It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
iya itu udah tamat !!!
gue ulang pake caps lock biar dapet kesannya
IYA ITU UDAH TAMAT !!!
gue ulang pke caps lock plus emoticon biar dapet feelnya
IYA ITU UDAH TAMAT !!!
Sayang banget yha cerita bagus gini di jadiin one shoot
seneng bgt sama penulisan bahasanya
@akuinisiapa makasih udh baca cerita saya hehe iya, kalo dijadiin cerbung takut mandek ide di tengah cerita, sama takut habis guyonannya jg haha
Raka duduk sendirian di meja paling pojok di cafe langganannya,
Ia menatap kosong ke arah luar etalase cafe, beberapa hari yang lalu ia dikejutkan oleh fakta bahwa Glen, sahabatnya sejak kecil ternyata seorang lelaki gay, penyuka sesama jenis.
Raka mengaduk Vanilla floatnya dengan malas, sejak ia mengetahui fakta tersebut ia memutuskan untuk menjaga jarak dengan Glen, ia bingung harus berbuat apa, di satu sisi ia tidak menyukai situasi seperti ini, ia sudah terbiasa menghabiskan harinya dengan Glen sejak kecil, tiba-tiba berpisah seperti ini, ia merasa ada yang kurang, tapi di sisi lain ia belum bisa menerima kenyataan bahwa sahabatnya tersebut seorang penyuka sesama jenis.
Raka menyedot minumannya sambil masih menatap kosong ke arah luar cafe, bukannya ia pernah mengalami pengalaman yang tidak mengenakkan dengan kamu gay, hanya saja pola pikirnya sudah terlanjur mengikuti pola pikir orang kebanyakan tentang kaum tersebut, bahwa mereka itu adalah orang hina, yang penuh dosa, yang melanggar aturan agama dan bla bla bla dan bla bla bla.
“Jadi gimana ?”
Raka menoleh ke arah meja di sampingnya, dari mana suara tadi berasal, tampak dua remaja seumurannya baru saja duduk,
“Apanya yang gimana ?” tanya salah satunya sambil melepas tas yang tadi diselempanginya, yang belakangan diketahui bernama Ian.
“Gimana elu sama Nino ?” tanya Dion, remaja yang seorang lagi, yang kini mulai membuka buku menu.
“Ya ga gimana-gimana..” jawab Ian.
“Tadi pagi lu cerita kalo kemaren dia ke kostan lu terus pulangnya dia nyium pipi elu.. berarti dia juga suka sama elu kan ?” tanya Dion lagi.
“Hhhmm.. dia emang nyium pipi gw, tapi kan engga berarti kalo dia juga suka sama gw..” jawab Ian lagi.
“Terus maksud ciuman itu apa dong ?”
Ian mengangkat kedua bahunya sambil mengambil buku menu dari tangan temannya,
“Gw belum tau dia gay juga atau engga.. gw ga mau terlalu berharap banyak.” jawabnya,
Raka refleks terdiam begitu mendengar kata “gay”, diam-diam ia mencuri lihat ke arah lelaki yang bernama Ian tersebut.
“Ga ada salahnya berharap.. kemaren gw nonton film gay theme gitu, di situ ada quote ‘as long as you love, you will still have hope’“ kata Dion.
“Sejak kapan lu nonton film gay theme ?” tanya Ian dengan nada curiga.
“Sejak gw tau kalo elu gay.. buat bahan referensi..” jawab Dion enteng.
Ian mengangkat kedua alisnya, kemudian mulai menulis pesanannya.
Raka terdiam tampak syok, santai sekali mereka membicarakan tentang orientasi seksual menyimpang salah satunya,
Ian tampak selesai menulis pesanannya, tak lama kemudian seorang waiter datang dan mengambil kertas pesanan mereka,
“Sampe saat ini gw masih agak-agak ga percaya dengan reaksi lu pas tau kalo gw gay..” kata Ian begitu si waiter tadi pergi.
“Kenapa ga percaya ?” tanya Dion penasaran,
“Elu terlalu gampang nerimanya.. yakin lu ga keberatan punya temen gay kaya gw ?” tanya Ian lagi.
“Gw orangnya open minded, pikiran gw ga kolot kaya orang-orang kebanyakan yang mikir kalo gay itu dosa lah, ini lah, itu lah, T*I !! masih banyak kok dosa-dosa lain yang tanpa mereka sadari sering mereka lakuin berulang-ulang.” jawab Dion.
Ian tersenyum simpul,
“Dan butuh tiga hari untuk nerimanya ?” tanyanya,
“Kemaren-kemaren itu gw ga ngajak lu ngomong karna gw marah sama elu, bukan karna elu gay, gw marah karna elu baru ngasih tau gw sekarang, harusnya elu ngasih tau gw dari dulu.” jawab Dion.
Ian terdiam,
“Dan tolong dicatet ya Theodorus Anggrian, elu bukan cuma sekedar temen gw, elu itu sahabat gw, dari awal gw mutusin untuk sahabatan dengan elu gw udah nerima elu satu paket berikut semua kelebihan dan kekurangan elu, otak lu pinter, gw terima, keluarga lu kaya, gw terima, muka lu jelek, gw terima, elu takut nonton film horor, gw terima, sekarang, elu gay juga gw terima.” sambung Dion.
Ian menunduk malu, mukanya memerah,
“Gw udah engga takut lagi nonton film horor, Dono !” katanya pelan.
Dion hanya mengangkat bahu sambil tertawa,
Raka menatap meja di hadapannya, ya, ia dan Glen sudah bersahabat lewat bertahun-tahun, sejak awal ia memutuskan untuk bersahabat dengan Glen karena ia menyukai Glen, Raka menyukai semua sifat dan sikap bocah tersebut, fakta bahwa Glen penyuka sesama jenis harusnya tidak mengubah hal tersebut.
“Elu ga jijik sama gw ?” tanya Ian lagi.
“Kalo elu ingusan terus ingusnya elu tempel ke baju gw, itu baru gw jijik sama lu.” jawab Dion.
Keduanya kemudian tertawa keras.
Raka tersenyum kecil, ia rindu saat-saat seperti itu dengan Glen, saat-saat di mana keduanya tertawa bersama tanpa memperdulikan sekitarnya.
Kini ia sudah tidak bingung lagi, ia tahu apa yang harus ia lakukan, ia kemudian menghabiskan Vanilla floatnya kemudian berdiri hendak beranjak pergi,
Sekilas pandangannya bertemu dengan Dion,
Raka kemudian tersenyum, mau tak mau ia harus berterima kasih pada lelaki ini, karena perkataannyalah yang sudah membimbing Raka untuk bisa berpikiran terbuka.
Dion balas tersenyum,
Raka kemudian beranjak pergi, ada sahabat yang harus diberi permintaan maaf olehnya.
+-+-+-+-+-+
Kutip •
haha.