It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
February 2013…
Gue berusaha buat hubungin Lukas via Skype karena tiba-tiba aja, gue nggak bisa nemuin dia di Facebook. Gue kirim email, bilang kalau gue pengen banget ngobrol sama dia di Skype tapi nggak ada balesan. Tiap hari, gue mantengin Skype gue, berharap Lukas online. Tapi, nol. Gue ngerasa jauh lebih baik kalau gue ngomong ke Lukas dulu sebelum cerita ke Satya. Somehow, gue masih nggak bisa ngebayangin diri gue cerita ke Satya semuanya. I know him so well hingga gue tahu reaksi macam apa yang bakal Satya kasih ke gue. Dia mungkin nggak bakal caci maki atau teriak-teriak ke gue, but, sikap diem dia, itu jauh lebih nyakitin. Pikiran bahwa apa yang bakal gue bilang ke dia, bakal bikin persahabatan kami retak, bikin gue sedih.
Joddi sendiri udah nggak marah sama gue. He apologized for what he had said before tapi, dia tetep bilang kalau kami nggak akan nikah sebelum gue cerita ke Satya sama Lukas. He supported me and keep saying that everything is going to be fine. Bahkan, gue sendiri nggak yakin semuanya bakal baik-baik aja.
Clock is ticking dan gue nggak bisa nunggu lebih lama lagi. Gue masih pengen nikah sama Joddi, sesuai dengan rencana sebelumnya. Jadi, siap atau nggak gue ngadepin Satya, ngebayangin gue nikah sama Joddi, ngasih gue kekuatan buat berani. Rasanya kayak mau ke sidang yang gue tahu, satu-satunya hukuman yang bakal gue terima adalah hukuman mati. At this point, I’d rather lose Satya than Joddi.
Sejak dari rumah ke vilanya Stefan, gue berpikir buat nunda ini. I still have tomorrow. And the day after. Tapi, gue nggak mau ngecewain Joddi dan harus bohong lagi sama dia. So, I kept on driving.
Sesampainya gue di vila, gue masih nggak yakin mau masuk atau nggak. Gue memang sengaja nggak ngasih tahu Satya kalau gue mau dateng, karena gue tahu, Satya pasti di rumah pagi-pagi begini. Gue cuman butuh ngomong sama dia berdua, dan vila Stefan adalah tempat yang pas. Gue berharap, Stefan nggak di rumah. Beberapa kali gue ketemu dia, gue udah ngerasa kalau Stefan itu bukan cowok biasa. I mean, selain usianya yang udah mateng, he has that mysterious aura for me. Gue nggak tahu gimana ngejelasinnya, tapi, gue selalau ngerasa nggak nyaman ketemu Stefan.
Gue narik napas panjang sebelum ngebunyiin bel dan berharap, Satya langsung yang bukain pintu. Gue pengen ini cepet kelar dan apapun reaksi Satya, gue harus siap.
This is hard…
Gue langsung nelen ludah begitu tahu Stefan yang bukain pintu.
“Rena?”
Gue nggak nyalahin Stefan kalau dia kaget ngeliat gue pagi-pagi udah kesini. Sekalipun begitu, Stefan udah rapi. Pakai kemeja putih lengan panjang sama celana hitam. Dari cerita Satya, gue tahu kalau Stefan ini memang rapi banget orangnya. No wonder dia cocok banget sama Satya.
“Stefan, Satya di rumah nggak?”
“Wah, kebetulan dia baru pergi sepuluh menit yang lalu ke Uluwatu. Ada wedding yang harus dia isi sore ini, jadi dia mau sound check dan memastikan semuanya beres. Kamu tahu Satya seperti apa kan?”
Gue cuman senyum dan ngangguk. “Kalau gitu, gue mending balik aja. Harusnya gue telepon dia dulu tadi.”
“Come on in, Rena. Let’s have coffee.”
Gue nggak tahu kenapa gue nggak nyiapin diri gue buat ini. Undangan Stefan bisa jadi bikin gue makin ragu buat ngasih tahu Satya tentang Lukas. Kenapa? Karena gue tahu, gue bakal ngadepin cowok yang cinta setengah mati sama Satya dan how happy they are right now. Apa yang bakal gue bilang, punya kemungkinan ngehancurin itu semua. Or, it could do the opposite. Tapi, gue nggak mau duduk sama Stefan doang. Just the two of us. Gue bisa kehilangan keberanian gue.
“I wish I could, Stefan, tapi gue harus pergi. Biasa, urusan wedding ini bener-bener bikin pusing.”
Gue harap, alasan wedding ini cukup kuat.
“Ah, kan cuma sebentar. Jarang-jarang kan kita ngobrol berdua? Saya mau tahu beberapa hal tentang Satya dari kamu,” balas Stefan sambil senyum.
Kali ini, gue ngerutin dahi. Apa lagi yang pengen dia tahu coba? They’ve been living together for more than 6 months. Apa lagi yang Stefan belum tahu?
“Lo mau tahu apa lagi tentang Satya? Gue rasa, semua tentang Satya, lo pasti udah tahu. You guys have been living together! What else do you want to know?”
“Please?”
Gue mandang Stefan dan akhirnya nganggukkin kepala. “Ok.”
Tapi, begitu gue bilang Ok, ada sesuatu yang bikin gue ngerasa nggak enak. I don’t know. Just…that kind of feeling you feel when you know something is going to happen. Gue harap, itu cuman perasaan gue aja.
Setiap kali gue kesini, gue selalu ngerasa ada di dunia lain. Bukan horor ya, maksud gue, semua yang ada di tempat ini screams vintage, old, classic. Hampir setiap sudut, gue pasti ngeliat sesuatu yang unik. Sebagai pemilik RETRO, gue awalnya nggak berharap akan ngeliat sesuatu yang ekstrem kayak gini, but pas gue pertama kali kesini, harapan gue itu kedengeran konyol banget. Apalagi, dari cerita-cerita Satya, gue tahu kalau Stefan memang suka ngumpulin benda-benda antik, terutama ngerawat benda-benda peninggalan keluarganya.
Kami ngelewatin ruang tamu dan ruang tengah buat ke teras belakang. Tempat gue dan Satya biasa ngobrol karena tempat itu sejuk banget. Gue langsung duduk di kursi dan ngeliat Stefan minta pembantunya, yang masih ngebersihin rumah, buat bikin dua kopi. Satya is a lucky one.
“Saya rasa, kamu kesini tanpa memberitahu Satya, pasti ada sesuatu yang sangat penting. Sebuah rahasia?”
Gue sama sekali nggak nyangka kalau Stefan bakal langsung nembak gue dengan kalimat kayak gitu. Jelas, gue gelagapan karena Stefan kayak tahu kalau gue kesini karena ada yang mau gue ceritain ke Satya. Gue cuman bisa nelen ludah.
“Nggak ada rahasia apa-apa, Stefan. Gue pikir, Satya pasti di rumah jam-jam segini.”
Kami diem. Gue tahu Stefan ngamatin gue, seperti berusaha buat ngebaca pikiran gue. Gue seperti dianalisa dan gue paling benci dianalisa. Apalagi sama cowok temen baik gue pas gue mau bilang ke temen baik gue itu kalau selama ini gue bohong sama dia. How does that make me feel?
Mungkin, ini perasaan aneh itu yang gue rasain tadi.
“Rena, saya cukup pintar membaca orang, bukan karena saya paranormal atau apa. I’ve been dealing with people for years. Saya bukannya mau membaca pikiran kamu, tapi, kalau ini tentang Satya, saya ingin tahu. Is there anything you would like to tell him that I’m not supposed to know?”
Gue sama Stefan saling pandang. Gue harusnya nggak terima tawaran Stefan tadi buat masuk. Harusnya gue insist kalau gue harus pergi. Now, I’m trapped in this conversation that I don’t wanna have with him. I just don’t want to lie to them.
Haruskah gue cerita ke Stefan tentang Lukas? Rasanya, bukan keputusan yang bener kalau gue harus cerita ini ke Stefan. Not only he is Satya’s boyfriend, but because it has nothing to do with him. Masalah Lukas adalah masalah gue sama Satya. Gue nggak mau bikin ini jadi makin keruh dan jatuhnya akan melebar kemana-mana. It’s just between me and Satya.
“Nggak semuanya tentang Satya lo harus tahu kan?”
Stefan ngehela napas sebelum nganggukkin kepalanya. “That’s right. Setiap orang memang berhak punya rahasia. Saya juga punya. Tapi, saya mencintai Satya, Rena. Jika ada sesuatu yang buruk yang ingin kamu sampaikan ke Satya, kamu bisa cerita ke saya dan biarkan saya tahu lebih dulu. Mungkin memang nggak seharusnya seperti itu, tapi, kita berdua tahu betapa Satya bisa jadi sangat sensitif. Saya berusaha untuk melindungi Satya dari apapun yang bisa membuatnya sedih.”
Gue cuman bisa diem. Kebetulan, pembantu Stefan baru aja ngeletakkin kopi di hadapan gue, jadi, gue bisa sedikit ngalihin perhatian gue dari kalimat Stefan barusan. He’s right. Tentang setiap orang yang punya rahasia dan Satya yang bisa jadi sangat sensitif. Tapi, gue nggak harus cerita ke Stefan kan? Gue cuman nggak mau Stefan jadi berasumsi yang macem-macem tentang Satya sama Lukas. Gue paling nggak mau kalau ini bikin hubungan Satya sama Stefan jadi berubah. Udah cukup gue jadi bitch buat Lukas dan Satya. I don’t want to be a bitch in Satya’s relationship with Stefan.
“Gue nggak tahu sedalam itu cinta lo sama Satya.”
“Tell me what is it, Rena. I know, it can’t be something good.”
Stefan natap gue dan entah dari mana, gue tiba-tiba ngerasa kalau nggak ada salahnya gue cerita ke Stefan. Sebagai pembuka. Kalau Stefan tahu, bakal lebih gampang buat gue ngomong ke Satya. Gue mungkin kedengeran plin-plan, tapi gue tahu, orang kayak Stefan ini nggak bakalan berhenti nanya sebelum dia dapet apa yang dia mau. Jadi marketing sekian tahun, gue juga bisa baca orang. Paling nggak, kalau Stefan tahu, gue bisa bilang ke Stefan kalau sekarang, masalah Lukas ini nggak perlu jadi besar karena Lukas sendiri juga udah punya pacar dan Satya udah sama dia. Paling nggak, Stefan tahu dari gue, sumber dari semua kebohongan ini.
“Kalau lo maksa, oke. Gue bakal cerita. Tapi, lo mau janji sama gue setelah gue cerita, lo nggak bakal mikir yang macem-macem tentang Satya.”
Gue ngamatin Stefan dan dia cuman nganggukin kepala.
Gue narik napas sebelum gue mlai cerita gue soal Lukas. “Gue bohong sama Satya.”
And so the stories begin…
Gue nggak nyangka kalau Stefan bakal setenang ini denger cerita dari gue. Gue bahkan nggak ngeliat emosi apapun dari dia. Dia cuman diem dan ngangguk sambil natap gue selama gue cerita gimana Satya sama Lukas ketemu dan kenapa gue sampai bohong ke mereka berdua. It’s more like one way conversation karena Stefan lebih banyak diem dan nggak banyak omong. Tapi, jujur, ada sedikit perasaan lega karena gue cerita ini ke Stefan. Mungkin, nggak akan selega kalau gue ngomong langsung ke Satya, tapi, at least, Stefan tahu kalau Satya dan Lukas nggak pernah ada apa-apa, selain perasaan suka yang sama-sama mereka nggak tahu. It’s me, the bitch, the villain. Dan pas gue selesai, Stefan cuman nyeruput kopinya. Emotionless.
“Jadi, kamu mau cerita ke Satya tentang ini?”
Gue ngangguk. “Joddi ngancem buat nunda pernikahan kalau gue nggak cerita ke Satya sama Lukas. The thing is, gue nggak bisa contact Lukas. Email gue nggak ada yg dibales, Skype dia nggak online, FB nya nggak aktif. Gue pikir, gue bakal ngerasa lebih baik kalau gue cerita ke Lukas dulu baru cerita ke Satya. But, clock is ticking dan gue nggak mau nunda terus-terusan soal ini.”
“Saya mungkin nggak akan mengerti bagaimana kamu bisa melakukan ini ke dia, Rena. Tapi, saya senang kamu cerita ke saya sebelum kamu cerita ke Satya. Saya juga nggak tahu bagaimana perasaan Satya ke Lukas sekarang, meskipun kamu bilang Lukas sudah punya pacar. Tapi, siapa yang tahu perasaan orang kan? Sekalipun itu Satya. Reaksi dia kalau tahu, mungkin akan marah, mungkin dia akan menganggap ini nggak ada artinya lagi, tapi, reaksi dia bisa jadi lebih buruk dari apa yang kamu kira. You know Satya well enough.”
Gue lagi-lagi cuman bisa ngangguk. “Gue udah siap kehilangan Satya, Stefan. Gue tahu, apa yang gue lakuin ini memang nggak bener dan gue sadar dari awal, kalau gue bisa kehilangan Satya. Selama ini gue takut kehilangan Satya. Tapi, sekarang ini, Joddi adalah prioritas dalam hidup gue. Sekalipun gue nggak pernah pengen kehilangan Satya, gue lebih nggak bisa kehilangan Joddi. Gue benci harus milih salah satu, tapi gue tahu, cuman masalah waktu sebelum gue harus cerita ke Satya. Dan gue nggak mau sampai gue tua buat ngaku ke dia.”
Stefan diem.
“Masalah ini, biar saya yang bilang ke Satya. Kamu bisa kan meyakinkan Joddi kalau kamu sudah cerita ke Satya?”
“Maksud lo?”
“Saya tahu betapa kamu ingin Satya jadi bagian dari hari besar kamu. Kamu pasti sadar kan kalau kamu cerita ke Satya sekarang, kamu pasti nggak akan lihat Satya di hari pernikahan kamu? Jadi, biar nanti saya yang cerita ke Satya tentang masalah ini. Saya yakin, saya bisa meredam emosi Satya. Saya nggak mau pernikahan kamu ditunda hanya karena ini dan saya juga nggak mau Satya absen di pernikahan kamu. Let me handle this, Rena. Saya yakin, kalau saya yang cerita ke Satya, dia akan mengerti. Saya juga nggak mau Satya membenci kamu.”
Gue cuman bisa diem. “Lo yakin lo nggak ada hard feeling sama Satya meskipun lo sendiri nggak tahu apakah Satya masih nyimpen perasaan ke Lukas atau nggak?”
Stefan gelengin kepala. “Perasaan saya ke Satya jauh lebih besar daripada harus merasa cemburu atau marah sama apa yang baru saya dengar. Lagipula, ini bukan kemauan Satya kan? Saya yakin, Satya sudah bisa melupakan perasaannya ke Lukas.”
Stefan ini beneran ada ya? Gue kok masih ngerasa kalau cowok kayak Stefan ini nggak pernah ada. Gue belum pernah ketemu cowok yang emosinya bisa dikontrol kayak Stefan sekarang. Gue nggak bisa baca emosi dia. Bahkan, kalau misalnya dia marah dan cemburu, gue nggak akan pernah tahu karena dia sama sekali nggak nunjukkin tanda-tanda itu. Tapi, di sisi lain, gue ngerasa ngelakuin hal yang bener. Stefan is right. Gue masih mau Satya hadir di kawinan gue.
“Tapi lo janji sama gue kalau lo bakal cerita ke Satya?”
Stefan ngangguk. “Saya janji, Rena. Dia akan tahu tentang Lukas. Tapi, kalau kamu masih mau cerita sendiri ke Satya, saya nggak keberatan untuk ada diantara kalian. Saya hanya nggak mau Satya sedih dan kepikiran.”
“Thank you, Stefan.”
Dari sekian banyak kalimat yang pengen gue bilang ke Stefan, karena akhirnya lepas juga beban yang gue simpen selama ini, sekalipun nggak seperti yang gue bayangin, gue malah cuman bisa bilang terima kasih. Gue percaya sama Stefan kalau dia bisa cerita masalah Lukas ini ke Satya dengan caranya sendiri, sekalipun ini bakal bikin gue jadi pengecut karena nggak berani ngomong langsung ke Satya. Gue nggak mau bohong lagi ke Joddi, jadi, gue bakal bilang ke dia kalau gue cerita sama Stefan. Gue harap, itu cukup buat Joddi biar nggak nunda lagi pernikahan kami.
Another step had been taken. Gue cuman berharap, gue ngelakuin hal yang bener sekalipun sampai kapanpun, kebohongan gue sama Lukas dan Satya, nggak bakal pernah bisa diterima.
Aku sadar banget nih, kalau post yg terakhir, buat sebagian mungkin kurang atau nggak cukup dan bakal banyak yg geregetan, tapi I have planned it that way since the beginning
@raroma : Thank you!!! Iya, memang dr awal direncanain buat jadi kayak gini, karena kalau dibikin chapter yg panjang2, takutnya malah jadi boring dan bertele2
@farizpratama7 : Nggak akan ada yg mati. I can guarantee that.
@ananda1 : yakin ya Rena bakal cerita? hahaha
@arieat : Kok kehilangan buat sementara?
@rarasipau : Thank you!!!
@hwankyung69 : Ih, kamu sukanya main pecut2an ya? hihihihi
@nakashima : aduh, jangan lah kalau bertiga. I'm not a fan of poligami #eh
@steve_hendra : Kurang dr 10 part pokoknya
@marobmar : Bukankah, pada dasarnya, manusia itu memang egois ya?
@masdabudd : MEmangnya, kamu ngarepin kayak gimana? hahahaha. Nggak semuanya harus dijelaskan kok, bisa dihubung2kan sendiri gimana Stefan akhirnya tahu kalau Satya gay. Bisa kan?
@tialawliet : Kenapa begini? Ya karena aku maunya nggak begitu, hahahaha. Nanti, kalau udah tamat, pasti tahu kok kaitannya apa
@kiki_h_n : Thank you!! Emang diluar kebiasaannya di bagian mana? hehehe.
@dheeotherside : ya bisa lah, kan calon istri
@yeltz : keep your wishing ya? Aku nggak terlalu suka cowok2 Skandinavia, pucet banget kulit mereka. Not my type
@yubdi : Menurutku, nggak semuanya harus dijelaskan dan diungkapkan setiap alasan atas setiap chapter. nanti, imajinasi para reader dikemanain? Dihubung2in aja, nanti kan ketemu jawabannya
@RifqiAdinagoro : Nggak segitunya juga kali, hahahaha. This is not sophisticated, mungkin karena jarang aja yang ceritanya dibikin begini
@Leotama01 : Iya, mirip di twitter
@chandisch : Hahahaha, sabar ya? Nah kan? Lukas pasti muncul, hehehe
@riohan : Thank you!! Sebenernya juga nggak berubah kok
@adam25 : Iya, kalau nyari sesuai tipe ya susah, tp juga jangan sedapetnya aja juga
@tyo_ary : hahahaha. I feel you
@caetsith : Hahahaha, thank you
@Adam08 : Kenapa OMG? In a good way or in a bad way?
@somewhereouthere :
@ardi_cukup : Iya, kan belum nikah #eh
@DiFer : Tunggu sampai ending ya? aku yakin pasti akan ada geregetan lagi *wink-wink*
@DarrenHat : hahahaha. I know right? Banyak yg dendam kesumat sama Rena, hehehehe. Well, that was my intention actually. Takut kalau dipanjang2in chapter setahun itu, bakal jadi boring dan bertele2. So, I decided to go that way Anyawya, thank you buat koreksinya
@pokemon : mungkin malah manis #loh
@zackattack : Emang tebakan kamu kayak gimana endingnya? hahahaha. masak sih? Perasaan di ANTOLOGI belakangan malah lumayan nggak sesedih yg dulu2. Nggantung mungkin iya, tp nggak enak? I don't think so AKu tetep lebih suka cewek2 Eropa Selatan sama Barat, Eropa Utara cuma Denmark aja, hihihihi #TetepCowokYangDibahas
@Kim_kei : Let's hope so
@faghag : Hahahha, ditunggu saja ya? apakah semuanya akan happy ending atau nggak
@Venussalacca : Kenapa sedih sih? Kan nggak ada yg meninggal
@kyiskoiwai : We'll see ya?
@WinteRose : Tunggu sampai akhir ya?
@timmysuryo : Ini sudah ada lanjutannya
@DM_0607 : Hahahaha. Aku juga masih nggak bisa ngebayangin reaksi kalian kalau udah end nanti
@obay : Aku malah kaget kalau pada suka sama Joddi, lol. kayaknya, sejak KLB, tokoh2 pembantunya malah banyak pada yg suka ya?
@totalfreak : Karena komen kamu paling panjang, aku jawabnya juga paling akhir ya?
Loh, kenapa diapus komen kamu? Untung aku udah baca Post yg terakhir, dibuat seperti itu karena aku mau nunjukkin that life goes on. Sebenernya, malah pengen di skip setahun itu dan langsung loncat ke 2013, cuma, aku yakin, pasti bakal banyak yg bingung. Dengan summary seperti itu, pembaca nggak akan kehilangan momen2 penting dalam hidup Lukas, Rena sama Satya sekalipun hanya melalui chapter2 pendek. Aku sadar kok dari awal, pasti bakal ada yg geregetan kalau chapternya aku buat begitu. Aku tahu, kamu tipe pembaca yang harus dijelaskan semua detail apa yang terjadi and that's totally fine with me Cuma, aku selalu menganut paham (ceilee) kalau dalam sebuah cerita, nggak semua kejadian harus dijelaskan dengan detail.
Aku pengen pembaca2ku berimajinasi dengan hal2 yang nggak aku jelaskan di cerita, seperti di post terakhir, gimana akhirnya Stefan jadian sama Satya? kok Stefan tahu Satya gay? Kemunculan Patrick yg tiba2 itu juga bukan tanpa alasan. Patrick kenal Stefan, dari mana? Kemungkinannya banyak, so I let my readers wonder about how they know each other dan gimana Stefan tahu Satya gay. Stefan kenal Patrick dan Patrick sendiri mantannya Satya, apa pembaca nggak akan berpikir kalau Patrick pasti cerita tentang hubungannya ke Stefan? Jadi, istilahnya, aku pengen banget ngelatih pembaca2 disini (aduh kesannya berat ya?? hihihi) supaya bisa mulai pakai imajinasi mereka dan dari begitu banyak buku yg udah aku baca, kadang juga aku ngerasa begitu, ada part2 yg kayaknya harus dijelasin tapi nggak. But, I let my imagination works. Begitu....
tentang detail2 yg kuno2 itu, buatku, itu bagian dari Stefan, so my readers know his characters through his passion in something old and how much he loves his family treasure.
Tentang A Tale Message, aku belajar dari cerita itu. I learned my mistakes
Jadi, aku berterima kasih sama komen kamu. Aku juga masih terus belajar untuk bikin cerita yg lebih baik. Nggak ada karya yang sempurna dan aku sangat sadar dan mengakui, cerita2ku jauh dari itu. Tapi, aku belajar dari setiap cerita yang aku selesain. Nulis cerita ini, jelas akan bikin aku lebih berhati2 lagi buat nulis cerita2 selanjutnya. begitu....jadi, kalau kamu berpikir komen kamu terlalu pedes buat aku atau gimana, leave it, nggak usah dihapus. Aku sangat membutuhkan kritik
Colek2 siapa lagi ya? Aku baru sadar, kalau aku reply 42 komen Thank you so much!
@the_angel_of_hell @honest @alvian_reimond @jakasembung @bebong @fenan_d @sky_borriello @bponkh @st34dy @adzhar @yuzz @Adra_84 @cmedcmed @Zhar12 @YuuReichi @LordNike @iboobb7 @tama_putra @Klanting801 @rebelicious @Emtidi
aq ngefan ni ma pak mas stefan hahaha om ni kaya nya baik bgt udh satya jgn inget2 lukas lagi tp ntr klo rena ngaku trs ketemu lukas masa mau lagi ma dia kesian stefan...
aq agak bingung ma chap yg months after berasa baca ringkasan cerita..mang sengaja dibikin gt ya??
akhirnya rena mau bertanggung jawab demi cintanya sama joddi.. dilema tingkat dewa nih rena... sabar yah... smoga satya nanti baik2 aja. amin.
Hmm next..!
Sepertinya akan bertambah rumit, ketika rena menceritakan ke stefan.
Gw g gitu suka sama stefan dengan kontrol emosi nya yg mungkin baik, justru gw malah ngeri sama org2 yg seperti itu