It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
1 Maret 20XY
Aku mulai bosan.
Aku tidak tahu siapa yang ditunggu oleh Alvan. Apakah dia sedang menunggu Lian? Atau wanita menor yang selalu bertingkah berlebihan itu? Yang jelas tidak ada satupun dari mereka yang datang untuk menemuinya. Apa dia benar-benar sedang menunggu seseorang? Ya, dia sedang menunggu tapi entahlah—sikapnya tidak seperti sedang menunggu seseorang.
Ia lebih terlihat cemas dan... pasrah. Kalian tidak percaya denganku? Silahkan saja, aku sudah melihat jutaan orang duduk di atas kursi taman memasang sikap ‘menunggu’ yang kumaksudkan. Ah! Kalian—para anak adam tidak akan paham. Aku yakin demi kawat-kawat dalam tubuhku.
Alvan masih tidak bergerak dari posisi duduknya. Ia hanya terdiam. Aku takjub dengan kemampuannya untuk bertahan berjam-jam ditengah dinginnya malam. Hmmm, baiklah, tubuhku terbuat dari semen jadi mana aku tahu diluar sana suhunya sangat dingin atau sangat panas. Yang aku tahu sangat tidak wajar anak adam keluar ditengah malam seperti ini apalagi anak adam dengan penampilan yang sangat rapi seperti Alvan.
1 Maret 20XY
Alvan masih belum bergerak dari tempat ia duduk. Apa dia mati? Kurasa tidak, berkali-kali aku melihat bahunya bergerak tanda ia sedang bernafas. Berkali-kali juga aku melihat raut wajahnya yang gelisah tersamarkan oleh malam. Hmm, kenapa di saat seperti ini waktu terasa berjalan sangat lambat.
1 Maret 20XY
Wajah Alvan terlihat lelah, rambutnya kusut dan dibawah matanya terdapat kantung mata—tipis memang. Terkadang pandangannya mengelilingi taman, terkadang matanya tertuju pada jam tangan yang berada di pergelangan tangannya, terkadang ia merogoh telepon seluler yang ada di saku celananya dan kembali memasukan ke dalam saku celana yang lain. Seolah ia ingin mengalihkan pikirannya dari sesuatu, pikirannya tentang perselingkuhannya misalnya. Bahkan tak jarang ia memandang lurus ke arahku seolah ia sedang berharap aku dapat menemaninya berbicara untuk menemaninya malam ini. Meskipun seandainya aku bisa melakukan hal itu aku tidak akan melakukannya. Aku masih ingat dengan jelas apa yang dilakukan oleh Alvan dibelakang Lian.
Aku tahu aku tidak secerdas anak adam, paling tidak aku tahu apa yang dilakukan oleh Alvan—membiarkan seseorang bergelayut mesra dilenganmu tanpa sepengetahuan kekasihmu itu bisa dibilang selingkuh.
Ya Tuhan, aku tidak ingat dari mana aku belajar mengenai kosakata itu.
Yang aku tahu hanya kata itu memiliki arti yang buruk. Dan aku benci sesuatu yang buruk.
kalo nggak yaaa... bodo amat. hehe
mention si pembaca manja sebiji aja deh si @Irfandi_rahman dari pada dia chat sambil ngerengek :P
Hahahah manjaaa ? Emang cwek itu selalu harus manjain cowok di ranjang ? Betul? *kiwil*
Bagus tuh update an yg ini. Sedikit2 tapi lumayan banyak. nah lho? Hahahaha.
Jarak waktunya aja jangan terlalu lama ya?
Masih menunggu apa yg sebenernya kejadian sama Lian.
sengaja tuh. kan berak kucing dikit-dikit tapi berasa bau-nya. ahahahaha
@Abiyasa : untuk jarak waktu nggak bisa janji ya, bang. hehe. kan nggak tau tu kapan si Lian sama Alvan bakal ke taman. hihihi
selamat menunggu, btw
@Kim_Kei : Makasih pujiannya. semoga bisa bagus sampai akhir cerita (semoga aja. wong penulisnya aja males. hihihi)
hayo hayo penasaran kaaaaan...
selamat menunggu
bentar lagi mau update nih, tapi cuma seupil dulu yak. buat bang Abiyasa kalo mau tentang Lian. semoga terjawab di next update yang nggak tau kapan mau update. hihihi
seperti biasa ya, no mention. buat yang diawal minta mention bakal di mention di akhir cerita. biar tuntas sekalian.
kalo yang mau nunggu juga boleh *sodorin pop corn*
oke sip
1 Maret 20XY
Lian!
Ya aku kenal denting gitar itu. Suara merdu Lian yang selalu memanjakan dua telingaku yang kaku.
Beberapa jam setelah Alvan pergi meninggalkan taman, aku terlelap dalam tidur siangku. Saat ini aku terbangun dan mendapati Lian menyenderkan badan di salah satu sisi bagianku. Matanya lurus menatap kursi taman yang selalu ia duduki bersama Alvan.
“Jadi pemandangan seperti ini yang kamu lihat?” Lian mendongakan kepalanya hingga menatap ujung kepalaku. Pandangan matanya yang intens membuatku gugup. Yah, mungkin ini terdengar tolol. Sebuah patung dapat merasakan gugup, tapi kenyataannya memang itu yang aku rasakan.
Tidak ada orang lain selain Lian yang berada di taman ini—setidaknya itu yang aku lihat. Apa Lian berbicara denganku? Apa dia tahu aku selalu mengamatinya? Itu tidak mungkin.
Lian menghembuskan nafasnya. Seolah-olah ingin mengeluarkan semua beban pikirannya. Dan kembali memainkan gitar tuanya.
**
Cause you had a bad day
You're taking one down
You sing a sad song just to turn it around
You say you don't know
You tell me don't lie
You work at a smile and you go for a ride
You had a bad day
The camera don't lie
You're coming back down and you really don't mind
You had a bad day
You had a bad day (Bad Day)
**
Lian menyanyikan lagu yang menurutku terdengar aneh itu
dengan tatapan kosong. Seolah-olah ia menyanyikan lagu itu untuk menghibur dirinya sendiri. ya, bagiku itu lebih baik dari pada orang-orang tolol yang selalu menyanyikan lagu sendu dan berharap lagu itu tersampaikan kepada orang lain diujung sana. Maksudku, hal itu benar-benar membuang tenaga. Untuk apa menyanyikan lagu kepada seseorang yang tidak bisa atau bahkan tidak mau mendengarkanmu.
Lebih baik menyimpan semua tenaga untuk menghibur diri. Atau... kalau kau merasa mulia kau bisa menyalurkan tenagamu untuk melakukan hal baik.
2 Maret 20XY
Lian kembali. Kali ini wajahnya terlihat sedikit.. entah bagaimana ekspresinya. Tapi bagiku dia terlihat lucu... dan kacau di saat bersamaan. Menggemaskan dan membuatku ingin memeluknya. Langkahnya tidak mantap seperti biasanya.
“Heh! Kamu! Kamu mata-matain aku ya!” Lian bersuara keras sambil menunjuk ke arahku. Ia menatap kedua mataku. Bersyukurlah aku tidak bisa menggerakan kedua bola mataku yang terbuat dari semen.
Hei, apa dia sinting? Kenapa dia berbicara padaku? Maksudku, aku memang bisa mengerti apa yang dia katakan tapi kan aku tidak bisa membalas semua perkataannya. Apa dia berubah menjadi gila sekarang?
“Haaaah!” belum hilang rasa terkejutku kali ini Lian menghembuskan nafas sekeras ia bisa dan kemudian membanting badannya ke tanah yang berada tepat di depanku. Sekarang ia terduduk lemas menghadapku.
“Kamu...” seru Lian sambil menunjukku. “Dengerin ceritaku!” sekarang dia memerintahku. Aku rasa dia benar-benar sinting.
Lian merupakan anak adam yang sangat aneh menurutku. Coba saja dia bertingkah seperti ini saat sore hari ketika banyak anak-anak adam lainnya berlalu lalang di taman. Pasti segala pandangan menghina menatapnya dan mereka akan mengira laki-laki di depanku sekarang adalah orang gila. Oh, sebenarnya tidak hanya mereka. Bahkan aku sempat mengira Lian sudah berubah menjadi sinting.
“Kemarin lusa itu aku ulang tahun.” Lian mulai bercerita. Aku tidak ada pilihan kan selain mendengarkan ceritanya? Selain itu aku menyukai semua tentang Lian. Tentu saja cerita seperti ini tidak akan aku lewatkan.
“Lucunya semua orang baru ngucapin selamat ulang tahun pas tanggal 1 kemarin,” lanjutnya kemudian disusul dengan suara tertawa pelan. Apa dia benar-benar berpikir itu lucu? Menurutku itu tidak lucu sama sekali dan cenderung menyakitkan. Aku merasakannya. Tidak ada satupun orang yang mengingat kapan aku diletakan di taman ini kecuali pemahatku. Oleh karena itu aku sangat sangat sangat menyukai anak adam yang satu itu.
Lian terdiam cukup lama. Sikap diamnya itu mengingatkan pada sesuatu. Hmm... coba aku mengingatnya...
Ah! Aku ingat sekarang! Lusa itu ketika Alvan menghabiskan malam di taman sambil diam menatap langit. Jadi, apakah saat itu Alvan menunggu Lian? Tapi kemana Lian saat itu? Bukankah seharusnya mereka menikmati malam ditaman, berdua, bersama yang terkasih?
“Semua orang kecuali satu...” raut wajah Lian berubah menjadi sendu. Wajahnya seperti akan menangis, tapi aku sama sekali tidak melihat bulir air mata di sana. Kemudian kudengar lagi ia menghembuskan nafas pelan. Seolah-olah baginya bernafas pun menyakitkan.
“Alvan bener-bener menghilang dari aku...” ujar Lian lirih dan terkesan menggantung. Sial! Seandainya aku bisa bergerak bebas. Saat ini yang akan aku lakukan adalah memeluknya dan menenangkannya.
“Semua orang bisa aja bilang ‘aku suka kamu’, ‘aku sayang kamu’, ‘aku cinta kamu’ tapi siapa yang tau isi hati orang,” Lian tersenyum kecut sambil memainkan jari-jarinya. Sakit hatinya terlihat dari raut wajahnya.
Setelah mengucapkan kalimat itu, Lian kembali terdiam. Sepertinya ia menikmati keheningan yang ia ciptakan. Seolah terbius, aku pun ikut terdiam menatap ke arah langit. Tunggu! Aku patung dan sudah seharusnya aku diam.
Kalau saja aku bukan patung. Akan aku katakan kepadanya kalau saat itu Alvan sedang menunggunya di taman—meskipun aku tidak yakin seratus persen kalau Alvan menunggu Lian saat itu. Setidaknya aku akan memberikan kata-kata penghibur untuknya.
*saya jadi biatch bergaul sama embak sama si @rendifebrian , jadi suka ngehina orang gini sih....
ceritanya jeung Mamo ini alurnya keren lho, aku suka banget sama POV nya. Mengingatkanku dengan cerita Tujuh Cerita di Bangunan Kos atau kerennya : Seven Stories in Room and Board Rental. hahaha )
Itu cerita yang nggak pernah kulanjutin sampe sekarang. POV nya aku pakek si kamar kos itu. Memperhatikan tujuh org yang tinggal di banguannya itu.
Udah ah, balik lagi ya.
Makin ke sini makin gregetan sama ceritanya, aku suka banget mbak ngejelasin suatu kejadian. Dengan sudut pandang benda mati gitu, ugh- you did it, siluman ular hahaha )
Pokoknya, aku sama @Irfandi_rahman , harus mbak mention kalo update. Oke2 )
Kita duo binal saya @irfandi_rahman dan senior saya @rendifebrian kudu di mention!!! Tibang mention doang pelit Amat mbaakk, dasar jelemaaa'aaan mak lampirrr