It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
June 29th 2011…..
“Rena marah?”
Lukas mengedikkan bahunya. “I hope not. Apakah harus dia marah?”
“Aku yakin, dia ingin anter kamu ke airport.”
Lukas tersenyum. “We had a long conversation last night. It was enough, I guess. Lagipula, aku nggak mungkin mengubah tiketku kan? Dia tahu kalau kepulanganku nggak bisa ditunda.”
Aku hanya mengangguk sementara taksi yang membawa kami ke bandara masih terjebak kemacetan di sepanjang jalan By Pass Ngurah Rai. Pesawat Lukas akan take off sekitar pukul 4. Masih 5 jam lagi, namun, kami sama-sama merasa lebih aman kalau kami bisa sampai di bandara lebih awal, mengingat betapa macetnya jalan menuju ke bandara. Selain itu, International flight juga mengharuskan penumpangnya check in paling tidak dua jam sebelumnya.
“Apakah kamu pernah ngebayangin bahwa delapan bulan akan berlalu secepat ini?”
Lukas mengangguk. “Aku tahu, delapan bulan di Bali pasti akan berlalu dengan cepat. Aku sama sekali nggak terkejut dengan itu, Satya. I just wished that I could stay here longer.”
“Then, you will wish to stay here longer when the time is up.”
Lukas tertawa. “You’re right.”
Sejak kepulangan kami dari Nyang-nyang waktu itu, kami berusaha untuk lebih sering bertemu, apalagi sejak apprenticeship dia selesai. Entah itu bersama Rena ataupun hanya kami berdua. Aku terjebak diantara memberikan perhatian kepada Lukas sebagai seorang teman atau sebagai orang yang mencintainya diam-diam. Karena, aku tidak cukup pintar untuk menyamarkan perhatianku terhadap Lukas atau menggabungkan keduanya. Pada akhirnya, aku bersikap seperti Satya yang selama delapan bulan ini dikenalnya. Sekalipun, aku ingin memberinya lebih dari itu….
“Kabari aku kalau kamu udah sampai ya?”
“Pasti, Satya. Kamu dan Rena akan jadi orang pertama yang tahu.”
Aku dan Rena.
Sepertinya, aku memang tidak akan pernah mendengar Lukas hanya menyebutkan namaku saja. Harus bersama Rena. Seolah aku dan Rena adalah satu kesatuan yang baginya, harus disertakan dalam begitu banyak percakapan kami. Satya, wake up! Lukas is straight!
“Apakah seluruh anggota keluarga kamu akan ada di bandara buat jemput kamu?”
“I believe they will,” ucap Lukas sambil mengenakan kaca mata hitamnya. Baru kali ini aku melihat Lukas berusaha untuk menyembunyikan mata birunya di balik kacamata diluar acara hang out kami, yang memang biasanya berlangsung di pantai. Apakah dia berusaha untuk menyembunyikan sesuatu agar aku tidak bisa membaca apa yang ada di pikirannya melalui tatapannya?
Jangan konyol, Satya. Apa yang harus disembunyikan Lukas darimu?
Aku menghela napas ketika lagi-lagi, taksi kami terjebak diantara mobil-mobil yang sepertinya, tidak sabar untuk keluar dari kemacetan ini. Bunyi klakson bersahutan membuatku mengalihkan pandangan ke Lukas ketika mendengarnya mendengus.
“This is the only thing that I’m not gonna miss about Bali.”
Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. “Even if your girlfriend were here?”
Lukas menatapku sebelum memberikan megawatt smilenya. “Jangan membuatku berpikir tentang itu, Satya. That’s…different.”
Aku tertawa. “I hope everything will turn out alright with your girlfriend.”
Lukas hanya mengangguk pelan, seperti tidak mengharapkan hal yang sama seperti yang aku katakan kepadanya.
“How do you like RETRO so far?”
“Sejauh ini masih baik-baik aja. Pak Stefan ternyata atasan yang sangat baik dan perhatian. Tantangannya, aku harus belajar lebih banyak lagu-lagu dari tahun 40 sampai 70 an. But, I enjoy it.”
“You’re good, Satya. I’ll never stop saying how good you are.”
“Thanks, Lukas.”
Kami terdiam. Dari ekor mataku, aku menangkap Lukas yang memerhatikan mobil-mobil di sebelahnya, seolah mobil-mobil itu mengalihkan pikirannya dari sesuatu.
“You look…occupied, Lukas.”
Lukas menatapku dan tersenyum. “Ada banyak hal yang melintas di kepalaku, Satya. Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan disini. But, my time’s up.”
“You’ll be be back here, Lukas. Trust me.”
Lukas mengangguk. “I hope so.”
Setelah itu, kami lebih banyak diam sementara taksi kami mulai keluar dari kemacetan dan kami akan sampai di bandara dalam hitungan menit. This is the moment. Aku ingin sekali berada jauh dari tempatku sekarang, aku ingin menjadi Rena yang tidak berada bersama Lukas. Ini akan jadi terlalu emosional untukku. Bandara tidak pernah menjadi tempat favoritku, apalagi saat ini. Ada terlalu banyak yang tertahan dalam hatiku. Tidak ada kepastian kapan aku akan bertemu Lukas lagi. Aku tidak akan pernah bisa mengatakan kepadanya tentang perasaanku. I hate that. Tapi, disisi lain, aku berharap, dengan kepergian Lukas, aku bisa mulai mengikuti logikaku. Berusaha untuk menghapus perasaanku dan membuka kembali hatiku, untuk orang yang benar.
Tapi, lagi-lagi, aku tidak pernah yakin dengan perasaanku sendiri.
Ketika kami memasuki area bandara, Lukas menatapku. “Kamu jangan langsung pulang ya Satya? We have lunch first.”
“Sure.”
Begitu taksi yang kami tumpangi menurunkan kami di drop off area dan dua koper Lukas keluar dari bagasi, kami langsung berjalan menuju ke salah satu food chain yang letaknya tidak jauh dari check-in area. Ketika kami sudah duduk, Lukas melepas kaca mata hitamnya dan menatapku.
“You know what? Ini pertama kalinya aku makan di bandara.”
Aku mengerutkan keningku. “Really? Kenapa? Apa karena mahal?”
“Bukan. Aku hanya nggak pernah suka makan di area terbuka seperti ini. I know I will never enjoy the food. You know how much I love good food. Atau baca buku.”
“Aku nggak tahu kalau kamu suka baca.”
Lukas tertawa. “Hanya kalau ada kesempatan, Satya. Menunggu di bandara salah satunya.”
“Do you have any book with you now?”
“Yep! Tapi, aku yakin, pikiranku akan penuh tentang Bali and reading will not be a choice. Paling nggak, sampai aku transit, when the reality hits me that I’m away from Bali.”
“You’ll be fine, Lukas.”
“I know.”
Setelah memesan dua Club House Sandwich, veggie Sandwich buat Lukas dan dua Lemon tea, masing-masing panas untukku dan dingin untuk Lukas, kami mengamati puluhan orang yang berlalu lalang di hadapan kami.
“In my opinion, airport is the best place to observe people. I always wondering what’s on their mind, why do they have to leave, what’s waiting for them in their destination, are they leaving because of heartbroken or because someone special is waiting for them. Pikiran-pikiran semacam itu, Satya.”
Aku mengamati Lukas, yang terlihat berbeda dengan Lukas yang selama delapan bulan aku kenal. Dia masih orang yang sama, hanya saja, ada yang berbeda hari ini. Mungkin, karena dia harus meninggalkan Bali. Atau, mungkin saja karena kami akan berpisah dan perasaanku menjadi lebih kacau karenanya. Tipuan perasaan.
“In your case, someone special is waiting for you and your home, your family, your life that you’ve left for 8 months. Bali is your short life, Lukas.”
“I know. Tapi, dalam 8 bulan ini, aku belajar begitu banyak, Satya. I know myself better.”
“Glad to hear that,” balasku sambil tersenyum.
“By the way, I have something for you.”
Lukas kemudian mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya. Ketika melihatnya, napasku terhenti. Ada kotak seukuran kotak makan yang dibungkus kertas polos kuning. Lukas meletakannya di hadapanku.
“Happy birthday, Satya. I know, this is probably nothing for you but I hope you like it.”
Aku menatap Lukas dengan tatapan terkejut. Dia ingat ulang tahunku? Padahal, aku sudah menyembunyikan tanggal ulang tahunku di Facebook. Hanya Rena dan beberapa orang yang ingat. But, Lukas? Ini benar-benar mengejutkanku.
“How did you find out, Lukas?”
“Rena told me. Dan waktu aku tahu kalau ulang tahun kamu dengan kepergianku, jatuh di tanggal yang sama, I feel bad, Satya. Harusnya, kita bisa merayakan ulang tahun kamu. Instead, I’m leaving. So, this gift is part of my apology and part of wishing you a happy birthday.”
Aku menelan ludahku. “Thank you, Lukas. Can I open it later on? Too many people here.”
Lukas tersenyum. “I hope you for the best in your life, Satya. In your career, love life. Find a girlfriend! You’re too good to be by yourself. And…Happy birthday!”
Aku tidak bisa menahan senyumku, so I painted a wide smile on my face. “That girlfriend thing, Lukas, I can’t promise you.”
Tawa Lukas meledak. “You’ll find one, Satya and she’ll be the luckiest girl in the world.”
Senyum kembali terpasang di wajahku. Tapi, di dalam hatiku, ada perasaan yang begitu menyiksa membicarakan tentang hal ini. Di depanku, duduk pria yang selama beberapa bulan terakhir membuatku lupa bahwa aku harus mengikuti logikaku. I followed my heart. Damn you, life!
Pesanan kami datang. Tidak banyak percakapan selama kami menikmati makan siang. Hanya komentar-komentar singkat mengenai Club House Sandwich yang kami makan. Saat-saat seperti ini akan tersimpan dalam ingatanku dalam jangka waktu yang lama. Aku hanya berharap, suatu hari, aku bisa mengingat momen ini dan perasaanku terhadap Lukas sudah tidak tersisa. For now, I just want to enjoy my last moment with him.
Begitu makan siang kami berakhir, Lukas menatapku.
“I didn’t really enjoy the food, but I had a great time having this chance to have my last lunch with one of the best friends I have in Bali. Thank you, Satya for taking me to the airport and spent your time with me.”
“Your pleasure is mine, Lukas.”
Begitu aku meminta bill untuk makan siang kami, Lukas bersikeras untuk membayarnya. Sekalipun aku ingin sekali melakukannya, Lukas menatapku dan memohon agar dia membayar makan siang kami. So, I let him. Kami beranjak dari tempat duduk kami dan berjalan menuju ke check-in area, yang sepertinya, antriannya akan sangat panjang. Mengingat ada beberapa rombongan turis dari Cina yang juga akan check-in.
“The queuing will be long, Lukas.”
“I know. So, I better get going now.”
Aku menelan ludahku.
“So, Satya, once again, thank you very much for everything. It’s a pleasure knowing you. Thank you for being kind to me so far and I promise, we will see each other again, even though I can’t tell you exactly when. But, we will,” ucap Lukas sambil memberikan senyumnya.
“Me too, Lukas. Thank you for your time, for this gift. I’m sure we will meet again.”
Lukas kemudian mengulurkan kedua lengannya. “Let me hug you, Satya.”
Ketika akhirnya tubuh kami bersantuhan, kedua lengan Lukas memelukku dan kedua lenganku melakukan hal yang sama, bayangan tentang pelukan pertama kami sepulangnya dari Panti asuhan dulu, kembali terlintas. Different time, different feeling.
Aku memejamkan mata, berusaha sebanyak mungkin mengisi paru-paruku dengan aroma tubuh Lukas, membiarkan jantungku berdetak lebih kencang merasakan lengannya memelukku erat, dan bagaimana, aku berharap bisa memberitahunya tentang perasaanku. But, I can’t. Aku hanya bisa menelan ludahku, membiarkan diriku tenggelam dalam pelukan Lukas dan berbagai perasaan yang menghinggapiku saat ini. I’m gonna miss him. A lot.
Ketika akhirnya pelukan kami lepas, Lukas menatapku dengan senyum itu lagi, his megawatt smile.
“Take care, Satya. Keep in touch, okay?”
Aku mengangguk. “You too, Lukas. Take care. Be a good guy.”
Lukas tertawa sebelum mengacungkan jempolnya. “See you again, Satya.”
Lukas berjalan mundur sambil melambaikan tangannya dan aku pun melakukan hal yang sama.
“See you again, Lukas.”
Ada perasaan yang begitu mendesak dalam hatiku, yang rasanya, ingin aku keluarkan saat ini juga. Tapi, aku hanya bisa melambaikan tanganku dan mengamati Lukas yang mulai berada dalam antrian. Tidak lama kemudian, dia sudah berada di area penumpang dan Lukas masih melambaikan tangannya di balik pintu kaca.
Ketika sosoknya benar-benar menghilang, aku menghela napas panjang. He’s gone….
“I love you, Lukas,” bisikku.
Tanganku masih memegang kotak yang diberikan Lukas tadi dan tersenyum. Penasaran dengan apa isinya dan membayangkan bagaimana Lukas memilih kado ini dan bagaimana dia memutuskan untuk memberikannya kepadaku disini, di bandara.
Terlepas dari kado yang diberikannya, melihatnya pergi di hari ulang tahunku, sama sekali bukan pengalaman yang ingin aku rasakan. But, he’s gone. Tidak ada yang bisa aku lakukan untuk mengubahnya. Pelukan tadi akan cukup untuk membuatku tersenyum.
Aku kembali menelan ludahku dan perlahan, berjalan meninggalkan tempat aku berpisah dengan Lukas.
Melepas Lukas bukanlah hal paling berat, karena kami hanya terpisah secara fisik. Tapi, melepas kenyataan bahwa aku tidak akan pernah bisa mengatakan kepadanya tentang perasaanku, sekalipun aku tahu alasannya, adalah yang paling menyiksa. Usaha untuk melupakan kenyataan itu akan jauh lebih sulit daripada menerima bahwa Lukas tidak ada di Bali lagi. I have to deal with that and at the moment, I don’t know what or how to do it.
Unrequited Love, I declared my hate against you.
Wah, banyak juga ya yg komen, peningkatan dari updatean sebelumnya, hihihihi. Thank you all buat komen2nya
Just a slightly reminder ya, seperti yg aku post di halaman pertama, sebelum aku ngepost cerita ini. Just a slightly reminder :
"Then, satu lagi, aku minta dengan sangat, jangan komen bilang postinganku kurang banyak ya? I post my story here, willingly, dengan sukarela dan I don't get paid. Bikin satu chapter itu nggak gampang, at least buatku and bisa makan berhari2 cuma bikin satu chapter. Tolong hargai waktu yang aku sisihkan buat nulis cerita since my life is not just about writing story and post it here, dengan nggak bilang bahwa postinganku kurang banyak. Karena jujur, dari cerita2 sebelumnya, banyak yang komen seperti itu dan personally, aku ngerasa bahwa apa yang aku post nggak begitu dihargai. And it kinda hurts."
@andhi90 : Kayaknya, nggak ada yg suka deh mengalamai hal seperti itu
@adam25 : Hahahaha, namanya juga cerita, jadi harus didramatisasi kan
@Zhar12 : Kenapa harus ngebut? hahahaha.
@kiki_h_n : Hahahaha. Itu kan udah komen
@Adam08 : Namanya juga perasaan suka, hehehe
@Hwankyung69 : Siapa yang kebanyakan mkir dan galau? hahahaha
@Adra_84 : Hahaha. Indeed
@tyo_ary : Semoga saja ya? Kita berdoa bersama #loh
@tialawliet : Hahahaha. Dari sebelum cerita ini ditulis, udah pengen masukin lagu itu
@kermit : Thank you
@Dhika_smg : Thank you
@DM_0607 : Ketemuin lagi nggak ya? hahahaha
@arieat : Aku juga kepengen #loh
@Klanting801 : Ya, itu namanya resiko baca cerita, terutama cerita2ku Siap2 aja buat disiksa emosinya, hihihi
@Alvian_reimond : Komentar apa aja sih kalau aku, terutama tentang update ceritanya.
@Emtidi : Lupa ya kalau Rena bilang ke Satya kalau Lukas punya cewek? Otomatis, Lukas juga harus ikut sandiwara yg dibuat Rena. Begitu....
@DarrenHat : Yes, I do know Makanya, cerita ini lebih ke emotional side of the characters. Aku susah kalau mau buat konflik yg ada berantem2nya sampai harus ngambek2an dan drama banget kayak sinetron gitu
@rarasipau : Really? beneran nangis? Oh...Maaf ya?
@jakasembung : Iyalah, bohong. Liat penjelasan diatas ya? hihihi
@WinteRose : Loh, aku kan memang suka menyiksa perasaan karakter2ku tanpa ampun
@caetsith : Sayang, bintang nggak bisa ngomong ya? hahaha
@RifqiAdinagoro : Thank you!!! Hahahaha, efek kayak gimana sih? Perasaan part yg ini juga gak beda ama part2 yg lain atau dr cerita2 sebelumnya Aku selalu ngebayangin tiap scene yg aku buat di kepala kayak film and Imagine I was there. Selalu begitu. Mungkin itu kuncinya, tapi nggak tahu juga, hehehe. Glad you like the last part.
@masdabudd : Kenapa penasarannya? hehehe
@marobmar : Kasihan Rena lah kalau ditonjok, hihihihi.
@kyiskiowai : Buruan lah camping sama yayangnya
@ananda1 : Ya, kalau jujur, nanti dimana letak dramatisnya?
@yuzz : Ih, kamu ini memang perlu dilempari bakiak berkali2 ya?
@pokemon : Hahahaha, masih berharap ada jambak2an ya? keep wishing aja ya?
@st34dy :
Colek2 @the_angel_of_hell @bebong @yubdi @adzhar @DiFer @obay @fenan_d @iboobb7 @totalfreak @sky_borriello @chaliszz @bponkh @zackattack @Venusalacca
Emosi jiwa yg membuncah.
*emot senyum malu malu
part ini istilahnya bakal jd jembatan.. next chapter bakalan lompat waktu brapa lama yaw.. atau bisa rena pov.. arrghh..
paling nyesek pas rena pov..
*mumet karepe dewe
.
.
.
*sigh again and loudly*
Poor Satya and Stupid Lukas (bahasa inggrisnya tolol apa si ? Stupid & Poor itu kurang kasar)
I know, very clear about that feeling, Satya... Just that, mine separation is because of works' and surely he'll be back from time to time. But you and Lukas... Be strong my dear.
Psssttt... He'll be back
Cm bs turut berduka cita buat satya yg kehilangan lukas...
kereeennnn...,,