BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

ABC (Aku dan Bidara Cinta)

18911131421

Comments

  • Rumah Kangkung, 8 Juli 2013, 9.15 pm

    W : woy, buruan kemari..w bête..
    Isal : bête mulu perasaan. Tumben gak kelayapan cari om-om. Oiya lupa, ntar malem kamu kan terawehan pertama
    W : Iya. Biasa lah, di Babay lagi males kemana-mana. Yaudin, w stay dirumah aja. Lo maen sini lah. Atao w yang maen ke tempat lo?
    Isal : ah, alibi pasti. Lo mau makan gratis kan???
    W : hahaha. Terendus juga ya modus w. ini, sekalian w mau nanya-nanya soal gimana awal pacaran lo sama Wildan. Ya sambil nunggu berangkat shift 3 w
    Isal : awal pacaran? Tembak-tembakan gitu?
    W : bukan, bunuh-bunuhan. Iyalah, nembaknya dia tuh kapan dimana.
    Isal : yaudin, kamu kesini aja. Aku tadi abis beli Campina.
    W : huaseekkk..sisain..sisain..awas kalo diabisin..
    Isal : rusuh mulu kalo soal eskim.

    *****

    W : Alhamdulillah…akhirnya, setelah sekian lama gak bertatap lidah dengan eskrim…berasa di surga w
    Isal : ish, lebaynya parah..jangan banyak-banyak dulu ih. Ah…jangan banyak-banyak..
    W : pelit banget si lo. Tinggal beli lagi.
    Isal : beliin gih.
    W : hahah. Yaudin, nih w balikin lagi. Ish, pikdin (apik kayak si Udin = si Udin di kelas w dulu orangnya pelit sangat. Jadinya kalo ada yang pelit, w pasti bilang pikdin)
    Isal : ish, dasar mahluk tidak bermodal. Jadi gimana nih, ceritanya nyampe mana sih? Udin lamiun Barbara jegong gak mampir di BF
    W : yaoloh..bahasa yey rumpita tralala. Kalo part elo baru pas ke Ressinda itu. Nah, sekarang, lo certain pas lo jadian gitu, tembak-tembakan..
    Isal : okeh. Tapi tangan dijaga, awas kalo nyentuh itu box eskrim guwe..
    W : hahah
    ****
  • [4] SHOOT ME

    Deru mobil masih terdengar sesekali. Tentu saja karena ini masih pagi, terlebih karena hari ini hari minggu, liburnya umat manusia dari rutinitas yang menjemukan. Terkecuali aku. Hari Jumat kemarin aku disuruh masuk hari minggu ini, menggantikan foremanku yang tak bisa lembur. Ada proyek modifikasi mesin Jing Ye katanya. Ya walaupun sekedar numpang makan di kantin dan nongkrong di depan mesin, tapi rasanya sangat malas sekali untuk menghabiskan waktu libur di pabrik.

    Sebetulnya sebelum Wildan datang di kehidupanku, lembur telah menjadi pelarianku dari kenangan masa lalu. Tapi setelah dia hadir dengan segala kehebohannya –acapkali dia mengajakku mengikuti aktivitasnya, entah itu ikut dalam acara bakti sosial, ikut kumpulan bersama teman-teman brotherscooter, dilafalkan dengan njelimet tentu saja, atau aktivitas lainnya. Dan ketika minggu kemarin tak ada ajakan apapun darinya, akupun memutuskan untuk lembur.

    Mandi pagi sudah, sarapan juga sudah, yap, tinggal berangkat. Tapi satu pesan singkat menghentikan langkahku menuju pintu. Dan ketika kubaca isi pesan itu, lantas kuhempaskan tas selempangku ke atas ranjang. Foreman mekanik tak bisa masuk, jadi tak ada koordinator untuk lembur hari ini. Jadi lembur hari ini, dicancel.

    Baiklah, sepertinya aku akan stay di kostan saja, menikmati liburanku dengan baca-baca novel kesayanganku.

    Kuhempaskan pantatku dikasur, dengan bantal Winny the Pooh –pemberian Nabil tempo hari- dan juga novel Bidadari-Bidadari Syurga-nya Tere Liye, dan mulai terbawa arus cerita yang benar-benar nyesek. Ah, semua karya penulis yang satu itu memang cetar membabi buta, membuat mata bengkak setiap habis baca. Dan saat aku hampir menangis, segera kuhapus sudut mataku ketika suara ketukan, lebih tepatnya gedoran pintu terdengar berisik sekali. Sudah pasti, itu gedorana khas mahluk keriting kribo itu.

    “Nobody Nobody bout You?”

    Hah? Itu kan salam khasnya si rempong Bayu? Dan rasa penasaranku atas keganjilan ini mengantarkan kakiku ke pintu, membuka gorden dan terlihatlah cengiran kambing salah satu mahluk tuhan yang paling rempong. Segera kubuka pintu, dan…

    “Tadaaaa…selamat ulang tahun…”

    Aku melongo. Tampang menjengkelkan Wildan terpampang di depan mukaku.

    “Siapa pula yang sedang berulang tahun hari ini Bang? Macam mana pula kaw ini..” Gilang –entah kenapa dia senang sekali menirukan logat orang Batak, padahal sendirinya orang Sunda. , ternyata mereka datang bertiga. Dan tadi dua abang-beradik itu sembunyi dulu, dengan maksud mengagetkanku. Tapi ternyata mereka gagal. Jebakan payah.
    “Ya ampun, wangi kali ni kamar kang Ichal..Abang, cepatlah kaw masuk. Macam mana pula kaw berdiri saja di lawang pintu”
    “Abang kaw ini sedang menunggu dipersilahkan masuk oleh tuan putri..” Wildan menirukan gaya Gilang bicara. Sedang aku mencang-mencong dipanggil tuan puteri seperti itu.
    “Babay, tutupin pintunya donk,” dan gertakan kecilku membuat Wildan langsung melesat masuk, dan kembali menunjukan tingkah menyebalkannya. Seperti biasa, setiap masuk ke kostanku, hal pertama yang dia lakukan adalah tidur terlentang diatas kasurku, dengan ekspresi menyebalkan pula.
    “Ini ada apa sih sebenernya, datang kesini rame-rame begini..”
    “Berhubung kamu gak jadi lembur Chal, jadinya kita dateng deh…”

    Aku mencium ada konspirasi yang dilakukan tadi. Pasti dia yang menjahiliku mengirimkan sms tadi. Sialan. Pantas saja sms tadi dikirim oleh nomer saja.

    “Oh..jadi siapa yang tad isms bilang lembur dicancel?” Gilang menunjuk kea rah Wildan. “ Kamu kan Wil yang sms tadi?”
    “Sms apaan?”

    Bayu dan Gilang sepertinya mulai mencari jarak aman. Aku berjalan ke arah Wildan sambil menggulung lengan bajuku. Dan ekspresi ketakutan Wildan ditampiaskan dengan cengiran kambingnya.

    “Gak kok Chal, bukan aku…” aku semakin merangsek maju. “ Kamu mau ngapain Chal? Chal..kamu mau ngapain..hush..hush hush” dan aku semakin greget untuk melancarkan jurus andalanku. Entah kenapa setiap si kriting mbe ini menjahiliku, aku balas dengan cubitan maut di putingnya, kadang sampai berbekas, dan dia masih akan terus memeganginya –tanda masih sakit- sampai sejam kemudian.
    “Ampuuuun…” dia berlari dan berkelit, lantas bersembunyi di balik Bayu. Gilang sekarang sedang duduk sambil makan apel, dan bertingkah seolah sedang nonton tivi, lengkap dengan remote di tangannya.
    “Ayo kang Ichal, cubit yang kenceng…” dan aku semakin bersemangat untuk mencubitnya. “Masboy, jangan dihalangin. Ayo ikutan nonton sinetron sama aku” Gilang memang manggil Bayu dengan sebutan Masboy, dan Bayu pasti langsung mencak-mencak.
    “Awas kamu De” Wildan mengacungkan tinjunya ke arah Gilang. Dan dengan sedikit eksyen Bayu berhasil melepaskan diri dari Wildan, lantas duduk memerhatikan kami.
    “Chal..ampun..ampun, beneran, benaran, aku gak lagi-lagi. Sumpah…” dia masih berkelit sambil menutupi dadanya dengan tasku.
    “Stop. Stop di situ. Oke, aku tau aku salah, dan aku siap untuk menerima hukumannya, tapi nanti sepulang ntar. Ya..yayayaya…”
    “Hmm, oke, tapi ada bunganya. 3 kali. Deal????”
    “Tidaaaak…”

    Suara riuh kami menghidupkan suasana pagi di Cikarang yang gersang ini.

    ***

    “Kita mau kemana sih..” aku menyemprotkan parfum sambil mendongak ke arah mereka.
    “Wat eper lah si Onyon ini mau bawa kita kemenong. Yang penting tempatnya meski Cozzy, asik, byutipul..” Bayu memang memanggil Wildan dengan sebutan onyon.
    “Ish, mentang-mentang penggemar Chiby, bahasanya byutipul..”
    “Huhu. Gua kan masih normal, jadi sukanya sama cewek, wew.”
    “Hellow..apa kabar kemaren tereak-tereak waktu liat Zayn Malik One Direction. Masih unyuan aku juga kali”
    “Ngemeng nih sama pantat”

    Sudah kebayang kan kalo Wildan ketemu Bayu? Rempong ketemu berisik yang macam begini. Suasana pagi tempat mereka berpijak menjadi cetar membabi buta ulala. Bayu yang sedang ‘orasi’, pasti langsung disambut oleh protesnya Wildan. Mereka terus saja mengoceh, sedang Gilang terus saja ngemil. Nah, kuberitahu satu kesukaan Gilang yang menurutku aneh. Dia paling senang dengan jajanan chiki yang dijual di warung gopean itu. Dan stok snack di rumahnya itu selalu penuh. Dan yang paling anehnya lagi, destinasi berburu kulinernya hanya seputaran Mc Donald dan CFC. Tahu kenapa? Dia terobessi pada mainannya. Ckckck

    “Yang, kita mau kemana?” aku tak mau mengganggu Bayu yang masih asik protes sama baju yang Wildan pakai. Maka kualihkan pertanyaanku ke Gilang.
    “Bang, kang Ichal selingkuh nih..masa aku dipanggil sayang???”

    Aku mendengus. “ KENAPA SI HARI INI SEMUANYA MENYEBALKAN???” dan protesku itu langsung membuat Gilang terdiam. Dia tahu kalau aku marah karena dia, Wildan yang akan bertingkah rese, peacocking di depanku, pura-pura marah dan membelaku demi mendapatku terkesan.

    “Ya ampun kang Ichal lagi dapet…ampun atuh kang. Tau nih, si abang ngajakin maen ke..”
    “De..jangan dikasih tempe dulu. Ntar juga dia tahu sendiri.”

    Aku mendengus. Gak Nabil gak Wildan, kalau main tuh pasti gak pernah bilang dulu. Apa cowok itu memang seperti itu? Aih, aku juga kan cowok, tapi tak macam mereka berdua.

    “De, abang pake motor kamu ya”
    “Lha, terus awak naek motor siapa Bang?”
    “Kamu sama Bayu lah. Masa abang kesana nunggangin si Pevi (pesva), kasian lah.”
    “Ya ampun abang, macam apa pula awak dibonceng sama Masboy. Bisa digrepe-grepe ntar” Gilang bergidik ngeri sambil memicing k e rah Bayu.
    “Hahaha”
    “Hey, Iyang Palalo Peyang macam Loyang, siapa pula yang mau sama kau. Dih, nape gua jadi ikutan mem-Batak kayak dia? Aaahh..pokoknya gua ogah ah dibonceng sama si Peyang itu. Hmm, Azam kenapa gak bisa ikut sih tadi…”

    Kalau dibiarkan begini terus pasti gak ada habisnya episode berantemnya.

    “Kalian masih mau pada ribut? Kalo mau dilanjutin, aku nungguin sambil baca novel ya?!”
    “Tuh kan kang Ichal beneran lagi dapet…”
    “Kamu ngomong lagi kayak gitu, aku cubit tete kamu Yang”
    “Ya tuhan..beneran lagi dapet..”

    Aku makin mencong-mencong dan dia langsung kabur saat aku hendak berjalan ke arahnya.

    “Ya udin. Sekarang Bayu ikut aku, kamu sama Wildan. Titik, gapake protes. Protes aku cubit kalian semua.”
    “Alhamdulillah gajadi sama Masboy..”
    “Hey, kok?” Wildan hendak protes, tapi langsung diam saat ku pelototin dia.
    “Yuk ah Sal. Si kribo udin mau protes. Keburu macica muchtar”
    “Hoek..please deh, bahasa alaynya jangan keluar”

    Akhirnya kukeluarkan matick-ku, lantas kupanaskan sebentar. Kuabaikan Wildan yang terus membujukku agar aku boncengan sama dia. Juga Bayu yang masih perang sama Gilang.
    ******
  • Perjalanan bermula dari kostanku, lantas menyusuri jalanan Cikarang yang mulai padat. Dari tadi Wildan terus saja menekuk mukanya, sambil sesekali memasang muka memelas agar aku berboncengan sama dia. Aku lajukan dengan kencang matikku. Dan terjadilah salib menyalib, bahkan sampai Cileungsipun tak ada yang mau mengalah.

    Setelah bertanya sana-sini, akhirnya kami lanjutkan perjalanan. Dan saat kami sampai di tanjakan yang entah dimana itu, aku dibuat tertawa terbahak-bahak. Betapa tidak, Wildan dengan tampang konyol berlagak seperti sedang mengayuh sepeda, meledek kami yang dari tadi tak bisa menyusul mereka. Kadang mereka pura-pura melambatkan lajunya, kemudian langsung menyalib dengan gerakan Wildan seperti sedang mendayung. Ah, matik lawan Vixion mana bisa menang..T_T..

    Akhirnya perkebunan teh kami lewati. Dan seperti biasa, melihat hal itu Bayu langsung heboh saja minta berhenti. Sudah bisa ditebak mau ngapain? Yap, poto..poto.

    “Ya ampyun Sal..kebun tehnya keren buanget. Itu-itu liat, pohon yang disana, omegot…dan, seger banget lagi hawanya. Ah, sini-sini, potion gua.” Aku membuang nafas, dan memotonya beberapa angle dengan beberapa pose sok imutnya. “ Elo emang gak mau dipoto Sal?” aku menggeleng. “Ih, pasti nyesel deh entar. Buat DP, poto profil juga. Oiya, buat di instagram..” aku hanya bisa geleng-geleng.

    Tapi lengahnya kami ternyata dimanfaatkan oleh Wildan. Dia langsung mengambil kunci motorku dan langsung menaikinya, lantas menarik tanganku.

    “Naik” perintahnya. “Buruaaan..” akupun langsung naik ke jok belakangnya.

    Wildan tertawa penuh kemenangan, sedang di belakang, Gilang dan Bayu sedang heboh seperti kebakaran.

    “Biarin, biar mereka akur, hahaha” aku hanya memutar bola mataku.

    Akhirnya Gilang sudah menyusul kami. Masih dengan berisiknya. Dan secara tiba-tiba Wildan melajukan matikku dengan maksimal, membuatku terlonjak lantas reflex memeluknya. Dan secara mendadak pula dia memainkan remnya berulang-ulang, membuatku jedak-jeduk ke arahnya.

    “Ya ampun Chal, nafsu amat meluknya, hahaha”

    Aku misuh-misuh sambil menjitaki helmnya. Tapi sepanjang perjalanan terus saja tertawa karena dia terus saja mengocehkan hal-hal konyol, kadang mengendarai motorku dengan gerakan-gerakan aneh. Melenggak-lenggok di jalanan sepi, memainkan gas-rem dadakan, berjoget india saat di turunan, dan banyak lagi kekonyolan lain. Dia memang tak seperti dua mantanku dulu yang terobsesi dengan kecepatan motor laki, tapi bagaimana usilnya dia mengemudikan itu yang terasa lebih membuatku greget. Sampai keram mulutku dari tadi tertawa.

    Kami melesat meninggalkan mereka di belakang. Dan saat kelokan dan turunan tajam di depan, Wildan berbisik.

    “Rentangin tangannya Chal” dan dengan ragu aku menirukan gaya-gaya lebay seperti di tipi-tipi itu, lantas dengan sengaja Wildan melepaskan tangannya sambil memasang pose sok cool dengan tangan kanan di dagu, dan kaki kanan melintaang kaki kiri. Dan aku mendadak cemas. Bagaimana kalo jatuh? Tapi anehnya dia malah tertawa-tawa. Ah, kalian harus merasakan sendiri sensasinya. Susah kalau kudeskripsikan bagaimana perasaanku saat ini.

    Aku sedikit ternganga melihat medan jalan di depan kami. Tanjakan mengular dengan elevasi kemiringan yang cukup parah. Di depan kami tampak beberapa motor –kecuali motor gede- menuntun motornya sampai ke atas. Dengan wajah boncengan mereka –kebanyakan sih gadis berkerudung tapi bercelana ketat- yang seperti gagal kawin. Ah, sepertinya aku juga harus turun.

    “Wil, aku turun aja gapapa”
    “Hahaha. Kamu kan orang tehnik, masa gak tau teorinya?”
    Teori macam apa lagi yang dibicarakannya?
    “Chal, kamu duduknya majuan, pepetin ke punggung aku, cepetan”

    Pepetin ke dia? Ckckck, kondisi macam begini masih curi-curi kesempatan juga buat modusin aku.

    “Cepetan…” Dengan ragu aku merangsek maju. “Majuan lagi..” dan aku memajukan lagi badanku. Tapi..hey, benar saja, aku tak harus turun seperti yang lain karena matikku bisa sampai ke atas. Kok bisa?

    “Tuh kan..kataku juga apa. Ini ada hubungannya sama pelajaran fisika keas 2 smp loh. Tapi sekarang mah munduran atuh duduknya, nafsu amat sih meluknya.”

    Ish rasanya aku ingin tertawa sambil menimpuknya dengan helm.

    “Woy..masa vixion kalah sama matik?” Wildan meledek Gilang yang baru bisa nyusul. Dan Gilang hanya mencong-mencong ke arah Bayu.
    “Tau nih Masboy, bonceng dia mah rempong ya. ‘hey..jangan ini..jangan itu..’. ish”
    “Hahah”
    “Heh, utamain keselamatan. Kalo misal tadi jatoh gimana coba. Sini tuh jauh dari rumah sakit, Isal..gantian…eh, gua sama lo aja ah..”

    Dan untuk pertama kalinya aku merasa betah dibonceng oleh si mahluk kriting ini.

    “Mmm, ya udin sih Bay..yang sabar ya, katanya kan sabar gada batasnya..biar lo bedua akrab.”
    “Ya amsyong Sal. Okeh, elo, guweh, end”
    “Hahaha”

    Pemandangannya cukup memanjakan mata, terlebih suasana sedikit ramai karena Bayu terus saja merengek, sedang Wildan terus saja meledeknya dengan menye-menye ke arahnya. Tapi kenapa Wildan terus saja mepet ke pinggir jalan yang banyak ilalangnya?

    “WOOOYYY..kenapa jalannya pinggir banget si? adududuh..”aku mengaduh karena ilalang itu kena ke betis dan kakiku, dan ternyata memang Wildan sengaja melakukannya. Sialan. Dia terus saja tertawa. Dan rupanya hal itu member inspirasi untuk Gilang. Dia pun ikut-ikut mengerjai Bayu yang semakin histeris.

    *****
  • W : emang bener tuh si kribo kalo make motor tuh, parah banget lah isengnya.
    Isal : emang pernah dibonceng dia?
    W : pernah, pas dia minta dianterin ke pasar lama Cikarang. Dan baru sekali seumur hidup w dibonceng pake motor yang gada spion, joknya itu naujubillah, ngejalaninnya udah kayak orang gila, and you know, kita keabisan bensin di jalan. Dan untuk pertama kalinya gua dorong motor, mending kalo motornya bagus, dih..ini mah dijual gocap juga gada yang mau.
    Isal : huhu. Yagitu deh yayangnya aku.
    W : bangga banget punya pacar kayak dia. okeh, lanjut…

    ****
  • Aku termangu melihat patung Black Swan, icon cantik tempat ini, Taman Bunga Nusantara Bogor. Kini Bayu tampak begitu heboh minta dipoto sana-sini. Dan akhirnya dengan terpaksa aku menyeretnya ke pintu masuk karena kami mulai jadi pusat perhatian orang.

    Setelah membayar tiket masuk, kami begitu exited memasuki tempat ini. Meskipun sedikit hujan, tapi itu tak mengurangi kehebohan kami. Kalau kalian mau gabung jalan-jalan sama kami, tanggalkan urat malu kalian, dan bersiaplah jadi pusat perhatian.

    Poto-poto dengan pose norak, dengan muka sok imut, sambil loncat, sok cool telah kami praktikan semua. Ada pula poto seperti dicium dinosaurus, aku dan Wildan membentuk hati dengan saling menghubungkan ujung tangan kami di depan air mancur, dan beberapa pose norak lain sampai-sampai banyak yang mengernyit melihat kami. Semua tempat yang ada disini telah kami jejaki semua. Rumah kaca, taman Jepang, dinosaurus, taman Prancis, semuanya jadi saksi kehebohan dan keusilan kami.

    “Tinggal satu.” Kata Wildan singkat. Kami mendongak ke arahnya. Dia menunjuk ke taman di depan kami. Dan terpampanglah jelas Taman Labirin yang terkenal itu. Kami berempat saling pandang.
    “Kita lomba dulu-duluan keluar taman ini. Yang kalah, ada hukumannya” Dengan kerlingan nakal dia menarik tanganku. Bayu dan Gilang pun langsung berlari ke arah berlawanan.

    Kami langsung masuk ke taman itu dengan mata jelalatan, mencari arah yang tepat agar tak terjebak di taman yang menyesatkan ini. Banyak sekali jalan buntu. Sebenarnya tinggi pohon-pohon beluntas itu hanya sampai leherku, tapi tentu saja tak mudah karena banyak sekali jalan buntu, terlebih sebagian jalannya masih tanah. Dan aku yang mengenakan sepatu, harus menghindari kubangan lumpur. Dan..

    “Naik” ucapnya sambil memunggungiku. “Cepetan, aku gak mau kita kalah sama mereka bedua gegara kamu takut sepatunya kotor”. Dan akupun naik ke punggungnya. Dia menggendongku dan terdengar sekali tawa ibu-ibu dari atas menara pengawas. Jadi memang menara pengawas ini dibuat untuk mengawasi korban yang masuk ke taman labirin ini. Tapi aku tak peduli, diapun tampak cuek. Dia berlari dan karena posisi tubuhku jadi lebih tinggi, bisa terlihat olehku jalan yang benar menuju finish. Dan akhirnya aku dan dia sampai finish lebih dulu. Yeey…

    (Romantisme sok imut, dan aku yakin kalian fikir ini bohongan. Tanyakan saja pada petugas disana, dia menggendongku sambil berlari dan kami berdua ditertawakan oleh banyak sekali ibu-ibu yang sedang bertengger diatas tower.)

    *****
  • W : beneran itu the digendong??
    Isal : iya. Haha
    W : emang gak malu gitu?
    Isal : kata dia, ‘gak kenal ini’. Huhu. Pokoknya asik banget lah. Ntar kesono..tapi jauhnya masya alloh…dan yang lebih romantic tuh pas pulangnya. Ah, sumpah, itu momen gak bakalan aku lupain seumur hidup aku. Sunset terindah yang pernah aku liat…
    W : huah…
  • Senja menjelang, hujan pun sudah reda. Tapi dinginnya tempat ini masih terasa. Maklum lah, kami sedang di ketinggian. Setelah sholat, perut keroncongan kami memaksa kami untuk mengisinya dengan makan bakso, lantas pulang karena Bayu harus masuk malem.

    Perjalanan pulang kami putuskan untuk lewat Puncak Pass. Dan masya alloh, macetnya itu terlihat tak berujung. Untung saja kami kesini dengan motor, dan turunan memudahkan kami untuk segera mencapai Cibinong. Aku tersenyum. Pemandangan yang kami lewati benar-benar tak bisa kujelaskan. Hamparan kebun the, hutan pinus dengan latar jingga merah keemasan. Ah, rasanya tak bisa kukiaskan keindahan itu dengan baris kata. Cukup kulantunkan saja sejuta puji pada dzat yang menghamparkan ini. Sudah puluhan kali aku lewati tempat ini, tapi rasanya pesonanya lain senja ini. Apa karena Puncak Pass semakin indah? Atau karena aku sedang bersama Wildan? Entahlah. Tapi perjalanan pulang tak seperti saat kami berangkat yang penuh tawa dan kekonyolan. Kami berdua lebih banyak diam, dan aku merangkulnya semakin erat. Lantas, ketika aku menempelkan pipiku di pundaknya, dia berbisik pelan.

    “Liat ke depan Chal..”

    Aku mendongak, dan mulutku ternganga. Betapa tidak, bayangan syurga tuhan tampiaskan di depanku. Pernahkah kalian lihat pelangi melintang didepan mata, dengan latar awan senja kemerahan, dengan gerak matahari terbenam di balik gunung Gede-Pangrango? Ada getar yang kurasakan didadaku, dan hati yang menghangat karenanya. Lantas kubisikkan ditelinganya.

    “Jadikan aku pacarmu senja ini…”

    Dia terdiam beberapa saat, lantas tersenyum damai. Tapi tak ada satu ucap kata yang keluar dari mulutnya. Dia terus saja mengulum senyum, lantas memarkirkan motornya di pom bensin.

    “Kita sholat maghrib dulu. Aku mau minta restu tuhan atas ini, meskipun aku tahu Dia tak akan pernah restui. Tapi aku akan bilang, aku akan lakukan apapun demi mahluk terindah yang Dia ciptakan”

    Aku membatu. Dan entah kenapa badanku terasa lemas mendengar kata-katanya. Mataku perih dan aku tak bisa menahan diri untuk memeluknya saat ini.
    ***

    Jalanan jam Sembilan malam cukup sepi. Kami memang memilih lewat jalan pintas, lewat perkampungan yang jalannya cukup bagus. Dan ketika aku masih memeluknya dengan erat. Dia mengehntikan motornya.
    “Kenapa berhenti?”
    “Aku capek. Tanganku pegal. Gentian boleh kan?” dia menatapku dengan raut seperti kecapean. Ya wajar juga sih sebenarnya. Jarak Puncak-Cikarang kan jauh.
    “Yaudah, kamu pindah ke belakang.”
    Dia melepas helm yang dia gunakan, lantas turun dan aku mengambil alih stang motor.
    “Gak usah pake helm. Gak ada polisi ini”
    Akupun meletakan helmku di tangan kiriku, karena aku memang sebenarnya kurang suka pake helm. Dia naik ke jok belakang dan mulai merangkulku. Aku yang tak biasa diarangkul seperti ini mulai merasa kegelian. Dan dia menempelkan pipinya dipundakku. Beberapa menit berlangsung tanpa obrolan. Tapi tiba-tiba dia berbisik.
    “Sal..”
    Aku menoleh ke belakang dan..cup, dia mencium lembut pipiku.
    “Aku sayang kamu”
    Memerah pipiku. Membesar ruang hidungku dan melambung hatiku. Aku mengendarai motor seperti ada kepak sayap dikedua sisi motorku. Dan tiba-tiba seperti hujan bunga turun dari langit, disertai lagu-lagu jazz yang merdu. Ah, cinta memang merusak panca indera.
    Aku hanya membalasnya lewat hatiku. Dia semakin erat memelukku dan menelusupkan kepalanya di pundakku. Ada perasaan indah kurasakan saat itu. Ah, beginilah indahnya euphoria jatuh cinta.
    “Awas tangannya” tiba-tiba dia bicara seperti itu. Ternyata kedua tangannya sudah memegang stang motor. “aku yang pegang gasnya”
    Dengan ragu kulepaskan tanganku dan dia tarik gasnya. Bisa kalian bayangkan bagaimana posisiku? Aku didepan, tapi dia yang kubonceng yang mengendalikan motorku. Badanku yang dilingkupi olehnya membuatku merasa nyaman dan dilindungi. Terasa hangat badanku sampai-sampai melesakkan celanaku. Huhu. Aku horny ternyata dipeluk olehnya. Dan ketika aku sesekali menoleh, dia mencium lagi pipiku. Begitupu sampai aku sedikit memutar ke belakang dan kami berciuman sambil mengendarai motor.

    (Padahal waktu itu jalanan sepi sekali. Aroma mistisnya kerasa, tapi ketika bersama orang yang kalian sayangi, dan setan Cassanova melingkupi, pocong serasa memakai renda bunga-bunga, kuntilanak seakan habis direbonding dan di warnai rambutnya, dengan gaun Zarra model terbaru, tuyul-tuyulpun seperti bersayap macam cupid)

    ****
  • W : Huah…dia pasti terinspirasi dari cerita w
    Isal : cerita yang mana?
    W : w pernah bilang ke dia, Babay kalo bonceng gua agak jauh, dia suka pura-pura capek. Yaudin, w yang megang gas meskipun dia di depan. Jadi kayak w meluk dia gitu
    Isal : huhu. Gapapalah. Ah, jadi horny nih
    W : haduh, gaswat
  • Jam sepuluh lewat sedikit kami baru sampai kostan. Bayu dan Gilang berjalan ke arah kami dengan muka masam. Mereka sedang makan gorengan yang dibawa Azam ternyata. Mungkin Azam khawatir karena sampai jam segini Bayu belum pulang, padahal dia masuk malem sekarang.

    “Lama banget sih kalian.” Bayu mulai protes.
    “Kami nyasar tadi” aku melirik ke arah Wildan, dan dia hanya tersenyum nakal. Aku memang sedikit berbohong. Aku tak mau mereka tahu bahwa kami tadi memang sengaja memperlambat perjalanan pulang, demi menikmati romantisme kami yang pertama, semenjak aku memutuskan untuk mencoba menjalin sebuah pukat cinta yang baru.
    “Emang tadi lewat mana sih Nyon nyampe nyasar begitu? Kita disini nungguin dari jam delapan tahu. Lumutan gua jadinya”
    “Tadi kan kita make GPS tuh, niatnya lewat Setu, kok malah nyasar ke dalem, jauh banget lagi, setengah jam lebih. Mana gelap lagi. Ternyata GPS-nya pake rute jalan kaki.” Wildan melengkapi kebohongan kami. Sempurna. Rupanya kami berbakat untuk jadi pasangan yang gemar berbohong.
    “Gimana si? Mana kuncinya? Gua masuk malem nih.” Bayu langsung meraih kunciku lantas masuk dan segera mengambil tas yang dia titipkan tadi sebelum berangkat.
    “Udah lama Zam?” aku mencoba berbasa-basi pada Azam. Sementara Gilang masih makan bala-bala dengan rakusnya.
    “Dari jam sepuluh sih Sal. Tadi Bayu heboh gitu, katanya kalian belum balik juga. Makanya aku jemput dia. Dia kan masuk malem sekarang”
    “Iya. Hehe”
    “Tapi kok aku nyium ada yang aneh. Jangan-jangan kalian…” dia tersenyum nakal ke arahku.
    “Sssttt..”
    “Hahah. Akhirnya kalian jadi juga. Jadi kapan nih selametannya?”
    “Hahaha. Apaan sih Zam..”
    “Apaan Zam? Mereka jadian? Dih, pantesan..gua tungguin daritadi ternyata kalian malah bercumbu rayu dijalan. Ish.” Bayu yang baru datang langsung heboh mendengar ucapan Azam barusan. Dan Gilang pun ikutan nimbrung kea rah kami, menggoda aku yang sekarang sudah dirangkul oleh Wildan, bahkan dia berusaha mencium kepalaku.
    “Eciee…ada pasangan baru nih. Masboy, besok kita tagih PJ-nya..”
    “PJ? Apaan tuh?”
    “Pajak Jadian lah. Masa ada yang jadian gak ada selametannya”
    “Wew, dikata lahiran kali”
    “Dih..jangan nyampe enggak loh. Jangan nyampe kayak temen awak, karena gak mau selametan, baru seminggu udah putus. Hiiii..”
    “Yaudah, besok kita semua makan di Saung Air Lexis Resto” Wildan dengan lagak soknya mengeluarkan dompetnya.
    “Aseeekkkk…”

    Suasana menjadi riuh, membuatku harus mengusir mereka agar tak mengganggu sekitar.
  • w : wah, sekarang mah udah resmi euy jadi pacarnya Wildan…
    isal : iya donk. Huhu. Waktu di Taman Bunga Nusantara tuh, beuh..emejing pisan…dan malemnya kan dia nginep di kostan akuh..
    w : nah ini menarik nih kayaknya. Secara kalo abis jadian tuh…pasti seru banget. Oh yes, oh no..
    isal : hahaha.. mikirnya ngeres ish
    w : haha. Iya lah, secara suasananya masih anget-anget ee kebo gitu. Dia tidur di kostan lo kan, dan gak mungkin kan kalian gak ngapa-ngapain?
    Isal : hahaha. Yaaa..dia emang nginep malem itu.
    W : waduh, siap-siap dengerin cerita encus-encus nih.
    Isal : hahaha. Yaudah si, lo kalo gak dikasih tau tuh pasti nyecer terus
  • [5 ] UFO-RIA

    Setelah Bayu dan Azam pamit, giliran Gilang yang masih betah di kotsnku. Entah kenapa, rasanya aku ingin mengusirnya pergi. Huhu. Tapi tak tega juga. Tapi masa iya dia mau nginep di kostanku? Aku kan lagi pengen berdua saja dengan Wildan.

    Menyadari sikapku yang lain, rupanya Gilang tahu diri. Bukan tahu diri sebenarnya, Wildan bertingkah aneh, dan secara tersirat dia menyuruh Gilang pulang. Akhirnya dengan berat hati –setelah menggondol camilanku- kembali ke kostannya. Akupun berpura-pura menyuruh Wildan pulang.

    Gilang pulang, dan suasana menjadi sedikit rikuh. Walaupun sudah kunyatakan bahwa aku menerima dia sebagai pacarku, dan berharap dia menginap mala mini, tapi aku masih belum siap kalau dia harus menginap di kostanku. Aku masih belum siap untuk larut dalam euphoria yang akan memancing kami melakukan sesuatu yang lebih jauh.

    Dia masih berdiri di ambang pintu sambil terus mengulum senyum.

    “Ah, pasti kamu akan nyuruh aku buat pulang. Tapi malam ini aku mau tidur disini, titik” ujarnya sambil melengos masuk lantas merebahkan badannya di kasurku dengan tangan terentang.
    “Kenapa masih berdiri disitu? Kesinilah, rebahan dulu. Kamu pasti capek kan?” katanya sambil menepuk kasur disebelahnya.

    Dengan ragu aku merangsek maju dan duduk di pinggiran kasur. Melihatku yang masih saja rikuh membuatnya terduduk, lantas merangkulkan tangannya ke pundakku.

    “Kewajiban pertama yang sekarang harus kamu lakukan adalah menunaikan tugas seorang pacar” ucapnya sambil berdiri kemudian melangkah ke arah lemari pakaianku. Aku berpikir yang tidak-tidak. Apa aku memang mengaharapkan yang tidak-tidak? Huhu. Aku mengamati apa lagi tingkahnya. Ternyata dia mengambil milk cleanser serta kapas yang biasa kugunakan untuk membersihkan wajahku. Dia kembali rebahan di kasur dan menempatkan kepalanya di pahaku. Pandangan kami bertemu dan aku mencoba tersenyum padanya. Dia meraih tanganku dan diletakan di pipinya.
    “Karena seharian aku bonceng kamu, boleh kan aku minta kamu bersihin wajahku?” permintaan yang aneh sebenarnya, karena ritual ini biasanya dilakukan di salon atau oleh orang yang sering melakukan perawatan sendiri di rumah. Dan aku sama sekali tak pernah melihatnya melakukan ini. Tapi sepertinya wajar, dan memang sudah seharusnya aku melakukan ini.

    Lantas dia memejamkan matanya. Aku mencoba mengelus pipinya. Kulitnya yang coklat terang itu terlihat mulus sekali, tak kulihat satu bijipun jerawat bercokol disana. Sedikit janggal memang, seorang yang liar seperti dia punya kulit semulus itu, tanpa kutahu dia pernah melakukan perawatan di salon.

    Kukeluarkan milk cleansernya lantas kubalurkan ke seluruh wajahnya. Kuberikan pijatan lembut disana, sebisaku, dan kulihat dia lebih rileks sekarang. Aku mulai menikmati apa yang kulakukan sekarang. Entah karena aku diliputi euphoria atau apa, tapi yang pasti aku menikmati memandang dan memijat lembut kulitnya yang halus itu. Kulihat pula bibir merahnya, yang sedikit terbelah ditengah itu. Dia memang perokok aktif, tapi bibirnya masih terlihat merah. Dan kenyal bibir itu membuatku serasa ingin mencicipinya. Ah, masa iya aku yang mulai duluan? Tapi aku kan sudah jadi pacarnya sekarang. Tapi masa iya aku begitu murahan? Tapi..huah…dilemma..dilemma.

    “Kamu kenapa?” Aku gelagapan karena kedapatan seperti orang gila. “Kok brenti sih, ada apa?”
    “Mmm..enggak kok, gapapa, hehe, iya gapapa, udah, merem lagi aja”
    “Hmmm, jangan bilang kalau kamu terpesona sama aku. Banyak yang muji idungku yang mancrit ini kok. Banyak juga yang pengen nyium bibir aku, kata mereka keliatannya kenyal-kenyal lembut gimana gitu..”

    Damn, ucapannya barusan membuat pikiranku kemana-mana. Dan aku mulai merasakan sesuatu yang tak nyaman di celanaku. Aduh..masih untung tertutup bantal, tapi rasanya tertekuk itu tahu sendiri kan? Ah, masa iya aku harus bilang ke dia mau membetulkan posisi dedeku yang tegang tapi tertekuk? Mau ditaruh dimana dedeku? Eh mukaku?

    “Masih terpesona? Atau lagi ngebayangin yang enggak-enggak?”

    Huah..aku salting dibuatnya. Aku memikirkan kata untuk berkilah. Tapi tak ada satu katapun yang keluar. Baiklah, aku harus fokus membersihkan wajahnya sekarang.

    Lima menit lebih aku membersihkan seluruh wajah dan lehernya. Dan dia tampak menguap sekarang. Memboncengku seharian tadi pasti sangat melelahkan. Dia tampak menggeliat sebentar.

    “Gak minta dipijat sekalian?” kata itu meluncur dengan sukses dari mulutku. Tak terkontrol karena otakku sudah kalap.

    Dia melongo melihatku, lantas terkekeh pelan. Dan tersungginglah senyum nakalnya.

    “Sehorni itukah kamu malam ini?”
    Mampus, modusku terendus olehnya.
    “Mmm, ka-kamu kan seharian ini bawa motor, pasti pegal-pegal kan?”

    Dia malah tertawa kencang dan membuatku semakin salah tingkah. Dan tanpa banyak bicara, dia meloloskan kaosnya, membuat pikiranku semakin kotor, melesakkan sesuatu yang tersembunyi di dalam, dan untungnya masih tertutupi bantal.

    “Matamu itu loh Chal..byasa aja si ngeliatnya. Kalau kamyu ngeliat aku kayak gitchu, akyu jadi atut cama kamyu..” Aku mencong-mencong tak jelas. Dia pun rebahan disampingku. “Aku jangan diapa-apain ya” pintanya, membuatku mencubit pinggangnya. Diapun meringis kesakitan, oh, sampai berbekas merah ternyata, huhu.

    Aku mengambil minyak zaitun, -karena dia tak mau kubalurkan lotion, takut disalah gunakan olehku, katanya-, lantas kubalurkan ke seluruh punggungnya. Ya tuhan…lagi-lagi aku begitu menikmati apa yang kulakukan saat ini. Kalau dulu dengan Nabil, kita lebih ke saling raba, saling kelitik, tapi sensasi memijatnya membuatku merasakan hal lain. Kulit kenyalnya terasa lembut sekali, dengan sedikit sekal ototnya.


    “Dipijit Chal..masa dielus-elus doank..dan jangan turun ke bawah. Awas kalo macem-macem” ancamnya. Tapi entah kenapa, pinggang rampingnya tampak begitu menggodaku, membuatku tak tahan untuk tidak menjamahnya. Aku naik ke atasnya, lantas menduduki pantatnya. Lantas kuberikan pijatan dipinggangnya. Aku pernah diberitahu Gilang titik-titik pijatan yang bisa membuat orang yang dipijat kegeleian sekaligus keenakan. Dia mulai tertawa kegelian, dan suara tawa bercampur desahnya membuatku semakin belingsatan. Shit, dedeku semakin tak karuan saja olehnya.
    “Udah ah, ampun. Kalau kamu terusin, pasti terjadi sesuatu” dia mengakhirinya dan segera mencari-cari kaosnya. Dia berusaha menutupi celananya sambil mencari, dan tak mendapatinya –aku melemparnya entah kemana tadi- .Apa karena dia malu kalau terlihat ‘menonjol’, haha.

    “Kamu kemanain kaosku tadi?”

    Aku pura-pura tak tahu. Entah berapa kompi setan mesum yang mengotori otakku, tapi aku ingin dia tidur shirtless malam ini.

    “Ichaaal..kaosku mana..?”
    “Udah si, gak usah pake baju aja tidurnya”

    Dia tampak mengernyit dan sedikit sangsi. Dengan ragu dia rebahan, lantas menarik selimut sampai menutupi lehernya. Menggelikan sekali karena ternyata dia itu orangnya pemalu seperti itu. Terlihat kikuk. Apakah itu artinya dia juga belum pernah ‘berbuat lebih’ selama ini? Atau itu Cuma trik menggodanya saja?

    “Aku tidur duluan. Jangan macem-macem ya pas aku udah tidur” ucapnya cepat sambil memunggungiku.

    Aku melongo. Apa dia tidak berpikiran untuk itu? Maksudku, apa dia tidak ingin bertukar kisah, atau bertukar yang lain denganku? Ah, kenapa dia bisa-bisanya tidur disaat aku cenggur seperti ini?

    Dia mulai mendengkur halus. Dan walhasil, kepalaku diserang rasa pusing tiba-tiba. Apa kalian juga merasakan hal sama, bila hasrat yang sudah muncak ke ubun-ubun, tapi tak bisa tersalurkan? Benar. Kepala pusing dengan dada dag dig dug tak keruan.

    Sudah lima belas menit aku rebahan dengan gelisah. Sambil sesekali memandang wajahnya. Posisi tidurnya sekarang terlentang. Dengan selimut yang sudah sedikit tersingkap. Titik hitam itu yang mencolok itu tampak menggoda sekali, dan ketika kunaikkan sudut mataku, ya tuhan..kenapa bibirnya itu begitu menggoda? Mulutnya tampak terbuka sedikit dan geligi kecilnya yang berderet itu tampak mengilat, menggoda sekali untuk menelusurinya. Ya tuhan..kenapa di saat seperti ini, setan nefsong merasuki pikiran liarku…Bibir itu..hidung itu..pipi mulus itu..

    Aku sedikit merangsek ke arahnya. Degupan di dadaku serasa malam takbiran, sampai-sampai aku takut dia mendengarnya saking kencangnya. Atau mungkin kasur ini bergetar beberapa skala richter karenanya? Baiklah, ini sedikit berlebihan. Aku semakin merangsek maju dan aku tidur menghadapnya, mengamati lekuk wajahnya yang tampak terlelap itu. Hmh, mungkin dia kelelahan setelah seharian ini memboncengku.

    Dan hidungku semakin jela mencium bau itu. Bau yang membuatku semaikn mencari sumebrnya. Sering kubaca bahwa keringat seseorang itu bisa membangkitkan gairah. Bukan karena wanginya, tapi karena bau khasnya. Dan harus kuakui, bahwa wangi tubuhnya itu adalah keringat terwangi yang pernah kucium. Sumpah, kalau kalian tak percaya, datanglah dan ciumlah. Tapi jangan, sekarang dia pacarku. Dan sialnya, karena wanginya itu, aku semakin horny.

    Fyuhh. Dengan tangan gemetar sedikit kusingkapkan selimutnya. Tak ada reaksi darinya. Badanku panas dingin, dan terasa titik-titik keringat mulai bermunculan di dahiku. Sekali lagi aku sedikit mengangkat wajahku untuk mencium wangi ketiaknya, bahkan menempelkan ujung hidungku kesana. Tapi bibir merahnya itu malah menunutun jariku untuk ‘sedikit’ menyentuhnya. Basah. Kenyal. Dan akhirnya kuputuskan untuk mencoba mengecup bibirnya. Hanya menempelkan bibirku saja tanpa bermaksud melumatnya.


    Beberapa kali aku menelan ludah. Dan ketika bibirku menempel, ternyata lidahku meminta lebih. Posisi mulutnya yang sedikit terbuka semakin memudahkanku untuk sedikit berlama-lama bermain disitu. Kenyal, hangat, dan ah..aku tak bisa menguasai diri. Kugigit-gigit bibir bawahnya, dan ketika lidahku mencoba menyeruak masuk, aku semakin belingsatan.

    Sebentar. Apa dia menyadarinya? Tapi dengkurannya masih terdengar. Sepertinya dia benar-benar kelelahan sampai seperti mayat seperti ini. Dan konyolnya aku merasa kegirangan dengan ‘kematiannya’ ini. Mulutku bergerak turun, semakin turun sampai pada dua titik hitam itu. Sedikit kukecup, dan titik itu semakin mengeras. Aku semakin menikmatinya dan berlama-lama bermain disitu, memainkan tonjolan kecil itu dengan ujung bibirku. Menimbulkan geli yang asik di bibirku.

    Sesekali aku mendongak ke atas, memastikan apakah dia bangun atau belum. Ah, kalau jantungnya berdegup kencang, berarti dia pura-pura tidur. Baiklah. Kutempelkan telingaku di dada kirinya. Dan bedugpun bertalu-talu. Ternyata dia pura-pura tidur. Tapi ada cara lain yang lebih akurat. Kalian bisa menerka cara itu? Huhu. Pikiran kita sama. Tanganku bergerak turun –dengan gemetar tentu saja, gemetar karena menahan birahi- dan sampailah pada posisi itu. Posisi dibawah pusarnya dan..ah, kokoh sekali. Dan terasa enak sekali saat kulingkupkan tanganku diatasnya. Ah, setan ini begitu rakusnya. Tapi..jangan. Kalau kujamah lebih jauh, dia pasti bangun telat besok. Tadi dia sudah kelelahan. Egois sekali aku kalau demi memuaskan nafsuku aku mengganggu waktu istirahatnya.

    Baiklah. Ini yang terakhir. Aku hanya ingin mengecup dua titik hitamnya untuk yang terakhir. Itu saja.

    Tapi sial, saat bibir dan lidahku bermain-main disana, wajahku malah semakin turun ke bawah, lidahku menelusri sampai ke pusarnya, hidungku tergelitik oleh bulu penghubung pusar dan pusakanya dan...kusingkap celananya dan..ah..aku tak mau kalian mengintipnya. Yang pasti..aku begitu menikmatinya.

    ******
  • W : huah..hooootttt…ngaceng w..parah lo. ini kan mau bulan puasa…
    Isal : hahaha. Parah..kenapa aku certain semua ya? Hahaha
    W : frestea w mana frestea..aus aus aus…dih malah diabisin
    Isal : hahaha. Aus tau jadinya. Tuh kan, bentar, aku benerin posisi dulu, huhu. Tapi ya Bi, sejak dia minta dibersihin tuh wajahnya pake milk cleanser, sekarang aku ngerasa ada yang kurang kalo satu malem gak bersihin muka dia. Udah jadi kayak ritual tiap malem aja gitu. Bersihin mukanya, mijit punggungnya. Dan waktu itu kan dia masih sekostan sama Gilang, kadang kalo dia mesti lembur, aku yang nungguin depan pabrik. Gatau, aku suka gabisa nahan diri. Dan kalo aku lagi nginep di kosatan mereka, mau gak mau Gilang yang jadi korban. Huhu. Biasanya dia ngungsi ke kamar sebelah, atau maen kemana gitu. Pernah tuh kita tidur bertiga, aku sama Tata iseng ngebuli dia sampe dia kapok tidur disitu kalo ada aku. hahahaha
    W : parah ih.
    Isal : si Tata sih yang biasanya iseng.
    W : Terus-terus terus? Ncus-ncusnya kapan????
    Isal : dih bahasanya, ncus-ncus. Tapi kamu yakin, kamu siap dan sanggup mendengarnya??? (diucapkan secara dramatis olehnya)
    W : korban Raditya Dhika, ish. tisu mana tisu
    Isal : hahaha. Siap-siap ya

    ****
  • Pagi-pagi aku terbangun dengan posisi memeluknya. Wangi tubuhnya terasa menenangkanku dan ketika mataku kubuka, kudongakkan kepalaku, dia tampak tersenyum ke arahku lantas mengecup keningku. Aku merasa kikuk lantas berusaha melepaskan pelukanku, tapi dia semakin erat memelukku.

    “Masih ngganjel aja. Emangnya semalem masih kurang???” dia menggodaku dan aku semakin malu. Glory morning yang merupakan berkah setiap lelaki itu kadang bikin malu. Sebentar, dia sadar kah waktu semalam aku ‘nikmatin’? tapi kalau aku terang-terangan bertanya, mau ditaruh dimana mukaku sekarang??
    “Gimana tidurnya semalem? Pules? Aku saking pulesnya nyampe gak tau kamu ngapain aku semalem.” Ahh..dia semakin membuatku malu.. “Tapi yang penting kamu puas.. kalau masih kurang ya..” dia melirik jam tangannya. “ sekarang masih jam setengah tujuh, masih sisa sejam lagi sebelum berangkat kerja. Itupun kalo kamu masih sanggup”

    Ya tuhan..ucapannya barusan adalah undangan. Apa aku terima saja tantangannya? Semalam aku berani karena dia sedang tidur –atau pura-pura tidur- , dan kalau dia bangun seperti ini, aku kan jadi tak bisa berekspresi. Dulu saja dengan Nabil aku selalu tak bisa diam. Sedikit saja aku sudah menggelinjang. Ah..

    “Yaudah..kalau gak mau aku mandi dulu ya..” dia berjalan ke arah kamar mandi, meninggalkan aku yang sedang dilema. Tapi sialnya dia malah dengan tanpa rasa berdosa menyiksa mataku. Dia meloloskan bajunya didepanku, sambil memunggungiku, membuatku melongo. Dan glory morning ini semakin menyiksaku. Dengan sedikit mengerling, dia meraih handuk dan menyampirkan di pundaknya, melintangi perut bawahnya dan menutupi bagian terlarangnya, lantas mengahadapku. Mataku belingsatan, nafasku mendengus-dengus, dan jakunku naik-turun. Tapi dengan watados dia melenggang masuk ke kamar mandi.

    Suara gebyur air mulai terdengar, lalu kepalanya mendongak dicelah pintu.

    “Kok gak ada sabun Chal???”

    Gak ada sabun? Masa iya? Bukankah kemarin masih utuh? Apa mungkin dimakan tikus? Ah, tak pernah kulihat tikus masuk kostanku.

    “Kemarin ada kok. Sabun cair itu dirak situ, masa gak ada”
    “Dih dibilangin gak percaya. Mana bersih mandi kalo gak pake sabun”

    Akhirnya aku beranjak dari kasurku lantas membuka lemariku, mencari stok sabunku. Dan ketika aku sedang mencari-cari, aku merasa kaget karena tiba-tiba dipeluk olehnya dari belakang.

    “Sabun cair sih ada di dalem, tapi aku pengen mandi pake sabun batang, yang bisa ngeluarin sabun cair…” bisiknya ditelingaku. Bibirnya yang menempel, dan hembusannya di telingaku membuat aku mengelinjang, bergidik menahan birahi. Dan ketika kubalikkan badanku, dia mengecup pipiku dengan cepat.
    “Boleh??? Lagian aku masih belum dihukum sama kamu, soal cubitan di sini“ katanya sambil menunjuk titik hitamnya. “Tapi pake bibir ya” lanjutnya sambil menempelkan bibirnya ditelingaku, melumatnya sedikit, dan menghembuskan tiupan di lubang telingaku, membuatku bergidik. “ Yah..lantainya jadi basah..” reflex aku menengok ke bawah dan, twewew, ada ‘seseorang’ yang sedang menatapku, melotot ke arahku, menggodaku untuk mengelusnya dan happ, ah, tanganku gemetar saat memegangnya. Terasa lain sekali dengan semalam, saat dia tertidur. Dan sekarang, ular itu bergerak-gerak dalam genggaman tanganku. Dan tangannya pun meraih pahaku dan mengangkatnya, memboyongku ke dalam kamar mandi. Tak perlu kulanjutkan ceritaku. Takutnya kalian malah melampiaskan pada sesuatu yang bukan-bukan. Terlebih sekarang masih bulan puasa. Sampaikan salamku untuk sabun kalian. Huhu

    ****
  • W : dih…itu beneran pagi-pagi sebelum kerja???
    Isal : hahaha. Iya.
    W : dih, gak lemes itu pas kerja?
    Isal : ya..kalau aku certain yang lain, pas kejadian di pabrik, kamu pasti nganga. Hahaha.
    W : huahhhhh….iam shockkkk…lanjut..
    Isal : besok lagi aja deh ya. Gegara ceritain itu, kan jadinya aku nyuruh Tata buat balik. Huhu.
    W : woy..nanggung…..
    Isal : udah si ah, besok masih ada waktu lagi. Sekarang aku mau mraktekin teori baru. Kita kemarin searching-searching posisi baru gitu…mumpung belum puasa..
    W : huah..piso mana piso…
    Isal : Gih, berangkat. ntar telat lagi. See you babay, salam buat Babay ya..eh eh eh
    W : apaan lagi?
    Isal : ketus amat.. Eh, sekali-kali suruh Babay nginep tempat aku gitu. Aku juga kan pengen icip-icip dia
    W : ngajakin ribut ini teh?
    Isal : hahaha. Ntar kalo dia nginep, aku mau ngajakin permainan bunuh-bunuhan. Kita saling bunuh gitu, jleb-jleb jleb, huhu..
    W : WOOYY..LANGKAHIN DULU MAYAT GUAAAA…
  • yap segitu dulu postingannya. silahkan diicip ceritanya..
Sign In or Register to comment.