It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kawin dengan gendruwo
Mediametafisika.com - Kehidupan rumah tanggaku pada awalnya sangat bahagia. Suamiku, Warijo, seorang pria yang sangat bertanggungjawab. Ia juga ayah yang baik dan sangat menyayangi ketiga anaknya.
Suatu saat kami harus pindah dari Surabaya ke Palembang. Maklum saja, ketika itu Mas Warijo dimutasi ke kantor cabang perusahaan tempatnya bekerja dengan posisi dan jabatan, juga gaji yang tentu saja jauh lebih baik. Semula kami berharap akan mendapatkan kehidupan yang lebih bahagia lagi di tempat baru ini, namun justeru di Kota Empek Empek inilah kepahitan itu berawal.
Ya, tragedi itu bermula dari vonis kanker otak terhadap anak ketiga kami Bambang Prihandoko, yang ketika itu baru berumur 3,5 tahun. Kenyataan ini sungguh memukul batinku, juga batin suamiku. Sejak si bungsu divonis mengidap kanker otak, kulihat Mas Warijo sering melamun seorang diri. Memang, dibanding kedua anaknya yang lain, Mas Warijo jauh lebih menyayangi si bungsu, sebab sejak bayi merah anak ini memang sering sakit-sakitan sehingga membutuhkan perhatian ekstra dari kami. Mungkin karena itulah tumbuh kasih sayang yang sangat besar dari kami berdua, terutama Mas Warijo yang pernah menyebut Bambang sebagai “anak yang akan memiliki banyak keajaiban,” sebab ketika aku mengandungnya Mas Warijo mengaku sering bermimpi ditemui seorang kakek bersorban putih mirip sosok wali, yang menitipkan anak padanya. Namun, mimpi hanyalah mimpi. Kenyataan tetap berbicara lain.
Meski biaya pengobatan si kecil ditanggung oleh Asuransi Kesehatan (ASKES) dari perusahaan tempat Mas Warijo bekerja, namun karena penyakit yang diderita oleh Bambang relatif langka dan sulit disembuhkan, maka usaha kami membawanya berobat ke berbagai rumah sakit ternama di Kota Palembang sepertinya hanya sia-sia saja. Bila sedang kumat si kecil Bambang sering jatuh pingsan, dan kami tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya membawanya ke rumah sakit untuk sekedar mendapatkan penangangan gawat darurat.
Kami hampir putus asa menghadapi keadaan si bungsu. Puncaknya, pada musim libur hari raya Idul Fitri di tahun 2005 silam, kami sekeluarga memutuskan mudik ke kampung halamanku di Wonogiri, Jawa Timur. Disamping ingin berlebaran bersama keluarga, rencananya kesempatan ini juga akan kami gunakan untuk mencari cara alternatif guna mengobati penyakit Bambang.
Manusia hanya bisa berencana, sedang Tuhan juga yang menentukan. Itulah yang terjadi. Seminggu setelah tinggal di rumah orang tuaku untuk menikmati liburan, dan sebelum sempat kami membawa Bambang berobat secara alternatif, ternyata Tuhan telah memanggilnya lebih dulu. Bambang menghembuskan nafas terakhirnya dalam gendongan ayahnya.
Kepahitan ini terjadi hanya 3 hari setelah hari raya Idul Fitri. Betapa berdukanya kami sekeluarga karena kepergian Bambang jatuh pada hari yang semestinya penuh dengan kabahagiaan. Apalagi malam harinya Bambang masih sehat dan bermain-main dengan kami. Baru menjelang subuh ia pingsan setelah lebih dulu kejang karena menahan sakit pada kepalanya, sampai akhirnya ia tak kuat lagi melawan rasa sakit itu.
Kepergian si bungsu sungguh merupakan kehilangan yang teramat besar bagi kami. Sebagai ibu yang merawatnya sejak masih dalam kandungan, sudah barang tentu sulit bagiku untuk mengikhlaskan kepergiannya. Mas Warijo pun sepertinya merasakan hal yang sama. Namun sebagai lelaki ia sudah pasti jauh lebih kuat jika dibandingkan denganku. Buktinya, walau masih dalam kedukaan, karena masa liburan yang sudah habis, maka itu setelah selamatan tujuh hari kepergian Bambang, Mas Warijo kembali ke Palembang untuk melakukan rutinitasnya sebagai seorang karyawan sebuah perusahaan swasta. Sementara itu aku sendiri lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah orang tuaku. Demikian pula dengan kedua anakku yang ketika itu baru duduk di kelas satu dan dua SMP. Mereka tetap tinggal di Wonogiri, bahkan karena kedekatan dengan kakek dan neneknya kedua anakku ini memilih pindah sekolah.
Sejak kepergian si bungsu, hari-hari yang kulalui terasa sangat hampa. Berat pula bagiku untuk kembali ke Palembang mengingat kedua putra dan putriku juga enggan untuk menyusul ayahnya pulang ke sana. Kerana keadaan ini pada akhirnya aku pun lebih memilih tinggal di Wonogiri. Suamiku cukup mengerti dengan pilihanku ini. Ia tahu pasti kalau kondisi jiwaku masih sangat labil.
Lima bulan berlalu sejak kematian si bungsu, Mas Warijo masih rutin mengirimi kami uang untuk biaya hidup setiap bulannya. Di bulan ke 6 sesuatu yang tak pernah kuduga sebelumnya terjadilah. Kiriman uang dari Mas Warijo tak kunjung tiba sesuai jadwal biasanya. Mendapati kenyataan ini, kucoba menghungunginya lewat ponsel miliknya, tapi ternyata mailboks. Ketika kukontak lewat telepon kantor, pihak resepsionis malah mengatakan kalau Mas Warijo sudah mengundurkan diri sejak sebulan lalu.
Berita ini benar-benar membuatku pusing tujuh keliling. Mengapa Mas Warijo mengundurkan diri dari pekerjaan dengan tanpa terlebih dahulu meminta pendapatku, atau setidaknya memberitahuku? Apa yang telah terjadi dengannya? Mengapa ia begitu berani mengambil keputusan yang sedemikian gegabah? Apakah ia sudah mendapatkan pekerjaan lain yang jauh lebih menjanjikan?
Setumpuk pertanyaan itu tak pernah kudapatkan jawabannya, sebab sejak kuterima berita itu Mas Warijo seolah telah menghilang dari jagat raya ini. Tak pernah secuilpun kudengar kabar tentang dirinya. Berulang kali kuhubungi nomor ponselnya, namun yang kudengar hanya suara operator yang mengatakan bahwa nomor tersebut tak dapat dihubungi.
Betapa kecewa hatiku, sebab Mas Warijo pun sama sekali tak pernah mengontakku walau hanya sekejap saja.
Kemana perginya Mas Warijo? Tak ada seorang pun yang bisa menjawabnya. Ia telah pergi tanpa pesan. Meninggalkanku dengan dua orang anak yang masih membutuhkan biaya hidup yang sangat besar, terutama untuk pendidikannya.
Di tengah keputusasaan aku bertemu dengan sahabatku semasa SMA dulu. Sebut saja namanya Yulianah. Waktu itu aku sangat surpraise melihat keadaan Yulianah yang sepertinya sudah jadi orang sukses. Ia bisa nyetir sendiri mobilnya yang bagus dan sangat mewah menurutku. Tak hanya itu, ia juga sudah menyandang gelar sebagai seorang Hajjah, dan ia nampak cantik sekali dengan balutan busana muslimah.
Bagaimana ceritanya sampai kehidupan Yulianah bisa berubah dengan sedemikian drastis? Padahal, aku tahu persis bagaimana asal-usul sahabatku ini. Ia lahir dari keluarga petani yang sangat miskin. Bahkan sewaktu sekolah dulu ia sering menunggak SPP, dan kalau jajan di kantin sering kali aku yang mentraktirnya.
Melihat Yulianah yang sudah hidup senang, terus terang saja aku merasa sangat iri padanya. Sahabatku ini seolah-olah bisa membaca perasaanku. Buktinya, seminggu setelah bertemu dengannya, ia mengundangku datang ke rumahnya.
Ketika aku sampai di rumahnya, kekagumanku padanya semakin besar saja. Bagaimana tidak? Kulihat rumah Yulianah yang megah dan cukup mewah menurut ukuranku.
“Kemana suamimu, Yul?” tanyaku ketika itu saat melihat suasana rumah yang sepi.
Yuliana tersenyum sambil menyuguhkan cemilan di hadapanku. “Aku sudah 5 tahun menjanda, Ret!” katanya.
Mendengar jawabannya, aku merasa sedikit tak enak hati. Namun, Yulianah sepertinya tidak merisaukan pertanyaanku barusan. Nyatanya ia segera menyambung penjelasannya.
“Suamiku selingkuh, jadi kupikir mending bercerai saja. Lagi pula, sekarang ini keadaanku sudah cukup mapan. Karena itu meski mantan suamiku sering meminta ingin kembali, tapi dengan tegas selalu kutolak. Apalagi kedua anakku juga sudah besar. Mereka tidak pernah menanyakan Bapaknya. Ya, beginilah kehidupanku, dan aku merasa cukup bahagia meski tanpa suami. Oya, bagaimana keadaanmu rumah tanggamu, Retno?”
Karena ditodong pertanyaan seperti itu, akhirnya tanpa tedeng aling-aling kuceritakan bagaimana porak-porandanya keluargaku. Sebagai sahabat, sepertinya Yulianah sangat tersentuh mendengar ceritaku.
Ia berkata setelah menyimak ceritaku, “Aku ini tetap sahabatmu, Retno. Karena itu aku juga ingin melihat hidupmu bahagia. Masalahnya, apakah kau mau melakukan solusi yang akan kuberikan, dan apakah kau akan mempercayainya?”
“Seperti apa solusi yang kau tawarkan itu, Yul?” aku balik bertanya.
“Kau harus kawin dengan genderuwo!”
Betapa terkejutnya aku mendengar jawaban dari mulut mungil sahabatku ini. Bagaimana mungkin Yulianah yang sudah menyandang titel sebagai seorang Hajjah itu sampai tega hati menawarkan solusi sesat itu padaku?
Seolah bisa membaca keterkejutanku, Yulianah buru-buru menyambung ucapannya sambil tersenyum, “Kau jangan buru-buru berpikiran negatif! Kau pasti menyangka ini semacam pesugihan bukan? Sama sekali tidak, Retno! Menurutku ini halal. Kau akan dinikahkan dengan makhluk itu secara Islam. Selama kau menjadi isterinya, genderuwo itu akan menafkahimu secara lahir dan batin. Bila kau sudah merasa punya cukup modal, kau bisa bercerai dengannya. Dan yang paling penting, ritual ini tidak ada tumbal macam-macam. Asal kau tahu saja, aku bisa seperti ini juga kerana melakukan ritual itu. Setahun lalu aku minta cerai sebab aku sudah merasa punya cukup modal untuk berusaha sendiri. Genderuwo itu bersedia menceraikanku, dan sekarang hidupku tenang sebab aku juga bisa menjalankan ibadah.”
Setelah mendengar penjelasan Yulianah seperti itu, akupun mulai tertarik untuk mengikuti jejaknya. Terlebih lagi kehidupan saat itu memang sangat susah. Bapakku yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga sudah berhenti bekerja\ karena penyakit diabetes yang merongrong tubuhnya. Belum lagi aku juga harus memikirkan biaya sekolah dan masa depan kedua anakku. Walau bagaimana pun mereka harus terus sekolah dan kuliah sampai ke perguruan tinggi.
Dengan kedua alasan tersebut akhirnya aku meminta Yulianah untuk mengantarkanku ke rumah “orang pintar” yang katanya sudah biasa memandu ritual kawin dengan genderuwo itu.
Singkat cerita, Yulianah mempertemukanku dengan Ki Badrowi, sebetulah begitu, paranormal yang biasa mengawinkan manusia dengan genderuwo. Setelah mendengarkan penjelasan tentang keinginanku yang disampaikan oleh Yulianah, Ki Badrowi mengaku bersedia membantu. Namun aku diminta untuk mempersiapkan semua kelengkapannya, seperti Apel Jin dan berbagai sarana lain untuk selamatan ritual perkawinan itu nantinya. Yulianah bersedia membantuku menyaiaokan semua keperluan ini.
Benar juga kata Yulianah. Ritual perkawinan itu memang seperti halnya prosesi perkawinan dalam aturan hukum Islam. Artinya, ada saksi, penghulu, wali, pengantin, dan juga ijab kabul, bahkan juga mas kawin berupa cincin emas seberat 1 gram. Untuk wali langsung diwakilkan kepada Ki Badrowi, sebab ayahku memang tidak mungkin bisa dihadirkan. Jadi, dalam prosesi pernikahan itu Ki Badrowi bertindak sebagai wali sekaligus penghulunya.
Karena mempelai lelaki tak bisa dilihat oleh mataku, maka proses ijab kabul pun sangat janggal menurutku. Sama sekali tidak ada ucapan akad nikah, meski kemudian wali dan saksi langsung mengesahkannya.
Yang juga terasa aneh, setelah prosesi pernikahan selesai, Yulianah berbisik di telingaku, “Suamimu itu tampan sekali, Retno. Kau beruntung mendapatkannya!”
Tampan? Bagaimana mungkin Yulianah mengatakan ini padaku, padahal aku sama sekali tidak melihat keberadaan suamiku itu. Apakah memang Yulianah bisa melihat perwujudannya sehingga ia berkata demikian?
Aku tak tahu pasti. Yang jelas, aku meyakini kalau Yulianah hanya membohongiku. Buktinya, aku mengalami ketakutan yang teramat sangat ketika di malam Jum’at Kliwon itu suamiku gaibku datang dan ingin menjalankan kewajibannya di malam pertama. Memang, sesuai dengan pesan Ki Badrowi, malam pertamaku dengan suamiku yang genderuwo itu akan dimulai persis pada malam Jum’at Kliwon. Dan, menurut paranormal itu, setelah menjalankan kewajibannya di malam pertama, maka suamiku itu akan memberikan nafkah materinya berupa tumpukan uang dalam jumlah yang lebih dari mencukupi.
Persis di malam Jum’at itu kebetulan di kampung tempatku tinggal sedang ada orang hajatan dengan hiburan musik dangdut. Kedua anakku sejak sore sudah minta ditemani nonton. Karena ada niatan khusus, sudah tentu aku menyuruh mereka pergi nonton sendiri-sendiri. Yang tinggal di rumah ayahku yang terbaring sakit dan ibu yang selalu setia menemaninya.
Menjelang pukul 12 malam kedua anakku pulang, dan mereka tidur di kamar depan. Aku sendiri masih menunggu apa yang akan terjadi. Pintu kamar kukunci rapat-rapat, meski udara malam itu terasa sangat panas dan gerah.
Sesuai dengan pesan Ki Badrowi aku sudah berdandan cantik dengan pakaian yang diaromai oleh minyak khusus pemberian dukun itu, yang baunya cukup menyengat. Aku tak ubahnya seperti pengantin perempuan yang sedang menunggu kehadiran sang pengantin pria untuk menikmati bulan madu.
Menjelang pukul satu dinihari masih tetap tidak terjadi apa-apa. Akupun mulai lelah menunggu. Sambil menahan kantuk kurebahkan tubuhku di atas ranjang. Ketika rasa kantuk sudah mulai menggayuti pelupuk mataku, antara sadar dan tidak aku dikejutkan oleh sesuatu yang terjadi di dalam kamarku.
Aneh sekali, sosok bayangan hitam sepertinya tiba-tiba muncul dari balik dinding. Beberapa saat kemudian bayangan itu semakin mempertegas wujudnya. Ya, seorang lelaki tinggi besar, berbadan hitam dan licin berkilat. Dan yang sungguh aneh, dia sama sekali tidak mengenakan pakaian walau sehelai benang pun.
Siapakah lelaki tinggi besar ini? Apakah dia genderuwo yang telah sah menjadi suamiku? Mengapa sosoknya sedemikian menyeramkan? Padahal, Yulianah bilang suamiku ini sangat tampan. Apakah Yulianah benar-benar sudah membohongiku?
Berbagai pertanyaan itu mendera batinku. Kulihat lelaki bugil itu berdiri sambil memandangi tubuhku. Kemudian pelan-pelan ia menunduk dan tangannya menyentuh pipiku. Aku bergidik dan berusaha berontak, namun anehnya seketika itu tubuhku berubah sangat kaku seperti terpasung oleh suatu kekuatan gaib.
Dengan sangat ketakutan aku hanya bisa pasrah menghadapi sentuhan makhluk itu. Setelah ia menyentuh pipiku, lalu ia mengendus aroma rambutku yang tergerai, lalu hidung dan bibirnya menjelar di permukaan pipi, hidung, bibir dan daguku.
Sejekap kemudian, lelaki menyeramkan itu seperti kalap. Tangannya yang kekar melingkar di sekujur tubuhku, hingga membuat nafasku semakin sesak. Bibirnya melumat bibirku, dan sepasang kakinya yang licin mengkilat itu mengapit kedua belah kakiku dan berusaha mengangkangkannya.
“Tolooong…!!” Aku ingin berteriak sekeras-kerasnya. Namun celakanya mulutku bagai tersumbat. Teriakanku hanya menggema di dalam rongga dadaku.
Tangan pria aneh itu semakin liar menggerayanghi tubuhku, sebelum akhirnya membuka bajuku dan melepaskan kain yang kupakai. Desah nafasnya yang memburu bagaikan sebuah kekuatan hipnotis yang membuatku hampir saja hilang kesadaran.
Tetapi, Tuhan menyayangiku. Dalam keadaan yang sangat kritis itu tiba-tiba saja mulutku berucap dengan lantang, “Astagfirullah…Allahu Akbar…Laa Khaula Walaa Kuwwata Illah Billah…!!”
Ya, sekali ini suara itu benar-benar keluar dari mulutku. Dan yang terjadi di hadapanku sungguh sebuah kenyataan yang sulit dimengerti.
Mendadak saja lelaki telanjang itu terpental dari atas tubuhku, sambil mengerang keras seperti seekor anjing yang terluka. Bersamaan dengan itu tubuhku yang semula kaku dapat digerakkan kembali. Spontan aku melompat dari tempat tidur sambil menjerit-jerit memuji kebesaran Allah.
“Laa Ilaaha Illallah…Allahu Akbar…Subhanallah…!”
Pujian-pujian itu keluar begitu saja dari mulutku, dengan suara yang lantang. Sama seperti kejadian semula, sosok makhluk itu mengubah wujudnya menjadi bayangan hitam lalu hilang seolah masuk ke dalam dinding.
Tak lama kemudian kedua anakku menggedor-gedor pintu sambil memanggil-manggil “mama”. Ketika pintu kubuka mereka langsung berhamburan memelukku dan langsung bertangisan.
“Apa yang terjadi, Ma?” tanya Angga, anak sulungku.
Aku hanya menggeleng-geleng sambil membiarkan air mataku mengalir deras membasahi sekujur wajahku. Sungguh aku tak kuasa menjelaskan semua ini kepada kedua anakku. Aku tak ingin melukai perasaan mereka. Aku tak ingin mereka menudingku telah melakukan kesesatan hanya karena tak tahan menanggung kesusahan hidup….
Siang setelah malamnya mengalami kejadian aneh tersebut, Yulianah datang menemuiku dan mengatakan kalau aku telah gagal dalam melakukan ritual.
“Biarlah kujalani kehidupan seperti ini, Yul! Aku tak ingin lagi melakukan ritual kawin dengan genderuwo itu,” kataku setelah mendengar penjelasan Yulianah.
Meski mengaku kecewa, namun Yulianah cukup mengerti dengan perasaanku. Sebagai sahabat, ia juga meminta agar aku tidak sungkan-sungkan meminta bantuan padanya bila aku memerlukannya. Namun sejujurnya, aku tak pernah berani meminjam uang kepada sahabatku ini walau dalam keadaan sesulit apapun. Ini semata-mata kulakukan karena aku takut sesuatu akan terjadi terhadap diriku.
sumber: majalah misteri
By Media Metafisika on 16:56
Share :
Setelah merantau sebagai TKI di Iraq, negeri yang penuh dengan desingan peluru akibat konflik berkepanjangan antara warga Suni dan Syiah pasca invasi AS dan sekutunya, syukur Alhamdulillah akhirnya aku dapat pulang juga ke Indonesia. Betapa bahagia hatiku karena bisa kembali ke tanah kelahiran. Di kampung halamanku, kedua orang tua dan keluargaku telah lama menantiku. Sejak AS menyerbu Iraq untuk menggulingkan Saddam Hussein, bisa dikatakan seluruh keluargaku tidak bisa tidur nyenyak. Mereka begitu mengkhawatirkan keadaanku, yang hidup di tengah-tengah medan konflik peperangan yang amat panjang.
Sebulan sejak kepulanganku, aku menikahi seorang gadis cantik. Gayatri namanya. Dia adalah cinta pertamaku sejak kami masih sama-sama SMA dulu. Walau selama bertahun-tahun kami berpisah, Gayatri tetap setia menantiku. Dia memang pernah bersumpah untuk selalu menantiku sampai kapan pun. Gayatri telah menepati janjinya.
Pesta pernikahan kami sengaja kami langsungnya dengan sederhana. Setelah menikah, dengan tabungan yang kudapatkan dari tanah rantau, aku membeli beberapa sawah, tanah dan rumah yang sederhana, juga sebuah mobil angkut untuk bekerja mencari penumpang dari Ciledug menuju Semanan, Jakarta Barat, dan sebaliknya.
Suatu hari, tepatnya 15 Oktober 2008 silam, aku mendapat musibah. Mobil angkot yang kumiliki, tiba-tiba rusak dan ngadat. Dengan susah payah, aku mendereknya ke bengkel. Tepat saat terik matahari memanggang bumi, aku bermandi peluh mengurusi mobil yang ngadat itu.
Karena mobil yang ngadat, aku yang biasanya bisa mendapatkan uang ratusan ribu rupiah sekali tarik, hari itu sama sekali tidak berpenghasilan sepeserpun. Bahkan uang untuk belanja isteriku juga tidak terpenuhi. Naas benar nasibku hari itu.
Ketika sampai di rumah, hari sudah sore. Aku menemukan kucing kesayanganku terkapar di depan pintu. Entah kenapa kucing itu tak bernyawa lagi. Aku menduga dia makan racun tikus di rumah tetangga.
Saat aku tiba sore itu, isteriku sedang menidurkan buah hatiku yang masih berumur dua minggu. Karena itulah dia tidak bisa menyambut kedatanganku seperti biasanya.
Setelah mandi, aku masuk ke kamar. Aku memutuskan segera tidur, dan mengunci kamar tidurku dari dalam. Isteriku yang sudah kenal dengan watakku semenjak SMA, memahami gelagat yang kurang baik. Ia tahu, suaminya sedang gundah dan tidak mau diganggu. Bahkan terpaksa melepas shalat Maghrib dan Isya.
Malam telah larut, seisi rumah di sisi jalan tol Jakarta – Merak itu telah terbuai mimpi masing-masing. Anak semata wayangku yang biasanya rewel, malam itu pun tenang dalam dekapan ibunya.
Sementara di kamar ruang tengah, tempatku tidur dengan mengunci diri, aku merasa ada sesuatu yang semakin aneh. Antara sadar dan tidak, aku melihat pintu kamarku terbuka. Tak lama setelah itu, kulihat dua sosok wanita berwajah cantik melangkah gemulai menghampiri danjang tua tempat aku terbaring.
Di mataku, salah seorang wanita yang berjalan di depan adalah Maryam, nyonya majikanku saat aku bekerja di Iraq sana. Di belakangnya adalah Umi, puteri tunggal Nyonya Maryam yang cantik jelita. Aku sendiri masih bingung mengapa tiba-tiba kedua wanita itu ada di hadapanku.
Dengan senyum menggoda, dua wanita itu mendekati tempat tidurku. Kemudian duduk di bibir ranjang. Anehnya, di saat yang aku tak lagi merasakan kalau saat itu ada di dalam kamar rumahku yang temboknya belum diplester. Kamar itu sepertinya begitu indah, harum semerbak. Kedua wanita itu juga begitu menggodaku.
Singkat cerita, terjadilah hubungan intim seperti laiknya suami isteri. Dengan jantan aku bisa memuaskan kedua wanita itu.
Beberapa saat setelah persetubuhan itu, aku merasa sangat lelah dan kehabisan tenaga. Aku mengira, kedua wanita itu benar-benar bekas bosku di Iraq sana. Tapi, apa mungkin?
Pagi harinya, aku terduduk lemas di pinggir ranjang, mencoba mengingat-ingat peristiwa yang baru terjadi.
Dan aku mencoba meyakinkan diriku sendiri, bahwa kejadian itu hanyalah mimpi. Tapi, betapa kagetnya diriku, saat sekujur tubuhku telanjang bulat dan tidak ada sehelai kain pun yang menutupinya. Sarung dan celana dalam yang semalam aku kenakan, sudah terlepas dan berserakan di atas tempat tidur.
Aku ragu, apakah yang barusan kualami adalah sebuah mimpi?
Aku mencoba meluruskan kedua kakiku. Kuamati seluruh tubuhku sampai pada bagian bawah perut.
Di saat melihat (maaf) bagian sensitif di selengkanganku aku pun dibuat terkejut. Bagaimana tidak? Karena kulihat bulu-bulu kemaluanku hilang, bersih seperti dicukur plontos.
Akhirnya aku yakin, peristiwa itu adalah nyata. Aku yakin, Maryam dan Umi benar-benar datang ke kamar dan melakukan semua itu. Buru-buru aku bangkit dan keluar dari dalam kamarku.
“Ayah! Apa-apaan kamu ini?” tanya isteriku terperanjat.
Aku yang terkejut bingung beberapa saat, sampai akhirnya aku sadar. Ternyata, ketika keluar kamar aku masih dalam keadaan polos, tak secuil kain pun menutupi tubuhku. Untung di dekat pintu ada handuk yang tersangkut di kursi makan. Segera saja aku menyambar handuk tersebut dan melilitkannya di tubuhku.
“Memangnya ada apa, ayah menggedor-ngedor pintu dan berkelakuan aneh seperti itu?” tanya isteriku lagi.
“Aneh...aneh gimana. Kamu itu yang aneh. Mana tamu kita?’ aku malah balik bertanya.
“Tamu siapa?” Gayatri menatapku.
“Tuan puteri Maryam dan anak gadisnya. Mereka mencukur bulu kemaluanku?”
“Apa? Mereka mencukur bulu anumu? Bulu apaan? Ayah yang bercanda, mana mungkin nyonya besar, bekas juragan ayah datang ke sini hanya untuk mencuku bulu anumu? Lagian jarak Iraq dan Indonesia itu sangat jauh. Ayah jangan bercanda, masih pagi,” jawab isteriku merepet seperti petasan.
Mendengar jawaban Gayatri, aku semakin dibalut oleh rasa heran. Mendadak pikiranku melayang tak karuan, bulu kudukku berdiri meremang disertai munculnya keringat dingin.
“Jangan-jangan ada makhluk halus yang menjelma menjadi nyonya dan anaknya. Dan mereka memaksaku untuk melakukan hubungan itu. Aku benar-benar tidak tahu,” kataku dalam hati.
Dalam keadaan bingung, aku menuju kamar mandi untuk mandi junub. Ketida sedang jongkok untuk buang air kecil, aku merasa ada yang aneh. Air seni yang keluar membuyar kemana-mana, mengenai kedua pahaku.
Kemudian aku mengambil air segayung untuk membersihkannya. Kali ini aku benar-benar kaget dan nyaris pingsan. Tangan kiri yang kugunakan untuk membersihkan penisku, tidak menemukan apa-apa. Benda milikku yang paling berharga itu telah hilang entah kemana.
“Ya Allah, apa yang terjadi denganku?” cetusku dalam hati. Lalu, aku berteriak memanggil isteriku,”Gayatri, lihatlah kemari!”
Gayatri datang. Dia mendorong pintu kamar mandi dan terpana melihatku.
“Alat vitalku benar-benar tidak ada, seperti terdorong masuk ke dalam. Bahkan aku merasa ada kekuatan yang menarik-nariknya dari dalam,” ucapku lirih. Gayatri berubah pucat wajahnya.
Sejak kejadian itu, aku berubah menjadi pemurung. Jujur saja, aku sangat terpukul sekali dan berubah menjadi pemarah. Tidak berselara makan, bahkan malas melakukan sholat. Pikiranku kalut, tidak tenang dan terombang-ambing. Aku sering dihantui bayang-bayang yang berkelebat, dan suara-suara aneh dalam bahasa Arab.
Berhari-hari aku tidur sendirian, tidak mau ditemani oleh siapapun, bahkan oleh isteriku. Selama 20 hari, aku mengalami tekanan psikologis yang dahsyat, meski secara fisik, aku tampak sehat dan baik-baik saja. Artinya, aku masih dapat melaksanakan kewajiban menarik angkot, walaupun hanya sebentar.
Anehnya, seiring dengan itu penghasilanku malah meningkat dua kali lipat dibanding penghasilan sebelumnya. Entah apa yang terjadi sebenarnya.
Untuk memulihkan keadaanku, maksudnya agar kejantananku kembali normal, aku dan Gayatri sudah mendatangi beberapa orang pintar untuk minta bantuan. Menurut Bapak S, seorang paranormal dari Cengkareng, Jakarta Barat, menyatakan bahwa aku masih berada di bawah pengaruh jin yang memperkosaku. Dia menyebut jin itu datang dari Baghdad dab sudah lama nengincarku.
Kemudian, si paranormal yang ahli Ilmu Hikmah ini memberi air yang sudah di doakan olehnya. Aku dianjurkan agar beristighfar sebanyak 1000 kali sehari semalam.
“Kalau Anda sudah minum air ini dan mengamalkan Istighfar, insya Allah, berangsur-angsur Anda akan kembali tenang, mampu mengendalikan jin-jin itu, tetapi alat vital belm normal seperti dulu,” kata paranormal itu.
Seminggu setelah itu, ternyata tidak ada perubahan yang cukup berarti, kemudian mertuaku membawaku ke Pandeglang, Banten. Dia pernah mendengar, di sana ada seorang haji yang mampu menangani kasus-kasus seperti yang kualami.
Singkat cerita, aku pergi ke Pandegleng dan berobat pada Haji dimaksud. Haji tersebut memberiku air putih yang dicampur dengan garam halus. Setelah dibacakan doa-doa, sebagian air itu kuminum dan sebagiannya lagi disiramkan di sekitar halaman rumahku.
Setelah tiga hari, kondisiku kembali normal.
Akupun bisa tersenyum lepas. Kemudian mertuaku menganjurkan agar aku melakukan selamatan kecil-kecilan sebagai tanda syukur atas terhindarnya diriku dari godaan jin yang berasal dari Baghdad, negeri seribu satu malam.
Kisah ini memang hampir-hampir musykil. Tapi, aku sungguh-sungguh mengalaminya beberapa waktu lalu.
sumber: majalah m
By Media Metafisika on 14:46
Share :
kisah nyata pewaris ilmu kuyang
Mediametafisika.com - Biasanya, orang yang mendapat warisan tentu sangat bahagia. Namun, siapa yang dapat bahagia bila mendapat warisan ilmu hitam yang sangat mengerikan. Ya, ilmu hitam yang ditakuti oleh hampir semua orang di pedalaman Kalimantan Tengah, bahkan mungkin di seluruh jagat ini. Apalagi, Mariana Tundang, sang pewaris, tak pernah berharap mengenal, apalagi menguasai ilmu yang sangat jahat itu.
“Kenyataan ini sungguh bagaikan sebuah lingkaran roda nasib yang sangat buruk. Meski aku berusaha untuk menolaknya, namun ilmu itu tetap juga hadir di dalam tubuhku. Inilah kenyataan pahit yang aku alami,” tutur Mariana dengan pandangan jauh menerawang.
Ilmu Kuyang, itulah yang diwarisi oleh Mariana Tundang. Dia seorang gadis muda cantik yang berprofesi sebagai bidan. Gadis cantik ini bekerja di Rumah Sakit Pemerintah di Banjarmasin.
Bagaimanakah kisah selengkapnya? Berikut ini adalah ringkasan kesaksian Mariana Tundang, seorang Bidan di Banjarmasin, yang dituturkan langsung kepada Misteri beberapa waktu yang silam….
Waktu itu usiaku memang relatif sangat belia. Selepas SMU aku memilih untuk masuk Sekolah Kebidanan. Bidan adalah profesi yang sangat mulia, menurut pendapatku. Penolong para wanita yang akan menjadi ibu. Penolong proses kelahiran seorang bayi yang hadir di dunia ini. Penolong ibu-ibu yang jauh dari dokter, rumah sakit, atau Puskesmas.
Kehadiran bidan di pedalaman memang sangat berarti bagi mereka yang tinggal jauh dari kota. Apalagi di Kalimantan banyak keluarga yang tinggal di tepi-tepi hutan, bahkan berada di dalam hutan belantara. Sebab, mengandalkan para dukun beranak tidak akan menyelesaikan masalah. Jumlah dukun beranak tidaklah memadai. Sangat tidak mencukupi bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang memerlukan pertolongan.
Begitu aku lulus dari Sekolah Kebidanan ternyata aku ditempatkan di Rumah Sakit ULIN di Banjarmasin. Menurut Direktur Rumah Sakit itu, aku dipilih karena aku punya prestasi. Aku adalah lulusan terbaik.
Terus terang, sebenarnya aku lebih senang kalau ditempatkan di Puskesma di pedalaman. Aku lebih suka berada di tengah-tengah orang-orang sederhana, tempat dari mana aku berasal.
Aku bukan tipe gadis yang suka hura-hura. Aku bukan pengunjung diskotik, gedung bioskop atau mal-mal. Waktuku kuhabiskan di kamar kost untuk membaca. Di kamarku banyak bacaan. Ada novel-novel, majalah, tabloid, dan yang paling sering kubaca adalah kitab suci. Karena dengan membaca kitab suci akan timbul motivasi dalam diriku untuk mengabdikan diri kepada sesama, dan dia juga adalah sumber kekuatanku, sumber pengharapanku yang sebenarnya.
Sampai pada suatu hari, datang malapetaka yang membuatku tiba-tiba harus terhempas ke dalam jurang kenistaan. Jangan salah paham. Kenistaan yang menimpaku bukan karena kehilangan kegadisan, bukan ternoda karena perbuatan tercela lain. Yang menimpaku jauh lebih mengerikan. Tidak akan terbayang oleh siapapun yan tidak memahami kondisi pedalaman Kalimantan Tengah, tempat kelahiranku.
Hari itu sebenarnya tidaklah begitu panas. Apalagi saat itu hujan baru saja mengguyur Kota Banjarmasin. Sangat lebat, dan turun sejak sore tadi. Saat itu hujan belum reda. Tidak begitu lebat, tetapi membuat orang enggan untuk keluar rumah.
Tetapi mengapa cuaca yang sejuk itu membuat aku tiba-tiba sangat kehausan. Ya, aku merasa ada rasa haus yang sangat aneh mendera diriku. Telah kuminum beberapa gelas air putih dari dispenser, tetapi rasa hausku tidak juga hilang. Sepertinya, dahagaku bukan karena ingin menggak air. Ya, Aku ingin minum sesuatu tetapi bukan air. Entah apa?
Aku coba mengendalikan diri. Jarum jam telah menunjukkan pukul14.00. Kebetulan hari ini aku sedang off, tidak giliran jaga. Besok aku baru masuk pada jam delapan pagi.
Entah apa yang mendorongku, aku meninggalkan kamar, dan berjalan menuju ke bangsal Rumah Sakit. Kutelusuri lorong-lorong yang panjang itu menuju ke suatu tempat yang aku sendiri tidak tahu di mana. Aku berjalan tak ubahnya seperti robot, sebab memang kekuatan laten itu yang mendorongku terus melangkah. Sapaan beberapa orang teman yang berpapasan denganku tidak kujawab. Mereka heran sebab, aku dikenal sebagai gadis yang ramah, mudah bergaul dan tentu saja banyak teman.
Aneh, tiba-tiba saja aku berhenti di depan sebuah kamar yang khusus disediakan untuk mereka yang melahirkan. Aku mencium bau yang sangat harum. Bau khas yang belum pernah kurasakan. Bersamaan dengan itu, rasa hausku semakin menjadi-jadi. Ingin rasanya aku segera mereguk minuman yang menebarkan bau harum tadi.
Kubuka pintu kamar itu. Kulihat ada seorang wanita yang tengah berjuang keras melaksanakan tugasnya sebagai ibu. Dia ditolong oleh seorang dokter dan dua orang bidan.
Entah Iblis apa yang merasukiku. Kudorong dokter itu kesamping, dan kuraih kedua kaki wanita itu. Aku mencium bau yang begitu harum dari sela-sela kedua paha wanita itu. Rasa hausku semakin kuat. Aku hendak mereguk cairan merah bercampur lendir atau air ketuban yang mengalir.
Dengan sigap kedua bidan yang ada di kanan dan kiri pasien menubrukku. Sekuat tenaga mereka menyeretku keluar. Namun kekuatan kedua orang itu tidak mampu menyamai kekuatanku. Mereka kubuat terpental. Lalu, muncul tiga orang perawat laki-laki yang membantu kedua bidan untuk menyeretku.Tetapi tetap saja mereka tidak mampu menandingi kekuatanku.
Melihat keadaan itu, salah seorang bidan lalu melepaskanku. Dengan tergesa-gesa dia mencopot kalung yang tergantung di lehernya. Kalung perak dengan leontin salib itu dikalungkannya ke leherku. Begitu kalung itu tergantung di leherku, aku langsung pingsan.
Ketika aku sadar, aku telah berada di tempat tidurku. Beberapa orang kerabat ada di sekelilingku. Tidak ketinggalan Uwakku yang tinggal di jalan Veteran, di belakang Rumah Sakit Ulin.
“Untung kau segera mengalungkan kalung itu di lehernya,” kata Uwakku kepada bidan yang pada saat kejadian mengalungkan kalung tersebut.
“Entah dari mana aku bisa ingat untuk memakaikan kalungku,” jawab Rosma, sepupuku yang juga seorang bidan di rumah sakit yang sama.
“Untung pula tanda di lehernya belum muncul!” kata Gondan, pamanku.
“Mengapa kalian semua ada di sini?” tanyaku heran.
“Kau sedang sakit,” jawab Rosma.
“Sakit? Sakit apa? Rasanya aku sehat-sehat saja!” jawabku setengah tidak percaya. Uwak kemudian menceritakan kepadaku, bahwa aku mewarisi ilmu almarhumah ibuku. Kuyang! Aku bergidik mendengarnya. Sulit dibayangkan kalau aku bisa menjadi Kuyang, makhluk pemakan darah.
“Tetapi baru tahap awal,” kata uwakku.
Ya, ini karena tanda di leherku belum muncul. Orang yang telah matang menjadi Kuyang di lehernya ada tanda lingkar hitam seperti kalung dari tatoo. Yang telah matang ilmunya, kepala orang itu dapat lepas dari tubuhnya berikut isi perutnya. Kepala yang lepas itu terbang mencari mangsa, yaitu perempuan yang baru saja melahirkan untuk diisap darahnya. Biasanya hal itu terjadi di malam hari ketika bulan purnama.
Aku sendiri sangat heran. Ibuku tidak pernah menurunkan ilmu itu kepadaku. Itulah sebabnya aku tidak menyadari kalau ilmu mengerikan itu mengeram di dalam diriku.
Tahap awal dari ilmu itu adalah perasaan haus yang luar biasa. Sebenarnya rasa haus biasa berbeda dengan rasa haus ingin minum darah. Tetapi aku belum dapat membedakan. Maka ketika rasa haus muncul aku minum air putih berkali-kali. Dan tetap saja rasa haus itu tidak hilang.
“Apakah aku bisa terbebas dari ilmu terkutuk ini, Wak?” tanyaku kepada Uwakku. “Bisa! Kemauan yang kuat dan usaha yang bersungguh-sungguh akan dapat membebaskanmu dari warisan yang tidak kauinginkan itu,” jawab Uwakku.
Beberapa hari kemudian Uwakku memberiku kalung yang bahannya dari besi putih. Demikian juga liontin yang berbentuk salib terbuat dari besi putih.
“Jangan kaulepaskan kalung ini dalam keadaan bagaimanapun juga. Selain itu, rajin-rajinlah berdoa. Jangan lupa memohon kepada Tuhan agar kau dilepaskan dari ikatan jahat itu,” nasehat Uwak.
Setelah peristiwa itu aku terpaksa berhenti bekerja dari RSU. ULIN. Untunglah, pacarku bisa mengerti keadaanku. Walaupun dia orang Jawa tetapi memahami betul apa yang sedang terjadi atas diriku. Demikian juga para dokter, perawat, bidan serta pegawai lainnya.
Kini aku hidup bahagia bersama suamiku dan tinggal di Jawa. Kenangan buruk itu telah sirna. Dan ilmu warisan itu tidak menguasaiku lagi. Sekarang aku bekerja sebagai bidan lagi di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta. Untunglah tidak ada yang tahu masa laluku.
dari berbag
By Media Metafisika on 17:15
Share :
kisah misteri dan mistis
Mediametafisika.com - Menurut keterangan yang pernah kudengar, ditambah lagi dari pengalaman belajar mengajiku, memang disebutkan dalam salah satu kitab bahwa rupa jin itu hitam legam dan tinggi besar. Keterangan ini sepertinya memang benar adanya. Setidaknya aku bisa meyakininya setelah kualami sendiri sebuah kejadian misterius. Kukatakan misterius karena peristiwa yang menimpaku ini terjada antara sadar dan tidak. Karena memang waktu itu aku sepertinya sedang tidur. Dalam konteks ilmu gaib, peristiwa ini kerap disebut dengan istilah samara.
Ceritanya terjadi beberapa waktu yang lalu. Ketika itu aku sehabis pulang dari rumah teman, sekitar pukul 23.30 wib. Karena sudah terlalu malam, aku tidak mendapat pintu. Maksudku, semua penghuni rumah sudah pulas, sehingga tak ada seorang pun yang mendengar suara pintu yang kuketuk dengan kuat, atau suaraku yang berulang kali memanggil-manggil penghuni rumah.
Karena keadaan ini, akhirnya terpaksa aku tidur di mobil tua milik ayah yang diparkir di halaman rumah. Saking gerahnya, kubuka kacanya separuh. Angin yang bertiup sepoi-sepoi masuk ke dalam kabin mobil, dan akhirnya membuatku terlelap tidur.
Anehnya, di tengah malam, antara tidur dan tidak, aku seperti bermimpi melihat wujud hitam berdiri di atas wuwungan rumah. Namun, secepat itu sosok misterius tadi sudah berada di atap rumah bagian depan.
Aku masih memperhatikanya, manakala dia turun lagi dan hingga di atas mobil. Dalam keadaan seolah masih mimpi, saat itu aku merasakan mobil bergoyang-goyang. Kemudian makhluk itu melompat dan menginjakkan kakinya di atas tanah. Aku bahkan membiarkan dia mengintipku dari balik kaca jendela mobil
Wow! Rupa makhkuk itu sangat menyeramkan. Dia memiliki dua tanduk di kepalanya. Matanya merah. Gigi taringnya panjang. Telinganya lancip seperti kelelawar. Wajahnya disuburi dengan banyak bulu hitam. Persis seperti yang sering divisualkan dalam film horor.
Anehnya, aku biasa saja. Mulanya, sama sekali tak ada ketakutan yang kualami. Rasa takut yang begitu sangat, timbul setelah aku sadarkan diri karena mendadak terbangun dari tidur, atau tepatnya keadaan samara itu. Namun, ketika itu pula si makhluk menghilang. Seketika aku melompat dari mobil tua, dan berlari ke pintu depan rumah. Kugedor pintu itu dengan kuat, sampai-sampai ayah yang terbangun sempat memarahiku. Namun, tak segera kuceritakan kejadian aneh itu.
Atas kejadian aneh yang kualami, aku tak dapat mengatakan, bahwa itu adalah mimpi ataupun nyata. Yang pasti, aku mengalaminya cukup lama. Buktinya, saat aku tersadar waktu sudah menunjukkan pukul 03 dinihari. Padahal, saat masuk ke dalam mobil itu baru sekitar pukul 23.45.
Jika kubilang hal itu hanya mimpi, namun jelas kejadian itu sedemikian nyata. Sulit kukatakan bahwa itu hanya bunga tidur semata.
Karena tak tahan memandam misteri ini, akhirnya kuadukan ini pada ayah. Betapa aku kaget, sebab ternyata ayah membenarkannya. Menurutnya, kejadian yang kualami itu bukan sekedar mimpi. Ayah sendiri mengaku pernah mengalaminya. Sama seperti aku. Pada awalnya ayah juga menganggap hal itu seolah-olah hanya mimpi.
Apakah kejadian aneh itu ada hubungannya dengan rumah yang kami tempati?
Ya, kami sekeluarga memang tinggal di sebuah rumah tua yang sebenarnya milik Uwaku. Beliau memang dinas dan sudah menetap di Kalimantan. Karena Uwak tak mau mengontrakkan rumah ini kepada orang lain, maka daripada kosong beliau meminta kami sekeluarga untuk menempatinya.
Bangunan rumah ini memang tergolong salah satu bangunan yang paling tua di lingkungan kami. Kami merasa betah dan nyaman tinggal diatas tanah yang luasnya sekitar 500 meter persegi itu karena suasananya sejuk dengan berbagai macam tanaman.
Kejadian pada malam itu akhirnya terlupakan seiring dengan sang waktu. Setelah ayahku pensiun, semua keluarga pindah ke kampung halaman kami. Aku yang belum berkeluarga terpaksa menempati rumah ini seorang diri, karena memang aku tak enak untuk menolak permintaan Uwakku, terlebih beliau bersedia memberiku sejumlah uang untuk biaya pemeliharaannya. Intinya, Uwa tetap mengharapkan agar rumah miliknya itu jangan sampai dikosongkan.
Ada beberapa kejadian mistis yang dialami ayahku saat masih tinggal di rumah ini. Salah satunya yakni sering terdengarnya suara tangis dan tawa seorang wanita. Uniknya, hal ini cuma dialami oleh ayah sendiri. Tak jarang ayah sering diganggu, dicolek, atau dikelitik sewaktu tidur. Mulanya, ayah mengira yang mengganggunya adalah ibuku yang tidur di sampingnya.
Kejadian aneh juga pernah dialami seluruh penghuni rumah. Ini persisnya berlangsung saat malam-malam terakhir sebelum ayah dan semua keluarga pindah ke kampung halaman, kecuali aku.
Suatu malam sekitar pukul 23.00 WIB. Setelah hujan reda, kami sekeluarga dikejutkan dengan suara ketukan pintu yang disertai ucapan salam seorang wanita. Tapi setelah dibuka olehku, ternyata tidak ada siapapun.
Kejadian aneh ini berlangsung dua malam berturut-turut. Karena penasaran, akhirnya kami bersepakat untuk mencoba menjebak si tamu misterius itu. Dengan berbagai cara yang diatur, kami berhasil melihat siapa sebenarnya yang telah membuat keresahan itu. Ternyata benar! Dia seorang perempuan. Usianya sudah tua. Hal ini diketahui ayah sendiri yang tidur di dalam mobil. Sedang aku dan kedua kakak yang tidur di dekat pintu yang akan diketuk, tidak sempat melihat seperti yang dikatakan oleh ayah.
Begitulah keanehan di dalam rumah tua itu. Aku selalu berdoa dalam hati, mudah-mudahan sepanjang aku menempati rumah Uwak ini tidak terjadi apa-apa. Aku tetap memberanikan diri, namun dengan ditemani saudaraku misanku, yakni Acep dan Jajat setiap malamnya.
Pada malam pertama dan malam-malam berikutnya saat aku menempati rumah tersebut, suasananya biasa-biasa saja. Tetapi menginjak dua minggu berikutnya, untuk pertama kalinya aku dibuat tidak tenang.
Ketika berkumandangnya adzan shubuh, aku bergegas mengambil air wudhu. Tapi apa yang terjadi? Aku mendengar suara seorang yang mendehem dengan begitu menggema dari dalam kamar mandi. Karena kejadian ini, akhirnya sholat shubuhku terpaksa kutunda hingga di ujung waktu sampai tidak kudengar lagi suara mendehem yang menggetarkan nyali itu.
Pikirku, mungkin suara dehem itu adalah jin. Maksudku jin muslim. Konon, jin-jin yang taat kepada Tuhannya, saling berebut wudhu apabila mendengar masuknya waktu sholat. Benarkah? Entah, aku tak bisa memastikannya.
Berawal dari kejadian ini, aku sudah merasa ada makhluk lain yang memperhatikan gerak-gerikku. Buktinya, ketika suatu malam Acep dan Jajat tidak dapat menemaniku, sewaktu aku terlambat melakukan sholat Isya jam sembilanan, aku mendengar suara lembut yang mengucapkan lafadz amin. Ini terjadi tatkala rampungnya surat Al Fatihah yang kubaca, seakan-akan ada yang mengikutiku menjadi makmum di belakangku.
Spontan saja aku kaget. Namun, dengan tabah kuteruskan sholatku sampai salam.
Beberapa jam setelah kejadian itu, ketika aku hendak buang air besar di tengah malam, aku dibuat panik dengan padamnya lampu kamar mandi yang terjadi secara tiba-tiba. Sepertinya ada yang mematikan dengan terdengarnya pijitan kontak lampu yang kebetulan berada di luar pintu.
Beberapa saat aku diam saja. Tapi saking dibuat kesal, aku nekad untuk membentaknya.
“Hei! Siapa diluar?Jangan macam-macam. Ayo nyalakan!” Berulangkali aku membentak, namun tetap saja tidak ada jawaban.
“Heh, tolol! Kamu orang apa setan sih?” benatakku denan kesal. “Ayo, nyalakan goblok!” hardikku pula.
Setelah kukeluarkan semua perkataan kasar itu, barulah lampu menyala. Bersamaan dengan lampu menyala, kubuka pintu secepat mungkin. Aku sudah nekad betul ingin melihat makhluk apa sebenarnya yang telah mempermainkanku itu. Tetapi tidak kulihat siapapun, atau setidaknya terlintas sesuatu yang aneh.
Bulu kudukku meremang….
Karena semakin dibuat tidak tenang, untuk menambah suasana rumah agar hidup, akhirnya aku mempunyai gagasan untuk membuka usaha kecil-kecilan, yakni sebuah tempat penyewaan buku. Ruang bacaan sengaja kuletakkan di ruang depan. Kunamakan tempat penyewaan buku itu “Taman Bacaan Merpati”.
Bersamaan setelah berjalannya taman bacaan kawanku, Gilas, akhirnya kuijinkan pula untuk bergabung denganku. Gilas memang ingin mengudarakan pemancar radionya, karena memang sudah lama dia ingin punya lokasi studio di pinggir jalan. Dengan menggunakan ruangan pojok paling belakang, yang tidak jauh dari sumur itu, siaran radio yang punya nama “Baronx FM” itupun akhirnya berkumandang.
Suasana di rumah bertambah ceria dengan sering dikunjungi fans-fans radio maupun orang-orang yang menyewa buku. Kini, aku merasa lebih tenang dan terhibur.
Tetapi tunggu dulu! Suatu hari, aku tidak percaya dengan pengakuan Bandi, salah seorang crew Baronx. Katanya, dia pernah melihat perempuan misterius sewaktu siaran. Saat itu menjelang maghrib. Bandi bermaksud akan memanteng acaranya yang sudah usai dengan menghadirkan tembang-tembang kerohanian. Namun, sebelum mengakhiri siarannya, dari celah-celah kayu pintu studio, dia terkesima melihat seorang perempuan yang tengah berdiri memperhatikannya di pinggir sumur tua yang sudah tidak difungsikan itu. Namun sekejap mata saja, perempuan itu menghilang. Keadaan rumah maupun studio yang saat itu kebetulan tidak ada siapa-siapa , membuat Bandi ketakutian. Dia ngacir tidak karuan.
Hal yang sama pernah dialami juga oleh Agus Sulay, crew Baronx lainnya, sewaktu dia ketiduran di ruang studio. Sekitar pukul 02.30, dia terusik dengan kehadiran seorang wanita yang sedang bercermin membelakanginya. Perempuan itu sama seperti yang dikatakan Bandi, mengenakan daster kuning muda, berambut panjang dam sedikit beruban. Dan ketika perempuan itu menoleh, Agus seperti mengalami shock, karena rupa wanita itu menyeramkan.
“Bopeng-bopeng korengan seperti mengidap cacar!” cerita Agus. Tetapi yang dilihat Bandi berbeda, justru cantik walau terkesan pucat pasi.
Yang lebih unik lagi kejadian yang menimpa Gilas. Pemuda yang dienal pemberani dan banyak tingkah ini bahkan pernah ditelanjangi habis-habisan sewaktu mencoba tidur di ruang studio.
Yang tidak habis pikir lagi kejadian yang menimpa Kang Otong, salah seorang temanku. Peristiwanya berlangsung sewaktu dia mendapat giliran menunggu taman bacaan. Di siang bolong itu Kang Otong disatroni hantu pocong. Setelah muncul sesaat, makhluk ini menelusup ke dalam gudang.
Karena berbagai keanehan yang terjadi, hanya dalam waktu tujuh bulan, akhirnya Gilas mengakhiri masa kontraknya denganku. Dia mencari lagi pangkalan studionya.
Setelah kpergian awak Baronx, suasana rumah kembali sunyi. Pengunjung taman bacaan pun semakin menusut. Namun, pendirianku tetap tidak ingin menelantarkan rumah Uwa. Rupanya, kekerasan hatiku ini semakin menjadi perhatian para bangsa makhluk halus. Hal ini dibuktikan dengan kejadian-kejadian aneh berikut. Jajat misalnya. Dia pernah bermimpi dititipi bungkusan kain yang berisikan pakaian. Bungkusan ini diberikan oleh seorang wanita yang tidak jelas wajahnya.
“Katanya, bungkusan kain itu ada di sekitar pekarangan rumah ini,” kata Jajat menceritakan mimpinya.
Karena penasaran, kami pun mencarinya. Aneh, ternyata benar. Seperti yang dikatakan perempuan itu, bungkusan kain dimaksud kami temukan di sela-sela tembok pembatas rumah. Adapun pakaian di dalamnya berjumlah enam buah, diantaranya 2 kain kebaya, 1 kerudung warna ungu, 1 daster warna kuning seperti dikatakan Bandi, 1 kain untuk mengikat pinggang warna hitam, dan 1 pakaian khas perempuan lanjut usia warna ungu.
Setelah penemuan ini, sekaligus untuk menjernihkan suasana, akhirnya kami mencoba untuk menelusuri latar belakang rumah Uwa yang sudah lama aku huni tersebut. Aku pun menghadirkan Paman Wandy, yaitu pamannya Acep yang kebetulan pandai dengan ilmu kebathinan.
Ketika berkenan datang ke rumah tua itu, Paman Wandy memperhatikan sumur tua, kamar mandi, gudang, dan semua tempat yang sudah kami ceritakan.
“Auranya memang beda,” ujar paman Wandy ketika kami berada di dalam ruangan yang pernah jadi markas Baronx FM. Kemudian dia menghentak-hentakkan kakinya pada tegel yang sebagian sudah retak. Lantas dibukanya salah satu tegel itu.
“Dari dulunya memang sudah begini,” kataku menjelaskan ketika ditemui banyaknya rayap beserta tanahnya yang terasa gembur. Paman Wandy mengambil tanah tersebut.
Dengan membawa segenggam tanah yang disimpan dalam kantong plastik, Paman Wandy pamit pulang. Usai melakukan ritualnya, dia baru menyampaikan apa yang telah dilihatnya dengan mata batin.
Dikatakannya bahwa di bawah tegel yang sering ditemui banyak rayap dan tanahnya selalu gembur itu, tersimpan sebuah peti peninggalan dari seorang kakek.
“Maksud Paman harta karun?” tanyaku, penasaran.
Paman Wandy menggeleng pelan. “Peti yang berukuran cukup besar itu, hanya berisikan benda-benda keramat. Disamping itu ada sebuah peti yang dikerumumi oleh para jin jahat yang jumlahya 31 macam. Tidak mudah diambil dan dimiliki oleh sembarang orang,” jelas Paman Wandy dengan mimik serius.
Menurut Paman Wandy, benda-benda pusaka berjumlah 11 buah dan tersimpan di dalam peti itu akan diwariskan kepada 11 orang pula yang pernah merawat tempat yang sekarang menjadi milik Uwaku. “Mereka adalah para hamba Allah yang telah dianggap sempurna imannya. Entah siapa? Yang pasti, para jin jahat itu pun berkeinginan untuk memilikinya,” tambah Paman Wandy.
Yang terasa unik, Paman Wandy juga berhasil menjalin kontak batin dengan seorang kakek berjubah yang disebut sebagai Jin Muslim yang coba mengamankan benda-benda pusaka tersebut dari keinginan para Jan Kafir yang memperebutkannya. Dari kontak batin ini diperoleh pula informasi bahwa rentang 2008-2010, akan terjadi musibah besar di negeri ini. Malapetaka yang terjadi, bisa berupa kejadian alam atau segala sesuatu yang dibuat oleh manusia sendiri.
Tentang sosok perempuan yang selama ini sering menggoda kami, ternyata bernama Nyi Ratu Dewi Sari Alam. Namun biasa dipanggil Nyi Rambut Kasih, lantaran memang dia memiliki rambut yang begitu elok dan selalu mengasihi (merawat) tubuhnya. Dia masih titisan darah ningrat, keturunan salah satu kerajaan Pasundan, yakni Pangeran Sumedang.
Menurut riwayat, Nyi Rambut Kasih mencari kakeknya yang hilang. Karena selalu gagal, akhirnya dia putus asa dan mengakhiri masa hidupnya dengan cara bunuh diri. Melihat demikian, dayang setianya bernama Nyi Demang Pakuningrat, melakukan hal yang sama.
sumber: misteri
100 Hari Tanda-Tanda Menjelang Kematian
Apa Iya Add Comment aneh, islami, rahasia, tanda, unik Selasa, 26 November 2013
Apa iya? - Ini adalah tanda pertama dari ALLAH SWT kepada hambanya dan hanya akan di sadari oleh mereka yang dikehendakinya. Walau bagaimanapun semua orang islam akan mendapat tanda ini hanya saja mereka menyadari atau tidak. Tanda ini akan berlaku lazimnya selepas waktu ashar, seluruh tubuh yaitu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil, contohnya seperti daging lembu yang baru saja disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti, kita akan mendapati daging tersebut seakan -akan bergetar… Tanda ini rasanya nikmat dan bagi mereka yang sadar dan berdetik dihati bahwa mungkin ini adalah tanda mati, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini.
Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan kenikmatan tanpa memikirkan soal kematian, tanda ini akan lenyap begitu saja tanpa membawa manfaat. Bagi yang sadar dengan kehadiran tanda ini, maka ini adalah peluang terbaik untuk memanfaatkan waktu yang ada untuk mempersiapkan diri dengan amalan dan urusan yang akan dibawa atau ditinggalkan sesudah mati.
Tanda-Tanda Kematian H -40
Tanda ini juga akan berlaku sesudah waktu ashar, bagian pusat kita akan berdenyut-denyut pada ketika ini daun yang tertulis nama kita akan gugur dari pokok yang letaknya diatas arash ALLAH SWT, maka malaikat maut akan mengambil daun tersebut dan mulai membuat persediaannya ke atas kita, antaranya ialah ia akan mulai mengikuti kita sepanjang masa. Akan terjadi malaikat maut ini memperlihatkan wajahnya sekilas lalu dan jika ini terjadi, mereka yang terpilih ini akan merasakan seakan- akan bingung seketika.
Adapun malaikat maut ini wujudnya cuma seorang tetapi kuasanya untuk mencabut nyawa adalah bersamaan dengan jumlah nyawa yang akan dicabutnya.
Tanda-Tanda Kematian H -7
Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan musibah kesaktian dimana orang sakit yang tidak makan, secara tiba-tiba ia berselera untuk makan…
Tanda-Tanda Kematian H -3
Pada ketika ini akan terasa denyutan di bagian tengah dahi kita yaitu diantara dahi kanan dan kiri, jika tanda ini dapat dirasakan maka berpuasalah kita selepas itu supaya perut kita tidak mengandungi banyak najis dan ini akan memudahkan urusan orang yang akan memandikan kita nanti…. Ketika ini juga mata hitam kita tidak akan bersinar lagi dan bagi orang yang sakit hidungnya akan perlahan-lahan jatuh dan ini dapat dirasakan jika kita melihatnya dari bagian samping…
Telinganya akan layu dimana bagian ujungnya akan Berangsur- angsur masuk ke dalam… Telapak kakinya yang terlunjur akan perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar ditegakan…
Tanda-Tanda Kematian H -1
Akan berlaku sesudah ashar dimana kita akan merasakan satu denyutan di sebelah belakang yaitu di kawasan ubun-ubun dimana ini menandakan kita tidak akan sempat untuk menemui waktu ahsar keesokan harinya.
Tanda-Tanda Kematian (Tanda Akhir)
Akan terjadi keadaan dimana kita akan merasakan sejuk dibahagian pusat dan rasa itu akan turun kepinggang dan seterusnya akan naik ke bahagian Halkum… Ketika ini hendaklah kita terus mengucap kalimat SYAHADAT dan berdiam diri dan menantikan kedatangan malaikat maut untuk menjemput kita kembali kepada ALLAH SWT yang telah menghidupkan kita dan sekarang akan mematikan pula…
Baginda Rasullullah S.A.W bersabda :
“Apabila telah sampai ajal seseorang itu maka akan masuklah satu kumpulan malaikat ke dalam lubang-lubang kecil dalam badan dan kemudian mereka menarik rohnya melalui kedua-dua telapak kakinya sehingga sampai ke lutut. Setelah itu datang pula sekumpulan malaikat yang lain masuk menarik roh dari lutut hingga sampai ke perut dan kemudiannya mereka keluar. Datang lagi satu kumpulan malaikat yang lain masuk dan menarik rohnya dari perut hingga sampai ke dada dan kemudiannya mereka keluar. Dan akhir sekali datang lagi satu kumpulan malaikat masuk dan menarik roh dari dadanya hingga sampai ke kerongkong dan itulah yang dikatakan saat nazak orang itu.”
Sambung Rasullullah S.A.W. lagi:
“Kalau orang yang nazak itu orang yang beriman, maka malaikat Jibril A.S. akan menebarkan sayapnya yang disebelah kanan sehingga orang yang nazak itu dapat melihat kedudukannya di syurga. Apabila orang yang beriman itu melihat syurga, maka dia akan lupa kepada orang yang berada disekelilinginya. Ini adalah kerana sangat rindunya pada syurga dan melihat terus pandangannya kepada sayap Jibril A.S.” Kalau orang yang nazak itu orang munafik, maka Jibril A.S. akan menebarkan sayap disebelah kiri. Maka orang yang nazak tu dapat melihat kedudukannya di neraka dan dalam masa itu orang itu tidak lagi melihat orang di sekelilinginya. Ini adalah kerana terlalu takutnya apabila melihat neraka yang akan menjadi tempat tinggalnya.
Dari sebuah hadis bahwa apabila Allah S.W.T. menghendaki seorang mukmin itu dicabut nyawanya maka datanglah malaikat maut. Apabila malaikat maut hendak mencabut roh orang mukmin itu dari arah mulut maka keluarlah zikir dari mulut orang mukmin itu dengan berkata: “Tidak ada jalan bagimu mencabut roh orang ini melalui jalan ini kerana orang ini sentiasa menjadikan lidahnya berzikir kepada Allah S.W.T.”
Setelah malaikat maut mendengar penjelasan itu, maka dia pun kembali kepada Allah S.W.T. dan menjelaskan apa yang diucapkan oleh lidah orang mukmin itu. Lalu Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud: “Wahai malaikat maut, kamu cabutlah ruhnya dari arah lain.”
Sebaik saja malaikat maut mendapat perintah Allah S.W.T. maka malaikat maut pun cuba mencabut roh orang mukmin dari arah tangan. Tapi keluarlah sedekah dari arah tangan orang mukmin itu, keluarlah usapan kepala anak-anak yatim dan keluar penulisan ilmu.
Maka berkata tangan : Tidak ada jalan bagimu untuk mencabut roh orang mukmin dari arah ini, tangan ini telah mengeluarkan sedekah, tangan ini mengusap kepala anak-anak yatim dan tangan ini menulis ilmu pengetahuan.” Oleh kerana malaikat maut gagal untuk mencabut roh orang mukmin dari arah tangan maka malaikat maut cuba pula dari arah kaki. Malangnya malaikat maut juga gagal melakukan sebab kaki berkata: “Tidak ada jalan bagimu dari arah ini kerana kaki ini sentiasa berjalan berulang alik mengerjakan solat dengan berjemaah dan kaki ini juga berjalan menghadiri majlis-majlis ilmu.”
Apabila gagal malaikat maut, mencabut roh orang mukmin dari arah kaki, maka malaikat maut cuba pula dari arah telinga. Sebaik saja malaikat maut menghampiri telinga maka telinga pun berkata: ”Tidak ada jalan bagimu dari arah ini kerana telinga ini sentiasa mendengar bacaan Al-Quran dan zikir.”
Akhir sekali malaikat maut cuba mencabut orang mukmin dari arah mata tetapi baru saja hendak menghampiri mata maka berkata mata:”Tidak ada jalan bagimu dari arah ini sebab mata ini sentiasa melihat beberapa mushaf dan kitab-kitab dan mata ini sentiasa menangis kerana takutkan Allah.”Setelah gagal maka malaikat maut kembali kepada Allah S.W.T.
Kemudian Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud : “Wahai malaikatKu, tulis AsmaKu ditelapak tanganmu dan tunjukkan kepada roh orang yang beriman itu.” Sebaik saja mendapat perintah Allah S.W.T. maka malaikat maut menghampiri roh orang itu dan menunjukkan Asma Allah S.W.T. Sebaik saja melihat Asma Allah dan cintanya kepada Allah S.W.T maka keluarlah roh tersebut dari arah mulut dengan tenang.
Dari sekian banyak tanda-tanda kematian seperti yang dijelaskan di atas, semoga membuat kita semua akan selalu ingat mati. Karena sesungguhnya mengingat mati itu adalah Bijak. Demikianlah sedikit informasi mengenai 100 Hari Tanda-Tanda Menjelang Kematian Manusia yang akan kita lewati, semoga bermanfaat dan perbanyaklah melakukan hal-hal yang baik selama masih di dunia ini.
“Tuan puteri Maryam dan anak gadisnya. Mereka mencukur bulu kemaluanku?”
“Apa? Mereka mencukur bulu anumu? Bulu apaan? Ayah yang bercanda, mana mungkin nyonya besar, bekas juragan ayah datang ke sini hanya untuk mencuku bulu anumu? Lagian jarak Iraq dan Indonesia itu sangat jauh. Ayah jangan bercanda, masih pagi,” jawab isteriku merepet seperti petasan.
Mendengar jawaban Gayatri, aku semakin dibalut oleh rasa heran. Mendadak pikiranku melayang tak karuan, bulu kudukku berdiri meremang disertai munculnya keringat dingin.
“Jangan-jangan ada makhluk halus yang menjelma menjadi nyonya dan anaknya. Dan mereka memaksaku untuk melakukan hubungan itu. Aku benar-benar tidak tahu,” kataku dalam hati.
Dalam keadaan bingung, aku menuju kamar mandi untuk mandi junub. Ketida sedang jongkok untuk buang air kecil, aku merasa ada yang aneh. Air seni yang keluar membuyar kemana-mana, mengenai kedua pahaku.
Kemudian aku mengambil air segayung untuk membersihkannya. Kali ini aku benar-benar kaget dan nyaris pingsan. Tangan kiri yang kugunakan untuk membersihkan penisku, tidak menemukan apa-apa. Benda milikku yang paling berharga itu telah hilang entah kemana.
“Ya Allah, apa yang terjadi denganku?” cetusku dalam hati. Lalu, aku berteriak memanggil isteriku,”Gayatri, lihatlah kemari!”
Gayatri datang. Dia mendorong pintu kamar mandi dan terpana melihatku.
“Alat vitalku benar-benar tidak ada, seperti terdorong masuk ke dalam. Bahkan aku merasa ada kekuatan yang menarik-nariknya dari dalam,” ucapku lirih. Gayatri berubah pucat wajahnya.
Coba bikin cerita sndri broo,,,,
Atau kisah nyatamu, tak tunggu cerita yg lain,,,
Cuma saran, maaf bila kurang berkenan,,,THANX.
suruh merapat tapi sebelah lu ada @9gags gamau ah