell semakin kesal, lalu memukul kepala Elfan dengan bantal yang ada di mobil tersebut hingga Ia mengeluh karna kepalanya mulai sedikit pusing
“Pikiran lo ngeres mulu! Lo tiap malem mantengin bokep berapa banyak sih? Hah?” amuk Nell kalap. Ia benar-benar kesal dan terus memukuli kepala Elfan. Hanif hanya menggeleng dan terus mengemudi dengan fokus
***
Mereka bertiga sampai di depan rumah sejam kemudian. Hanif segera membantu Nell masuk ke kamar. Ia marah-marah karna Nell keras kepala dan tak mau diajak ke rumah sakit atau klinik. Sedangkan beberapa pembantu yang lain segera mengobati luka Nell.
Tak lama kemudian Hanif berniat mengantar Elfan pulang. Sedangkan Nell hanya tertawa melihat ekspresi wajah Elfan yang terlihat begitu senang.
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Nell tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Tak seperti biasanya. Ia melenguh kesakitan saat merasakan sebagian tubuhnya masih terasa nyeri. Namun saat Ia menoleh, ada seseorang yang tengah tidur di sampingnya. Nell cukup kaget, Ia mendekat untuk melihat wajah orang itu. Sedangkan orang itu ikut terbangun karena Nell tak bisa diam dan menatap Nell kesal.
“Lu… Lu ngapain di sini?” tanya Nell menyelidik. Namun orang itu hanya menguap, lalu berusaha tidur lagi
“Lu semalem abis ngapain gue, hah?” omel Nell kesal, lalu segera membuka selimut. Ia hanya mengenakan boxer sponge bob nya. Nell segera bangkit, lalu mendorong orang tersebut hingga terjatuh dari ranjang
“Arrrggghhhh!” lenguh orang tersebut. Lalu Ia membuka selimutnya, segera bangkit dan menatap Nell kesal. Ia hanya mengenakan celana dalam. Nell shyock melihat hal itu. Ia terus berteriak-teriak, apa yang telah orang itu lakukan pada Nell semalam?
Hanif menjitak kepala Nell, “Gue masih normal kali’!”
Nell tak percaya. Dengan bodoh dan polosnya Ia segera masuk ke kamar mandi dan membuka boxernya. Ia bercermin untuk mengechek seluruh tubuhnya. Ia juga mengechek “hole” nya. Hahaha…
Beberapa saat kemudian Ia keluar dari kamar mandi dengan lega. Sedangkan Hanif cukup mengerti apa yang dilakukan Nell di dalam kamar mandi dan langsung menjitak kepala Nell lagi, namun lebih keras dari sebelumnya.
Nell berteriak kesakitan, “Sorry, gue kan cuman waspada aja!”
“Kelewatan lo tuh! Lu pikir gue cowok apaan? Kalau pun gue gay, gue ngga’ bakal naksir cowok kek elo!”
Nell kesal, “Itu kata-kata gue! Ngga’ kreatif lo!”
Hanif mengernyitkan kening, lalu segera mengenakan celana jeans’nya dan kembali tidur.
“Trus ngapain lo tidur di sini? Cuman pake’ CD pula. Wajar lah gue curiga!”
“Gue emang kebiasaan kayak gini kalo’ tidur. Entah di kamar gue sendiri atau di kamar orang lain. Gue ngga’ betah kalo’ tidur pake’ baju gitu. Ribet!
Semalem Bi Rahmi yang minta. Abis gue nganter Elfan, lo udah tidur di kamar. Lu ngigau-ngigau gak jelas sambil terus manggil nama “Rion”. Trus karna Bi Rahmi khawatir, dia nyuruh gue buat tidur di kamar lo aja semalem. Lagipula lo lagi sakit, jadi kalo’ malem-malem ada apa-apa atau lo butuh sesuatu gue bisa bantuin.” jelas Hanif panjang lebar. Sedangkan Nell hanya terbahak sembari melihat ekspresi kesal Hanif
“Semalem lu mimpi apaan sih tentang Rion?” tanya Hanif penasaran. Nell langsung kikuk
“Jangan-jangan lo mimpi yang ngga’ bener ya tentang Rion?”
“Gila lo!” kilah Nell. Namun Hanif menatap Nell dengan pandangan aneh, lalu senyum-senyum sendiri
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
Pagi itu Rion terlihat berangkat bersama Rama menggunakan motor merahnya. Kali ini Rama mau diajak berangkat ke sekolah bersama Rion karena Rion mengancam tak akan mau mengajak Rama bicara apabila Rama tak menuruti kemauannya. Rama hanya menatap Rion tak percaya. Di sekolah hanya Rion yang Ia kenal, bagaimana bisa bila Rion tak mengajaknya bicara.
Terkadang Rion egois. Namun Ia melakukan hal bodoh seperti itu karena khawatir apabila Rama berangkat sendirian lagi.
Bertepatan dengan itu Nell terlihat baru turun dari mobil bersama Hanif. Ia dibantu berjalan oleh Hanif menuju ke kelas. Nell marah-marah, Ia malu karena Ia terlihat seperti anak manja di depan anak-anak seisi sekolah. Namun Hanif tetap ngotot untuk membantunya berjalan hingga sampai kelas.
Nell melihat Rion bersama Rama baru turun dari motor. Ia benar-benar kesal. Sedangkan Rion melihat Nell berjalan menuju kelas dibantu oleh Sopirnya. Ia merasa tak enak karena peristiwa semalam dan ingin tahu bagaimana keadaan Nell sekarang…
***
Di kelas, sahabat-sahabat Nell langsung bergerombol mendekatinya, terutama siswi-siswi kelas itu yang notabenenya fans fanatik Nell. Gadis-gadis itu langsung bertanya ini-itu sembari menawarkan untuk membawakan berbagai hal.
“Minggir-minggir! Nell butuh ruangan lenggang. Kasian!” seru Tommy, berusaha mengusir gadis-gadis tersebut. Mereka pun kembali ke bangku masing-masing sambil mendengus kesal.
Saat Tommy bertanya apa yang terjadi, Elfan langsung menjelaskan semuanya dengan detail.
“Lo cocok banget jadi Paparazi.” komentar Nell. Elfan hanya tersenyum polos
“Gimana semalem?” Alfath dan shabat-sahabat Nell yang lain tak sabar ingin mendengar cerita Nell. Lalu Nell dengan sabar mulai bercerita…
***
Di sisi lain banyak anak-anak di sekolah yang memperhatikan Rama, terutama gadis-gadis. Penampilannya benar-benar berbeda. Ia sedikit tak nyaman dengan hal itu. Sedangkan Rion mengerti dan berusaha menghiburnya, “Tenang aja! Lo keren kok!”. Rama tersenyum simpul, lalu Rion mengajaknya ke kantin karna mereka belum sarapan tadi pagi.
Seperti biasa, Rion membaca komik sambil menunggu Bakso pesanan mereka datang.
“Semalem Nell ke Café.” ujar Rion, membuka percakapan
“Hah? Ngapain cowok sombong itu ke sana?” Rama benar-benar kaget
“Entah! Tapi dia cuman pengen mampir. Dia denger dari anak lainnya kalo’ gue sibuk di Café Kakak gue sekarang, ngga’ lagi di warnet.”
“Trus, kalian ngobrol apa aja?”
“Kenapa nanya gitu?”
Rama gugup, Ia tak menjawab. Ia juga bingung kenapa menanyakan hal itu. Ia tak mengerti dengan perasaannya.
Tak lama kemudian seorang lelaki setengah baya mengantar dua mangkuk Bakso bersama dua gelas teh hangat.
“Cuman ngobrol soal Band aja! Suara dia bagus.” jelas Rion singkat
“Suaranya bagus?” tanya Rama bingung. Rion membenarkan, lalu Ia menceritakan bahwa Ia telat menemui Rama saat pulang sekolah kemarin karna melihat Nell bernyanyi bersama anak kelas XI di taman. Rion menambahkan, “Suaranya bukan hanya bagus, tapi benar-benar bagus!”
Rama hanya membisu. Perasaannya berkecamuk. Kemarin Ia dengan sabar menunggu Rion di luar sekolah hingga kehujanan, basah kuyup dan kedinginan. Namun Rion ternyata malah asik menyaksikan Nell menyanyi. “Hanya karna hal itu Ia membiarkanku menunggunya lama hingga kehujanan?” gumamnya dalam hati. Entah mengapa Ia benar-benar kesal. Entah iri, entah cemburu. Ia tak mengerti dengan perasaannya sendiri. Namun Ia tahu, Ia merasa sakit. Entah mengapa, entah karna apa. Ia merasa takut kehilangan sahabatnya. Semenjak Nell ke Café, Ia merasa Rion dan Nell mulai dekat. Ia benar-benar takut, takut akan kehilangan Rion. Namun Ia tak mengerti, Ia takut kehilangan Rion sebagai sahabat atau karena perasaan lain?
“Kok diem? Buruan makan! Keburu dingin!” sergah Rion sembari memakan Baksonya dengan lahap. Rama tergugah dari lamunannya dan segera memakan Baksonya. Namun Ia masih saja merasa gundah. Entah mengapa…
***
Kembali ke kelas,
Setelah Nell menceritakan semuanya, Elfan, Alfath, Tommy dan Gerry langsung menatap Nell tak percaya. Tak biasanya Rion bersikap seperti itu. Biasanya Ia cuek dan dingin. Apalagi kemarin di kelas, Ia membentak Nell karena telah menghina Rama. Mereka berempat terus membahas hal itu.
“Gue juga ngga’ tau! Intinya dia lebih hangat kalo’ di Café.” jawab Nell singkat
Namun yang paling membuat mereka berempat shyock adalah saat Nell dengan cerobohnya membiarkan laptopnya begitu saja hingga Hanif masuk dan mengetahui semuanya. Dan parahnya lagi, mereka tak menyangka Hanif yang notabenenya Sopir baru di rumah Nell dengan baik hati berjanji akan menjaga hal itu baik-baik dan takkan berubah sikap pada Nell setelah mengetahui semuanya. Dan apalagi Hanif berjanji akan selalu ada untuk Nell saat Nell membutuhkan, saat Nell kesepian.
Sedangkan Elfan iri dengan Nell yang telah menceritakan momment indahnya bersama Rion di Café tadi malam dan membuat teman-temannya yang lain terkesan. Ia tak mau kalah. Ia pun menceritakan ngedate / kencan pertamanya dengan Hanif.
Namun ditengah-tengah saat Ia dengan semangat bercerita, Nell berceloteh. “Kencan? Hahaha… Lu aja yang nganggepnya gitu, tapi Hanif nganggepnya beda.”
Seketika itu Elfan langsung berhenti bercerita dan beranjak dari bangkunya.
“Hari ini gue duduk sama lo ya! Nell ngga’ asik!” pintanya pada Tommy. Sedangkan anak-anak lainnya hanya terbahak melihat tingkah Elfan yang lucu dan kekanakan
Bertepatan dengan itu, Rion masuk ke dalam kelas bersama Rama. Anak-anak seisi kelas langsung memandangi Rama. Ada juga yang langsung berkomentar bahwa penampilan Rama benar-benar berbeda. Benar-benar keren. Tentu saja, yang paling heboh ialah para gadis.
Sedangkan Nell dan gengnya menatap Rama sinis. Namun Tommy dan Gerry sedikit tertarik dengan perubahan penampilan Rama.
Di sisi lain, Rion tengah memperhatikan Nell dari bangkunya. Ia ingin menanyakan keadaannya, namun pada akhirnya masih saja duduk manis di kursinya, lalu kembali melanjutkan membaca komik. Sedangkan Rama yang berada di samping Rion tengah sibuk merubah tatanan rambutnya.
“Jangan! Udah bagus tuh!” omel Rion
“Gue ngga’ pede.” timpal Rama menyerah
“Lu keren kok!”
“Tapi lo tau kan, gue anaknya ngga’ neko-neko dan ngga’ suka jadi pusat perhatian.” gumam Rama kesal. Ia pun merapikan rambutnya. Menghancurkan tatanan rambut spike’nya
Rion marah, lalu membenarkan dan membentuk rambut tersebut agar kembali seperti semula, sedangkan Rama menepis-nepis tangan Rion.
Bertepatan dengan itu, Nell tengah menoleh ke belakang dari bangkunya dan kesal melihat kedekatan mereka berdua.
Tak lama kemudian Guru Fisika yang mengajar pada saat itu baru saja datang dan segera memulai pelajaran.
***
Di jam istirahat, Nell tengah menelfon Managernya dan memintanya mengatur jadwalnya lagi karena Ia juga akan berencana untuk merambah dunia musik. Managernya berkata bahwa jadwalnya sudah mutlak. Lagipula jadwalnya benar-benar padat.
Sedangkan Nell malah marah-marah dan berkata bahwa itu urusan Managernya. Bagaimanapun caranya Ia harus menyisakan waktu dua jam dalam sehari untuk latihannya bersama Band baru nya. Lalu dengan kesal Nell menutup telfonnya.
Ia kembali masuk ke kelas. Ia melihat Rion tengah sibuk membaca komik dan Rama terlihat sedang membujuknya untuk menemaninya ke kantin. Namun Rion tetap lebih mementingkan komiknya dari pada Rama dan berkata bahwa volume yang ke 45 ini benar-benar bagus dan menyuruh Rama juga membacanya nanti.
Rama terlihat sangat kesal, namun Nell tiba-tiba menghampiri mereka.
“Manager gue udah ngatur jadwal gue.” sela Nell yang datang tiba-tiba
“Beneran?” Rion benar-benar senang sembari menutup komiknya.
“Iya!” jawab Nell membenarkan. Walau sebenarnya Ia masih nego dengan Managernya. Belum fix diijinkan. Hahaha…
“Ram, gue tinggal dulu ya! Gue mau ngobrol bentar sama Nell.” ujar Rion, lalu memasukkan komiknya di laci mejanya dan berjalan keluar kelas bersama Nell. Sedangkan Rama terlihat sangat kesal karena Rion lebih memilih komiknya daripada dirinya. Namun saat Nell datang, Ia melupakan komiknya dan lebih memilih Nell.
“Heran gue… Dulu mereka ngga’ terlalu deket. Apalagi kemaren Rion ngebentak Nell karna udah ngehina gue. Tapi semenjak semalem Nell ke Café, semuanya jadi berubah. Mereka berdua ngapain aja sih di Café semalem?” gumam Rama penuh emosi
Rama sangat kesal, lalu berjalan sendirian menuju kantin. Namun karena kantin saat itu sangat ramai dengan antrian para siswa-siswi yang kelaparan, Rama malah berjalan menuju taman belakang sekolah.
Hah? Taman belakang sekolah???
***
Rion mengajak Nell menuju ruangan Band sekolah. Ia juga mengajak anggota Band’nya dan memperkenalkan Nell pada mereka. Namun saat mereka membuka pintu ruang Band, di sana sudah anak anak Band lain yang tengah memainkan alat-alat musik namun tak ada yang menjadi Vokalis’nya.
Ternyata mereka adalah anak-anak yang bernyanyi di taman bersama Nell kemarin. Mereka kesal melihat anak-anak Band Rion mengajak Nell ke ruangan tersebut. Mereka pun segera keluar dari ruangan itu dan ketika di luar, Pemimpin Band tersebut marah-marah karena mereka telat. Harusnya mereka menemui Nell lebih awal dan mengajaknya bergabung di Band mereka. Apalagi suara Nell sangat bagus dan kemarin mereka bermain musik bersama.
Di sisi lain, Nell tengah bermain musik bersama anggota Band Rion di dalam. Suaranya terdengar begitu indah.
Pemimpin Band itu pun semakin geram saat mendengar suara indah Nell dan memarahi anggotanya yang lain karena tak segera menemui Nell. Ia benar-benar frustasi.
***
Kembali ke saat dimana Rama batal ke kantin karena ramai dan malah berjalan menuju taman belakang sekolah. Bertepatan dengan itu ada segerombolan anak yang tengah duduk-duduk di sana. Mereka melihat Rama berjalan sendirian dan memanggilnya untuk bergabung bersama mereka. Karena Rama tengah kesal dan tak punya teman selain Rion, akhirnya Ia pun bergabung dengan gerombolan tersebut.
“Gue ngga’ pernah liat lo. Elo anak baru di sini?” tanya salah seorang lelaki dari geng itu, sepertinya Ia ketua geng tersebut
“I… Iya! Gue anak baru!
Rama…” timpal Rama canggung
“Sini, duduk! Gabung ama kita-kita aja daripada sendirian. Pasti lo belom punya banyak temen di sini.” pinta lelaki lainnya
Rama pun duduk, lalu ketua geng tersebut menjabat tangan Rama.
“Kenalin, gue Locko…” ujar Locko, sembari menatap Rama dengan pandangan yang sulit diartikan. Sedangkan anggota geng yang lain tersenyum sembari menatap Rama dengan tatapan aneh
•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦•♦
•♦• To Be Continued •♦•
Dy polos bgt pdhl. Bs2nya msk ke sarang singa. Wkwk
Kapan dilanjut.... ?
Di part 1: sudut pandang orang pertamanya rama, setelah itu jadi banyak mencertkn si Nell...
Bingung? Jadi, ini siapa tokoh utamanya? The papper planes? Bukankah itu ceritanya rama?