It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Jari-jemari mereka yang saling bertaut terasa lekat karena keringat.
Tommy merunduk dan mencium bibir Rayan yang basah.
"I love you, beib..."bisik Tomy mesra di telinga Rayan.
"I knoww...eeenngg...aahhh..."
Tomy menyentakkan tubuhnya ke depan lebih keras.
"Aakhhh...!!"
"Aku beruntung mendapatkan beiby se-perfect kamu, sayang..."kata Tomy mesra.
Rayan tersenyum bahagia mendapat pujian dari sang pacar. Hatinya terbang membubung sampai ke langit.
"Aku ingin keluar say..."desis Tomy sambil memejamkan mata dan menjauhkan tubuhnya dari bukaan paha Rayan.
"Do it now, honey..."kata rayan sambil terlentang pasrah di ranjang.
Tomy mendekati dan berdiri di bawah muka Rayan.
Rayan menunggu.
Cairan hangatpun membasahi mukanya.
Tomy melenguh panjang. Ia kemudian jongkok di depan wajah Rayan. Ia membungkuk. Rayan mengangkat kepalanya. Bibir mereka saling memagut.
"It's amazing beiby..."kata Rayan.
"kamu selalu luar biasa Beib..."kata Tomy sambil mengulum daun telinga Rayan.
Rayan tersenyum geli.
"Always love u, Beib..."bisik Tomy sambil bangun dan mengambil pakaiannya di ujung ranjang.
"Kamu langsung pulang?"tanya Rayan.
"Ya sayang. Tomy harus kuliah sore nih..."
"Moo gitu. Ya udah, belajar yang rajin yaa..."
Tomy mengangguk lalu melangkah ke luar kamar. Sementara itu, Rayan yang msh terlentang di ranjang menarik selimut sampai ke dada dan memejamkan mata dengan tentram...
...
Tomy melihat jam di arloji. Sekarang baru saja pukul 15.00. Ia tersenyum dan mengambil ponsel di kantong kiri celana jeansnya.
"Halo sayang...lagi apa nih?"sapa Tomy mesra.
"Sayaangg...kok baru hubungi aku sekarang??"tanya suara di seberang sana dengan manja.
"Biasa sayang, Tomy kan harus menenangkan dia dulu..."
"Ugh! Bete deh. Dia lagi, dia lagi!! Aku selalu jadi nomor dua!!"
"Bebeib, jangan ngambek dong...kamukan udah tahu konsekwensinya kalo jadi yang kedua??"
"YA! Tapi aku capek deh selalu ngalah sama dia..."
"Yang terpentingkan aku lebih sayang sama kamu dari pada dia..."
"GOMBAL!!"
"Beneraann..."
"Apa buktinya?"
"Apa selama ini kasih sayang aku ke kamu kurang heh??"
"KURANG!!"
"Ya udah, ntar aku ke sana ya...kita memadu kasih sepuasnya...tapi sekarang Tomy mesti kuliah dulu ya..."
"Iya sayang, aku tunggu ya..."
"Ya.. Dadah bebeib!"
"Dadah sayang..."
Tomy tersenyum dan mengecup ponselnya dengan bangga.
"Sip! Dua-duanya udah gue tanganin!"kata Tomy dengan wajah cerah.
***
Rayan yang lagi enak tidur tiba-tiba dibangunkan oleh ketukan di pintu kamar.
"Siapaa??"tanya Rayan dengan nada malas.
"gue Yan, Fandi!!"
Rayan menarik nafas sebentar sambil menyibakkan selimutnya.
Fandi adalah sahabat dekatnya.
Tok..tok..!!
"Bentar Fan! Gue pake celana dulu!"
"Ngapain lu di dalam?"tanya Fandi.
Rayan tak menjawab. Setelah memakai boxer-nya, ia langsung membuka pintu.
"Lagi ngapain lu?"tanya Fandi.
"Tidurrr..."
"Jam segini tidur...hadeeehhh.."gumam Fandi sambil geleng-geleng kepala.
"Dari pada ngosong..."
"Si Tomy nggak ke sini?"
"Baru aja satu jam-an dia dr sini..."
"Sekarang di mana dia?"
"Noh...ada di kolong ranjang!"jawab Rayan smbl menunjuk ke bawah ranjang.
"Serius lu?"
"Bego! Ya pulang lah! Ngapain dia ngumpet di sini??"
Fandi nyengir kuda.
"Heehhh...enaknya yang punya pacaarr..."gumam Fandi.
"Makanya lu buruan pacaran juga dong...gak bosan lu nge-jombo terus?"
"Belum ada yang 'klik' bro..."
"Masa sih dari sekian banyak cowok yang suka sama lu gak ada yang menggetarkan hati lu? Asrul itu cakep lho, anaknya juga baek..."
"Justru itu! Wajahnya itu kayaknya soleh banget. Gue gak tega menjerumuskan dia ke dunia abu-abu ini..."
"Jiaahhh...!"
Fandi terkekeh.
"Tipe lu emangnya kayak gimana?"
"Kayak lu atau Tomy juga boleh..."jawab Fandi lantas tergelak.
Rayan ketawa ngakak.
"Serius kok!"
"Gue mau jadi pacar ban serep dari kalian..."
"Percuma lu punya wajah cakep kalo cuma jadi ban serep, Fandiii..."
"Gak apa-apa, asal bahagia, he..he..he.."
"Emang saraf lu ya!"kata rayan sambil menjitak kepala fandi. "Wake up! Jadi ban serep mana bisa bahagia!!!"
"Apaan sih?? Sakit tau..."gerutu Fandi.
"Wake up!!"
***
"Gilaaa...!! Kenapa nih hari panas banget sih??!"gerutu Fandi.
"Mungkin nanti malam mau ujan..."kata Rayan.
"Apa hubungannya??"
"Meneketehe!!"
Fandi mangut-mangut. Setelah itu meniup-niup dadanya yang berleleran keringat.
"Apa rencana lu liburan ini, Fen?"tanya Rayan sambil membuka pintu mobilnya.
"Belum tau. Lu?"
"Sama. Gue kayaknya di rumah aja. Palingan bercumbu mesra sama tom-tom!"
"cieee..."
rayan tersenyum simpul.
"boleh ikutan nggak?"tanya fandi sambil mengedip nakal.
"jadi kambing congek?"
"gak apa2 deh..."
rayan geleng2 kepala.
"semoga liburan kita menyenangkan bro!"kata fandi kemudian.
"semoga..."
terus mengobrol, tak terasa mobil yang dibawa rayan sudah mendekati rumah fandi.
"gak mau ke rumah gue dulu, bro?"tanya rayan.
"gak usah yan. Gue capek dan gerah. Gue mau tidur..."
"ya udah. Met istirahat yaa..."
fandi mengangguk lalu turun dari mobil.
Setelah fandi masuk ke rumahnya, rayan kembali melaju membelah jalanan dengan mobilnya.
Di perjalanan ponselnya berdering. sebuah panggilan masuk dari tomy.
"ya tom?"
"beib, ini aku udah di rumah kamu nih...kamu di mana skrg?"
"aku lagi di jalan..."
"oo..ya udah, aku tunggu ya..."
"ya sayang,"jawab rayan sambil menambah laju kecepatannya.
8 menit kemudian, rayan sampai ke rumahnya. Dari kaca depan mobil ia bisa melihat cocok pacarnya itu tengah duduk di kursi teras sambil menelpon.
Tiiittt..., rayan menghidupkan klakson.
Tomy langsung menoleh dan mengakhiri percakapannya via telepon, lalu bangkit dan menghampiri rayan yang baru turun dr mobil.
"udah lama?"tanya rayan.
"baru kok...waktu bibik bilang kamu blm pulang, langsung aku telpon deh..."
"tadi nganterin fandi dulu.."
"ooo..."
"ayo masuk!"ajak rayan smbl menarik lengan tomy.
Mereka berduapun masuk sambil berangkulan. Kebetulan di rumah rayan tak ada orang. Semuanya sibuk beraktivitas di luar rumah. Sementara pembantu yang dipanggil tomy si bibik tadi adanya di belakang.
Mereka berdua langsung menuju kamar rayan.
Saat masuk ke dalam kamar dan rayan menutup pintu, tomy dengan nakal meremas pantat rayan. Rayan bergidik geli.
Tomy lantas memeluknya dari belakang. Rayan membiarkan pacarnya itu menyentuh seluruh tubuhnya.
Tomy menggotong rayan ke atas ranjang dan mendudukkannya di perutnya.
rayan menggoyangkan tubuhnya dengan gerakan mengundang di atas tubuh tomy.
Tomy terkekeh.
"malam nanti pas banget ya. Ujian semester berakhir dan malam minggu pula..."kata rayan. "kita mau ngapain nih beib?"
"aduh, oh iya, aku hampir aja lupa! Maaf sayang, hari ini aku harus pergi ke harum manis [tempat wisata, kebun]. Teman2 satu kelas waktu SMA ngajak reunian di sana..."
"malam ini?"
tomy menganggukkan kepala.
"kenapa mesti malam ini sih??"gerutu rayan sedikit kecewa.
"iya gimana lagi...panitianya yang menetapkan waktunya. Tom-tom kan ikut aja..."
"yaahhh...apa boleh buat...kamu pasti gak sukakan kalo aku ngelarang kamu ke sana??"
tomy tersenyum.
"thanks ya sayang..mmuacch..!"
rayan tersenyum.
"brp lama perginya?"
"dua hari..."
"lama amat sih? Masa tega kamu ninggalin aku?"
"itu sebentar kok...,"kata tomy. "sebagai ganti tom-tom selama dua hari di sana, gimana kalo kita tukeran HP aja? Kamu pake hp aku, dan sebaliknya...gimana??"
"sama aja...gak berarti apa2..."
"eit, di hp tom, kamu bisa lihat foto2 seksinya tom-tom lho...ini nih..."kata tomy sambil membuka galeri fotonya dan memerlihatkan slide demi slide foto2 beraninya. Dari yang shirtless sampai talanjang tanpa sehelai benang.
"gilaa...kamu berani amat sayang? Ntar kalo tersebar gimana?"
"makanya aku kasih pinjemin Hp aku ke kamu, karena aku yakin kamu bisa menjaganya dengan baik, iya kan?"
rayan tersenyum. "pasti!"
"oke deh, gitu dong. Nah sekarang kamu maunya apa sebelum aku pergi? Kamu pengen kita make love? Dua hari lho kita gak bs sama2..."
"lakukan sekarang..."kata rayan.
Tomy tanpa berkata-kata lagi langsung melucuti pakaiannya kemudian mendindih rayan.
***
......
Imbas dari ditinggal tomy ke harum manis, rayan jadi kesepian. Malam minggu jadi nggak asik. Sedari tadi tangan rayan sudah gatal pengen mengambil ponsel dan menelpon sang pacar.
Akhirnya, pertahanannya bobol juga. Ia tak bisa lama-lama menahan keinginannya untuk bercengkrama dengan tomy. rayanpun langsung menghubungi sang kekasih hati.
Tuttt...tuttt...
"nada sambungnya udah gak aktif ya..."gumam rayan. Padahal baru kemarin dia mendengar nada sambung sang pacar.
Tutttt....
Belum juga diangkat.
Rayan mendesah. Ia mulai geregetan sama tomy yang tidak kunjung mengangkat telponnya.
"gini nih gue benci! Giliran udah pergi, gue dilupain...!"gerutu rayan kesal.
Tutttt....
Tidak juga diangkat.
"ugh!"desis rayan sambil memencet tombol merah di keypad ponselnya.
Rayan beralih menghubungi nomor fandi. Kira2 temannya itu lagi ngapain ya??
Eh, ternyata nomornya tak aktif.
"shit! Orang2 pada kemana sih?!"gerutu rayan di ujung puncak kekesalannya.
Rayan menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Pikirannya terasa buntu. satu2nya yang ia harapkan adalah tomy di sampingnya..
***
rayan terbangun oleh nada sms dari ponselnya. Rayan memicingkan matanya yang masih berat. Ia lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja, di samping lampu tidur.
=sory sayang, hp aku semalam di dalam ransel...sayang kamu..=
begitulah isi sms yang tertera di layar ponsel rayan. Sms itu dari tomy.
"tumben dia pake 'sayang kamu', biasanya 'love yu'...haahhh..."desah rayan. Ia malas memikirkan hal itu. Matanya gak bisa diajak kompromi. Kedua bola matanya masih dirayapi kantuk. Akhirnya rayan cuma membalas dengan tiga buah huruf yakni,
=gpp=
...
Siang harinya, rayan kembali berinisiatif menghubungi tomy, sebab sedari tadi pacarnya itu gak kasih kabar.
Sayangnya lagi2 panggilannya tak diangkat.
"eggrrrrr....kemana lagi sih nih orang? Semalam gak diangkat, sekarang juga gak diangkat!!"
hampir 10 kali rayan mencoba menghubungi tomy. Tapi kesemuanya gak diangkat. Hanya sang miss operator yang terus-terusan menjawab dengan nada dan kata2 yang sama, "nomor yang anda tuju tidak aktif atau di luar jangkauan silahkan bla...bla...bla..."
"ugh!"geram rayan. Dengan penuh kemarahan ia mengetik pesan yang akan ia kirim ke tomy.
=beib, angkat dong! Kamu di mana sih??!=
lagi2 rayan harus menahan kesabarannya. Sms yang ia kirim tak kunjung mendapat balasannya.
"aaaaaaaarrgggg...!!! Lu nyebelin banget tomyyy...! Kenapa sih lu sering banget kayak gini??!!"teriak rayan bagai kesetan di dalam kamarnya.
Sms yang ia kirim itu baru di balas saat waktu sudah menunjukkan pukul 22.06 malam. Rayan yang keburu marah tidak membaca sms dr tomy itu, melainkan langsung dihapusnya..
***
keesokan harinya, rayan geleng2 kepala sambil menatap ponselnya yang membisu. Tomy tidak memberi kabar di mana keberadaannya. Apa sudah pulang dr harum manis atau belum.
Saat berjalan-jalan mengitari kompleks perumahan dengan sepeda pixy-nya, rayan bertemu dengan wanto. Wanto adalah teman sekampus tomy sekaligus teman satu almamater saat SMA bagi rayan dan fandi. Wanto ini juga yang mencomblangi rayan dengan tomy sampai jadian.
"yan..!!!"
rayan melambaikan tangannya.
"mau kemana pagi2 gini to?"tanya rayan.
"gue mau beli odol. Habis!"
"ooo..."gumam rayan sambil mangguk2. "ya udah, gue lanjut ya..."
wanto mengangguk. Tapi kemudian dia memanggil rayan yang saat itu sudah bersepeda cukup jauh.
"yaaaann...!!!"teriak wanto.
Rayan menghentikan laju sepedanya kemudian menoleh.
Wanto melambaikan tangan dengan gerakan memintanya menghampirinya lagi.
"kenapa??"
"sini!!!"
rayan memutar sepedanya lagi menuju ke tempat semula.
"ada apa?"
"yan, ada yang mau gue omongin sama lu..."
"apaan?"
"sebenarnya sih gue gak mau ya..karena bukan urusan gue juga. Tapi lama2 gue kasihan sama lu..."
"lho emangnya kenapa?"tanya rayan keheranan.
"anu yan, ini mengenai lu sama tomy...lu masih pacaran sama dia?"
"iya.."jawab rayan sambil mengangguk.
Wanto menghela nafas sejenak. "gini yan, semalam itukan gue, tomy dan anak2 yang lain kemah ke harum manis..."
"iya! Dia juga kasih tahu gue!"potong rayan.
"oh ya? Nah...lu tukeran hp ya sama dia?"
rayan mangguk.
"itu dia masalahnya. Setahu gue hp lu itukan nokia E63 ya? Atau lu udah ganti Hp nih?"
"nggakk..."bantah rayan sambil geleng kepala. "masih E63 kok..emang kenapa sih...???"
"Hp yang ada sama tomy semalam itu bukan E63 tapi SE warna cokelat. Tapi gue tahu tipe berapa..."
"heeehh...?"
"atau lu punya 2 HP ya?"
"nggak cuma satu!"bantah rayan lagi.
"tapi...apa tomy yang punya dua HP?"
"setahu aku cuma satu doang...yang sama aku sekarang..."kata rayan sambil mengeluarkan HP tomy dr saku celananya.
"setahu aku juga kayak gitu. So, itu hp siapa dong??"
dada rayan berdetak. Dia kemudian menggeleng.
"yan...sebelumya gue minta maaf ya...mungkin apa yang bakal gue utarain ini sesuatu yang konyol buat lu...tapi inilah kenyataannya..."
"menurut gue tomy udah selingkuh.."
"hah? Selingkuh?!"timpal rayan cepat.
"ya. Itu sih menurut gue..."
"masa sih? Tp sama siapa?"
"sama pemilik HP itu..."
"gak mungkin! Siapa tahu itu HP-nya keluarganya, temannya, atau tetangganya..,"kata rayan tak percaya.
"iyaaa...mungkin sih. Tapi itu menurut gue lhoo...makanya gue bilang tadi, apa yang gue omongin ini konyol buat lu. But. Lu mesti cari tahu menurut gue.."
rayan terdiam sejenak.
"masa sih dia selingkuh? Selama ini dia manis2 aja sama gue..."gumam rayan lebih ke diri sendiri.
Wanto mengangkat bahunya.
"kalo menurut gue, lu harus cari tahu siapa pemilik HP itu..."
"apa perlu?"
"sebenarnya gue udah tahu siapa pemilik HP itu. tapi gak etis rasanya menyebutkan siapa namanya. Mendingan lu cari tahu aja sendiri..."
"lu udah tahu?"tanya rayan.
Wanto mangguk.
"kalo gitu lu kasih tahu ajalah bro...pliisss..."
"coba lu ingat2 deh...pernah nggak lu lihat seseorang pake HP sony warna cokelat..."
"banyak dong!"potong rayan.
"oh ya? Siapa aja??"
rayan seketika terdiam.
"ayo siapa?"
"udah deh to, gue males menebak2. Gak asik ah! Mendingan sekarang lu kasih tahu aja..."pungkas rayan.
"oke. Tapi janji jangan libatin gue dlm masalah kalian ya?"
"sip!"sambut rayan. "justru gue bakal terima kasih sekali karna lu udah kasih tau gue..."
"itu HP punya fandi..."
berasa dengar petir di siang bolong rayan rasanya mendengar pengakuan wanto barusan.
"FANDI???!!!"
Wanto mangguk.
"gak lucu ah! Gak mungkin! Famdi itu sohib baik gue, to! Lu ada2 aja deh!"
"tuh kan...gue bilang juga apa...lu gak bakal percayaaa...makanya gue pinta lu cari tahu sendiri aja..."kata wanto.
Rayan menarik nafasnya.
"emang Hp-nya fandi apa?"
"fandi? Sony..."
"tuh kan?"
rayan langsung membelalak. Ia serta merta meraih lengan wanto. "warna cokelat! K770i!!"serunya kemudian.
"mungkin...tipis dan panjang gitu..."
"benar! Iya!! Tapi..."rayan tak melanjutkan ucapannya. Hatinya diliputi ketidakpercayaan.
"lu gak main2 kan, to? Ini bulan berapa?"
"januari!"
"huhh...gue kira april mop!"
"kurang kerjaan gue?"
tapi masa sih tomy dan fandi...? Mereka berdua itukan..."
"makanya gue kasih tahu ini ke lu! Gue kasihan sama lu udah ditusuk dari belakang kayak gitu sama fandi!"
"kasih gue salah satu bukti biar gue percaya semua ini bukan karangan lu semata?"
"gue emang gak punya bukti sekarang. Tapi lu bisa coba cek sendiri. Lu pikirin gimana caranya untuk bongkar kebusukan mereka!"
rayan terdiam.
"yang jelas yan, semalam itu tomy asyik sms-an sama fandi..."
"jadi...terus nomor gue sama siapa?"
"kayaknya sih tomy dua kali tukar HP. Setelah dia tukaran sama lu, terus hp lu itu ditukar lagi sama si fandi. Jadi lu semalam itu sms-an sama fandi..."
rayan menelan ludah.
"masa sih..."
"apa kalian pernah telponan waktu tomy ada di harum manis?"
rayan geleng kepala.
"tuh kaann..."
"telpon gue gak pernah diangkat. Sms gue juga lama banget dibalas. Gue sms pagi, dibalas baru malemnya...terus..oh ya, ada satu kalimat aneh menurut gue dr sms tomy waktu itu. Biasanya dia tulis 'love yu', nah yang ini 'sayang kamu'..."
"tuuhhh...."
rayan menatap wanto dengan pandangan hampa.
"lu masih gak percaya sama gue?"
"kalo emang benar, tega banget mereka berdua udah main api di belakang gue...terutama fandi. Dia jelas2 tahu kalo tomy punya gue...apalagi dia sohib terbaik gue..."
"tapi semuanya blm sepenuhnya benar yan,"hibur wanto. "lu harus lihat dengan mata kepala lu sendiri..."
rayan mangguk.
"thanks to, atas semuanya..."
wanto mangguk.
"kalo gitu gue pulang dulu..."
wanto kembali mangguk.
***
hati rayan diliputi kegalauan. Sulit untuk mengungkapkan perasaannya saat ini. kepalanya mentok dan bingung harus berbuat apa.
Saat tomy datang dengan sebatang lolipop di lengannya, rayan tidak menerima seceria biasanya. Padahal setiap tomy menghadiahinya setangkai lolipop, ia senang bukan kepalang. Lolipop itu bisa jadi pelekat gairah asmara mereka berdua. Mereka kerap Saling menjilat lolipop dengan lidah bertaut.
"hey! Kok letoy amat? Kenapa?"tanya tomy sambil membuka bungkus lolipop yang dibawanya.
"gak apa2 kok..."jawab rayan mencoba menahan perasaannya.
"gak kangen nih sama tom-tom?"tanya tomy lagi sambil memeluk erat pinggang rayan.
Rayan beringsut sedikit.
Tomy mengerutkan keningnya. "kayaknya ada yang lagi ngambek nih???"
"mana HP aku?"tanya rayan kemudian.
"engg...aduh, lupa!"seru tomy sambil menepuk jidatnya. "ada di rumah beib. Ntar aku anterin ya..."
dada rayan bergemuruh. Ia menatap wajah tomy lekat. Wajah lelaki yang dicintainya itu nampak tenang.
Apa mungkin dia berlaku setega itu ke aku? Tanya rayan dalam hati.
"eh..kok ngeliatinnya lama banget?"tegur tomy.
"nggak...cuma takut aja ada yang hilang saat kamu pergi ninggalin aku, sayang..."jawab rayan mencoba bersikap manis.
Tomy terkekeh. Ia mendekap rayan erat dan mencium pipinya. Rayan memejamkan matanya. Ciuman itu tak lagi hangat.
"bisa gak kamu ambil HP aku sekarang sayang? Soalnya papa pengen pinjam..."pinta rayan.
"eh? Sekarang?"
rayan mangguk.
"oke...tom ambil sekarang..."
rayan tersenyum.
Tomy segera bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke luar diikuti rayan di belakangnya.
"tunggu ya...!"kata tomy sambil menaiki motor vision-nya.
Rayan mengangguk. Matanya terus mengekor sampai motor yang dikendarai tomy menghilang ditelan pagar bonsai depan rumahnya. Setelah itu ia bergegas ke garasi dan mengeluarkan mobilnya. Tujuan rayan cuma satu yakni membuntuti tomy.
***
"shit! Ternyata selama ini..hhhhh..."
tomy menepikan motornya di luar pagar rumah fandi. Rayanpun berhenti agak jauh dr tempat tomy. Ia terus mengawasi dr dalam mobilnya.
terlihat tomy menekan bel di pintu pagar. tak berapa lama kemudian, keluarlah seorang perempuan yang rayan kenal sebagai bik Minah, pembantu keluarga fandi, membukakan pintu pagar. Tomypin langsung memasukkan motornya.
Rayan buru2 keluar dari mobilnya. Ia berjalan cepat menuju rumah fandi. Di samping rumah bercat biru muda itu ia berhenti dan bersandar. Ia mencoba menenangkan diri.
Sekitar lima menit berselang, tak ada tanda2 tomy akan keluar. Rayan sudah memikirkan yang tidak2. Ia langsung membuang ludah. Akhirnya ia menelpon fandi. Ia ingin tahu kejujuran orang yang sudah dianggapnya sahabat terbaik itu.
"halo yan? Ada apa?"tanya fandi langsung to the point.
"nggak. Gue cuma pengen tau aja lu lagi ngapain? Udah dua hari lu gak ke rumah gue...lagi sibuk ya?"
"i..iya. Gue sibuk bantu nyokap ngurusin kerjaannya...."
"ooo..sekarang masih?"
"iya...ini lagi masukin data2 ke exel..."
"shit!"umpat rayan dalam hati. "masukian data apaan? Palingan lu lagi dimasukin sama tomy...!!"
"uudah dulu ya bro. Ntar gue telpon lu lagi..."kata fandi memutuskan obrolan.
"oh iya..."
tut!
Rayan menghela nafas berkali-kali.
"sial! Merka udah begoin gue!!"
...
rayan berkali-kali mengurut dadanya. Setelah itu ia menekan bel di pagar dengan kuat. Lagi2 bi minah yang membukakan pintu.
"den rayan...masukk..."
rayan menangguk.
"den fandi ada di dalam..."
"iya. Biar gue yang ke sana bik!"
bi minah mengangguk lalu kembali ke belakang.
Rayan dengan langkah gemetaran karena marah berjalan cepat menuju kamar fandi. Ia sudah mengenal betul rumah ini, sebaik ia mengenal seluk-beluk rumahnya sendiri.
Pintu kamar fandi tertutup rapat. Rayan berhenti sejenak di depan pintu kamar. Tak ada suara apa2 dr dalam kamar. Rayan menempelkan kuping ke daun pintu. Ada suara desahan nafas pelan.
Rayan buru2 menjauhkan telinganya dr sanA, karena ia sudah tahu apa kira2 yang tengah diperbuat dua anak manusia yang tengah diintainya itu.
Rayan perlahan memutar gagang pintu. Untungnya tak terkunci.
KREKK...BRUKK!!
Rayan langsung melangkah masuk. Pandangannya langsung tertuju pada dua orang yang sangat dikenalnya itu. Fandi tengah duduk dengan dua tangan ditopang ke belakang, sementara tomy tengah berdiri di samping ranjang sambil menutupi bawah pusarnya. Mereka berdua sama-sama dalam keadaan tanpa sehelai benangpun melekat di badan.
"RAYAN??!!"seru fandi.
"BEIB?!"gumam tomy.
Tubuh rayan langsung bergoncang. Ia benar2 marah. Tanpa ia sadari, jari-jemarinya langsung terkepal. Meskipun ia sudah tahu apa yang akan ia lihat, tapi hatinya masih sangat sakit saat melihat sendiri kenyataannya.
"beib..kamu kok..."gumam tomy sambil melangkah menghampiri rayan.
Rayan menghela nafas berkali-kali.
"gue harus tenang...lu harus tegar di depan mereka yan.."gumam hati rayan terus2an.
"akukan bilang kamu tunggu aja..."
"kenapa?"potong rayan. "lu pinta gue tunggu lu di rumah, sementara lu bisa ngewe dia gitu, heh?"semprot rayan.
Tomy terdiam.
"anjing lu berdua ya!"cerca rayan lagi dengan tubuh masih bergetar. "gue gak sangka lu berdua kayak gini! Lu sahabat gue, fan! Lu udah gue anggap saudara gue! Dan lu pacar yang gue sayang! Bisa2nya lu berdua..."
tomy dan fandi tidak berkata-kata.
rayan kemudian mendekati fandi.
"hey! Lu punya otak nggak heh? Sebegitu gak lakunya lu sampai2 rela jadi ban serep pacar teman lu sendiri?? Itu pantat lu udah benar2 gatel ya sehingga gak bisa pilih cowok lain lagi??!"
tomy menarik lengan rayan.
"berhenti lu! Lu kira gue gak bisa main kasar sama lu berdua hah?!"gertak rayan ke tomy. "jangan mentang2 lu ganteng, terus lu bisa seenaknya mainin perasaan orang! Anjing lu!!"
"cukup ya..ini rumah gue..kalo lu mau marah2 tuh di luar sana!"kata fandi tiba2.
gigi rayan bergemeletak.
"masih bisa ngomong lu ya?!"seru rayan sambil menaikkan tinjunya. Tapi buru2 ditahan tomy.
"udahlah beib. Aku yang salah. Tom-tom minta maaf..."kata tomy.
"jangan sik manja lagi! Gue muak sekarang!! Untung gue gak terlalu lama dipecundangi sama lu berdua. Sekarang juga kita putus! Terserah deh lu berdua mau gimana! Mau pacaran atau ngentot tengah jalan sana, silahkan!!"seru rayan.
"keluar lu anjing!"teriak fandi.
"apa lu bilang?! Lu tuh babi!"balas rayan sambil melompat dan melayangkan tinju ke muka fandi. Fandi yang tak siap langsung terpelanting ke ranjang. Rayan langsung menindihnya dan melayangkan tinjunya lagi bertubi-tubi.
Tomy yang melihat buru2 melompat dan menarik rayan.
"sudah! Sudah!!"serunya sambil melerai rayan yang berlaku bak orang kesurupan.
"dasar lu! Udah merebut pacar orang! Gak tau diri!!"seru rayan.
fandi bangun dan melompat menuju rayan. tomy langsung menghadang fandi.
"sudah fan! Sudah!!"serunya sambil merentangkan tangannya.
"mendingan lu pulang aja, yan!"kata tomy sambil mendorong rayan keluar.
Rayan menurut saja. Ia berjalan keluar dengan darah masih menggelegak dan nafas bergemuruh.
"sini lu anjing! Jangan cemen lu!!"tariak fandi dari dalam kamar.
Rayan tak menghiraukannya. Ia terus saja berjalan keluar dengan tangan msh terkepal.
...
Susah untuk menggambar suasana hati rayan saat ini kecuali hancur lebur. Tidak pernah terbayang sekejap pun dalam pikirannya kalau dua orang terbaik dalam hidupnya akan berlaku setega ini sama dirinya.
Manusia memang tak bisa sepenuhnya dipercaya.
Rayan membanting pintu mobil lalu bersandar dan memejamkan matanya. Berkali-kali ia menghela nafas untuk menenangkan dirinya. Jujur ia ingin sekali menangis, tapi hatinya terlalu sakit untuk menumpahkan air matanya. Seberapa banyakpun air matanya keluar, rasanya belum sanggup menghapus luka yang tertoreh di hatinya akibat pengkhianatan.
"gue gak pantas nangis karena ini..."ucap rayan dengan bibir bergetar.
Ia meraba-raba kantong jeansnya. Ia megambil HP. Sesaat ia tertegun. Hp yang ada digenggamannya adalah milik Tomy. Ia baru teringat Hp-nya masih sama fandi.
"ugh!"geram rayan sambil memukul dashboard mobil.
Ia tidak ingin melihat muka dua orang itu lagi. Konsekwensinya, mungkin ia harus merelakan HPnya itu.
Rayan kemudian menelpon wanto.
"to...ternyata lu benar...100% benar..."terang rayan sambil menahan nada bicaranya agar tak bergetar.
"apanya? Soal tadikah?"
"iya...gue baru aja mergoki mereka..."
"sabar ya bro...lu jangan sedih, meskipun rasanya pasti sakit. Tapi lu beruntung gak terlalu lama diperdaya mereka.."
"iya...gue bersyukur banget bs segera tahu belang mereka berdua..."kata rayan. Kali ini air matanya mengalir perlahan jatuh di pipinya.
"terus rencana lu sekarang apa?"
"put..ttuss..."
"lu gak berusaha minta penjelasan dulu?"
"gak perlulah...buat apa lagi...gue udah lihat dengan mata kepala gue sendiri...udah cukup bagi gue..."
"sabar...lu harus tegar..."
"hhh....liburan yang seharusnya indah buat gue...tapi..."
"jangan terlalu berlarut-larut sedihnya yan...lu keren, lu tajir...lu bisa cari yang lain..."
"ya bro. Tapi tetap aja yang namanya ditelikung dr belakang itu rasanya sakit banget...bangeeet...apalagi sm teman karib lu sendiri."
"gak usah dipikirinlah. Dia berarti bukan teman yang baik buat lu! Sekarang mendingan lu pikirin diri lu!"
"gue pengen lari dr semua ini to..."
"bunuh diri maksud lu? jangaaannn...!!"seru wanto.
"eh, lu kira gue secemen itu apa? Gak lah! Terlalu mahal kalo gue ngorbanin nyawa gue demi mereka! Gak rela gue!"
"sip bro!"
"maksud gue itu, gue pengen menyingkir sejenak dari sini..."
"menyepi?"
"ya gitu deh..nenangin pikiran..."
"bagus tuh! Dari pada di sini lu ngelakuin yang macem2..."
"menurut lu gue mesti ke mana nih?"
"ke tempat yang tenang, indah, sejuk..."
"umm...akh iya! Gue mau holiday di kampung nenek aja ah! Yess!! Thanks bro! Gue mau mau meluncur ke sana sekarang!"
"sekarang?"
"yup! Tunggu apa lagi? gue gak mau lihat muka mereka berdua lagi!!"
"hehehe...ya udah..happy holiday aja deh..."
"thanks!"
rayan kemudian menutup telpon lalu melempar ponsel tomy ke jalanan. Ponsel itu lansung berserakan di aspal. Rayanpun meluncur membawa mobilnya membelah keramaian.
....
***
rayan membanting pintu kamar dengan keras. Sesampai di kamar ia langsung menuju lemari pakaian dan mengeluarkan kopernya. Setelah itu ia memilik seluruh barang yang akan ia bawa ke kampung. Tekadnya sudah bulat akan menyepi ke kampung tempat kelahiran sang papa.
Selesai mengepak seluruh barang, ia menuju pajangan foto-nya di atas meja. Ia memandangi seluruh foto itu satu persatu, foto2 berfigura itu kebanyakan berisi foto2nya bersama fandi atau tomy.
Rayan menekan giginya kuat. Darahnya kembali mendidih. Dengan satu gerakan ia langsung membuat figura2 cantik itu hancur berantakan di lantai.
Mendengar suara berisik, bi lastri langsung berlari menuju kamar rayan.
"den rayan...kenapa?"tanya beliau keheranan.
"gak apa2 bik. Tolong beresin ya bik! gue mau liburan ke kampung."
"kampung? Den rayan serius?"
rayan mengangguk cepat. "ya! Bilangin sama papa-mama ya.."
"i..iya denn..."
"okey! Udah bik ya! gue pergi sekarang!"
bi lastri mengangguk-angguk.
Rayan menarik kopernya keluar. Bi lastri berjalan mengikuti.
Rayan berjalan menuju pintu pagar.
"aden gak bawa mobil toh?"tanya bi lastri.
"gak bik..."
"kenapa?"
"gak apa2..."
mereka berdua berdiri di depan jalan sambil menunggu taxi yang lewat.
"lantas aden pergi ke sana pakai apa?"
"bus..."
"heh?"
"kenapa bik?"tanya rayan sambil menoleh ke arah bi lastri.
"emang tahan? Bus itu pengap lho..."
rayan tersenyum.
"gak apa2 bik...sesekali ngerasain naik bus..."
bi lastri tersenyum.
Saat mereka tengah asik mengobrol, datang seseorang menghampiri.
"permisi, ini rumahnya rayan?"tanya lelaki itu.
"iya, gue rayan."
"ini..."kata lelaki itu sambil menyerahkan sebuah bungkusan.
"apa ini?"tanya rayan dengan kening berkerut.
"buka aja..."jawab lelaki itu sambil berjalan lagi.
"eehh..ttungguu..."
lelaki itu tidak menggubris.
"apaan tuh den?"tanya bi lastri sambil mendekat.
"gak tahu bik..."
"gimana kalo bom?"
"ah, sembarangan aja si bibik..."
"siapa tahu aja den. Kan sekarang lagi marak tuh...apalagi dia tidak kita kenal..."
rayan menarik nafas. Ucapan bi lastri barusan bikin nyalinya ciut juga.
"mendingan buang aja..."
rayan mangut2.
Saat rayan merasa bimbang, tiba2 isi bungkusan itu berbunyi.
"Aaaa...."teriak bi lastri.
Rayan juga terkejut.
Tapi nada suara dlm bungkusan itu sdh tak asing lagi. Itu nada pesan ponselnya.
"ini kiriman ponsel gue bik.."kata rayan sambil membuka bungkusan itu cepat.
"oooo...syukur deh..."kata bi lastri smbil mengurut dada.
Ternyata tebakan rayan benar. Isi bungkusan itu sebuah ponsel E63-nya yang dipinjam tomy. pasti tomy atau fandi yang menyuruh lelaki tadi mengantarkannya pada rayan.
"huh,..pake perantara segala.."gumam rayan.
Tidak berapa lama kemudian, taxi yang ditunggu rayanpun datang. Rayanpun naik setelah berpamitan sekali lagi sama bi lastri.
...
Menempuh waktu sekitar 2.5 jam dengan bus, akhirnya rayan sampai ke terminal. Setelah itu ia harus melanjutkan perjalan sekitar 30 menit dengan mobil gerobak. Beruntung setelah rayan naik, mobil itu langsung berangkat.
Rayan mengibas-ngibaskan bajunya karena kepanasan. Naik bus dan mobil umum berdesakkan sungguh luar biasa. Panas, sempit dan berbagai macam bau kumpul jadi satu. Tapi rayan menikmatinya. Terlebih-lebih setelah mobil memasuki wilayah perkampungan. Ia bisa menikmati alam pedesaan yang khas dan menawan. Di kiri-kanan jalan ia bisa melihat pemandangan hijau, air mengalir jernih dan mendengar kicauan burung yang hampir tak pernah ia nikmati saat di kota. Sementara itu para penduduk sesekali mereka lintasi. Ada yang bersama ternak mereka, bersama keluarga mereka dan ada yang bersepeda.
Rayan tersenyum. Hatinya tiba tergelitik dengan satu pertanyaan, 'kok gak ada sosok cakep yang lewat sih?'
kringg...kriingg...
Rayan spontan menoleh mendengar deringan sepeda khas jaman dulu. Seorang pengendara sepeda tengah mengusir segerombolan bebek yang berlenggak-lenggok di tengah jalan. Rayan menatapi sosok itu. Sayang ia tak bisa melihat wajahnya. Tapi postur tubuhnya membuat feeling rayan mengatakan kalau cowok itu pasti cakep.
Rayan menggeleng-gelengkan kepala. Baru saja dikhianati, tapi matanya sudah mulai lirik sana-sini.
"fokus..fokuss...!!"gumam rayan berkali-kali sambil membuang pandangan ke arah lain.
Karena pemandangan yang tersaji di depan mata begitu memesona, waktu setengah jam yang ditempuh tidak terasa. Tahu2 ia sudah berada di depan gang menuju rumah neneknya.
"hoaaa...udah lama banget gue gak ke sini..."gumam rayan sambil merentangkan tangan.
suasana di kampung papanya tak banyak berubah. Hanya satu dua buah bangunan bertambah. Selebihnya masih seperti dua tahun lalu, saat rayan dan keluarganya lebaran di sini.
Rayan menarik pegangan koper (travel bag)nya. Beberapa orang yang bertemu dengannya di jalan maupun yang tengah santai di beranda rumah semuanya menoleh ke rayan. Rayan cuek saja. Biasalah penduduk desa jika melihat orang asing atau orang yang jarang ditemui pasti natapnya lama banget. Rayan hanya bersikap sewajarnya saja. Ia tidak mau orang-orang nanti membenci dirinya hanya karena tingkah lakunya yang dinilai tidak baik oleh warga kampung. Selain itu ia tidak mau membuat nenek dan kakeknya malu. Apalagi mereka berdua termasuk penduduk yang dihormati di kampung Sumber Urip ini.
Rumah nenek rayan berjarak sekitar 15 meter dari jalan besar. Jadi rayan berjalan santai saja. Apalagi waktu masih menunjukkan pukul 02.05.
Kringg..kringg...
Rayan menoleh kebelakang. Bunyi sepeda ontel itu terdengar ladi dr belakang.
Sang pengendara sepeda tersenyum padanya.
"inikan cowok yang gue lihat di mobil tadi..."gumam rayan.
Rayan membalas senyuman lelaki itu.
"feeling gue gak salah. Dia cakep...senyumnya manisss..."seru rayan dalam hati.
"mau ke mana, mas?"tanya lelaki itu. Suaranya aduhai, sangat enak didengar.
"ke rumah nenek di sana..."jawab rayan smbl menunjuk ke depan.
"ke rumah siapa?"
"Haji Samin..."
"oh...wak haji...cucunya ya?"
rayan mangguk. Ia sungguh terkesan dengan keramahan lelaki itu.
"ya udah, aku duluan ya..."
"ya..silahkan..."
lelaki itu kembali mengayuh sepedanya. Siluet belakangnya sungguh sempurna. punggungnya lebar dan bahunya kokoh. Rayan tersenyum. Ternyata ada juga yang manis2 di sini, gumamnya dalam hati.
...
rumah nenek dan kakek nampak lengang. Rayan celingak-celinguk dari balik pintu pagar bambu yang mengitari rumah bergaya Rejang* itu.
Rayan mendorong pintu pagar yang tak terkunci. Saat ia melangkah memasuki halaman, suasana damai dan rindang langsung terasa. dua batang pohon rambutan yang tengah berbunga lebat di sudut kanan pagar memayungi seluruh tetumbuhan yang ada di bawahnya. Begitu juga pohon mangga yang tumbuh subur di sudut kiri pagar. Buahnya yang masih muda bergelantungan. Rayan tersenyum lebar. Suasana damai dan khas desa ini sangat menenangkannya.
Rayan kemudian naik ke atas teras melalui undakan tangga dari semen yang bertiat lima.
Pintu utama rumah tertutup rapat. Rayan kemudian berjalan mengelilingi teras samping. Pintu samping rumah terlihat sedikit terbuka.
Rayan meninggalkan kopernya di dekat pilar rumah yang dililit bunga yang rayan tidak ketahui namanya. Setelah itu ia berjalan berjingkat menuju pintu lalu membukanya dengan sangat pelan. Ia ingin memberi kejutan untuk nenek dan kakeknya.
di ruang tengah itu, hanya nampak kakeknya saja tengah duduk sambil menikmati seiris pepaya kuning yang sangat menggiurkan rayan. Apalagi ditengah cuaca panas begini.
Rayan kemudian jongkok dan berjalan merangkak. Ia tidak mau kakeknya mengetahui kedatangannya sebelum ia sendiri yang mengejutkan lelaki tua yang masih nampak gagah dan sehat itu.
"Aaa...astagfirullah....!!"teriak seseorang di belakang rayan.
Rayan yang terkejut mendengar seruan itu langsung berdiri.
Sementara sang kakek yang ingin dikejutkannya langsung melompat bangun.
"kenapa nek??"tanya beliau keras.
sang nenek yang tadi berteriak tidak menjawab. Ia hanya terpaku melihat sosok yang tadi mengejutkannya.
"rayan?!"
rayan menoleh. Kakeknya sudah berada di sampingnya.
"kakek..."gumam rayan sambil garuk2 kepala. Rencananya gatot (gagal total)!
"rayaaaannn...!!"seru neneknya sambil berjalan cepat dengan muka geregetan. Sebelum sampai di dekat rayan, beliau sudah mengibaskan tangannya.
"rayan!"seru sang nenek lagi sambil menari lengan sang cucu. beliau kemudian mendekap rayan erat. "rayaaa.nnn...kamu bikin nenek kaget..."
"he..he..."
"kenapa pakai merangkak segala eh?"
"mau bikin kejutan nek..hehe...tapi keburu ketahuan..."
sang nenek terkekeh.
"sendirian yan?"tanya sang kakek.
"ya kek. Rayan lagi liburan sekarang..."
"liburan kuliah, nak?"
"ya nek..."
sang nenek tersenyum dengan mata berbinar. tangannya tak henti-hentinya memegang tubuh rayan.
"makin tinggi aja kamu yan..."kata kakeknya sambil kembali duduk ke tempat semula.
"ya. Kayak papa kamu...makin tampan juga..."sambung neneknya.
Rayan tersenyum senang.
"ini makan kates (pepaya)nya. Kakek baru ambil dari belakang..."kata kakeknya.
"kates yang tadi kek?"tanya nenek.
Kakek mengangguk.
"ehh...nenek kecek tadi ndak buat es...ngapo la dimakan*..(ehh..nenek kan sudah bilang mau dibuat es...kenapa sudah dimakan...) "gerutu nenek.
"di belakang tu masih banyak..ambik lagi... (di belang kan masih banyak. Ambil lagi...)"jawab kakek.
Rayan tersenyum.
"nggak mau mandi nak?"tanya nenek.
"ntar aja nek. Sore aja..."
"sudah makan?"tanya kakek.
"eemm...kalo makan siang sih belum.."jawab rayan jujur.
"ya udah makan yuk...tadi nenek masak sayur udang..."ajak nenek.
"wah asik tuh...makan ahhh..."kata rayan.
"ya udah makan lah..."kata kakek,
rayan berlari kecil mengikuti sang nenek ke belakang.
"kamu ndak bawa pakaian, yan?"tanya nenek.
"ups, oh iya...masih di luar nek.."jawab rayan sambil bermaksud ke luar lagi.
"biar nenek aja yang ambil..."cegah nenek.
Rayan urung keluar.
"kekkk...! Ambik pakaian rayan di luar...!"seru sang nenek.
Rayan geleng kepala.
Neneknya tersenyum.
...
keesokan harinya, pagi2 sekali ia melihat kakeknya sudah bersiap mau pergi.
"mau ke mana kek?"tanya rayan sambil mengucek mata.
"ke sawah. Hari ini pekerja akan merumput..."
rayan mangguk2 sambil merapatkan jaketnya.
"ndak kepagian kek?"tanya nenek dari dalam. "baru jam setengah tujuh toh? sarapan dulu..."
"dak apo-apo nek. Antar be nasinyo gek..(tak apa2 nek. Antar saja nasinya nanti...)"
nenek mengangguk.
"gue boleh ikut kek?"
"nanti aja yan. Siang ntar sekalian nganterin nasi..."kata nenek.
"ya nanti aja..."
"okee..."kata rayan menyetujui.
....
Siang harinya rayan bersiap-siap akan menyusul kakeknya.
"kamu tahu sawahnya?"tanya nenek.
"naahh...belum tau! Nenek gak pergi?"
"nenek masih ada kerjaan..."
"terus gimana nih?"
"tunggu aja dulu. Nanti ada Johardi ke sini ambil nasi. Kamu barengan dia aja.."
"ya,ya..."kata rayan sambil memakai topinya.
"gimana nek, keren nggak?"tanya rayan setelah mematut diri di cermin.
Neneknya mengacungkan jempolnya sambil tersenyum.
Rayan terkekeh seiring terdengarnya salam dari luar.
"johardi sudah datang..."kata neneknya.
Rayan berjalan menghampiri ambang pintu.
"mang johardi ya?"
lelaki berusia sekitar 35-an tahun itu mengangguk.
"rayan yo?"
rayan tersenyum.
"bapak kau idak balik? (bapak kamu gak pulang)"
"nggak mang. gue sendiri aja..kebetulan lagi liburan.."
"main ke rumah mamang..."
rayan mengangguk.
"dio ni ndak milu ke sawah, har...(dia pengen ikut ke sawah, har),"terang nenek sambil menyerahkan rantang nasi dan lauk ke tangan johardi.
"sini gue aja yang bawa sayurnya mang..."kata rayan.
"eh..nih..."kata johardi.
"udah? Pergi sekarang yuk?"
johardi mengangguk.
"bentar,"tahan nenek.
"apa lagi nek?"
"sini dulu yan..."kata nenek sambil masuk ke dalam.
Rayan ikut masuk mengikuti neneknya.
"kenapa nek?"
"yan, jangan bawa bahasa kota ke sini...nanti orang2 bilang kamu sok...pakai bahasa sini aja..."
"heh...iyy...gue pengen nek..tapi masih kagok..."
"tuh...gue-lu nya jangan dibawa. pakai ambo(aku) aja, atau paling nggak aku atau saya aja..."
"ya nek..."kata rayan. "rayan bakalan sebisa mungkin pakai bahasa sini..."
"yaahh..."kata neneknya sambil mengangguk.
Rayan tersenyum.
"kalo gitu amb..boo (aakk..kuu..) pergi dulu ya nek...)
sang nenek terkekeh mendengar logat rayan yang lucu. Beliau lantas mengangguk.
"hati2..."
...
ternyata jalan ke sawah tidak semudah yang rayan bayangkan. Mereka harus melewati jalan setapak yang di kiri-kanannya ditumbuhi rumput setinggi betis. Rayan yang hanya mengenakan jeans selutut merasakan betis dari telapak kakinya yang basah terasa gatal. mungkin disebabkan bulu2 halus yang menyelimuti permukaan daunnya.
"ay, lain nian orang kota nih...dak pacak keno miang dikit...(duh, lain kalau orang kota...gak bisa kena miang*...) "kata johardi sambil tersenyum simpul.
Rayan balas tersenyum.
"di kota rumput2 jarang ada mang...yang banyak sampah..."kata rayan.
"kalo kami nih...cak inilah...dimano-mano masih utan, belukar...dak ado mol...(kalau kami di sini, seperti inilah...dimana-mana hanya ada hutan, belukar...gak ada mall..) "terang johardi.
"tapi di sini enak mang. Masih alami...udaranya segar..."
"yo...(yaa) "
setelah berjalan agak lama, mereka berdua kemudian belok ke kanan, melewati kebun kacang buncis yang berbuah lebat. luasnya tak seberapa. Setelah itu mereka melewati dua batang pohon kapuk yang besar. Di sekitar batangnya berserakan biji serta isinya yang berterbaran di mana-mana..
"kenapa buahnya gak diambilin mang?"tanya rayan.
"dak ado yang ndak ngambik, yan. Rato2 orang sini la ado kapuk galo...(gak ada yang mau ambil, yan. Rata2 orang di sini sudah punya pohon kapuk semua..) "
rayan mangguk2.
"tapi bisa dijual kan mang..."
"ay berapola regonyo...(berapalah harganya...)"
setelah melintasi dua batang kapuk yang sarat buahnya itu, rayan dan johardi mlewati aliran sungai yang di dam. Airnya sangat jernih. Mereka menyebrang melewati sungai itu dengan berpijak pada batu2 yang muncul di permukaannya.
"emangnya gak ada jembatan mang?"
"dak ado. Biasony cak inilah. lewat air, kan idak dalam airnyo nih..(gak ada. Biasanya menyebrang seperti ini. Lewat air, karena airnya nggak dalam) "
"tapi cukup deras mang..."
"he-eh..."
rayan menyebrangi sungai dengan sangat hati2. Apalagi bebatuan yang ia pijaki terasa licin karena lumut. Beda sekali dengan johardi yang sangat lincah. Ia bagaikan berjalan di tanah datar saja.
Jorhardi tersenyum melihat kekakuan rayan.
"masih jauh mang?"tanya rayan setibanya di seberang.
"idak. Itu nah nengok dak kau? Yang ado pondok itu...(gak kok. Kamu bisa lihat nggak di sana? Yang ada pondok itu..) "
"yang mana? Ada banyak pondok tuh.."
"yang ado jemuran kain merah...(yang ada jemuran kain merahnya)"
"oohh..yang itu. Deket kok..."
"he-eh dekat. Pek lah...(ayo lah)"ajak johardi lagi.
rayan mengangguk sambil mengusap keringat yang menetes dr jidatnya..
...
"rayan..."sapa sang kakek saat melihat kedatangan cucunya.
"waduwhhh...jauh juga kek..hehhh..."kata rayan.
Kakeknya tertawa.
"masa cuma segitu aja udah capek? Malu sama ibu-bapak ini nih..."
rayan tersenyum.
"kan belum terbiasa kek..."bela rayan.
"ini anaknyo ikhsan yo Ji(haji)?"tanya seorang ibu2 berbaju merah bata.
"yo..."jawab kakek.
"woy la besak nian...(wah, sudah gede...)"timpal seorang bapak.
"la kuliahny nih...(dia ini sdh kuliah),"terang sang kakek.
semua yang ada di sana mengangguk-angguk sambil terus memperhatikan rayan.
Rayan tersenyum dan mengangguk.
"ini nasinyo wak..."kata johardi kemudian.
"letak be di atas...(taruh saja di atas pondok..)"
johardi mengangguk. Rayanpun memberikan lauk yang sedari tadi ia genggam ke johardi.
"eh, kito makan kini be dak? (eh, kita makan kini aja gimana?)"usul kakek kemudian.
"jam berapo kini?"
"jam...satu,"jawab seorang bapak2 sambil melihat arloji di pergelangan tangannya.
"pas tuh...makan kini be..."kata seorang ibu setuju.
Akhirnya ibu2 pun menghidangkan nasi dan lauk yang tadi dibawa rayan dan johardi di atas pondok. Karena pondok tidak cukup untuk menampung semua pekerja, jadinya sebagian ada yang makan di bawah. Baik itu Di bawah pondok ataupun di atas sebatang kayu mati yang tergeletak di depan pondok.
"rayan makan di rumah aja..."kata rayan saat seorang ibu2 menyodorkan sepiring nasi ke hadapannya.
"la...idak makan di sini bae, yan?(lho...gak makan di sini aja, yan?)"tanya johardi.
"gak usah mang. Biar di rumah aja..."kata rayan. "rayan juga mau pulang sekarang..."
"lha..baru sampai..."timpal ibu2 yang tadi menyodorkan piring kepada rayan.
"gu...eh..aku tadi cuma pengen lihat sawah kakek aja buk..."
"ingat jalan baliknyo?(ingat jalan pulangnya?)"tanya johardi.
"ingatlah mang..."
"ya udah. Kalau mau pulang, silahkan. Makan sama nenek aja di rumah,"kata sang kakek.
"ya kek.."kata rayan sambil beringsut turun dari pondok.
"hati2 nyebrang sungainyo yan!"seru johardi.
"ya mang..!"
...
....
Rayan melangkah gontai melewati pematang sawah sambil bersiul kecil. sesekali angin menerpa tubuhnya cukup keras. Rayan merentangkan tangannya, membiarkan angin yang sejuk membelai seluruh tubuhnya. Suasana persawahan benar-benar memesona. Bentangan batang padi yang hijau membentuk gelombang mengikuti arah angin berhembus. batang nyiur juga melambai-lambai bak tangan yang mengajak berdansa. Sementara itu deru rumpun bambu yang bercampur gemericik air yang mengalir dari sela-sela bebatuan bagaikan simfoni alam yang syahdu.
Rayan menyukai semua ini. Ia senang bisa berada di bentangan alam pedesaan yang megah. Suasana ini mampu mengobati luka hatinya.
Rayan kembali menyebrangi sungai berbatu yang cukup deras tadi. sama seperti tadi, ia berhati-hati memilih batu tempat pijakan. Semuanya lancar, sampai kemudian angin kembali bertiup Kencang. tiupan angin itu sanggup melepaskan topi yang dipakai rayan hingga terbang dan jatuh ke air.
"waduh..!!"seru rayan. Sementara itu, topinya perlahan hanyut ke hilir.
Tanpa pikir panjang rayan kembali turun ke air untuk mengejar topinya.
Topi itu hanyut cukup cepat, sehingga tak seimbang dengan gerakan lamban dan hati2 rayan di dalam air.
"hufhh...!"desis rayan sambil berlari-lari kecil mengejar topinya yang semakin jauh.
Topi itu adalah topi kesayangan rayan. ia cukup susah untuk mendapatkan topi itu, bahkan ia harus memesannya pada temannya di Singapura. Jadi pantas saja jika ia bersikukuh ingin mendapatkan topi itu lagi. Tapi sepertinya, ia harus merelakan topi itu hanyut di aliran sungai kampung ini, setelah melihat topi itu hanyut semakin jauh.
"hhh...."desah rayan berat. Sekarang ia tidak berlari lagi mengejar topi yang sudah tidak kelihatan lagi itu. ia berjalan lamban menyusuri sungai, mencari jalan lain untuk ke daratan. Sepertinya ia tidak mungkin kembali lagi ke hulu setelah berjalan cukup jauh. Tapi sampai sejauh ini ia berjalan, di sepanjang aliran sungai hanya ada semak-semak yang terdiri dari jenis pakis-pakisan dan perdu-perdu berbunga kecil.
"gawat nih...apa gue mesti balik aja lagi ya?? Ntar gue bisa tersesat nih..."gumam rayan sambil terus berjalan. Ia kemudian meraba kantong jeansnya. Lagi2 ia mendesah berat. Hp-nya ada di rumah.
"coba gue terus jalan aja deh...pasti ada jalan lain..."gumam rayan lagi.
benar saja, ternyata beberapa langkah ladi di depannya, terlihatlah bukaan di kiri-kanan sungai.
Rayan tersenyum senang.
Selain jalan yang sering dilewati orang, kelihatannya sungai ini juga dimanfaatkan untuk mandi. Hal ini terbukti dengan adanya seseorang yang tengah berenang di depan rayan.
Sadar diri, rayan langsung berjalan menepi. Ia tidak mau langkahnya menyebabkan air jadi keruh.
"eh, siapa tahu nih orang nemuin topi gue..."kata rayan dalam hati.
Rayan terus berjalan mendekati orang yang lagi mandi tersebut.
"permisi...numpang nanya mas..."sapa rayan.
Lelaki yang tengah berenang dengan wajah menghadap ke bawah itu langsung berdiri.
"ya..?"
rayan sedikit surprise saat melihat wajah lelaki yang ada di depannya sekarang. Lelaki itu tak lain adalah yang mengendarai sepeda ontel dua hari yang lalu.
"ll..lu?"gumam rayan tanpa sadar.
"eh...mas..,"gumam lelaki itu seramah kemarin. Dari bibir merahnya tersungging senyum manis. "cucu wak haji itukan?"
rayan mengangguk.
"kok ada di sini?"
"eengg...itu dari sawahnya kakek.."jawab rayan sedikit kikuk sambil menunjuk ke arah sawah kakeknya.
"ooo..tapi kok sampai ke sini? Kan di hulu ada jalan?"tanya lelaki itu sambil menggosok dada bidangnya dengan sabun.
Rayan menghela nafas dalam2 saat memperhatikan perawakan pemuda (perkiraan rayan) itu dengan cermat. Kulitnya sedikit kecokelatan, berambut hitam rapi dan otot2nya itu lho..menggetarkan. Terutama abs cokelatnya.
"tempaan alam nih pasti..."gumam rayan dalam hati.
"hey..kok bengong?"tegur lelaki itu.
"oo..anu...tadi topi aku hanyut..aku berusaha nyejar..tapi yah..."jawab rayan sambil merentangkan tangannya pasrah.
"ooo..jadi topi kamu toh? Yang itu bukan?"tanya lelaki itu sambil menunjuk sebuah topi yang tergeletak di atas batu.
"benar! Topi gue tuh!!"seru rayan girang.
Lelaki itu tersenyum.
"pantesan...milik kamu toh...tadi aku heran, topi bagus begitu kayaknya gak mungkin milik anak kampung..."kata cowok itu.
"thanks ya udah nyelamatin topi gu...eh aku,.."
"sebenarnya gak gitu kok. Kebetulan aja ada topi yang hanyut..terus aku ambil..."
rayan tertawa kecil.
"ya udah, ambil aja topinya lagi..."kata cowok itu sambil kembali berenang.
"thanks..tapi kamu bs kasih tahu aku jalan pulang nggak?"tanya rayan sambil mengambil topinya kembali.
"lewat jalan ini aja..."
"apa tembusnya sama?"
"kalo kamu mau lewat jalan yang tadi, kamu bisa lewat jalan yang ini, jalan lurus aja sampai ke tepi sawah di seberangnya, terus belok kiri nah kamu jalan terus sampai ketemu dua batang kapuk. Seterusnya kamu pasti ingatkan??"terang cowok itu.
Rayan menagguk-angguk.
"jadi cuma jalan lurus, terus belok kiri doang?"
lelaki itu mangguk.
"oo..okey, thanks banget yah!"
lelaki itu kembali mengangguk sambil mencelupkan seluruh tubuhnya ke sungai.
Rayan berlalu. Tapi baru beberapa langkah, ia kembali menoleh ke sungai. Matanya belum puas menatap cowok cakep itu.
...
"ayo makan!"ajak neneknya.
"ya nek...rayan laper.."
"kenapa gak makan bareng kakek aja di sawah? Makan di tengah sawah itu nikmat banget yan..."kata sang nenek sambil mengambilkan nasi.
"malu ah nek..ntar nasinya kurang lagi, hehehehe..."
"hehehe...gak lah yan. Nenek udah perkirakan kok.."
rayan terkekeh.
"itu topi kamu basah karena keringat atau apa?"tanya sang nenek sambil menunjuk topi yang rayan taruh di atas meja.
"jatuh ke sungai tadi nek. Hampir aja gak dapet..untung ditemui sama orang...aduuhh..luar biasa nek...rayan mesti ngejar nih topi cukup jauh mengikuti sungai..."cerita rayan.
"makanya hati2..."
"tadi itu diterbangkan angin nek..."
"siapa yang nemuin? Kok bisa ditemuin?"tanya sang nenek.
Rayan kembali teringat dengan wajah cakep pengendara sepeda ontel itu.
"gak tahu namanya nek..lupa tadi kenalan...dia lagi mandi tuh...kebetulan lihat ada topi yang hanyut katanya..."
"aduh, kamu gimana sih yan? Gak nanya nama orang yang udah nolong?"
"lupa nek..dia itu sebaya sama rayan kayaknya. uhmm..waktu rayan jalan ke sini, rayan ketemu juga...dia pake sepeda ontel..."
"diki mungkin? Kalo yang sering pake sepeda dan masih muda kemungkinan sih itu diki..."
"diki..."gumam rayan.
"kayaknya sih dia...dia itu anak yang baik yan...rajin juga. dia seumuran kamu, tapi setamat SMA dia gak sekolah. Kekurangan biaya..."terang nenek.
Rayan mangguk2.
"kasihan juga ya nek.."
"makanya kamu itu harus bersyukur karena dikasih rezeki melimpah...bisa mengecap sekolah tinggi..."pesan nenek.
"ya nek..."
"ya udah makan dulu. Nanti ceritanya..."pungkas nenek.
Rayan mangguk lalu menyuapkan nasi ke mulutnya.
...
***
"yan...! Rayan...!!"
rayan yang tengah santai sambil mendengar mp3 dr ponselnya langsung keluar kamar saat mendengar seruan neneknya.
"rayaann..!!"
"ya..ya..! Kenapa nek?"
"kamu mau nggak bantu nenek beli kacang tanah di pekan?"
"di mana nek? Rayan blm tau..."
"kamu jalan keluar gang. Jalan arah ke ujung kira2 melewati enam buah rumah ada tanah lapang di sana...nanti kalau di sana kamu tahu sendirilah..."
"iya deh...."
"ini duitnya..."
"pake duit rayan aja nek.."kata rayan sambil berjalan masuk ke kamar lagi.
"sekarang rayann.."
"yaa...rayan sisiran dulu.."
"udah tampan..."
rayan terkekeh.
...
Seperti petunjuk sang nenek, rayan berjalan menuju ke ujung jalan besar. Setelah melewati beberapa rumah rayan akhirnya menemukan sebuah tanah lapang yang dipenuhi pondok2 tempat pedagang berjualan.
Rayan langsung mencari pedagang yang menjual kacang tanah. Ia membeli setengah kilo kacang tanah sesuai pesanan neneknya. Setelah itu ia langsung pulang.
Di pinggir jalan, tepatnya tak jauh dari gang menuju rumahnya, rayan melihat seorang ibu-ibu sangat kerepotan dengan barang bawaannya. Sepertinya ibu2 setengah baya itu baru saja dari pekan. Rayan kasihan melihatnya. Ia akhirnya menghampiri ibu2 itu.
"maaf bu..."tegur rayan.
Ibu setengah baya itu menoleh.
"yo nak? Ado apa?"
"ibu pulang ke mana?"
"napo (knp?)? rumah ibu masuk di gang di depan..."
"sama kalo gitu. Kalau gak keberatan sini aku bantu barang bawaannya..."kata rayan menawarkan bantuan.
"eh...?"
rayan langsung mengambil plastik besar hitam yang dibawa sang ibu.
"mokasih nak...sapo namo kau ni? Baru ibuk tengok...(makasih nak..siapa nama kamu? Ibu baru lihat..)"
"aku rayan buk, cucu wak haji..."
"lhaa...cucung nyo? (oohh..cucunya?)"seru ibu itu.
Rayan mangguk.
"kapan ke sini?"
"udah dua hari di sini buk..."
si ibu mangguk2.
sudah setengah jalan masuk gang, si ibu mengingatkan rayan, "nak, rumah ibu masuk gang di depan..."katanya sambil menunjuk sebuah gang kecil yang disampingnya terdapat bunga terompet.
Rayan mangguk.
Si ibu berjlan di depan dan rayan mengikuti.
Tidak terlalu jauh dari gang, si ibu berhenti di depan sebuah rumah sederhana.halaman rumah itu hampir tak ada isi. Hanya ada sebatang pohon nyiur hibrida.
"inilah rumah ibu...buruk..."kata sang ibu sambil berjalan naik ke teras. Setelah itu ia mengetuk pintu dan keluarkan seorang anak kecil berusia berkisar 9 tahun.
"emak la balik? (emak sdh pulang?)"sapa perempuan kecil itu.
"he-eh. Itu ambik barang kek kakak rayan nih...(he-eh. Itu ambil barang sama kakak rayan..)"jawab ibunya.
Anak kecil itu bergegas menghampiri rayan.
"sapo kakak ni mak? (siapa kakak ini mak?)"tanya sang anak itu.
"dio nih kak rayan, cucung wak haji...(dia ini kak rayan, cucunya wak haji..)"terang sang ibu.
Si anak mangguk2.
"abang mano? (abang mana?)"tanya si ibu.
"ado di belakang mak...Abaaanggg...!!"jawab si anak kemudian langsung teriak memanggil sang abang.
"yoooo..!!"jawab seseorang dari arah belakang.
"masuk dulu nak rayan. Ibu ambikkan air dulu yo?(masuk dulu nak rayan. Ibu ambilkan air dulu ya?)"kata si ibu pada rayan.
"gak usah repot2 bu..."
"idak...justru ibu nyo merepotkan kau...(gak..justru ibu yang sdh merepotkan kamu..)"
rayan tersenyum.
"bentar yo...(sebentar ya..)"kata si ibu lagi sambil masuk ke dalam.
Bertepatan dengan masuknya si ibu, keluarlah seorang lelaki yang mungkin dipanggil abang tadi.
"ngapo fir? (kenapa fir?)"tanya lelaki itu sambil menoleh ke arah rayan.
Rayan tersentak sedikit dengan mulut terbuka.
"lho..llu...kamu?"seru rayan.
"cucu wak haji kan?"lelaki di depan rayan balik bertanya.
"he-eh. Jadi ini rumah kamu?"tanya rayan.
Pemilik rumah yang tak lain pengendara sepeda ontel dan penolong rayan di sungai beberapa waktu lalu itu mengangguk.
Rayan tertawa.
"lucu ya! Kita ketemu mulu...!"seru rayan heran bercampur senang.
lelaki itu tersenyum.
"nah, karena kita terus2an ketemu..., kayaknya kita harus kenalan dulu deh..,"kata rayan. "aku rayan.."sambung rayan sambil menyodorkan tangannya.
"aku diki,"jawab sang pemuda itu sambil menyambut tangan rayan.
"diki..berarti tebakan nenek aku benar..."
"heh?"
"iya...waktu aku pulang dr sawah itu, aku cerita ke nenek kalo ada yang nolongin nyelametin topi aku..tapi aku bilang ke nenek gak tahu namanya...kata nenek mungkin itu kamu.."
"ooohh...gitu...maaf, kok kamu bisa sampai ke sini? Dari mana??"tanya diki.
"dio nih yang bantu ibu bawa belanjaan, ki...(dia ini yang bantu ibu membawa belanjaan ki..)"timpal sang ibu sambil menaruh air putih dan sirsak ke atas meja.
"ooo...makasih ya..."kata diki.
"sama2. Kamu juga udah nolongin aku...kita seri sekarang he..he..."canda rayan.
"nolong apo?"tanya sang ibu.
"aku la nolong dapatkan topinyo yang anyut...(aku sudah menolong mendapatkan topinya yang hanyut)"jawab diki.
"oooo...."
"aku minum ya airnya..."kata rayan yang memang kehausan.
"minumlah...minum...kami koh dak ado apo2 nak. Cuma ado air putih kek sirsak nilah...(minum..minum..kami ini gak punya apa2. Cuma ada air putih dan sirsak saja...)"kata ibu diki.
"aku ke sini juga bukan mau minta macam2 kok buk, hehehe..."canda rayan lagi.
"kalo ndak, biar ibu gorengkan ubi kayu ndak?"si ibu menawarkan.
"boleh tuh mak..."kata diki.
"gak usahlah bu..ngerepotin..."cegah rayan.
"ah. Idak...tunggu sini yo...ibu gorengkan dulu..."kata ibu diki sambil berjalan ke dalam lagi.
Sembari menunggu gorengan singkong si ibu diki masak, rayan dan diki mengobrol banyak di teras. Mereka dengan cepat bisa akrab, layaknya dua orang sahabat yang sudah lama tak bertemu tapi akhirnya dipertemukan kembali. Obrolan mereka berdua mengalir lancar sambil sesekali diselingi gelak tawa.
"btw, kamu ada berapa saudara, dik?"tanya rayan.
"aku punya tiga orang adik. Aku anak tertua..."
"wah, berarti adik kamu masih kecil2 dong?"
"iya.."jawab diki sambil mengangguk. "duo orang baru duduk di kelas 6 SD dan si bungsu safira, yang tadi..."
rayan mangguk2.
"kalo kamu?"tanya diki.
"aku anak tunggal. the one and only..."
"asik dong yah? dapat kasih sayang yang melimpah..."
"hehe...tapi kesepian! Apalagi ortu gue...itu suka sibuk. gu..aku, maaf, sering ditinggal sendiri di rumah!"
diki tersenyum.
"aku pengen banget bisa punya adik atau kakak gitu, bisa buat diajak main..gila2an bareng...."
"enak sih kalo hdp berkecukupan! Kalo kayak aku? Itu jadi beban, yan. Apa2 harus mendahulukan kepentingan adik dulu. Mana sempat buat main dan gila2an? Ini aja terpaksa gak melanjutin kuliah...harus ngalah sama adik...kasihan kalo aku harus mengorbankan mereka. Mereka harus sekolah tinggi. Aku untuk sementara cukuplah tamat SMA...kalo aku paksakan, sama aja aku menyiksa emak sama bak(bapak). Gak tegalah rasanya tiap lihat emak harus upahan merumput atau menyabit di sawah orang...apalagi kalo lihat bak yang tiap hari masuk keluar hutan cari kayu..."terang diki dengan pandangan menerawang.
Rayan menetap lekat bola mata diki. Ada sepercik kepedihan di sana. Rayan sangat trenyuh. Ia tak pernah memikirkan ada orang yang harus mengalah demi kebahagiaan orang lain seperti diki. Sementara selama ini rayan sendiri selalu mementingkan ego-nya tanpa memikirkan perasaan orang lain.
"gimana rasanya duduk di bangku kuliah? Seru ya?"tanya diki.
"eh? Biasa kok..."jawab rayan. Ia gak mau membuat perasaab diki makin terluka.
"pastilah menyenangkan. Apalagi kalo aku lihat teman2 satu angkatan sama aku. tiap libur semester mereka pulang, pake kemeja atau kaos, sepatu bawa tas...berjalan mantap sambil tersenyum. wajah mereka makin bersinar, kelihatan intelek dan kulit mereka terjaga..."kata diki dengan nada teriris.
"Ya Allah..."seru rayan dalam hati, "kenapa gue harus dengar pernyataan begini dari mulut diki? Sedih banget gue dengernya..."
"mereka dielu-elukan sama warga kampung. Calon sarjana..."
"semua orang punya garis tangan masing2 bro!"potong rayan. Ia gak mau diki makin terhanyut dalam kesedihannya. "orang yang kuliah gak serta merta hidupnya atau masa depannya akan sesempurna apa yang kamu lihat saat ini...banyak kok contoh orang terkaya di dunia bisa mematahkan persepsi dan cemoohan orang2. Mereka bisa bercokol dan menggenggam dunia meskipun gak tamat sekolah...jadi gak usah sedihlah bro...nasib bukan tergantung dari kuliah atau nggaknya...yang menentukan itu Tuhan dan kerja keras kita..."kata rayan berusaha menghibur.
"ya..yan...makasih. Mungkin aku cuma..yaa...kamu ngertilah perasaan aku..."
"ya,ya..aku ngerti banget. Membantu orang tua sepuluh kali lipat lebih mulia dibandingkan kuliah menghamburkan uang tanpa ada hasilnya, right?"
diki tertawa. "kamu bisa aja..."
"he..he..."
"ngobrol apo nih? Sampai2 bunyi tawonyo sampai ke dapur...(ngobrol apa nih? Sampai2 tawanya sampai ke dapur...)"tegur bu diki yang baru saja datang dari belakang sambil membawa sepiring ubi goreng yang masih hangat.
"gak kok bu..."jawab rayan sambil menatap wajah teduh penuh guratan yang menandakan kesulitan hidup itu. Dari sudut matanya yang keriput rayan bisa menangkap kulit sembab bekas air mata.
"apa mungkin beliau mendengar percakapan kami barusan??"gumam rayan dalam hati.
"dimakan nak..."kata ibu diki.
"ya bu..."
bu diki kembali ke dalam.
Rayan menatap lekat wajah diki.
"kenapa?"tanya diki.
"apa mungkin ibu kamu tadi dengar percakapan kita?"
diki mengangkat bahunya tanda tak tahu.
rayan menghela nafas.
"maafin aku dik..."kata rayan kemudian.
"buat apa?"
"udah bikin kamu sedih...mungkin juga ibu kamu..."
diki tersenyum tipis.
"udah, gak usah dibahas. Nikmatin aja ubi gorengnya..."
rayan mengangguk.
Mereka kemudian berdiam diri sejenak.
Tiba-tiba datang perempuan berseragam SD masuk ke rumah. dia adik diki yang baru pulang sekolah.
"ngapo cepat balik fit?"tanya diki.
"guru2 rapat kak..."jawabnya.
diki mangguk2.
"ini punyo sapo kak?(ini punya siapa kak?)"tanya adik diki itu sambil melirik plastik hitam yang tergeletak di dekat kursi.
rayan langsung menepuk jidatnya.
"ups! Duh, aku lupa! Itu kacang tanah pesanan nenek! Weewww...gara2 ngobrol jadi kelupaan! Pasti nenek udah ngomel2 nunggu aku! gue pulang ya!"seru rayan sambil bergegas mengambil kantong plastiknya.
"gak mau ambil ubinya lagi?"tanya diki.
"gau usah! Thanks ya! Bilang sama ibu kamu makasih juga!"
diki mangguk.
"kapan2 ke sini lagi ya?"
"gantian kamu lagi ke rumah..!"seru rayan sambil berjalan melintasi halaman.
"besok gimana kalo kita jalan2 aja? Mau gak?"ajak diki.
"kemana?"
"keliling2 kampung...."
"umm..."
"pake sepeda!"sambung diki lagi.
"sip! Besok aku ke sini!"
"ya..."
rayan mengangguk kemudian berlari menuju rumah neneknya.
...
"ehemm...mau kemanaaaa??"tegur neneknya yang melongok dari luar.
Rayan menoleh.
"mau kemana heh? Dari tadi bercermin terusss..."
rayan terkekeh.
"aku mau jalan2 keliling kampung nek..."
"heehh? Sama siapa?"
"sama diki..."
nenek mengangguk-angguk.
"tapi kok mau keliling kampung aja pakai gaya segalaa...gak bakalan ada yang lihat, yan..."kata nenek.
"siapa tahu ada yang bening ntar nek, he..he..."kata rayan.
Neneknya geleng-geleng kepala. "gadis kampung masih polos2. Jangan kamu racuni sama otak kotamu, eh?"
"ha..ha...nenek sembarangan aja...rayan ini anak baik nek..."
"he..he...siapa bilang kamu anak jahat?"
rayan garuk2 kepala.
"nanti diki yang jemput ya?"
"nggak nek. Rayan yang ke sana..."
"kalian kelilingnya pake apa? Jalan kaki?"
"Engg...eh, sepeda papa dulu masih ada kan?"
"ada tuh di gudang..."
"masih bagus kan?"
"masih kayaknya. Itu sepeda gak pernah di pakai..."
"biar rayan cek dulu deh.."
"he-eh..."
rayanpun segera pergi ke gudang yang terletak di belakang rumah. Sepeda milik papanya itu tak ada yang rusak sama sekali. hanya debu saja yang hampir satu centi membalut permukaannya.
Rayan lantas mengambil serbet dan mengelapnya hingga mengkilap kembali.
"yes!!"seru rayan puas sambil menggiring sepedanya keluar lalu mengendarainya.
"cak mano? (gimana?) masih bagus, yan?"tanya sang nenek.
"masih nek...rayan langsung pergi ya?"
"yaa...hati2..!"
"ya nek..."balas rayan.
sesampainya di rumah diki, pemuda itu tengah memindahkan kayu bakar dari samping rumah ke belakang rumah. Rayan sempat terpaku melihat tubuh sempurna rayan saat otot-otot kekarnya yang bagaikan hasil bentukan fitness itu tergelar di hadapannya. Rayan sangat beruntung datang lebih awal saat diki sedang bekerja dengan bertelanjang dada.
"tiap hari nih kayak gini?"tanya rayan.
"apanya?"
"engg...mindahin kayu bakarnya..."
"nggak lah. Kalo kayunya ada aja...kalo udah dipindahin, apa yang mesti diangkat, eh? Hehehe..."
rayan ikutan ketawa.
"kirain tiap hari..."gumam rayan.
"emang kenapa kalo tiap hari?"
"eh? Gak apa2!"jawab rayan cepat. "maunya gue sih tiap hari biar bs lihat tubuh six-pack lu..."sambung rayan dalam hati.
"mau pergi sekarang?"tanya diki.
"gak ada kerjaan lain?"
"gak ada."
"oke, let's go!"
"sip! Aku pakai baju dulu ya..."kata diki setengah berlari masuk ke dalam rumah.
"hheehhh...gak usah pake baju aja bro..."kata rayan pelan.
***
rayan dan diki bersepeda santai menyusuri jalan. Angin sepoi-sepoi memanjakan mereka. Di kiri-kanan jalan yang mereka lalui terhampar bentangan sawah yang menghijau. Bulir-bulir padi yang sebentar lagi masak menerbitkan harapan. Sesekali mereka berdua melewati aliran sungai nan jernih. Terlihat dua-tiga orang yang tengah duduk sabar dengan mata pancing mereka. Rayan tersenyum melihat kekhasan desa. Semuanya permai dan seimbang.
"hidup di desa menyenangkan ya..."gumam rayan.
"masa?"
"iya. Selama aku di sini, gak ada yang bikin tensi darah aku jadi naik, he..he..."
diki tersenyum.
"gak kayak di kota, adaaaaa aja yang bikin kesel.."
"lama2 juga pasti ada kok..."
"he..he...aku harap sih gak ada ya...aku pengen persepsi aku tentang desa gak berubah..."
diki lagi2 tersenyum.
Mereka terus bersepeda menyusuri jalan. Sesekali mereka harus terhenti dengan serbuan segerombolan bebek yang berlenggak lenggok di jalanan.
"aku yakin kalo di kota gak pernah lihat bebek yang ikut meramaikan jalankan?? Hehe.."canda diki.
"hahaha..! Anjing kurap yang banyak!"kata rayan.
"kalo di sini mah bebek, anjing, kerbau, sapi...semua tumpah ruah di jalanan..."
"itu uniknya desa...semuanya menyatu..."kata rayan.
Mereka kemudian berhenti sebentar di dekat sebuah bangunan semen di dekat jembatan.
"berhenti dulu ya..."kata diki.
Rayan mangguk.
Mereka memarkirkan sepeda di tepi jalan lalu duduk bersebelahan di atas bangunan semen itu. Mereka menghadap ke aliran air jernih yang suaranya gemericik.
"ini aliran air sungai yang di sawah itu ya?"tanya rayan.
Diki mengangguk.
"kalo kamu gak dapetin topi aku waktu itu, pasti topinya lewat sini yah..."
"kalo gak nyangkut sih iya..."
"he..he..."
"berapa lama kamu liburan?"tanya diki.
"nggak tahu..."
"lho kok..."
rayan tersenyum simpul. Ia kembali teringat kejadian yang meluluhlantakkan perasaannya sesaat sebelum ke sini.
"masih lama..."
rayan mangguk2.
"kok milih kampung sih? Bukannya masih ada tempat keren lainnya?"
"aku pengen men..."
tiba2 ponsel rayan berbunyi. Ia buru2 merogoh ponsel di kantong jeansnya. Tidak keluar nama dari sang penelpon.
"bentar ya..."kata rayan.
Diki mengangguk.
"halo?"sapa rayan.
"halo...rayan..."
"ya, ini gue. Siapa nih?"tanya rayan.
"masa sih kamu gak inget dengan suara aku, say?"
rayan mengernyitkan dahinya.
"sory, gue benar2 gak tau. Lagian nomor lu gak ada di list gue.."
"kamu masih marah sama aku ya?"
"marah? Kenapa marah? Kenal juga nggak..."
"masa sih kamu gak inget dengar suara aku, beib..."
rayan tersentak sambil menoleh ke diki. Diki diam saja.
"yan? Rayan??"
"i..iya..."
"ingatkan sayang?"
rayan menghela nafas berat.
"mau apa lagi lu nelpon gue?"tanya rayan tiba2 dengan nada ketus. Diki yang mendengarnyapun langsung menoleh.
"kamu masih marah ya?"
"mau apa lu hubungi gue?!"tanya rayan lagi.
"yan...aku masih cinta sama kamu..."
"shit! Gak usah ngomong itu lagi deh...muak gue dengernya..."
"plissss...aku pengen berubah yan. Aku nyesel udah ngelakuin hal sejahat itu sama kamu..."
"udahlah. Dulu mungkin gue percaya. Tapu sekarang? Sama siapa aja lu ngomong manis begitu??"semprot rayan.
"sayang..."
"udahlah. Urus aja itu...gacoan baru lu...siapa tuh namanya..."
"yan, aku sama fandi gak serius..."
"sama gak seriusnya lu ama guekan?!"potong rayan.
Lagi2 diki menoleh mendengar suara histeris rayan.
Rayan yang merasa tak enak dengan diki langsung melompat turun dan sedikit menjauh.
"yan..pliss...kasih aku kesempatan lagi..."
rayan menggertakkan giginya kesal. Ia muak mendengar suara memelas tomy.
"jangan hubungi gue lagi!"teriak rayan sambil merejek panggilan tomy. Tidak hanya itu, ia langsung mematikan ponselnya dan mengeluarkan kartu SIMnya setelah itu membuangnya ke rerumputan.
"mampus!!"seru rayan dengan suara tertahan.
Diki yang melihat kejadian itu langsung mendekati rayan.
"yan..., kamu gak apa2?"
rayan geleng kepala. "aku gak apa2. Kita pulang yuk!"ajak rayan sambil mendekati sepedanya. Tanpa meminta persetujuan dari diki dulu, ia langsung menaiki sepedanya dan mengayuh sepedanya kencang menuju ke rumah.
Diki mengerutkan keningnya melihat sikap rayan yang tiba-tiba berubah. Ia yakin telepon tadi adalah penyebab kemarahan rayan. siapa sih penelepon itu? Kenapa rayan bisa sekesal itu?
Diki menyondongkan badannya ke jalan untuk melihat apakah rayan kembali lagi atau tidak. Ternyata rayan sudah tidak nampak lagi batang hidungnya.
Diki berjalan ke arah rayan membuang kartu SIM-nya tadi. Ia bukannya mau ikut campur, tapi ia penasaran dengan si penelepon Itu.
Dikipun mencari kartu SIM itu diantara rerumputan. Untung rayan tidak membuangnya terlalu jauh, sehingga diki dengan mudah bisa menemukannya.
Diki menggenggam kartu SIM itu dengan kepala penuh tanya. Tanpa buang waktu ia segera memacu sepedanya menuju arah yang berlawanan dengan jalan rumahnya. Tujuannya bukan mau pulang, melainkan pergi ke rumah pamannya untuk meminjam ponsel beliau sebentar untuk mengaktifkan kartu itu untuk menuntaskan rasa penasarannya.
...
Hampir saja diki tidak bisa bertemu dengan pamannya. Sebab saat ia tiba, pamannya itu baru saja hendak pergi ke ladang.
"mang...!"seru diki.
"heh? Ngapo Ki? (heh? Np Ki?)"tanya pamannya sambil mengunci pintu.
"minjam HP mang..."jawab diki.
"hp? Ndak ngapo? (mau apa?)"tanya pamannya sambil menyodorkan ponsel seri Nokia 1100.
"ambo ndak ngecek kartu nih...(aku mau lihat kartu ini...)"jawab diki sambil menunjukkan kartu SIM di tangannya.
"baru beli?"
diki geleng kepala. "dak e. punyo kawan..."
"yo udah. pakailah dulu. Sore gek antar ke rumah be yo? Mamang ndak pegi...(ya sudah. Pakai saja dulu. Sore nanti antar saja ke rumah. Paman mau ke ladang...)"
"yo mang. Gek aku antar...(y paman. Nanti aku antarkan...)"kata diki sambil mengangguk. Sementara pamannya langsung berjalan ke ladang.
Diki duduk di teras rumah pamannya yang kosong. Ia tak sabar ingin mengetahui penyebab kemarahan rayan tadi, meskipun hatinya terus bertanya-tanya kenapa ia begitu usil dengan masalah ini?
Baru beberapa menit Ponsel dinyalakan, berturut-turut nada pesan Ponsel berbunyi. Diki geleng-geleng kepala sambil menghitung jumlah pesan singkat yang masuk. Hampir sepuluh buah pesan singkat yang masuk.
"yak, banyaknyo seh...(waduh, banyak amat...)"gumam diki.
Dikipun membukanya satu per satu. Pertama ada pesan dari "papa" yang isinya minta nomor rekening rayan. Sepertinya papa rayan ingin menstrasfer sejumlah uang buat anak semata wayangnya itu. Kemudian ada pesan dari "amelia" dan "wanto" yang menanyakan bagaimana kabar rayan. Selebihnya adalah pesan dari seseorang tanpa nama. diki satu persatu membaca isi pesan singkat itu. Nada kalimatnya hampir sama yakni meminta maaf pada rayan dengan kata-kata mesra. Sepertinya seseorang yang mengirim ini adalah pacar yang selingkuh dan ketahuan sama rayan. Diki yakin orang inilah yang menelepon rayan tadi.
"ummm...jadi iko masalahnyo...dio diselingkuhi...pasti gara2 iko pulo nyo pai ke sini...(umm..jadi ini masalahnya...dia diselingkuhi...pasti gara2 ini juga dia berlibur ke sini...)"gumam diki.
"maso sih lanang elok kek kayo cak itu disia-siakan...cari apo lagilah tino tuh...(masa sih cowok cakep dan kaya kayak rayan disia-siakan...mau apa lagi tuh cewek...)"gerutu diki sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana lalu beranjak pergi meninggalkan rumah pamannya.
Di tengah perjalanan pulang, tiba-tuba ponsel diki berbunyi. Diki sedikit terkejut. Dengan cepat ia mengambil ponsel itu lalu melihat siapa yang memanggil. Nama sang penelpon tidak keluar. Diki berpikir sejenak. Apakah ia harus mengangkat panggilan ini atau tidak? Tapi akhirnya ia angkat juga.
"hal..."
"yan!"potong suara di ujung sana cepat.
Diki mengernyitkan dahinya mendengar suara keras sang penelpon.
"halo..."sapa diki lagi.
"yan! Kok tadi HPnya kamu matiin sih? Plis beib, jangan siksa aku kayak gini..."
diki terperanjat.
suara yang ia tangkap jelas-jelas adalah suara lelaki. Tapi kok dia manggil rayan dengan sebutan "beib"?
"ambo yang salah dengar atau...(aku yang slah dengar atau...)"gumam diki dalam hati.
"sayang...kamu denger aku kan??"seru lelaki itu lagi. "tolong jangan diemin aku kayak gini, yan...aku sungguh2!! Suer...!!"
diki geleng2 kepala.
"benar! ambo dak salah dengar..."gumamnya lagi.
"yaann...heiii...yaan...kamu masih di sana kan? Kamu denger aku kan? Aku masih cinta sama kamu...cuma kamu...fandi itu gak ada apa2nya dibanding kamu..."
"fandi? nyo selingkuh kek fandi? Fandi itukan namo lanang? Bingung...apo sih nih...(fandi? Dia selingkuh sama fandi? Fandi itukan nama cowok? Bingung...bagaimana sih ini...)"lagi-lagi diki diliputi kebingungan.
"yan..beib...sayang...kamu di mana? Kemarin aku ke rumah kamu...kata bik lastri kamu ke kampung. Aku susul ya?"
tut!
Diki dengan tangan agak gemetaran langsung mematikan sambungan telepon.
"gilo! Gilo tobo koh! Rayan metean kek lanang? Apo itu artinyo dio homo? Iww...(gila! Gila mereka semua! Rayan pacaran sama cowok? Apa itu artinya dia homo? iww...)"seru diki bergidik.
Ponsel di tangan diki kemudian berbunyi lagi. Sederet angka di layar ponsel menunjukkan nomor yang sama seperti yang menelpon tadi.
"ampun, idak eh...(ampun, gak ah...)"kata diki sambil merejek panggilan lalu langsung mematikan ponsel dan mengeluarkan kartu SIM-nya.
"dak sangko ambo rayan tuh homo...(gak nyangka aku kalau rayan itu homo...)"desis diki.
...
pagi harinya, rayan datang ke rumah diki dengan sepeda. Ia ingin minta maaf sama diki atas sikapnya kemarin yang mungkin saja membuat diki bingung. Ia tidak ingin gangguan dari tomy membuat hari-hari indah yang dijalananinya di kampung menjadi berantakan.
Sesampai di rumah diki, rumah itu nampak lengang. Pintu rumahnya juga tertutup.
"diki kemana ya? Sekarang masih pagi, masa sih tuh anak udah pergi???"tanya rayan dalam hati.
Rayan pun mondar-mandir kebingungan di depan pekarangan rumah diki sampai ada orang yang menegurnya.
"cari siapo nak?"
rayan menoleh. Seorang laki-laki tua dengan bertelanjang dada memamerkan rusuk-rusuknya yang bertonjolan menatap kepadanya.
"anu kek..eng...cari diki..."
"diki? Ado di belakang dak? Tadi dio lagi bersihkan dahan mangga..."terang sang kakek.
"ooo..."
"tengok be di belakang...(lihat aja di belakang...)"
"yo kek...mokasih kek...(ya kek...terima kasih kek...)"
sang kakek mengangguk.
Rayan pun mengikuti anjuran sang kakek baik hati. Ia berjalan ke belakang rumah diki melewati jalan samping rumah yang sempit. Sang kakek sepenuhnya benar. Orang yang ia cari tengah sibuk memotong ranting-ranting pohon mangga yang sudah mengenai atap rumah.
Rayan tersenyum. Ia sangat senang melihat wajah serius diki saat bekerja. Tetap tampan.
"hey kawan...!!"seru rayan.
Diki langsung menoleh ke bawah.
"kenapa dipotong?"tanya rayan basa-basi.
"gak apa-apa...,"jawab diki. "mau apa?"
rayan geleng kepala.
Diki kembali melanjutkan pekerjaannya.
"aku mau minta maaf soal kemarin, dik. Aku emosi banget waktu ituu.."terang rayan langsung.
"hoooo..."desis diki sambil terus memotong dahan-dahan pohon mangga yang dianggap menganggu.
"gak tersinggung kan?"
"gak kok!"jawab diki.
"sore ntar jalan lagi yuk?"ajak rayan.
"maaf yan. Dak pacak! Aku ada kerja!!"jawab diki cepat.
"kerja?"
"yup. Aku mau ikut bak ke hutan..."terang diki.
"ooo..."ujar rayan lemah sambil menahan sedikit kecewa.
"maaf ya, aku lagi sibuk nih..."kata diki lagi.
rayan tak berucap apa-apa. Tapi ia menyadari jika sikap diki agak dingin hari ini. Ia sepertinya enggan untuk diganggu sama rayan.
"ya udah, aku pulang dulu yoo..."pamit rayan.
"he-ehh..."
rayan menghela nafas lalu berjalan menuju halaman depan.
"kayaknya diki ada masalah deh...dia dingin banget..."gumam rayan dalam hati.
...
setelah rayan pamit pulang, diki berhenti sejenak dari pekerjaannya. Hatinya diliputi kebimbangan. Apakah adil jika ia menghindari seseorang hanya karena orientasi seks-nya berbeda?
Diki memang pemuda kampung. Tapi bukan berarti ia kampungan. Meskipun hanya sebatas tamat SMA, bukan berarti ia tidak tahu dunia luar. Ia punya wawasan yang cukup.
Selama ini ia tidak pernah mempermasalahkan status seseorang, termasuk orientasi seksualnya. Bagi diki, setiap orang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Tapi toh, setelah ia dihadapkan dengan realitanya, baru ia menyadari permasalahannya tidak semudah yang ia pikirkan. Ia tidak bisa langsung memutuskan iya atau tidak. Butuh pertimbangan yang benar-benar matang, terutama dalam kasus rayan ini.
Bagi diki, rayan tak ada cacat. Hanya saja ia sangat menyayangkan kenapa ia harus mengetahui orientasi seksual lelaki itu. Jika tidak, ia pasti dengan senang hati bisa menerima rayan sebagai temannya. Tapi saat ini, semuanya perlahan berubah. Ia tidak bisa memandang sosok rayan seperti sebelum ia mengetahui kebenaran itu.
Mungkin pikirannya terlalu picik jika begitu saja menjauhi orang lain hanya karena satu alasan itu saja, yang bahkan sampai saat ini ia tidak merasa dirugikan. Apalagi rayan tak pernah berlaku sesuatu yang membuatnya tak nyaman. Tapi mengapa? Mengapa ia tidak bisa mengesampingkan hal itu dan terus memandang rayan seperti semula?
Satu yang diki sadari, bahwa ternyata hatinya tak selapang yang ia bayangkan selama ini.
"maaf be yan, ambo dak pacak terimo kau...(maaf yan, aku tak bisa terima kamu [jadi teman])..."gumam diki lirih.
...
dua hari berturut-turut rayan menemui diki di rumahnya. Ia masih mengharapkan diki bersedia menemaninya jalan-jalan keliling kampung seperti dua hari yang lalu. Tapi dua hari berturut-turut pula diki tidak bersedia menemaninya. Alasannya masih sama, yakni ia ingin membantu ayahnya mencari kayu di hutan.
Meskipun sedih dan kecewa, rayan tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagai seorang teman, apalagi baru hitungan hari, ia ingin menjadi teman yang pengertian. Ia tidak ingin mendesak diki dengan permintaannya itu. Apalagi ia sendiri tahu bagaimana kondisi ekonomi keluarga diki. Ia seharusnya mendukung keputusan diki untuk membantu ayahnya.
Akhirnya, di hari ketiga rayan tidak menemui diki lagi. Ia tidak mau menganggu lelaki itu. Biarkan diki sendiri nanti yang akan meluangkan waktunya untuk berjalan-jalan dengan rayan, karena rayan sangat menginginkan hal itu. Untuk menghilangkan kebosanannya, rayan berdiam diri di rumah sambil tiduran dan online dari ponselnya.
Siang harinya, selesai makan siang, rayan tiduran di ruang tengah sambil menonton televisi. Saat itulah sang kakek masuk. Beliau baru saja pulang dari sawah.
"mano nenek yan?"tanya beliau.
"nenek tadi main ke rumah tetangga kek..."jawab rayan.
"kau ngapo idak main? (kamu knp ndak main?)"tanya kakeknya lagi.
"gak ada kawan."
"ngapo idak ajak diki?"
"diki sibuk kek. Dio ikut bapaknyo ke hutan..."
"maso? Tadi kakek lewat rumahnyo, ado dio di teras...(masa? Tadi kakek lewat depan rumahnya, ada dia di teras...)"
rayan langsung bangkit dari tidurnya. "apo kek?"
"diki kan? Ado dio di umahnyo...(diki kan? Ada dia dirumahnya..)"
"tapi katanya..."
"sapo yang ngecek? (siapa yang bilang?)"potong kakek.
Rayan menghela nafas.
"udahlah kek, rayan jugo lagi malas keluar..."pungkas rayan sambil beranjak menuju kamarnya.
Di dalam kamar, hati rayan terus bertanya-tanya. Diki bilang ia ingin ikut ayahnya ke hutan, tapi sang kakek lihat dia ada di teras...jadi sebenarnya diki ke hutan atau tidak? Atau dia sudah pulang? Tapi masa sih jam segini sudah pulang? Cepat amat? Atau barangkali diki berbohong padanya? Tapi kenapa? Apa alasannya?
Rayan terus bertanya-tanya dalam hati. Jika benar diki berbohong, ia harus tahu apa alasannya??
"gue mesti cek dulu nih..."gumam rayan.
Rayan mematut diri di depan cermin sebentar. Meskipun lagi gelisah, bagi rayan gaya tetap harus diperhatikan. Setelah itu ia langsung ngacir keluar rumah tanpa memperdulikan teriakan kakeknya.
"ini lebih penting kek..."gumam rayan.
Tujuannya tak lain adalah rumah diki. Tepatnya sih sebenarnya bukan ke rumah lelaki itu, tapi ke rumah sang kakek baik hati untuk menanyakan tentang diki. Rayan ingin mengetahui bagaimana yang sebenarnya. Apa betul diki cuma membohonginya?
Sesampai di dekat rumah diki, rayan celingak-celinguk dengan hati2 seperti pencuri.
"hemm...!"seseorang berdehem di belakang rayan. Sontak saja membuatnya terkejut. Ia langsung menoleh.
"ngapo kau?"tanya si pemergok itu lagi yang tak lain adalah sang kakek baik hati.
Rayan mengelus dada.
"duh...nih orang jin atau orang sih? Selalu ngejutin gue..."gumam rayan dalam hati.
"cari diki lagi?"tanya sang kakek.
rayan geleng kepala.
"ndak cari sapo?(mau cr siapa?)"
"kek...diki tadi ke hutan yo?"tanya rayan.
"bapaknyo dak? (bapaknya mungkin?)"
"diki ikut jugo kan?"
sang kakek menggeleng. "idaakk...diki idak ikut. Di rumah tulah nyo...(nggak...diki nggak ikut. Dia di rumah...)"
rayan mengangguk.
"ooo...mokasih yo kek..."
sang kakek mengangguk.
Rayan kemudian pamit pergi dengan hati tak karuan. Jelas sudah kalau diki ternyata sudah membohonginya. Terbit kebingungan di dalam hatinya. Apalagi sih ini? Kenapa tiba-tiba diki menghindarinya? Apakah gara2 waktu itu ya? Masa sih hanya gara2 seperti itu diki lantas tersinggung? Padahal diakan sudah minta maaf.
Rayan geleng-geleng kepala. Ia sama sekali tak habis pikir. Apakah ia sudah berlaku tidak sopan pada diki, sehingga lelaki desa itu berbalik memusuhinya? Apakah memang begini hubungan persahabatan di desa? Mereka sangat sensitif menurut rayan.
Rayan menghela nafas.
"ya Tuhan...kenapa keadaannya jadi begini? Kenapa gue selalu tersakiti? Kenapa orang mudah banget benci sama gue? Perasaan gue udah berbuat sebaik yang gue bisa...? Gue udah berusaha menjadi teman yang menyenangkan buat orang lain...tapi kenapa mereka selalu membalas gue dengan kayak gini? Apa gue belum pantas dekat sama mereka? Malangnya nasib gue...nggak di kota, nggak di desa, selalu dapat empedu...hhhhh..."ratap rayan sambil menyusuri jalan.
...
Rayan bangun dengan malas2an. Meski hari sudah terang dan cahaya pagi sudah menerobos masuk lewat ventilasi kamar, tapi rayan tidak juga beranjak dari tempat tidurnya.
"yaaannn....banguuunn...!!"teriak neneknya dari dapur.
Rayan tidak menggubrisnya. Ia tetap saja berbalut selimut. Tak ada yang membuatnya semangat menyambut datangnya pagi dua hari ini. Bangun pagi atau tidak ujungnya tetap saja mendok di rumah. Rayan jadi lesu. Sikap menghindar diki sejak beberapa hari yang lalu telah merubah segalanya.
"yaaann...!!"seru neneknya lagi.
Rayan menarik selimut sampai ke kepala. ia tak mau mendengar teriakan neneknya.
Tok..tok..!!
Rayan menggerutu tak jelas. Gedoran sang nenek di pintu kamar semakin keras.
"yaann...!! Ada telepon papa kau nih...!"teriak neneknya.
"papa?"gumam rayan. Ia buru2 bangkit dan membuka pintu.
"papa nek?"
"apo gawe kau nih, heh? Hari la siang...(ngapain kamu, heh? Hari udah siang...)"omel neneknya sambil menyodorkan ponsel ke tangannya.
Rayan tak peduli. Ia langsung menempelkan ponsel ke telinganya.
"papa..."sapanya.
"rayan!"seru papanya.
Rayan mengerutkan kening sambil menjauhkan ponsel dr telinganya mendengar teriakan papanya.
"yaa pa?"
"kamu ini gimana sih? Handpone gak pernah aktif??!"omel papanya dengan nada gusar.
rayan menggaruk-garuk rambutnya yang kusut.
"hey! Handpone kamu mana??!"
"ini pa..emm...sim card-nya rusak..."jawab rayan pelan.
"halah! Gimana sih kamu?! Gimana bisa sampai rusak? Ceroboh banget jadi orang!"
"ya deh..ntar rayan beli kartu baru...nomernya tak sms-in..."pungkas rayan.
"ya udah..."kata papanya dengan nada merendah. "uang kamu masih ada nggak?"
"uang?"ulang rayan dengan muka cerah.
"ya...masih ada?"
"emmm...kalo papa mau transfer sih, rayan gak nolak..hehehe..."
"ya udah, berapa nomer rekeningnya?"
"aduh, rayan gak hafal pa. Ntar rayan sms-in aja ya..."
"oke. Ntar di sms-in aja. Oh ya, ada salam dari mama. Kamu ini gimana sih? Gak pernah telepon ke rumah? Mama nanyain kamu tuh..."
"ya..maaf. Ntar rayan telepon mamanya. Sekarang mama mana?"
"udah kerja..."
"oke deh..."
"ya udah. Baik2 di sana. Jangan ngerepotin kakek sama nenek ya?"
"ya pa..."
"papa kerja dulu..."
"selamat beraktivitas pa..!"
"thanks! Bye.."
"bye...eit, uangnya jangan lupa di transfer!"seru rayan cepat.
"yaa..duit aja kamu cepat..."
"hehehe..."
setelah percakapan sama papanya tuntas, rayan segera mengembalikan ponsel neneknya setelah itu menghidupkan ponselnya sendiri untuk melihat nomor rekeningnya. Maklum, semua nomor penting rayan save semuanya di kontak ponsel biar mudah di cari.
Sambil bersiul kecil rayan membuka kontak di ponsel. Tapi betapa terkejutnya dia setelah mengetahui seluruh kontak dan nomor pentinganya semua tersimpan di kartu SIM. Sementara kartu itu sudah ia buang beberapa hari yang lalu.
"shit!"umpat rayan kesal. Ia buru-buru berlari ke gudang dan mengeluarkan sepeda. Ia harus menemukan kartu SIM itu kembali.
"rayan..! Ndak kemanooo...??!(rayan...! Mau kemanaaa??!)"tanya neneknya.
"bentar nek...ada yang pentiiingg..!!"balas rayan dengan teriakan sambil melarikan sepedanya dengan kecepatan tinggi.
Sesampai di dekat jembatan tempat ia dan diki berhenti beberapa hari yang lalu, rayan pun berhenti dan memarkirkan sepedanya begitu saja. Ia kemudian bersegera menyibakkan rerumputan persis di tempat kartu SIM itu jatuh. Sayangnya benda yang dicari tak ketemu. Berkali-kali rayan memeriksa tempat itu, bahkan tempat-tempat di sekitar rerumputan itu tidak lupa ia periksa. Hasilnya tetap nihil.
"duh...dimana tuh kartu jatuh ya? Pasti gak jauh2 dr sini deh.."gumam rayan.
Ia kembali mencari di tempat semula, berharap kartu itu tadi luput dari pandangannya. Ia mencari dengan lebih berhati-hati.
"plisss...pliiiisss...."gumam rayan penuh harap.
Tetap juga tak ada.
"argh! Kenapa gue gak pikir panjang dulu waktu itu..!!?? Gini nih akibatnya....tomy bangsat! Semua gara2 lo!!"umpat rayan sambil menendangi rerumputan dengan hati super kesal.
Tiba-tiba sebuah lengan terjulur di depan rayan. Di telapak tangannya yang bersih dan kecokelatan terdapat benda tipis kecil berwarna merah.
"simcard?!"seru rayan sambil menatap ke arah si empunya lengan.
"kamu lagi cari ini?"tanya orang itu.
"diki...?? Kok..."
diki menyerahkan kartu SIM itu ke tangan rayan.
"thanks bro...aku kesel banget sama nih simcard...huuhhhh...."ujar rayan sambil menatap kartu SIM itu dengan pandangan geregetan.
"makanya jangan main buang aja..."
rayan tersenyum pada diki tapi tiba2 senyumannya langsung sirna.
"dik...kamu marah ya sama aku?"
diki tidak langsung menjawab.
"kenapa sih dik? Emang aku salah apa ya?"
diki menggeleng.
"terus kenapa kamu bohongin aku? Aku tahu kok kalo kamu gak betulan ikut ayah kamu..."
diki langsung menatap rayan lekat.
"ya kan? Kenapa sih kamu bohongin aku? Kamu mau menghindari aku ya??"
diki menarik nafas dalam-dalam. Hatinya kembali berkecamuk.
"aku minta maaf kalo udah buat kamu marah atau gak suka..."
diki tetap diam.
"mau kan maafin aku? Aku janji deh gak bakalan ganggu kamu lagi..."
"kamu gak salah kok...cuma aku aja yang..."diki tak meneruskan ucapannya.
"kenapa?"
"ini sepenuhnya masalah aku kok...gak ada hubungannya sama kamu..."kata diki.
"ooohhh..gitu. Aku seneng kalo aku gak buat masalah untuk kamu. Tapi aku boleh tahu apa masalah kamu itu? Siapa tahu aku bs bantu??"
lagi2 diki menghela nafas berat. Ia bingung bagaimana mengungkapnnya pada rayan.
"kalo gak mau juga nggak apa2 kok..."pungkas rayan.
diki hanya diam.
"ya udah, aku pulang dulu ya...ada yang harus aku lihat dalam kartu ini...sekali lagi thanks ya atas bantuannya..."kata rayan sambil menepuk bahu diki. Diki menatap jari-jemari rayan yang menempel di bahunya. Jari-jari yang putih dan bersih. Jari-jemari yang tak pernah tersentuh kekerasan hidup.
"aku pulang ya...!"kata rayan lagi.
Diki mengangguk.
Rayanpun menaiki sadel sepedanya.
"sebelumnya maaf yan, aku udah lancang aktifin kartu kamu. Ada beberapa SMS yang aku baca..."kata diki.
"gak apa2 kok..."kata rayan sambil tersenyum.
"ada telepon juga..."
"dari siapa?"
"gak tahu...gak ada namanya...dia mau minta maaf sama kamu karena udah nyakitin kamu..."terang diki datar.
Rayan tersentak.
"cowok or cewek?"tanya rayan dengan hati berdetak tak karuan.
"dia panggil kamu sayang..."
deg!
Jantung rayan serasa ingin berhenti berdetak. Seluruh tubuhnya tiba-tiba lemas. Ia turun dari sadel sepeda dan menjatuhkan sepedanya begitu saja di tanah. Mukanya pucat pasi dan tak berani menatap diki yang masih saja mematung menghadap ke aliran sungai.
"dia pacar kamukan?"tanya diki.
Rayan tak menjawab. Tubuhnya gemetaran.
"dia juga yang bikin kamu marah banget waktu itu..."kata diki lagi.
"apa...karena itu, kamu menghindari aku...?"tanya rayan pelan.
"ya."
rayan memejamkan matanya. Sekarang ia tahu apa alasan diki menghindarinya. Diki ternyata sudah tahu rahasianya.
"oohhh...gitu...,"ujar rayan lemah. "aku gak bisa ngomong apa2 lagi. Aku gak mungkin mengelak lagi. Aku emang pacaran sama dia dan kamu tahu itu artinya apa kan? Dan sekarang aku terima kok kalo kamu benci aku dan pengen menghindari aku...meskipun itu gak adil buat aku, tapi alasan itu nggak mungkin terbantahkan..."
diki membisu.
"aku minta maaf kalau sudah bikin kamu gak nyaman...aku gak bakalan ganggu kamu..."kata rayan tulus sambil menahan perasaannya.
"thanks ya karena udah baik sama aku...kamu teman yang pertama aku dapat di sini...dan kamu baik banget..."kata rayan lagi sambil menegakkan sepedanya lagi.
Diki tetap bergeming.
"kalau aku boleh minta tolong sekali lagi, kamu mau kan menyimpan rahasia aku ini??"
diki menoleh.
"kalau kamu gak keberatan..."kata rayan cepat.
Diki membuang pandangannya lagi.
Rayan mendesah lalu menuntun sepedanya.
"kamu gak mau dengar pendapat aku?!"tanya diki.
Rayan berhenti.
"kamu tahu kan beberapa hari ini aku udah menghindari kamu? Tapi kok kenapa aku datang menemui kamu di sini? Kamu gak mau tahu kenapa??"
rayan berpikir sejenak lalu kembali berjalan menghampiri diki.
"aku menyesal udah ambil dan buka kartu itu. Seharusnya aku gak perlu ikut campur masalah kamu kalau tahunya jadi kayak gini....,"kata diki. "tapi sekarang udah terlanjur...dan masalah ini bikin aku bingung. Kamu teman yang menyenangkan, yan...kamu anak kota yang baik dan ramah...tapi aku gak suka dengan kenyataan kalo kamu itu..."diki tak meneruskan ucapannya.
"Gay!"sambung rayan.
Diki melotot.
"kamu gak takut orang2 pada tahu?"diki memperingatkan.
"di sini gak ada orang kok..."kata rayan. "lagian kalo mereka dengar juga gak bakalan tahu kan gay itu apa??"kata rayan sambil mengerling nakal.
diki geleng2 kepala.
"lanjutin, kamu tadi mau ngomong apa?"tanya rayan.
"aku beberapa hari ini terus berpikir bagaimana sebaiknya...aku harus mengambil keputusan yang bijak. Kamu gak salah dengan pilihan kamu itu...tapi aku gak suka. Jadi aku harus gmn? Kalo aku menghindari kamu, pasti kamu merasa gak adilkan? lagian juga gak ada untung-ruginya buat aku...akhirnya aku putuskan untuk terbuka dan berusaha menjadi teman yang bisa menerima sahabatnya apa adanya..."
rayan tersenyum dengan mata berbinar-binar. Ia sudah bs menangkap arah pembicaraan diki.
"tapi ada syaratnya..."
"syarat?"
"iya. Kamu gak bakalan berusaha membawa aku ke jalan kamu...gak boleh juga manfaatin aku...!!"kata diki tegas.
"emang selama ini aku bersikap kayak gitu?"bantah rayan sewot. "lagian pula emang orientasi itu bisa dibelok-belokin gitu ya?? Itu tumbuh dalam hatiii..."
"baguslah kalo begitu..."
"iya, iyalah. Emang penyakit menular..."gerutu rayan.
diki terkekeh.
"soo, sekarang kita temenan lagi nih ya?"
"kamu maunya gimana?"
"temenan lah. Kamu gak mungkin kan mau lebih dari itu?"
"maksudnya?"
"kamu gak mungkin mau jadi pacar aku..."
"eits, ingat syarat tadi!!"
"iya,,iya..."
diki mangut2.
...
***
"jadi bener ya kalo kamu ke sini karena sakit hati?"tanya diki sambil menoleh ke rayan.
Saat itu mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah.
Rayan mengangguk.
"gimana ceritanya sih?"
"ini cerita 'gak biasa' lho...emang kamu mau dengerinnya?"rayan balik nanya.
"aku kan udah bilang mau jd orang yg terima keadaan temannya apa adanya..."
"hehehhh...oke lah kalo begitu, kekekek. Aku cerita ya...ummm...tapi dr mana yaa??"
"yang penting aja lah..."
"pokoknya intinya itu, aku punya pacar namanya tomy. aku sayang sama dia dan kita cocok. Ternyata di belakang aku tomy ini selingkuh sama fandi. Fandi ini sohib terbaik aku. Sooo...kamu bs bayangin dong gmn sakitnya aku??"
diki mangut2.
"aku tahu hubungan mereka tepat hari pertama liburan...hhhh...benar2 liburan yang menyeramkan!"
"akhirnya kamu ke sini gitu ya?"
"yaa...menyepi dulu untuk mengobati sakit hati..."
"ntar kalo udah sembuh balik lagi ke kota?"
"kalo itu sih pasti lah bro. Rumah aku kan di kota? Aku juga kuliah..."
"maksud aku, kalo sblm liburan kamu berakhir dan kamu udah gak sakit lagi, maka kamu bakalan balik ke kota lagi??"
"kalo itu sih aku blm tau...di sini aja baru seminggu...lagian boro2 sembuh...kamu tahu sendirikan, baru beberapa hari yang lalu tuh cowok brengsek neror aku..."
diki mangut2.
"mau aku ajak jalan2 lagi buat mengobati sakit hati kamu?"tanya diki.
"mau banget lah!"jawab diki tanpa pikir panjang.
Diki tersenyum tipis melihat rayan yang sangat antusias.
"kamu seriuskan?"
diki mengangguk.
"yess!"teriak rayan. "tapi...yang aku blm ngerti, kok kamu bisa tahu aku lagi butuh kartu ini?"tanya rayan sambil memperlihatkan kartu SIM-nya lagi.
"oohhh.. Itu. Tadi aku kembali buka kartu kamu itu. SMS yang masuk banyak banget. Ada dari Papa kamu, teman2 kamu...makanya aku pikir, pasti kamu masih membutuhkan kartu ini. Terus aku datang ke rumah nenekmu. Katanya kamu lagi pergi. Lhaa...pergi kemana? Bukannya kamu blm tahu seluk beluk kampung ini? Makanya aku coba nyusul kamu ke sini..."terang diki.
Rayan mangguk2. "thanks banget yah dik. Kamu emang teman yang luar biasa baek!!"
diki tersenyum.
Bukannya udah tamat ya? Yg akhirnya cowok barunya rayan (lupa namanya) nikah ama org situ.
jgn lupa buat cerita baru agi yah.....bf geger loh pas dapat kabar kamu berhenti.... hehehe.....jangan ngilang agi ahhh....fans mu nihh
uuhh kangen cerita 2 @locky ihh...^_^
"mau kemana kita hari ini?"tanya rayan sambil menyendokkan nasi ke mulutnya.
"kamu maunya kemana?"diki balik bertanya.
"kalo aku sih tergantung guide-nya dehh..."
"gimana kalo kita mancing aja? Seru lhoo..."
rayan menghentikan kunyahannya lalu menatap diki seriuS.
"kenapa?"tanya diki.
"kamu serius?"
diki mengangguk mantap.
"setahu aku mancing itu adalah hal yang membosankan..."
"eit, siapa bilaang??!"bantah diki.
"kita diam berjam-jam nunggu ikan datang...aku orangnya gak sabaran..."
"nah itu bagus buat kamu!"sambut diki. "sekalian cari ikan terus belajar sabar..."
"yaahhh...kalo mau belajar mah gue gak bakalan ke sini kaleee..."gumam rayan.
"aahhh...payah nih udah nyerah duluan. Sanggu nggak?"tantang diki.
"sanggup lah!"
diki terkekeh.
"beneran yah??"
"iya!"
"oke. Cepetan kamu makannya. Terus kita pergi..."
rayan menghabiskan nasinya cepat2. Setelah itu mereka berdua berpamitan dengan nenek rayan yang tengah menonton televisi.
"kalian ndak kemano? (kalian mau kmn?)"
"mancing wak aji..."jawab diki.
"mancing?"
"yo nek..."kata rayan.
"emang pacak kau? (emang kamu bs?)"tanya neneknya lagi.
"justru itu nek, mau belajar. Apa susahnya mancing sih...lempar kail terus nunggu..."kata rayan.
"idak segampang itu nak...(gak sesederhana itu nak...)"kata sang nenek. "tapi yo pai lah. Hati2 be kamu. Jangan balik sore nian...(tapi jika mau pergi tak apa2. Hati2 saja. Jangan pulang terlalu sore...)"
rayan dan diki mengangguk lalu pergi.
"kita pake sepeda bro?"tanya rayan.
"nggaklah. Kita kan mau lewat sawah..."
"oohhh gitu. Let's go!"
jalan yang mereka lewati tak lain adalah jalan setapak yang dilalui rayan waktu pergi mengantar nasi ke sawah kakeknya. Tapi bedanya, setelah mencapai sungai tempat topi rayan hanyut dulu itu, mereja tidak menyebrang. Melainkan berjalan menyusuri sepanjang aliran sungai menuju ke hulu.
"kenapa gak mancing di sini aja, dik?"tanya rayan.
"suasananya gak nyaman. Lagian lebih enak mancing di hulu. Tempatnya adem dan ikannya masih banyak..."
rayan mangguk2.
Jalan menuju hulu sungai cukup jauh, setidaknya menurut rayan. Belum lagi mereka harus melewati semak dan belukar. Perdu-perdu kecil yang berbulu bercampur dengan putri malu membuat tubuh rayan gatal dan tergores.
"ampun deh...kalian tahan banget yah..."kata rayan.
"ini sih udah makanan kita sehari-hari..."terang diki sambil tersenyum. Sesekali ia menggunakan pisau kecil yang digenggamnya untuk memotong atau menebas rerumputan atau ranting-ranting perdu yang merintangi jalan.
"emang gak ada jalan yang laen ya, selain ini?"tanya rayan sambil menggaruki tengkuknya yang bentol.
"ada...tapi jauh...jalannya muter..."
"ini masih jauh gak nih??"
"bentar lagi kok...jalan aja terusss..."
rayan mangut2.
"mau cari ikan aja kok repot...beli aja di pasar...kan banyakkk..."gumam rayan.
"dasar orang kota, sukanya yang instan!"semprot diki. "hargai prosesnya dong...baru terasa nikmatnya..."
"dari pada susah2 gini? Belum tentu dapat hasilnya..."
"berusaha dulu..."
rayan tidak menggerutu lagi. Tangannya saja yang terus sibuk menggaruti lengan dan tengkuknya yang gatal.
"tuhh..tempatnya udah kelihatan..."kata diki kemudian.
"mana?"
"tuh...telaga itu. Ntar kita mancingnya di atas batu besar itu..."
"wahh..tempatnya eksotis ya??"seru rayan terkagum-kagum.
Tempat yang mereka datangi itu sungguh luar biasa indahnya. Sebuah telaga yang tenang membentang membentuk lingkaran tak sempurna, di kelilingi perdu-perdu kecil yang bunga2nya menjuntai di atas permukaan air. Bebatuan sungai yang sebesar kepala gajah saling menempel di depan telaga, seakan mengunci agar air tak bisa keluar dari telaga. Sementara itu di sekeliling telaga, tepatnya di belakang perdu-perdu kecil berbunga itu, menjulang tinggi pepohonan rindang bercampur baur dengan aneka paku-pakuan. Tidak sedikit pula anggrek-anggrek batang hidup di sela-sela cabang pepohonan itu. Bunga-bunganya yang menyegarkan mata nampak menjuntai ke sana-ke mari ditiup semilir angin yang membawa wanginya ke penciuman.
"masya Allah...ini keren bangeett...."seru rayan tak henti2nya.
Diki tersenyum tipis.
"sayang aku gak bawa kamera. Kalo di potret pasti keren banget nih,..."kata rayan sambil terus memandangi suasana telaga yang tenang dan memesona.
"udah2 aksi kagum2annya...sekarang kita mancing okey??"kata diki.
"ohh..iya. Tapi...lho, pancingnya manaaaa???"
"gampaanggg..."jawab rayan sambil berjalan menghampiri serumpun bambu yang letaknya tak jauh dari telaga. Dengan pisau kecilnya yang tajam rayan memilih dua batang bambu seukuran telunjuk.
"ini jorannya..."terang diki sambil memberikannya satu ke diki.
"kemudian...ini!"kata diki sambil mengeluarkan beberapa gulungan kecil tali tipis berwarna putih.
"ini apaan? senar gitar kan gak tipis kek begini..."ujar rayan.
"emang bukan. Ini serat batang pisang.."
"hehhh??"
"iya...biasanya kami di kampung sebelum pake senar gitar selalu menggunakan tali serat pelepah batang pisang sbg tali pancing.."
"oooo...tapi apa gak putus nih?"
"hehehe...emang kamu kira kita bakalan mancing ikan sebesar apa?"
"ikan mujair...?"
diki geleng kepala.
"kalo ikan itu mah pasti putus. Kita cuma mau mancing ikan kecil2 aja kok...tahu ikan saluang?"
rayan geleng kepala.
"ntar kamu tahu kok..."kata diki. "nah sekarang tinggal umpannya lagi..."
"kailnya?"
"gak pake.."
"terus gmn mau naruh umpannya?"
"kamu lihat aku ya...."kata diki sambil berjalan menuju tanah basah dan gembur. Setelah itu ia mencongkel-congkel tanah dengan sepotong ranting keras yang sudah diruncingkan ujungnya.
"cari apaan? Harta karun?"tegur rayan.
Diki terkekeh.
"aku cari ini nih..."kata diki sambil memegang cacing tanah.
"buat apa lu?!"
"umpan..."
"ooohhh..."desis rayan sambil menarik nafas.
"nah sekarang peralatannya udah lengkap. Ayo mancing!" kata diki sambil mengikat badan cacing ke tali pancing berupa serat batang pisang itu. Rayanpun mengikuti meskipun ia merasa agak jijik.
"mau tanding?"tanya diki.
"nggak..."jawab rayan pelan.
Diki terkekeh.
"kalo kita dapat banyak, ntar aku buatin kamu pepes ikan saluang yang enak banget!!"janji diki.
"dapat barang seekorpun juga belum..."kata rayan.
Diki nyengir.
Rayan dan diki lalu beranjak ke atas sebuah batu di bibir telaga.
"eh, kamu jauhan dikit dong..."kata diki.
"kenapa?"tanya rayan agak tersinggung.
"masa mancing dempetan gini? Ntar ikannya bingung lho mau makan umpan yang mana..."
rayan terkekeh. "kamu lucu juga ya..."
diki mengerutkan keningnya. "lucu? Lucu apanya?"
"pokoknya lucu ajah...hehehe..."kata rayan sambil beringsut menjauhi diki.
"noh..di batu di ujung sana..."kata diki sambil menunjuk ke sebuah batu yang ada di sisi kanan telaga.
"ya...ya...!"
mereka berdua pun akhirnya hening dan fokus ke arah pancing mereka masing-masing.
Tidak berapa lama kemudian, tali pancing diki bergerak. Ia merasakan sentakan pada pancingnya. Dengan sigap ia langsung menarik jorannya ke atas.
Benar saja. Seekor ikan seukuran jari manis berwarna keemasan mengelepar di ujung talinya. Diki langsung melempar pancingnya ke tanah lalu melepas sang ikan yang malang, setelah itu dimasukkannya ke dalam wadah berupa sangkek kecil dari anyaman bambu yang tadi dibawanya.
Tak berapa lama berselang, diki kembali mendapat ikan. Ia tersenyum riang.
"yang kamu mana?"tanya diki pada rayan setengah mengejek.
Rayan mangut2.
"hehehehe..."
"di sini gak ada ikannya..."gerutu rayan. "gantian posisi dong??"pintanya.
"halaaahhh..."
"siapa tahu di sana letak keberuntungan aku..."
"marolah...awas be idak yo? (okelah..awas saja kalau nggak beruntung ya?)"ancam diki sambil berjalan menuju tempat rayan, sementara rayan berganti ke tempat diki.
baru beberapa menit duduk di tempat rayan tadi, lagi-lagi umpan diki di makan ikan. Diki tergelak sambil mengerling ke arah rayan.
"kayaknya lu pake mantra-mantra gitu deh..."tuduh rayan dengan canda.
"hahahaha....!"diki tertawa lepas. "kamu aja yang apes. Kayaknya kamu harus kenalan dulu sama ikan2 di sini. Kamukan pendatang baru...hehehe..."canda diki.
"kayaknya semua ikan di sini straight semua deh..!"gerutu rayan.
"straight? Maksudnya apa?"
"kamu tau straight itu apa?"rayan balik nanya.
"lurus kan?"
rayan mangguk.
"lha...apa hubungannya? Emang ada ya ikan bengkok?"tanya diki polos.
"hahahaha...kamu gak tahu ya, itu istilah kota. Kalo cowok normal namanya straight. Kalo yang kayak aku, itu bengkok alias gay!"
diki garuk-garuk kepala.
"jadi maksud aku tadi itu,,,,ikan di sini semuanya NORMAL dan HOMOPHOBIA!! Makanya gak ada yang berani deket sama aku!!!"
diki geleng-geleng kepala.
"atau di sini lebih banyak ceweknya kali ya? Terus Les Be-i pulak! Hohoho..."
"apalagi tuh Les BI? Harusnya les mancing kalo mau dapat ikan..."
"lesbi maksudnya!"terang rayan.
Diki lagi-lagi geleng kepala. "aneh-aneh bahasanya..."gumamnya.
"hahaha....! Bahasa gaulll..."
"eh, eh...umpan kamu dimakan tuh Yan!"seru diki tiba-tiba.
Rayan yang dari tadi meleng ke diki dengan spontan menarik pancingnya ke atas. Karena terlalu bersemangat, ia menarik jorannya terlalu kuat sehingga tali pancingnya putus.
"yahh..."
diki terkikik geli.
rayan menggaruk-garuk kepalanya dengan ekpresi bodoh.
"hahahaha....dikiranya mancing hiu kali...nariknya pake seluruh tenaga..."ledek diki.
"lu sih...ngagetin gue aja...!!"
"udahlah..ini aku masih ado tali lain...nih..."kata diki sambil memberikan tali pancing dr kantong celananya. "jangan diputuskan lagi...cuma sikok tulah lagi...(hanya satu itu lagi...)"
rayan mengambilnya sambil mengomel tak jelas.
...
Akhirnya menjelang pukul lima sore, menurut tebakan diki sesaat setelah ia melihat arah bayangan dan menatap ufuk barat, ia akhirnya memutuskan untuk menyudahi kegiatan mancing mereka.
"cukup dulu yan. Kapan-kapan dilanjutin lagi mancingnya..."kata diki sambil menoleh ke arah rayan yang nampak masih asyik duduk berlama-lama di atas batu sambil menunggu umpannya disambar ikan.
"pulang yuk?"ajak diki sambil menyentuh pundak rayan.
Rayan mendongak. Tatapannya langsung singgah di bibir merah muda yang sedikit pucat milik diki.
"ayo..."ajak diki lagi.
"wait... Lima menit lagi ya??"
"lima menit itu gak berarti apa-apa Yan. Kamu mau mengalahkan jumlah pendapatn ikanku dlm waktu lima menit itu, eh?"kata diki sambil tersenyum jahil.
"nothing impossible!"
"tapi lihat juga kondisinya dong...apa mungkin ratusan ekor ikan mengerubungi umpan kamu heh? Gak kan? Lagian jumlah ikan yang kamu peroleh bisa dihitung dengan jari..."ledek diki.
"ya deh, ya deh. Aku ngaku kalah dalam urusan ini coz ini bukan dunia gue..he..he..."
diki mencebikkan bibirnya. Cebikan bibir yang sanggup menyentakkan dada rayan di sore yang sinar mentarinya keemasan ini.
Diki berjalan mendahului rayan yang masih ingin menikmati telaga indah ini berikut dengan cebikan bibir merah diki barusan.
"buruan Yan. Bentar kemaleman lho..."diki mengingatkan rayan yang msh mematung di tepian telaga.
rayan melangkah dengan malas. Keindahan telaga sulit dilupakan.
"kapan kita ke sini lagi?"tanya rayan.
"kapan kamu mau. Telaga ini gak punya kaki jadi dia gak bakalan bisa pindah..."kata diki.
Rayan mangut-mangut.
"besok-besok kamu bakalan menemukan pemandangan yang tak kalah indah dari ini..."kata diki.
"besok kita mau ke mana?"
"semua tempat di desa ini menyenangkan. Kita bisa pergi kemanapun kita mau...alam ini milik kita..."kata diki.
Rayan mencerna ucapan diki kata demi kata.
"bersamamu sangat menyenangkan dik..."gumam rayan tanpa sadar.
Diki menoleh.
"benarkah?"
"heh?"
diki tersenyum tipis sambil geleng kepala.
Rayan garuk-garuk kepalanya sambil mengingat kembali apa yang sudah diucapkannya barusan. "gue harap bukan sesuatu yang memalukan..."gumamnya dalam hati.
...
mereka berdua sampai di batas kampung dan persawahan penduduk saat hari mulai gelap.
"kamu mampir ke rumah aku dulu aja ya?"pinta diki.
"udah kelewat sore dik. Aku langsung pulang aja..."tolak rayan sambil memandang ke sekeliling yang sudah mulai terlihat samar. "ntar nenek nyariin lagi..."
"kan bisa kamu SMS?"
"tapi..."
"eh, katanya pengen makan pepes ikan saluang?"
"emm...gimana ya??"
"ntar aku anterin kamu pulangnya...gak usah takut..."
"eh, aku gak takut!"bantah rayan cepat.
"terus apa??"
"pengen pulang aja..."jawab rayan. Ia kebingungan mencari alasan yang tepat.
"emang ada apa sih? Ada kerjaan ya?"
rayan geleng kepala.
"jadi kenapa pengen pulang? Bosen lihat muka aku terus seharian ini??"tanya diki disertai senyum manisnya yang meneduhkan.
"bukaaaann...!"seru rayan cepat. "muka kamu itu enak kok buat dipelototin..hehe..."jawab rayan polos. Tapi sedetik kemudian mukanya langsung memerah karena malu. Ucapannya barusan benar-benar terasa konyol.
Rupanya tak hanya muka rayan yang merah, wajah dikipun bersemu merah. Ia jadi salah tingkah bagaimana menanggapi pujian seorang cowok gay. Harus bangga atau bagaimana?
"sorry..."ujar rayan dengan kikuk. "lu gak marah kan? Gak usah takut..."sambung rayan. Ia cemas nanti diki berpikir yang tidak-tidak.
"santai aja..."kata diki mencoba mencairkan suasana. "jadi gimana nih keputusannya? Mau mampir ke rumahku?"
"okelah..."pungkas rayan.
"gek aku suruh emak buat masak pepes ikan nih...(nanti aku suruh ibu untuk memasak pepes ikannya...)"kata diki.
"eh, tadi bilangnya kamu yang mau masak?"
diki nyengir. "aku gak pandai masak Yan."
"yeee...tak kirain situ yang bakalan masak..huhhh..."ledek rayan.
"emang kamu bisa masak?"tanya diki.
Rayan geleng kepala sambil cengengesan.
"yak...samo be kalo cak itu...cak benian...(ye..sama aja dong kalo gitu...pake ledek segala...)"ujar diki.
Rayan mesem-mesem.
...
Pepes ikan saluang buatan emak Diki memang nikmat. Sekali mencicipi, rayan langsung suka. Bumbu-bumbu desa yang digunakan begitu mengena di lidahnya. Tentu saja kenikmatannya yang ia rasakan terasa berbeda dengan berbagai jenis makanan instan yang senantiasa ia santap di kota. Pepes ikan saluang ini memberikan cita rasa yang khas dan membangkitkan selera makannya.
"lemak nak Rayan? (enak nak Rayan?)"tanya ayahnya diki.
"enak banget pak. Emak bener-bener jago masak ya..."puji rayan.
Emak diki tersipu.
"tapi idak selemak makanan di kota dong kak?"timbrung Dina, salah satu adik kembarnya si Diki yang baru duduk di bangku kelas 6 SD. Kembarannya si Dina bernama Dini. Keduanya sama-sama ayu dengan kulit hitam manis.
Rayan terkekeh. "siapa bilang? Justru sekarang ini masyarakat lagi menggemari masakan tradisional. Bosan dengan makanan kota yang kebanyakan instan..!"terang rayan.
"aku denger juga begitu..."timpal diki. "tengoklah di tivi-tivi tuh...banyak liputan soal masakan tradisional..."
"nah...lemak emak nih iko be dak, buat warung nasi be..he..he..."timpal Dini.
"haahhh...gampang sangko kau? Modalnya besak...(hahh...mudah kamu pikir? Modalnya besar...)"sambut emak.
"ay, jadilah disiko. Masak be buat kito-kito nih la cukup...(cukuplah di sini. Masak aja buat kita sudah cukup...)"kata ayah diki.
Rayan dan diki berpandangan lantas tersenyum.
"udah..udah..makanlah dulu..."potong emak diki.
"makanlah yang banyak biar di rumah gek idak usah makan lagi..."pesan ayah diki.
"yo yan...abiskan pepesnyo nih..."sambung diki.
"pasti..pasti..hehehe..."ujar rayan disertai gelak tawa.
...
menjelang adzan isya berkumandang, rayan pamit pulang pada keluarga Diki.
"mokasih yo mak, pak udah menjamu aku malam nih..."kata rayan.
"la...hasil kamu tu lah itu tuh...(la..hasil mancing kalian kok itu...)"kata ayah diki.
"tapi kalau idak diolah kek emak, siapo yang mau makan, pak? Hehh...?? Hehehe..."kata rayan.
Ayah dan emak Diki tergelak.
"peklah balik Yan...(ayolah balik Yan..)"ajak rayan sambil menyalakan senter di tangannya.
"yo,,yo..salam be kek wak haji yoo..."kata emak diki.
"yo mak..."kata rayan sambil berjalan mengikuti langkah diki yang sudah sampai di tengah halaman.
Dalam perjalanan pulang, keduanya hening. Diki tampak fokus mengarahkan cahaya senter ke depan, sementara rayan masih memikirkan suasana kekeluargaan di rumah Diki yang terasa membekas di hatinya. Terasa menyenangkan.
Rayan mengamati wajah diki yang nampak serius menatap ke depan. Ia sangat suka melihat ekspersi itu. Umm...menurut rayan ekpresi itu terlihat menarik dan menggairahkan. Pengin sekali rasanya ia mengecup bibir merah diki yang manyun. Bibir itu terlihat mengundang dan minta dipagut.
Oohh...rayan menghela nafas. Hawa malam yang dingin semakin melecutkan fantasi liar yang mengembara di benaknya.
diki mengusap-usap wajahnya. Ia merasa keheranan dengan tatapan rayan yang tanpa kedip. Ada apa dengan wajahku? Gumamnya dalam hati.
"hey..! Mukaku kenapa?"tegur diki sambil melambaikan tangan di depan wajah rayan yang bengong.
rayan tersentak. Ia merasa gugup karena tertangkap basah tengah menatap diki lekat. Saking gugupnya ia hampir saja menabrak sebuah batu yang tergeletak di jalan.
"ada apa? Ada apa??"tanya diki lagi sambil terus mengusap-usap mukanya.
"gak ada..."
"terus tadi kamu ngeliatin apo?"
"gak ada ah..."kilah rayan.
Diki menggembungkan pipinya, membuat ia terlihat menggemaskan. "ya udah kalo gak ada..."katanya.
"aku...aku masih terkenang dengan suasana makan malam kita tadi..."kata rayan.
"kenapa? Ah..pasti karena menunya cuma pepes tok yah? Hehe...maaf gak bisa menghidangkan yang lebih..."kata diki getir.
"jangan prasangka buruk dulu...aku gak pernah menghiraukan hal itu kok...justru aku sangat menikmatinya..."kata rayan meluruskan.
"jadi karena apa?"
"aku terkesan dengan kekeluargaan kalian...keluarga besar yang sederhana tapi harmonis luar biasa...kelihatan banget antara kalian punya ikatan kasih sayang yang kuat..."
"bukannya semua keluarga begitu?"
"kalo di desa mungkin iya. But kalo di kota...jarang untuk melihat kebersamaan macam tadi. Seluruh anggota keluarga berkumpul sekedar untuk makan malam...bercengkrama...tertawa...berbagi cerita tentang hari yang sudah dilalui...so sweet bangeett..."
"emang kamu gak ngerasain kayak gitu?"
rayan geleng kepala.