It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@kutu22 @obay @Monic
tdi d rumah ad satu batang signal HSDPA (di toilet). tpi tetep g bsa. Maap baru update
Ternyata si kris juga cinta ama dharma ya...
Penasaran ama endingnya...
*maksa
beres bos!
Kos, 20:02 WIB
Langsung kubuka pintu kamarku begitu tiba di kosan, hal yang ingin kulakukan adalah tidur dan melupakan sejenak masalah tadi. Setelah kukunci pintu dan berbalik...
"Kenapa baru pulang?" Tanya seseorang yang tentu saja mengagetkanku.
"Ya Tuhaan ERFAN! Berhenti membuatku kaget!" Aku selalu terganggu dengan sifatnya yang satu ini. Tidak baik untuk kesehatan jantung. Aku memang tidak pernah mengunci kamarku, tapi bukan berarti dia bisa masuk seenaknya kan? Yah walaupun dia memang suka bertindak seenaknya.
"Bagaimana pertemuanmu dengan Eva kemarin?" Yak, interogasipun dimulai.
"Haruskah kita bahas ini sekarang? Aku lelah sekali Fan!" Aku melangkah ke arah lemari, melepaskan kemeja yang kupakai dan menggantinya dengan kaos yang lebih santai.
"Aku hanya ingin tahu" Aku hanya bisa menghela napas mengumpulkan sedikit kesabaran.
"Huh, tidak ada apa-apa. Kami memang cocok" Jawabku seadanya
"Oh ya?" Serunya senang
"Cocok untuk berteman." Aku melanjutkan kata-kataku diiringi senyumnya yang menghilang. Kemudian aku berjalan ke arah pintu, membukanya dan menyuruh Erfan keluar sekarang juga dengan isyarat tangan kananku. Dia terlihat kesal dan malah berbaring di tempat tidurku. Sepertinya aku perlu persediaan sabar tambahan.
Tunggu dulu, aku punya ide, persis seperti yang dilakukannya dulu untuk mengerjaiku. Kini saatnya untuk balas dendam, mau macam-macam denganku? Rasakan akibatnya!. Jadi kututup pintu, kukunci lagi dan berjalan ke arahnya yang sedang berbaring tanpa dosa di sana. Sejenak dia memandangku aneh.
"Ada apa? Aku bosan di kamar sendirian, jadi aku di sini dulu." Katanya yang terdengar sangat menganggu.
"Baiklah. aku tidak keberatan." Kataku sambil membuka kembali kaos dan celana jeans sehingga menyisakan celana boxer saja, tapi segera kupakai kembali celana jeansku setelah berpikir ulang. Hanya mengantisipasi saja kalau nanti aku malah benar-benar bernafsu dan Erfan pasti akan menyadarinya. Dan sekarang kupandang dia yang masih heran menatapku, kuterseyum jahil kepadanya.
"Apa? Kamu mau apa?" katanya sedikit panik karena aku mulai menghampirinya yang masih terbaring.
"Ehm, hanya ingin sedikit bersenang-senang." Aku sudah memegang tubuhnya namun dia bergerak gugup menjauhiku ke bagian atas tempat tidur untuk menghidariku. Kena kau!
"Yan, jangan macam-macam. Kamu mabuk ya?" Raut mukanya semakin gelisah. Hahaha
"Ayolah sayang, jangan begitu. Kamu tidak mau bersenang-senang?" Godaku lagi dan aku berhasil melepas 3 kancing bajunya.
"Yan, apa-apaan ini? Kamu bercanda kelewatan." Dia berusaha sekuat tenaga menahan tanganku melucuti kancing bajunya. Dan akhirnya semua kancing bajunya sudah lepas tetapi kemudian dia berhasil menghindar, dan berlari ke arah pintu. Tapi karena pintunya kukunci dan kuncinya ada padaku, maka dia tidak bisa kemana-mana. Kemudian dia berbalik menghadapku dengan ekspresi wajah ngeri.
"Kuperingatkan, jangan mendekat!. Kamu sudah gila apa?" katanya setengah berteriak. Aku semakin mendekat ke arahnya dengan senyum mesum. Terlihat badan sempurnanya yang sangat menggiurkan. Tunggu tunggu, kenapa ini? Apa ini benar-benar nafsu sama seperti saat tadi aku bersama Kristan? Jadi apakah baru saja rasa usilku sudah berubah menjadi nafsu sesuai yang kupikirkan sebelumnya? Benar-benar nafsu? Kenapa sepertinya aku tidak bisa mengendalikan diri?
Ketika aku sibuk berpikir keras dengan hal ini tiba tiba...
#BUK tinju Erfan mendarat dengan sangat keras di rahang kiriku dan akhirnya pelipis kananku sukses berbenturan dengan lemari pakaian.
20.34 WIB
"Sakit?" tanya Erfan dengan wajah miris dan bersalahnya.
"Oh, aku merasa sangat sangat bahagia" Jawabku sedikit berlebihan.
"Bernarkah?" Spontan kutatap tajam kearahnya.
"Tentu saja sakit OON!" Aku berteriak keras kearahnya. Tanganku masih mengompres luka lebamku dengan es, sedangkan Erfan telah selesai membersihkan darah di pelipisku dan menempelkan plester dilukaku tersebut.
"Maaf, aku tadi hanya membela diri. Lagipula kamu bercanda kelewatan. Kukira tadi kamu kerasukan." katanya dengan nada bersalah. Aku hanya memutar kedua bola mataku, tetapi dalam hati aku berterima kasih padanya karena kalau tidak, aku mungkin akan lebih kesulitan mengendalikan diriku.
21.02 WIB
Erfan memang berlebihan. Karena insiden pemukulan ini, dia langsung panik, menghubungi Dharma dan Kristan karena takut terjadi apa-apa. Memang tadi aku sempat tak sadarkan diri untuk beberapa menit yang mungkin karena kaget adanya pukulan keras secara tiba-tiba ditambah kepalaku yang terbentur lemari tak kalah keras, tapi ini kan masalah yang kecil dan tidak terlalu dibesar-besarkan. Tentu saja aku malu saat mereka berdua datang ke sini.
"Jadi kenapa bisa sampai seperti ini?" tanya Kristan penasaran. Kini dia dapat kembali ke sifatnya yang semula, netral. Dia memang selalu menjalankan tugasnya dengan baik, dengan sempurna. Siapapun akan besyukur dan beruntung mempunyai sahabat seperti dia. Walaupun kini dia masih berada dalam posisinya yang sulit, dan itu membuatku juga harus ikut dalam posisi yang sulit pula. Kulihat Dharma sempat menatapku, tapi segera mengalihkan pandangannya setelah mata kami bertemu.
"Aku hanya membela diri karena tadi dia mencoba memperkosaku" kami bertiga spontan menatapnya kaget dan tak percaya atas pengakuannya yang blak-blakan. Apakah dia tidak mempunyai sistem penyaring kata-kata di mulutnya? Kemudian kualihkan wajahku pelan-pelan ke arah Kristan. Dan benar saja dia menatapku geram, sudah pasti dia tidak terima kalau aku bertindak macam-macam dengan adiknya.
"Fan, apa kamu merasa ada yang aneh dengan kalimatmu tadi?" aku melotot ke arahnya untuk menyuruhnya segera merevisi jawaban konyolnya tadi.
"Oh, maksudku tadi dia bercanda seolah-olah ingin memperkosaku. Karena aku panik, reflek aku memukulnya. Kemudian kepalanya juga terbentur lemari ini dan akhirnya dia tak sadarkan diri. Tentu saja itu membuatku tambah panik karena aku pikir sudah membunuhnya jadi aku hubungi kalian berdua." Ujarnya sangat mendramatisir keadaan.
Kini pandangan Kristan yang tadinya kesal dan geram berubah menjadi pandangan curiga dan tidak percaya. Apa dia tahu kalau pada akhirnya aku kehilangan kendali? ya, sepertinya dia tidak mempercayaiku seratus persen kalau aku cuma berniat bercanda.
"Wajar kak, mungkin dia ingin membalas dendam karena dulu aku juga sudah berani menciumya" untuk kedua kalinya kami dikagetkan atas pengakuannya. Baiklah, kalau tidak ada Dharma dan Kristan di sini, mungkin aku sudah mencekik Erfan sampai mati. Tapi itu hanya terjadi di dalam benakku saja.
"Fan!" untuk kedua kalinya juga aku melototinya. Mataku sakit!
"Maksudnya dulu aku mengerjainya seperti ini juga" setelah Erfan meralat pengakuannya, pandangan Dharma dan Kristan sekarang melunak.
"Baiklah jadi semua baik-baik saja kan? Kalau begitu kita sebaiknya pulang Dhar" ajak Kristan
"Ehm, aku mau menginap disini saja!" tolak Dharma, namun Kristan langsung mengerti dan mengiyakan.
"Kalau begitu aku ikut kak!" sahut Erfan cepat. Baiklah sekarang tinggal aku dan Dharma disini. Kurasakan suasana menjadi canggung dan kulihat dia menghampiriku, lalu duduk disampingku. Kurasakan tangannya pelan memegang daguku dan melihat luka lebam yang ada di rahangku.
"Sepertinya pukulannya sangat keras" Simpulnya. Aku hanya tersenyum.
"Seseorang akan mendapatkan kekuatan lebih besar jika dalam posisi terancam atau marah." kataku bijak.
"Jadi tadi kamu ingin memperkosanya?" Ejeknya.
"Jangan mengejekku, aku hanya ingin mengerjainya. Lagipula kalau aku ingin melakukan hal itu, akan kulakukan itu padamu terlebih dahulu" Jawabku bercanda.
"Benarkah? Kalau begitu lakukan saja sekarang" ujarnya dan membuat kami berdua tertawa. Syukurlah karena sepertinya keadaan sekarang semakin membaik, tidak seperti sebelumnya.
21.26 WIB
Kami berdua masih tidur-tiduran bersebelahan dan belum berniat untuk tidur karena memang belum mengantuk. Jadi sampai sekarang kami masih mengobrol tentang berbagai hal yang terlintas di benak kami.
“Menurutmu, kapan Erfan akan memanggilku dengan sebutan Kakak seperti yang dia lakukan pada kalian berdua?” Tanyaku padanya setelah begitu saja pertanyaan ini terlintas di benakku.
“Kamu juga ingin dipanggil seperti itu olehnya?” Katanya heran dengan tertawa.
“Yah, setidaknya aku satu tahun lebih tua darinya, yang artinya secara emosi aku bisa empat tahun lebih dewasa darinya.” Kudengar dia masih tertawa. Apa ini lucu? Di mana letak kelucuannya?
“Agar dia tidak bisa lagi menjahilimu? Dan lebih bisa menghormatimu?” Ternyata Dharma sudah bisa menebak arah berpikirku.
“Ya, itu termasuk” Jawabku jujur.
“Bukankah menyenangkan? Dia selalu mendengar omelan kalian, tidak membantah kata-kata kalian saat kalian menasehatinya, dia selalu menundukkan wajahnya seperti anak kecil saat kalian memarahinya. Terdengar mengasikan! Kalau denganku, baru satu kalimat keluar dari mulutku, dia akan membalas seratus kali dengan kalimat yang terdengar sangat sakit dan menyebalkan.” Tambahku.
“Kenapa dulu dia bisa memanggilmu kakak? Apa yang telah terjadi?” Tanyaku penasaran.
“Dia melarangku untuk menceritakannya padamu, karena dia akan sangat malu jika kamu mengetahuinya.” Oh, peristiwa yang membuatnya malu jika aku tahu? Wah, aku harus menyelidikinya lain kali, lumayan untuk bahan ejekan.
“Ck, tidak seru!” Kataku pura-pura kecewa.
“Setahun sebelumnya dia sudah memanggil Kristan dengan sebutan Kakak kan? Kamu tahu?” Kini dia yang bertanya balik.
“Ya, saat kelas sebelas. Mungkin telah terjadi sesuatu di rumah sakit waktu itu, kamu tahu kan? Kejadian perkelahian antar dua kelompok preman itu? Ya, Karena setelah hari itu Erfan sudah memanggilnya Kakak. Tapi aku juga tidak tahu persisnya.” Sampai sekarang hal ini juga cukup membuatku penasaran. Kenapa Erfan bisa memanggil mereka berdua kakak sementara memanggilku hanya dengan nama. Apa aku harus melakukan sesuatu dulu agar bisa mendapat panggilan Kakak darinya? Tapi seperti apa?
“Masalah yang tadi, aku benar-benar minta maaf” Katanya mengalihkan topik ke kejadian yang tidak mengenakkan tadi.
“Sudah tidak apa-apa.” Kataku kubuat setenang mungkin.
“Untuk apa tadi kamu menatapku selama sepuluh detik?” Akhirnya dia ingin tahu juga tentang sikap anehku sebelumnya.
“Untuk memastikan bahwa kamu memang benar-benar tampan” Jawabku bohong, aku tentu tidak mungkin berkata jujur bahwa aku mulai jatuh cinta padanya ditambah karena aku sudah berjanji pada Kristan untuk memikirkan kembali, lebih tepatnya untuk memberi sedikit lagi waktu.
“Dan apa yang kalian berdua bicarakan sampai aku tidak boleh mengetahuinya?” Tanyaku balik.
“Dia hanya menjelaskan bahwa tidak terjadi apa-apa diantara kalian. Katanya dia hanya memastikan apakah kamu bisa tertarik dengan laki-laki atau tidak. Karena jika iya, maka bisa saja ada kemungkinan kamu bisa menyukaiku. Tapi waktu itu aku datang menganggu. Hehehe” Katanya sambil tertawa sendiri. Kristan, di saat seperti itu ternyata kamu bisa juga berbohong. Berbohong untuk menjaga perasaan Dharma.
“Lalu kenapa kamu marah dan berbuat seperti itu saat aku masuk ke kamarmu?.” Tanyaku ingin tahu.
“Aku hanya terbawa suasana, memang tidak dipungkiri lama-lama aku berpikir bahwa usahaku memang sia-sia. Aku marah pada diriku sendiri dan putus asa. Sepertinya kamu kena getahnya. Maaf!” Sejujurnya aku kurang mengerti dengan jawabannya, tapi aku tidak berniat bertanya lebih jauh karena mungkin hal itu akan menyebabkan suasana yang sudah kembali baik menjadi tidak nyaman lagi seperti sebelumnya.
“Itu karena kamu keras kepala.” Ejekku.
“Kamu selalu bilang bahwa aku keras kepala, tapi aku sempat berpikir kalau kamu lebih keras kepala dariku.” Untuk kesekian kali aku tercekat dengan kata-kata Dharma. Aku keras kepala?
****FLASHBACK****
Aula SMA, 2008
“Katakan sekali lagi!” Protesku pada Kristan yang duduk di sebelahku.
“Jadi kamu memang tidak menyadarinya? Kamu itu terlalu takut, karena terlalu takut kadang kamu bisa menjadi sangat keras kepala! Jika tidak, pasti hatimu itu akan luluh dari dulu.” Katanya sambil tertawa.
*FLASHBACK - END*
“Dhar, bisa kita tidur saja? Aku sangat mengantuk.” Dia hanya mengiyakan. Aku hanya beralasan, karena takut, takut jika Dharma berbicara lebih banyak lagi, maka semakin banyak kemungkinan kejadian masa lalu akan teringat. Semakin lama, keadaanya semakin rumit. Sangat rumit.