It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Lanjut bro...
@chibipmahu nih lolipop nya di kamar, ambil sendiri ya..
@gleeaming , bener bener.. kalo bisa yang panjang-panjang.. tenang aja.. pasti ada yg baca kok.. kan makin panjang makin seruu..
@lasiafti makasih yaa. Pasti. Ntar sore bakal dilanjut kok.
@gleeaming hahaa tau aja nih
klo panjang dan besar kan enak dipandang glee hihihi
*fontnya maksudnya
@gleeaming : hepi ending ya.
;;)
"Hey kau, nerd! Kerjakanlah hal lain yang lebih berguna! Untuk apa kau banyak membaca buku-buku ini? Hah?"
"Kembalikan bukuku!"
"Kau mau bukumu kembali? Nih ambil!"
Leroy, Dean, George dan beberapa anak nakal lainnya melempar buku-buku tebal milik Stuart yang malang jauh ke mana-mana.
Stuart yang pipinya merah akibat tamparan, segera bangkit dan memunguti buku-bukunya yang berceceran.
Leroy kini telah duduk di bangku SMA. Ia telah sedikit banyak berubah. Tubuhnya yang tinggi, tegap dan ramping, sering dilatih oleh permainan bola basket dan football yang diikutinya. Yeah, dia memang cukup terkenal karena itu. Tampang dan gayanya yang keren membuat banyak anak perempuan histeris saat melihatnya bertanding. Namun sayang, Leroy dan gengnya yang berisi anak-anak nakal, ditakuti oleh hampir semua murid. Tak ada yang mau berurusan dengan mereka.
Kebiasaan Leroy yang sekarang memang tidak jauh berbeda dengan Leroy yang dulu, yakni suka sekali menjahili orang lain. Bedanya, dia kini memiliki banyak teman yang serupa dengannya. Mereka bergabung dan menjadi geng yang sangat menyebalkan. Mereka suka menghajar anak yang menghalangi jalan mereka atau melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai. Gadis-gadis pun jadi malas untuk didekati mereka. Hanya yang kecentilan dan gila seks saja yang mau bersama mereka.
Leroy giat sekali mengikuti pertandingan baik basket maupun football. Teamnya pun sering mendapat juara. Leroy memang suka mengisi waktunya dengan berlatih dengan teman-temannya. Tak heran badannya terbentuk atletis sempurna. Begitu banyak gadis yang menggilainya tapi Leroy tak pernah menggubris mereka. Para gadis memang sebatas menyukainya, tak berniat mendekati karena sikap Leroy yang menyebalkan dan dia suka mengerjai teman-temannya.
Leroy berlatih tiap sore hari selepas pulang sekolah. Bersama beberapa dari geng nakalnya, mereka tergabung dalam klub yang sama. Jadwal latihan mereka selang seling antara klub basket dan klub football sehingga Leroy dan teman-temannya dapat mengikuti keduanya.
"Siapa sih orang itu? Nampaknya dia selalu saja menonton di saat aku berlatih." Kata Leroy dalam hati.
Akhir-akhir ini Leroy sering melihat seorang siswa lelaki berdiri di dekat sudut lapangan menontonnya tiap ia latihan. Bukan hanya latihan basket, tapi juga football. Awalnya Leroy tak menggubris. Namun setelah diperhatikan, nampaknya dia memang selalu berdiri di situ. Anak yang sama tiap sore.
Keesokan harinya, saat berlatih Leroy sedikit mengintip ke arah di mana orang itu selalu berada. Dan dia ada di situ.
"Siapa sih yang dia perhatikan? Apa yang diinginkannya? Selesai latihan akan aku datangi."
Seberes latihan Leroy menilik ke arah sudut lapangan sana. Anak itu tidak ada.
"Sial. Dia selalu menghilang setelah kami beres latihan."
Esok hari dan dia ada di tempat biasa. Leroy berencana menghampirinya sebelum latihan usai.
Latihan tinggal beberapa menit lagi. Selagi ingat Leroy langsung melirik ke arah anak itu. Ia pun izin pada teamnya untuk ke kamar kecil.
Melihat Leroy datang menghampirinya, anak itu buru-buru pergi. Leroy berlari untuk mengejarnya.
Sial ia kehilangan jejak. Tak tampak seorang pun di sana. Leroy kembali ke lapangan.
"Hari ini dia tidak boleh lepas. Aku akan diam-diam menghampirinya saat istirahat."
Jam istirahat latihan pun tiba. Leroy sudah tidak terlihat lagi di lapangan.
Leroy mengendap-endap sambil memerhatikan anak itu. Sial dia melihat kedatangan Leroy dan langsung pergi. Tak mau kalah, Leroy pun langsung berlari mengejar anak itu.
Begitu tiba di sudut sekolah yang sepi, Leroy mendorong anak itu hingga ia jatuh tersungkur membelakanginya.
"Hey! Siapa kau? Mau apa kau?"
"M-maaf."
Tanpa basa basi Leroy membalikan tubuhnya dan belum sempat melihat wajahnya ia langsung meninjunya.
"Bangun kau!"
Leroy menggenggam kerah bajunya.
"Siapa kau?"
Baru hendak Leroy menumpahkan bogemnya, anak itu berbicara.
"Hentikan! Aku, aku Kenny, teman SD mu. Kalau kau ingat aku."
Leroy mematung. Bagaikan tersengat listrik, ia tak bergerak sama sekali. Bayangan-bayangan berkelebat di otaknya.
Ia melepas genggamannya dan tiba-tiba berlari menjauhi Kenny. Berlari sangat kencang meninggalkannya sendirian.
Latihan berlangsung seperti biasa. Leroy agak takut-takut melihat ke arah di mana ia berdiri. Ia tidak ada. Kenny tidak berdiri di sana. Ke mana dia? Kenapa dia tidak menonton Leroy seperti biasa?
"Hey sob, mengapa kau tampak keheranan?" Dylan menepuk pundak Leroy dan melihat ke arah ia melihat.
"Si homo itu rupanya tidak menontonku hari ini. Syukurlah."
Kata Dylan.
"Si homo?" Leroy terkejut mendengarnya.
"Yeah, aku juga heran dengannya. Anak itu selalu saja berdiri di situ setiap kita latihan. Aku risih."
"Yeah, aku juga melihatnya."
"Aku pikir dia sedang mencari seorang lelaki di antara kita untuk dijadikan kekasihnya. Aku takut akulah orangnya. Hahahaha."
"Hahaha tampangmu gay sih."
"Sialan kau! Hahaha." Dylan meninju pundak Leroy
Mereka main tinju.
"Kalau aku melihat batang hidungnya lagi. Mungkin aku akan memberinya pelajaran."
"Kurasa itu tid-...."
"Ayo kita latihan lagi." Seru Dylan tidak mendengarkan Leroy.
Dylan menepuk pundaknya lalu pergi ke tengah lapangan sebelum Leroy menyelesaikan kalimatnya.
"....dak perlu."
Jam istirahat tiba. Kali ini Leroy tidak kumpul bersama geng nakalnya. Ia sedang ingin sendiri. Ia tak fokus dari sejak kemarin sore.
"Apa benar anak itu adalah si banci? Kenapa dia bisa ada di sini? Sejak kapan dia muncul?"
Leroy terus memikirkan itu.
"Tidak mungkin dia adalah si kitty yang suka aku jahili dulu. Dia telah menghilang sejak, sejak..... Aaaaaarghh!"
Leroy mengacak-acak rambutnya.
"Hey bro, ada apa?"
George tiba-tiba menepuk pundak Leroy.
"Kau tampak kacau. Ceritalah padaku."
"Oh kau George. Tak ada apa-apa."
"Oh ayolah. Semua orang yang melihatmu tahu kau tidak sedang ‘tak ada apa-apa’."
"Sungguh George."
"Apa itu soal cewek? Siapa cewek yang berani menolakmu? Biar kita ajari sedikit sopan santun."
"Diamlah. Bukan itu."
"Lalu apa? Ohya, kenapa kau tak berkumpul dengan anak-anak?"
"Aku sedang mengurus sesuatu tadi. Kau sendiri?”
“Aku baru saja memberi pelajaran pada anak pemalas yang lupa mengerjakan PR ku.”
“Oh haha, dasar bodoh kau!”
"Haha, biarlah. Kalau begitu ayo kita ke tempat mereka."
"Kau sajalah George."
"Ayolah Lery. Aku tak mungkin membiarkanmu sendiri."
George lalu menarik paksa Leroy untuk ikut bersamanya menuju gerombolan mereka.
Di tengah jalan mereka mendengar suara keributan di kejauhan. Sudah dipastikan itu geng mereka.
"Wah, nampaknya ada mainan baru, ayo kita gabung!"
Dengan semangat George datang menghampiri.
"Hey kau bocah malang, kau murid baru ya?"
"Tentu saja, dia tak tahu aturan. Aturan kita! Hahaha."
"Apa perlu kami mengenalkan diri, hah??"
Suara Frank, Willy, Connor dan yang lain terdengar sahut-sahutan.
"Ampun, a-ampun, aku tak tahu apa-apa."
Lirih anak laki-laki itu. Darah sedikit keluar di sudut mulutnya. Pipinya ada bekas memar. Bajunya sudah compang-camping.
"Tentu kau tak tahu apa-apa anak baru. Kau perlu kami beri sedikit pengenalan terlebih dahulu. Ya kan anak-anak?"
Terdengar sahutan dari mereka.
"Baiklah, bocah ingusan, ini untuk pengenalan dariku."
Willy telah mengepalkan tangannya, ia mengambil ancang-ancang dan mengayunkan tinjunya kuat-kuat mengarah ke kepala anak itu.
BUG
BUGG !!!
Willy jatuh tersungkur ke samping.
"BUBAR! PERGI KALIAN SEMUA!! PERGII!!"
Leroy teriak dengan kencang di depan semua teman-temannya.
"Apa maksudmu, Leroy??"
"Apa yang salah denganmu, Lery??"
"KUBILANG PERGI KALIAN!!"
Dengan kesal gerombolan anak nakal itu pergi meninggalkan Leroy dan anak malang itu.
Leroy melirik ke arah anak itu dengan tatapan yang tak terbaca.
"Bereskan dirimu, Kenny. Dan, berhati-hatilah."
Leroy langsung berlari pergi meninggalkannya sendirian.
Esok harinya saat latihan, seperti biasa Leroy mengecek sudut lapangan. Dia tidak ada di situ. Sudah dua hari semenjak insiden kemarin dia tidak muncul. Leroy mendapati dirinya sedikit melemas.
"Aneh, ini aneh. Mengapa akhir-akhir ini aku jadi tidak bersemangat ya? Yang pasti bukan karena si banci itu. Aku tahu. Akan kukutuki diriku sendiri apabila ini semua karenanya."
Leroy berbicara dalam hati.
"Ayolah Leroy! Sejak kapan kau jadi melankolis begini."
Leroy mencoba menepis semua pikirannya dan berkonsentrasi pada latihannya. Namun sepanjang latihan sesekali ia mengecek sudut lapangan. Walaupun ia telah memperingati dirinya sendiri, matanya tetap refleks.
Latihan hari ini Leroy bertekad untuk tidak memedulikan dia. Ada atau tidak ada, itu bukan urusannya. Ia harus berlatih keras untuk kejuaraan bulan depan. Ia dan teamnya lolos liga basket antar sekolah dan akan menghadapi final bulan depan.
"Oh, Tuhan. Dia ada di sana!" Teriak Leroy dalam hati.
Entah apa yang terjadi, tapi tiba-tiba semangat menjalari tubuhnya. Permainannya menjadi semakin bagus. Tak dapat dipungkiri kalo senyumnya mengembang dan larinya jadi semakin cepat.
Leroy mencetak 2 angka.
Leroy diam-diam melirik ke arahnya. Anak itu tersenyum. Senyum yang masih sama seperti delapan tahun yang lalu. Leroy teringat kapan terakhir kali ia melihat senyum itu.
Sebenarnya tak ada yang berubah pada wajah Kenny. Dia masih terlihat polos dengan wajah lugunya. Tak ada yang menyangkal bahwa wajah Kenny sangatlah imut ketika dia sedang tersenyum.
Buru-buru Leroy membuang muka dan kembali bersorak dengan teman-temannya.
Permainan telah usai. Semua anggota team beristirahat di pinggir lapangan. Sambil menenangkan diri, pelatih mengabsen mereka satu persatu.
"Austin?"
"Hadir."
"Bobby?"
"Hadir."
"Christian?"
"Ya."
"Connor?"
"Aku."
"Donald?"
"Yep."
"Dylan?"
Hening sejenak.
"Dylan? Ke mana anak itu?" Tanya pelatih.
"Oh, tunggu sebentar Mr. Todd, aku akan pergi memanggilnya."
"Tak usah lama, Leroy."
Leroy dengan segera beranjak dan pergi ke arah sudut lapangan.
"Apa yang kau mau, homo? Aku risih selalu diperhatikan olehmu setiap latihan!"
"Aku tidak memperhatikanmu!"
"Tak usah berpura-pura! Aku tahu kau selalu ada setiap aku latihan. Baik di lapangan basket maupun football. Dan aku bersumpah aku melihatmu memperhatikanku!"
"Jangan kegeeran kau!"
"Kurang ajar!"
Dylan meraih kerah baju Kenny dan mengangkatnya.
"Jangan sekali-kali kau menampakkan batang hidungmu lagi saat kami latihan atau kau-...!"
"Hentikan Dylan!!"
Leroy tiba-tiba datang dan melepaskan tangan Dylan serta menjauhkan mereka.
"Biarkan aku memberi pelajaran pada si homo ini, Leroy!"
"Sudahlah! Dia tidak melakukan apa-apa."
"Dia melihat aku terus-terusan saat di lapangan dan aku bersumpah melihatnya tersenyum kepadaku, Leroy! Aku jijik padanya."
"Ti-tidak benar!" Bantah Kenny.
"K-kau memperhatikan Dylan?" Tanya Leroy dengan ada sedikit nada kecewa.
Mendengar itu Leroy langsung pergi meninggalkan mereka. Ia merasa dirinya seperti ditusuk-tusuk jarum. Ada rasa sedikit sakit dan perih namun ia menyangkalnya. Ia segera berlari menjauh.
Sejak saat itu Leroy tidak pernah lagi melihat Kenny berdiri di situ. Kapan pun ia melirik, Kenny tak pernah muncul. Terkadang Leroy setengah berharap ia akan tiba-tiba ada di sana walau hanya sebentar. Meskipun itu untuk Dylan.
BERSAMBUNG
@beepe makasih
Baca dulu yah
gelap nih matanya... (
@yuzz biar keliatan beda mana yg cerita mana yg bukan. abisnya kalo digedein fontnya ternyata gak bisaaa. ato yuzz tau cara ngegedein font?
Ini mau dibuat multi-sudut-pandang? Kalau mau, gw jadi penasaran versi si Kenny nya
masi ketauan bedanya juga kali..