It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
silahkan dikirim kripiknya...
Item : hahaha. Iya, byasa lah, pulang malem terus.. ada apa Bi?
W: dah lama gak ketemu, kangen…huhu. Terakhir ketemu pas minta pelm ke si Dxxxs waktu itu. Kabar anak lo gimana?
Item : Alhamdulillah, udah gen-gen’an (belajar berdiri) sekarang.
W : huah..pasti lagi lucu-lucunya umur segitu. Tapi kalo udah empat lima tahun tuh baru, ayah..jajan..mamah..pengen itu. Hoho. Lo pasti pulang kampong mulu ya?
Item : sekarang mah sebulan dua kali lah. Kamu kapan merit?
W : hemeh banget lah pertanyaannya. Insya alloh akhir 2013. Kalo lo gak dateng, awas aja ntar. Dateng ya, w mau ngadain pesta lampion malemnya, insya alloh kalo ada mang dana. Hoho
Item : ya insya alloh aja lah. Masih bikin cerita?
W : masih lah. Ini sengaja chat karena pengen denger cerita terbaru lo. Buat cerita w, ntar w kembangin sendiri alurnya. Hahay
Item : deuh..gaya lah, udah jadi penulis. Udah lah, jangan berhubungan dengan dunia begitu terus, kan mau merit…
W : iya si iya, kalo udah hobi nulis ya susah. Tapi mendingan nulis kan daripada w maen ngabisin duit gak jelas, gabisa ngumpul atuh duit buat kawin ntar.
Item : emang mau nanya apa?
W : hmm, terakhir kan pas lo udah punya anak. N banyak yang masih penasaran kehidupan lo selanjutnya kayak gimana.
Item : oh, yaudin
W : sok atuh, cuss ah, curcol…
****
Suara hingar bingar masih terdengar. Aku yang sedang mematut diriku di depan cermin dengan tergesa segera berjalan menuju ruang tengah. Suara tangisan Fachry, anakku yang baru berumur setahun itu, membuatku segera ingin menenangkannya. Dan saat aku memasuki ruang keluarga, ibuku tampak sedang tersenyum sambil menimang Fachry. Dan beberapa orang dewasa, -ayah, abah, mbu dan Cepi tampak mengelilinginya. Ibu masih mengelus pipi Fachry sambil menimang-nimangnya, berusaha menidurkan kembali Fachry yang sempat terbangun dan menangis karena berisik.
Aku tersenyum. Kehadiran Fachry memang memberi warna di keluarga besar kami. Setelah pindah ke Bandung, aku dan istriku membuka usaha kecil-kecilan di rumah. Novie bilang dia memang ingin memiliki aktivitas agar tak dihabiskan seperti ibu-ibu rumah tanagga lain yang sibuk bergosip, sambil membantuku tanpa mengabaikan pertumbuhan anakku. Dia ingin anak kami mengenalnya sebagai ibunya yang mengasuhnya sedari kecil. Aku pun tak ingin seperti keluarga lainnya, yang anaknya lebih dekat dengan bibi pengasuhnya daripada ibu kandungnya sendiri.
Kuperhatikan raut orang-orang yang mengelilingi Fachry, wajah mereka tampak tersenyum gemas. Apalagi ayah mertuaku. Beliau selalu saja mendesak agar aku sekali-kali mengajak anakku ke Garut kalau aku sedang libur. Tapi berhubung kerjaanku cukup padat di kantor, merekalah yang lebih sering ke rumahku.
Seperti hari ini. Kemarin anakku Fachry baru merayakan selametan ulang tahunnya yang pertama. Keluargaku dari Garut tampak seperti hendak pindahan rumah. Datang dengan barang bawaan yang terlalu berlebihan bila disebut kado. Ayah mertuaku ngotot membelikan sepeda roda empat, padahal Fachry baru saja berumur satu tahun. Begitu juga mamah. Beliau membelikan boneka, mainan dan baju seperti hendak membuka toko. Aku hanya geleng-geleng meliahtnya. Tapi itulah kebahagiaan untuk mereka. Bukankah seorang kakek atau nenek pasti lebih sayang pada cucunya? Terlebih Fachry adalah cucu pertama mereka.
Hari ini rencananya mereka akan pulang ke Garut. Mobil ayah akan mengantarkan dulu keluargaku ke kampung, baru pulang ke rumah mereka di kota. Begitulah rutenya. Dan satu hal yang kulihat berubah dari abah dan ayah. Beliau tampak lebih energik setelah Fachry hadir di tengah-tengah kami. Gelak tawa selalu terdengar saat berkumpul. Indah sekali keluarga kami saat ini.
“Neng, si Aa liburnya teh kapan?”
Aku yang sedang duduk sambil membaca koran mendongak ke arah ruang tengah, ke arah ayah dan anak yang sedang bercengkrama itu.
“Jangan kenceng-kenceng ayah..nanti si kasepnya bangun..tuh kan..jadi kebangun ah si ayah mah. Cep cep cep” imbuh ibu sambil menimang Fachry yang mengulat lembut.
Aku tersenyum lantas kutaruh koran itu disamping cangkir teh manisku, lantas mendekat ke arah mereka. Aku memandang anakku yang tertidur pulas, tak mau merusak kesenangan ibuku menimang cucunya.
“Besok ada lembur Yah. Jadi mungkin pulangnyaa agak telat... Jadi kalau memang mau pulang, langsung pulang aja gak usah nunggu Aga pulang..da belum pasti pulang jam berapa..”
Mereka tampak saling pandang. Aku tahu ayahku lebih memilih pulang saat sore hari, biar lebih adem katanya. Tapi akhirnya mereka memutuskan untuk menungguku pulang dahulu, baru pulang esok pagi.
****
Tiga ketukan pintu membuat Novie segera menyongsong pintu. Aku pulang. Setelah dia membuka pintu, aku mencoba mengulas senyum untuk mengurangi rasa lelahku. Aku tak boleh terlihat lelah di depan istriku. Dan Novie memang seorang istri yang baik. Dia tampak tersenyum dan mencium tanganku lantas menyongsong suite yang kujinjing.
“Assalamualaykum..aduh..maaf..tadi ada kerjaan dadakan. Jadinya harus lembur..”
Ayah menengok sebentar ke arah kami lantas tersenyum.
“Gak apa-apa A. Besok ge masih bisa da. Sini, gabung A. Ada mengbal. Indonesia lawan Laos..”
“Aku ganti baju dulu ya Yah, Bah. Nanti kesini lagi”
Aku segera meninggalkan ruang keluarga yang masih tampak ribut. Terlebih saat ini sedang menayangkan acara sepak bola. Abah dan ayah mertuaku tampak antusias mendukung timnas Indonesia sambil sesekali mengomentari permainan. Beberapa kali ibu tampak misuh-misuh karena mereka berdua begitu berisik. Sedang Cepi, adikku masih anteng bermain dengan anakku.
Lantas suasana menjadi lebih seru karena aku segera bersidekap di depan tivi, menunggu aksi pemain Timnas kita mengharumkan bangsa.
Kulihat Novie segera bergegas ke dapur, membuatkan lemon tea hangat untukku. Aku memang suka sekali dengan lemon tea hangat, baru mandi air hangat yang sudah disipkan oleh istriku itu.
Aku tak henti-hentinya mengucap syukur atas karunia tuhan yang indah ini. Aku memiliki istri yang sempurna, keluarga yang bahagia, apalagi yang tak kupunya? Inilah surga kecil yang tuhan hadiahkan pada kami. Ah, betapa pengasihnya tuhan.
Esok paginya, jam tujuh pagi, rumahku yang biasanya hening, tampak sedikit ribut. Hari ini mereka akan kembali ke Garut, kembali ke rumah masing-masing. Tampak sekali mereka masih betah disini. Mereka masih ingin bermain-main dengan cucunya. Tapi abah harus kembali mengurusi kerjaannya di sana, begitupun ayah mertuaku. Sawahnya telah menunggu untuk digarap.
Akhirnya mereka semua pulang meninggalkan keluarga kecilku.
Dan sekarang tinggal aku yang sedang menggendong Fachry, dan juga istriku. Kami segera masuk ke dalam rumah. Rumah yang belakangan ini tampak ramai, kini kembali sepi. Tak ada gelak tawa ayahku dan ayah mertuaku. Juga cekikikan ibu dan juga ibu mertuaku di dapur.
“Hari ini libur Bi?” istriku meraih Fachry yang sedang kugendong. Akupun segera menyerahkannya karena pelukan seorang ibulah yang pasti membuat nyaman anakku.
Aku kembali duduk di kursi malasku lantas menyesap teh manis hangat yang dibuatkan istriku.
“Hari ini aku masuk agak siangan Mi. Sudah izin kok. Kemarin jalan-jalan kemana aja Mi?”
“Ayah ngajak ke mall nyari baju. Padahal abi tahu sendiri mereka kesini seperti mau buka toko. Eh, katanya teh, si ayah teh pengen beliin baju lagi. Da takutnya baju yang dibeliin si amih teh gak cukup.”
Aku terkekeh pelan sambil geleng-geleng setiap melihat ayahku datang dan membelikan banyak sekali baju dan mainan. Padahal Fachry masih berumur setahun. Dan sudah ada dua dus besar yang isinya mainan Fachry semua.
“Apa kita perlu merenovasi kamar untuk Fachry Bi?” tanya Novie kemudian.
Aku mendongak. Mataku mengernyit.
“Bukankah Fachry sudah berumur setahun Bi?” lanjutnya. Sunggingan senyum malu-malu sekali ia ulaskan. Aku mendekat ke arahnya dan berbisik di telinganya.
“Apa Fachry sudah cukup besar untuk punya adik?”
Dia terkekeh pelan lantas mencubit pinggangku.
“Maksud ami..”
“Iya..Abi ngerti..tapi usia setahun itu masih terlalu kecil Mi..masih suka nangis kalo kebangun. Takutnya kita gak tahu kalo dia kebangun. Lebih baik tunggu anak kita sampai berumur dua atau tiga tahun ya. Kalau masalah ‘itu’, kan gampang itu mah..”
Diapun kembali tersipu malu. Dan beginilah kehidupan rumah tangga itu. Ada banyak sekali keindahan dari hal-hal kecil yang sederhana. Dan tentu saja, ada keintiman berpahala yang menunggu kita disetiap harinya. Halal dan bersensasi. Bukankah hal itu lebih baik daripada mencari kenikmatan beresiko dosa dan penyakit diluar sana?
Segeralah menikah, maka keberkahan dunia akhirat akan mengiringi kita.
***
Item : ya tergantung niatnya atuh itu mah.
W : oiya lupa, w pernah ngobrol sama temen w yang gay yang nikah, soal malam pertama. Huhu. Mereka kesiksa banget katanya. Mereka bingung gimana munculin birahi biar bisa tenggg..kan biasanya liat batangan, atau liat bulu dada, nah ini kan liat sesuatu yang bikin gak nafsu. Nah, elo sendiri gimana?
Item : hal begituan mesti diceritain juga???
W : haha. Ya sebagai sharring aja..biar temen-temen w yang gay, bisa lewatin malem pertama dengan cincay..
Item : aish. Aya-aya wae lah.
*****
Selepas acara resepsi dan semua tamu undangan membubarkan diri, aku digiring untuk segera memasuki kamar pengantin. Pikiranku berkecamuk, trauma karena perkawinan pertama yang gagal membayangiku. Terlebih bayangan Isal dan lagu yang dibawakannya masih terngiang-ngiang di telingaku..
Memasuki kamar pengantin mengalirkan aura berbeda padaku. Katanya malam pertama adalah malam yang paling ditunggu oleh setiap pengantin. Teman-teman dan juga kerabatku sudah mewanti-wanti dalam candanya agar aku jangan sampai lupa makan telur ayam kampung dan rupa-rupa resep lain agar staminaku tak memalukan di malam pertama karena pasti akan sangat menguras tenaga. Dan aku hanya menanggapinya dengan senyum kikuk.
Aku memasuki kamar itu dengan dada bergemuruh. Rasa dingin menjalari tubuhku. Aku nervous. Setelah kudengar sorak-sorai yang riuh dari luar kamar, aku berjalan mendekati Novie yang tampak menunduk. Dia juga pasti nervous, batinku.
Aku duduk di sampingnya. Aku mencoba mengingat apa saja yang harus kulakukan saat akan menghadapi malam pertama. Aku mengajaknya mengambil air wudlu dulu, lantas sholat. Sebelum melaksanakan ritual suci kita harus membersihkan diri dulu, yakinku. Saat tangaku tertadah selepas sholat, kupanjatkan doa yang aku sendiri tak tahu apa yang kuminta. Aku hanya minta diberikan yang terbaik, itu saja. Tak peduli apa yang tuhan kehendaki lewat jalannya, yang pasti aku mintakan yang terbaik.
Dan sekarang kami berdua duduk diatas ranjang pengantin yang tampak berumbai-rumbai dan bertaburan bunga-bunga. Wangi kamar ini membuatku sedikit pening. Dadaku bergemuruh. Baiklah, inilah saatnya.
Kucoba singkap rambutnya yang tergerai, kucium keningnya, dia diam saja. Kucoba rebahkan tubuhnya dan menatap wajahnya, dia tampak menutup mata dan rahangnya mengeras. Dia pasti nervous, batinku lagi. Dan ketika aku hendak menciumnya lagi, tiba-tiba bayangan wajah Isal saat menyanyi dengan derai air mata memenuhi pikiranku, berganti dengan boneka Panda, kebersamaanku dengan Isal di Kawah Putih, tawa kami berdua saat naik wahana di Dufan, dan banyak sekali kebersamaan kami yang kini berputar-putar di otakku.
Aku menutup mataku mencoba membuyarkan bayangannya tapi tetap saja tak bisa. Aku kenapa? Kenapa di saat seperti ini bayangannya terus saja membayangiku?
“A...??”
Aku sontak membuka mataku. Novie kini terduduk sambil memandangiku yang tampak mulai berkeringat. Nafasku memburu dan badanku sedikit gemetar. Aku menarik nafas panjang untuk menenangkan diriku.
“Gak usah dipaksa A. Lagipula resepsi tadi cukup melelahkan kan?”
Aku terdiam. Tidak, bukan karena acara yang melelahkan, tapi bayangan dan perasaan bersalah tak tertanggungkan yang sedang kurasakan sekarang. Aku dibuat gugup karena dulu bahkan aku tak sempat melewati malam pertama dengan Sabrina.
Aku mencoba tersenyum. Kuraih pundaknya.
“Maaf, Aa tadi sedikit grogi. Maklum, ini tak mudah buat Aa.. Kita coba ya?” pintaku meyakinkan.
Aku berdiri menyalakan musik yang sengaja dipasang di kamar ini. Begitulah petuah temanku. Katanya untuk menyamarkan suara dari dalam kamar. Lamat-lamat lagu jazz yang kustel – katanya lagu jazz dapat menyalakan gairah- mengalun merdu dan bermain apik di telingaku.
Aku lantas melucuti kaos yang kukenakan. Dan juga celana panjang dengan ikat pinggang yang rasanya mencekikku. Novie juga dengan ragu mulai melepas baju yang dia kenakan. Kini dia hanya mengenakan daleman saja. Tapi kenapa tak ada yang mendesir dalam dadaku? Kenapa tak ada reaksi dari pusakaku? Ini pasti karena aku sedang karena aku sedang tegang, sehingga aliran darahku tersumbat. Memang psikologis itu mempengaruhi ereksi, begitu kata seorang pakar seks. Ini pasti hanya awalnya saja, batinku meyakinkan diri. Kubuka kaos yang kukenakan dan sekarang aku bertelanjang dada. Kurebahkan tubuhnya dan kucoba kecup lagi keningnya. Mataku terpejam, dan lagi-lagi bayangan Isal yang muncul.
Kucoba kecup bibirnya, dan dia hanya diam saja tak membalas. Kudengar Isal berteriak, menyanyi dalam tangis, tertawa, kami berlari di Kawah putih...tidak, aku tak bisa. Kucoba bayangkan gambar-gambar seronok yang dulu sempat diperlihatkan teman STM-ku tapi itu juga tak mampu memercikkan gairahku.
Aku terlonjak, terbangun dengan nafas memburu.
“Maaf..” Kudengar Novie mendesah pelan lantas terduduk.
“Aku udah bilang A, jangan dipaksain. Lain kali aja ya..” ucapnya lembut.
Aku memandang wajahnya yang juga tampak tegang. Aku mengangguk. Ya, mungkin sekarang pikiranku masih kalut. Semoga besok pikiranku sudah tak kalut lagi.
Kami berdua berbaring. Kutatap langit-langit kamar, sesekali kutengokkan kepalaku ke arah Novie yang sekarang tampak sudah tertidur memunggungiku. Kupejamkan mata dan lagi-lagi bayangan Isal membayangiku. Aku mendesah pelan. Kenapa sulit sekali melawan rasa ini? Tuhan, tolong bantu aku. aku lakukan ini semua agar aku tak terjerumus dari jalan yang Kaw ridhoi. Bantu aku tuhan, bantu dan mudahkan aku.
Aku terbangun dan mendapati sekarang baru jam setengah empat pagi. Dan secara biologis, aku mendapati juniorku sudah berdiri tegak. Dan aku menyukuri siklus biologis ini. Apakah ini saatnya? Kupandangi wajah Novie yang teduh. Tanpa riasan dia begitu meneduhkan. Ah, aku teramat beruntung tuhan pilihkan seorang dia untukku. Kucium keningnya dan ternyata itu membangunkannya.
“Kebangun Kang?” dia masih mengucek matanya lantas melihat ke arah jam.
“Iya. Mungkin karena haus”
“Mmm, Neng ambilin air dulu atuh ya?” ujarnya sambil melenggang mengambil segelas air. Inilah tekadku. Aku harus mencoba saat ini. Bukankah tuhan akan membantuku lewat campur tangan-Nya? Dia tampak tersipu dan menjadi kikuk sekarang. Tapi, apa aku sudah kesiangan untuk ‘menjadi seorang suami’ sekarang? Hey, bukankah serangan fajar itu begitu dahsyat? Itulah yang sering diceritakan teman sekantorku. Bahwa alam telah membuat seorang lelaki menjadi begitu hebat di pagi hari.
“Neng, apa akang boleh menjalankan tugas sebagai seorang suami, sekarang?” ujarku malu-malu. Dia terkesiap saat aku mulai menanggalkan helaian yang menutupi ragaku, menyisakan kain tipis yang menutupi bagian intimku. Aku segera menepuk kasur yang kududuki, dengan kerlingan mata.
Dia dengan ragu mulai berjalan dengan kikuk ke arahku. Dan lagi-lagi dia terkesiap saat aku menarik tangannya sampai terjatuh di dadaku, dan dia terkekeh pelas saat tonjolan itu mengganjal perutmu. Dia mulai memutar bola mata, dan sungguh, itu terlihat indah sekali. Lalu dengan sunggingan senyum dia balas kerling nakalku. Kusibakkan selimut itu tapi dia kembali menariknya.
“Ah, aku lupa, aku belum mengajarimu salam ‘itu’, sebentar..”
Dia beringsut dan aku menghela nafas. Lalu aku mulai mengikuti apa yang kamu lapalkan. Tapi belum juga selesai, aku sudah mendaratkan bibirku dengan tergesa, berusaha menikmati keindahan ini, keindahan yang belum pernah kurasakan sampai saat ini, meski ini adalah pernikahan keduaku.
Dan sekarang kusibakkan selimut beludru ini, menikmati gerakan indah yang kami sertai dengan lenguhan. Menggigit,. Menjamah, meremas dan menjerit tertahan. Ah, aku merasakan surga itu.
****
“Kenapa ketawa-ketawa sendiri gitu Bi?” istriku menghampiri, hendak merapikan buku-buku yang sedikit berantakan diatas meja baca.
“Hhh, enggak, kok tiba-tiba abi inget malam pertama kita ya Mi? hahaha” aku menggaruk kepalaku yang tak gatal
“Hush, ah. Huhuhu. Udah, sana berangkat, ntar keburu macet jalannya..”
“Iya-iya. Lagian kopinya juga belum abis Mi. tapi..ekhm..” aku berdiri lantas berjalan mendekatinya. istriku tampak memicingkan mata.
“Apa Bi?”
“Ntar malem abi gak lembur ya. Abi mau nglembur di rumah aja” aku merangkul pinggangnya, dan istriku yang cantik itu tertawa.
“Iya-iya, udah, sekarang berangkat dulu..” dia tersipu sambil mendorong-dorong badanku.
“Gak bisa sekarang ya Mi?” aku merajuk dan dibalasnya dengan memutar bola matanya yang bulat itu.
“Jam berapa ini Bi?”
“Mumpung si Asti belum dateng, dan abi bisa izin datang telat kok. Lagian juga Fachry-nya mumpung belum bangun..” aku merajuk sambil menelusurkan usapanku ke pinggangnya.
Dan lagi, keindahan itu berlangsung sebelum aku berangkat kerja. Bukankah masih ada sisa glory morning itu? Ah, inilah indahnya menikah, sebuah kenikmatan yang Alloh limpahkan bersama pahala.
*****
Item : haha. Makanya buruan kawin..
W : ish. Oiya, w lupa. Banyak juga yang nanyain, gimana awal perkenalan lo sama Isal dulu. Secara kan past posting pertama itu langsung ke bagian elo mau kawin.
Item : iyakah? Oh..itu pas kapan ya? Udah lumayan lama juga sih.
*****
Melihat senyumnya di foto itu, aku kembali teringat pada awal pertemuanku dengan Isal.
Saat itu aku akan menumpang sholat di islamic Center Bekasi. Aku yang baru datang berniat ikut dalam jamaah dua orang yang didepanku. Seperti biasa, kutepuk pundak orang didepanku agar mundur beberapa langkah. Tapi anehnya orang yang kutepuk pundaknya itu tak bergeming, dia tetap melanjutkan sholatnya. Aneh, pikirku. Ah mungkin dia belum mengerti tentang itu. Lantas aku aku menyejajarkan diriku dengannya dan mengikuti gerakan imam.
Selepas salam, orang yang disampingku tampak tergesa-gesa dan langsung keluar. Sedikit buyar konsentrasiku karena orang itu meninggalkan hapenya. Tadi memang dia menaruh hapenya ketika sholat. Dan setelah mengusap wajahku selepas salam, tanpa wirid aku lantas berusaha mengejarnya. Dia pasti kebingungan kalau tahu hapenya tidak ada. Apalagi di zaman seperti sekarang ini, hape adalah kebutuhan primer.
Setelah di luar mesjid dan tak mendapatinya, aku langsung menyambar sepatuku dan langsung berlari ke motorku berusaha mengejarnya. Tapi sayang, motor matik yang dilajukannya sudah cukup jauh, dan sialnya, aku tertahan oleh lampu merah. Dari dari sini kulihat dia membelokkan motornya ke arah Metroplolitan Mall.
Cukup lama aku berputar-putar di dalam mall mencari orang itu. Dan aku dengan ragu mencoba mencari-cari panggilan masuk dan keluar yang bisa membantuku menghubungi orang yang bisa menunjukkan kemana harus kukembalikan hape ini. tapi sayang ternyata hapenya dipakai kata sandi.
Aku mendesah pelan. Apa iya harus kuserahkan ke polisi? Jangan. Itu rasanya bukan pilihan bijak. Biar nanti saja kukembalikan ke DKM Islamic Center, mudah-mudahan dia menyadari hapenya tertinggal di sana. Tapi ketika aku hendak kembali ke Islamic Center, hape orang itu bergetar. Ada panggilan masuk dari seseorang yang tak kukenal namanya. Dengan ragu kuangkat. Barangkali orang yang menelpon ini bisa membantuku mengembalikan hape ini.
Dan ketika kuangkat teleponya, orang yang sedang berbicara di balik telpon tanpa salam langsung berbicara dengan cepat memberitahu bahwa dia tak jadi nonton karena ada urusan yang mendadak. Oh, ternyata orang yang punya hape ini terburu-buru karena merasa sedang ditunggu oleh temannya dan sekarang dia pasti sedang ada di XXI.
Aku lantas menuju ke XXI dan ketika sampai disana setelah melaui pemeriksaan sekurity, kudapati seseorang sedang duduk dengan gelisah sambil meraba-raba sakunya juga memeriksa isi tasnya. Dia pasti sedang mencari hape ini. Aku segera menghampirinya dan awalnya dia hanya terbengong-bengong melihatku. Setelah kujelaskan bahwa hapenya tertinggal di Islamic center dan aku tahu dia ada disini karena tadi temannya menelpon dan memberitahu bahwa dia tak jadi nonton. Akhirnya karena dia telah kadung membeli dua buah tiket, aku dipaksanya untuk nonton. Itung-itung sebagai ucapan terima kasih dan juga sayang karena tiketnya sudah di tangan, katanya.
Selepas nonton karena aku merasa lapar, aku menraktirnya makan karena aku tak terbiasa dengan hutang budi. Aku akan menganggapnya impas bila dia menerima ajakanku. Dan anehnya, dia hanya memesan dua cup eskrim, itu saja. Aku yang cenderung pendiam sedikit terbawa oleh pembawaannya yang ceria. Dia begitu exited menceritakan dan berkomentar tentang film yang kami tonton tadi. Itu terjadi sekitar dua tahun lalu. Tapi sejak saat itu dia selalu minta ditemani nonton bila aku libur. Alasannya karena temannya selalu saja seperti kemarin, membatalkan rencana secara mendadak, dan mulai saat itu aku mulai menyukai nonton film.
Aku tersenyum mengenang. Dan lagi-lagi pikiranku tertuju padanya. Apakah dia bahagia sekarang bersama Wildan? Apakah dia sudah bisa melupakan Nabil?
****
Item : nikah..
W : haha. Iya, nikah ma kawin kan satu paket dul..tapi itu yang w takutin, so far w masih demen liatin miyabi, tapi takutnya ntar pas malem pertama gak bisa ngaceng..haha.
Item : haha. Parah lah bahasanya. Ntar juga ngalamin sendiri deg-degannya.
W : nah itu, ada yang nanya, gimana sih awalnya lo kenal Isal. Dan ya sedikit terjawab sudah.
Item : kabar dia gimana sekarang? lo masih sering kontekan sama Isal kan?
W : masih lah. kan w lagi rajin-rajinnya ngintrogasi kalian semua. hoho.
Item : wew. udah ah, masih ada kerjaan lagi. Libur maen ya kesini, pengen nyobain bebek kaleyo di HI
W : asik..tapi bayarin ya..
Item : hmm, dari dulu emang lo pernah yang bayarin??
W : hahaha. Pernah tau, sekali waktu bayarin sop buah. Hahaha. Udah ah, kerja gih kerja, jangan chattingan mulu. Makan gaji buta lo. Waksss
Keren dah.. Meskipun ada banyak kata yang kurang / salah (mohon dibaca lagi).. Tapi tetep bagus.
Bukanya isal nyanyinya pas nikahan Aga ma Sabrina??
Pas nikahan Aga ma Novie kan isal ga hadir meski dateng k garut ma Wildan
Pict-nya Isal, Arif, Bayu, Azam mana. Terutama Eza yaaaa