True Story yang benar-benar true.
Gays, gue mencoba untuk merangkum dan menuliskan kembali cerita gue dari awal hingga yang paling akhir. Kalau di Boyzlove gue curhat, kalau disini gue akan paparkan sebagai cerita. To be frank and deeply honest, cerita ini tidak ada penambahan biar semakin 'panas', tidak sama sekali. Tetapi tentu ada pengurangan, karena tidak semua bisa di-recall. Dan untuk yang ingin komentar, maaf, gue ga akan balas, karena disini pure gue ingin nulis cerita biar ga OOT juga nanti.
Ini kisah nyata bagaimana gue dibentuk hingga menjadi seperti sekarang, bisex yang lama kelamaan preferensi kepada pria melebihi kesukaan kepada wanita. *keluh.
Comments
Aku memilih Bandung karena sudah sempat mencicipi Jakarta selama 2bulan bimbingan belajar seminggu setelah UAS dan berakhir beberapa hari sebelum UMPTN. Jakarta terlalu buas untukku. Terlalu individualis. Atau mungkin aku yang butuh waktu lama untuk beradaptasi. Memang itu karakterku.
Sawunggaling 11, kost ku yang pertama di Bandung. Ini permintaan papa, papa yang mencarikan alamat ini untukku. Kamar sempit dengan 1kasur dipan single, lemari pakaian usang dan meja belajar. Kamar mandi di luar. Tidak cocok dengan harga saat itu yang nyaris mendekati belanja bulananku. Mahal! Tapi sudahlah, bukan aku yang bayar.
Seminggu pertama di Bandung aku hidup bak narapidana. Hanya berkutat dan berputar-putar disekitaran kost. Aku tidak tahu jalan! Selain pulang pergi ke Ganesha Operation di depan BEC saat itu (yang bisa ditempuh dengan jalan kaki), tidak ada lagi jalan lain yang aku tahu. Syukurlah di minggu kedua aku mendapatkan pesan singkat dari teman perempuan semasa SMU yang mencoba peruntungan menjadi musisi di Bandung untuk ketemu. Seminggu aku habiskan waktu dengan Riani. Gadis tomboy yang berpenampilan seperti b-boy. Tidak menarik. Hehe.
Sore itu di Bandung Indah Plaza saat hendak menuju Cineplex 21, aku dikejutkan oleh sapaan kasar ala preman yang seperti menodong. Ternyata Rifky, teman SMU yang bahkan untuk bertegur sapa saja aku jarang. Rifky bersama dua orang teman lain, Abid dan Irman. Aku tidak dekat dengan ketiganya, tapi karena dipertemukan oleh nasib yang sama, akhirnya sejak pertemuan itu kita sering main bareng. Riani terabaikan.
Bandung 10tahun lalu masih ramai saat malam minggu. Ramai sekali. Setiap FO atau store dengan lapangan parkir yang besar, selalu dihinggapi oleh Van radio-radio hits. Mereka siaran live sambil memutar lagu dan hal lainnya. Abid yang saat itu sudah kembali ke Sumatera karena sesuatu dan lain hal, malam itu kami habiskan bertiga saja, Aku, Rifky dan Irman. Duduk di pelataran FO dekat Borromeus. Irman tampak sibuk dengan telpon yang selalu berdering. Setiap Irman mengangkat handphonenya, dia selalu menjauh. Kami maklum, malam minggu, mungkin Irman sudah punya cewek gebetan di Bandung. Usut punya usut, saat diinterogasi, ternyata itu bukan cewek. Doni, kenalan Irman di dunia cyber. Kami mengernyitkan dahi. Irman memberitahu kalau dia harus pulang karena Doni mau menginap dikostnya, padahal saat itu kita sudah sepakat untuk menginap bareng di kamar Irman. Karena tidak enak hati, Irman mengajak kami ikut serta dan gabung saja.
Sesampai di Sekeloa, Doni sudah menunggu di depan kamar. Kami berkenalan sebentar. Basa basi sekitar 10menit lalu memutuskan tidur. The night is young. Aku saat itu memilih tidur di kasur single Irman berdua dengan Rifky. Irman mengalah dan tidur di karpet dengan Doni. Karena handphone ku yang saat itu lowbatt dan colokan listrik yang jauh kearah pintu masuk, akhirnya aku pindah dan berganti tempat dengan Irman dan Doni. Rifky ikut aku karena masih ingin ngobrol. Lama kelamaan Rifky tumbang juga, lalu ijin pamit ke peraduan mimpi. Sebelumnya Rifky sempat membuka baju kaus yang ia pakai, karena hareudang. Rifky ini bantet. Pendek dariku dan berisi. Walau tidak pernah fitness, dada Rifky sudah tercetak bidang, dan perutnya tidak buncit. Aku memuji badan Rifky dan dia hanya balas dengan senyum, lalu tidur. Aku masih belum mengantuk. Sambil sesekali memainkan game di handphone, aku menggeser arah tidurku menyamping menghadap Irman dan Doni yang tampak lelap. Suasana hening saat itu. Aku pun mulai menguap. Tidak lama sebelum memutuskan untuk benar-benar tidur, aku dikagetkan oleh gerak gerik Doni yang aku anggap tidak biasa, luar biasa untuk aku dan dunia pertemananku saat itu. Doni memeluk Irman dan tidur didada Irman. I was like, dafuq?
Doni benar-benar liar. Setelah tidur di dada Irman, kepalanya bergeser ke perut Irman. Saat itu aku sudah kepalang shock dan jijik, akhirnya tidur menghadap Rifky. The rest is history which I didn’t know where it goes.
Paginya aku ceritakan semua kepada Rifky, terkecuali Irman. Rifky terbahak, antara tidak percaya dan percaya. Heh? Ya, karena ternyata Rifky sudah curiga dengan Irman dari awal dia bilang kenal Doni melalui chatting. Dan Irman pun saat SMU memang agak melambai, sedikit. Sejak saat itu, aku memilih menjaga jarak dengan Irman, dan mulai mengolok-olok Irman. Tidak membully sih, karena hanya guyonan ringan. Dari gaya jalan Irman yang terlalu membusungkan dadanya dan menonggengkan pantatnya. Kami mengajarkan Irman cara jalan pria yang seharusnya. Bahkan kami mencarikan Irman wanita. Walaupun sering dijadikan bulan-bulanan, Irman santai saja.
Sejak peristiwa tersebut kami (atau lebih tepatnya aku) sudah jarang bermain dan bepergian bersama Irman, termasuk menghasut Rifky. Saat itu hanya aku dan Rifky. Nongkrong di cafe, main billyard, nonton. Kami lalukan kerap berdua saja. Sudah seperti pacaran. Walaupun sesekali masih menyempatkan waktu untuk nonton bertiga.
Arisan. Film Indonesia yang bertemakan dunia gemerlap sosialita Jakarta. Siapa yang tidak tahu film ini? Entah karena penasaran atau saat itu tidak ada film luar yang kece, akhirnya kami bertiga memilih Arisan. Posisi duduk kami pilih di center, tepat di tengah-tengah dari atas ke bawah dan samping kiri ke kanan. Aku duduk di antara Rifky dan Irman. Sengaja? Entahlah. Aku merasa harus melindungi Rifky dari Irman. Kami benar-benar buta dengan sinopsis Arisan, tidak ada spoiler apapun, jadi semua mengalir tanpa kami sadari Nino dan Sakti ternyata pasangan homo. Namanya ABG labil dan segala hal dibikin candaan, saat itu aku pura-pura pegang lengan Rifky. Murni hanya candaan. Rifky membalas pegang tangan dan menyenderkan kepalanya ke kepalaku. Irman pun tak mau kalah, memegang pinggangku dan memanggil aku dengan sayang dan segala macam. Kami tertawa hingga pulang. Membahas adegan Arisan dan masih baru untuk ku, mungkin tidak untuk teman-temanku.
Sudah lama aku tidak bertemu Riani. Rifky memintaku untuk menghubungi Riani dan mengajak Riani untuk hang out malam minggu, karena bosan berdua terus. Riani tinggal dengan saudara mamanya didaerah Cimahi. Sangat jauh dari hiruk pikuk Dago. Riani memintaku untuk mengijinkan menumpang tidur di kost. Aku tidak masalah, yang menjadi masalah tentu saja peraturan dan mamang tukang jaga kost. Singkat cerita, setelah bosan mutar-mutar dago, Aku, Rifky dan Riani memutuskan kembali ke kost. Kamarku di lantai 2, sedangkan kamar mandi hanya ada di lantai dasar. Aku membuka pintu dan jendela kamar lebar-lebar agar mamang kost tidak menaruh curiga apapun. Rifky ijin ke toilet dan aku lanjut bercerita dengan Riani. Teramat asik, sampai aku tidak menyadari Rifky sudah lebih 10menit belum naik ke kamar. Aku menuju ke bawah dan bertemu Rifky di tangga, tampak cemas. “lu disuruh keluar dari kost hari ini juga!”. Aku pikir ini bercanda. Ternyata Rifky serius. Dia baru saja ditegur oleh mamang kost. Aku langsung menemui mamang ini yang tampak sudah menunggu diteras rumah.
Bau alkohol dan setengah mabuk. Terlalu banyak bacot dan pembicaraan yang sudah mengarah ke uang. Aku karena merasa memang tidak berbuat hal anonoh, tidak meng-iyakan permintaan si mamang. Diskusi alot tersebut berakhir dengan hasil Riani tidak boleh menginap di tempat kost ku. Dang! Aku menuju kamar dan menginformasikan ini kepada Riani dan Rifky. Jam3 pagi tidak ada angkot menuju Cimahi. Taksi bukan pilihan yang tepat untuk mahasiswa kere seperti kami. Untuk membunuh waktu, kami nongkrong di warung mie dan meminja ijin duduk menunggu Subuh. Mata sudah sangat mengantuk.
Setelah mengantarkan Riani naik angkutan umum, aku langsung bergerak cepat ke Sawunggaling 11. Rifky saat itu hendak pulang ke kostnya memilih untuk mengikutiku saja karena jarak yang lebih dekat. Sesampai di kamar, aku dan Rifky langsung tidur di ranjang yang bahkan untuk sendiripun masih terasa sempit tersebut.
Aku merasa sudah sangat dekat dengan Rifky. Aku sudah menganggap Rifky sahabat yang ku kenal lama. Aku seperti menemukan soulmate ku (terdengar girlie ya?). Hinga lebaran tiba, kami harus kembali ke kampung halaman. Walaupun di kampung halaman, Rifky masih menghubungi mengajak untuk buka bersama. Padahal dengan waktu yang sedikit aku ingin menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman-teman yang lain yang nanti akan jarang ku jumpai. Malam itu Aku, Rifky, Irman dan Abid berbuka di sebuah resto Amerika, pulang hingga larut malam dengan kegaduhan pria-pria ABG labil. Yang membekas hari itu adalah lagu dari album pertama Marcell yang selalu ku putar di mobil bersama mereka. Setiap mendengar lagu-lagu tersebut, memori ku selalu kembali ke masa itu. Rifky paling suka dengan Firasat.
Lebaran usai, aku harus kembali peradabanku di Bandung. Aku menawarkan Rifky untuk barengan. Sesampai di Cengkareng kami melanjutkan perjalanan naik Damri ke arah Gambir, karena saat itu belum ada Prima Jasa ataupun travel dengan minibus direct Bandara-Bandung. Di Damri aku satu bangku dengan seorang cewek seksi dan cantik, berkenalan dan melakukan pendekatan serta meminta nomer telpon. Sedangkan Rifky duduk persis dibelakang ku bersama abangnya. Sesampai di stasiun, aku mengenalkan Tita ke Rifky. Aku berpisah dengan Rifky karena Rifky harus menunggu saudaranya di Stasiun. Saat perjalanan ke Bandung, aku sms-an dengan Tita.
Rifky seperti menghilang. Setiap ajakan keluar, Rifky selalu sibuk. Aku komplain. Setiap Rifky mengajak atau minta menemani jalan, aku selalu meng-iyakan, karena aku pikir Rifky akan selalu ada saat ku butuhkan. Ternyata itu menjadi kata sakti untuk pertemanan ku ke depannya. Sementara itu, aku masih intens berhubungan dengan Tita. Topik pembicaraan selalu mengarah ke Rifky. Aku senang bercerita tentang apapun, temanku, keluarga dan hal-hal lain. Aku tidak terpikir kalau Tita menyukai Rifky. Dan ya, ternyata Tita mengaku kalau mereka jadian. Aku marah ke Rifky. Kenapa bukan dari Rifky, kenapa informasi tersebut aku ketahui dari Tita yang baru ku kenal? Kenapa Rifky tidak terbuka? Mungkin merasa tidak enak karena menyalip manuverku ke Tita. Baiklah.
Rifky meminta maaf. Merasa sangat bersalah. Aku memaafkan.
Hubungan tersebut tidak berlangsung lama. Rifky yang memang seolah melupakanku saat bersama Tita, kembali mendatangiku. Bercerita kalau mereka sudah putus dan Tita adalah wanita yang freak. Aku tersenyum saja dan sejak saat itu Rifky tidak mau membahas perihal tersebut karena mungkin sudah sakit hati, dan malu kepadaku.
Aku mengganti nomer handphone ku dengan nomer baru. Aku berpikir, lucu kalau misalnya nomer ini aku gunakan untuk ngerjain Rifky. Aku mengaku sebagai Tita, ingin kembali datang ke Bandung, dan meminta tanggung jawab. Padahal aku tidak tahu apa yang mereka perbuat. Rifky seperti ketakutan. Aku tetap memaksa. Saat hari H, sambil bersama Rifky, aku mengirim sms sembunyi-sembunyi bahwa Tita masih di jalan. Rifky semakin takut, entah apa yang ditakutkannya. Karena kasihan, sambil jalan akhirnya aku mengakui kalau Tita itu tidak ada, itu adalah aku dengan nomer kontak yang baru. Rifky tampak sedikit marah tapi senang. Dia memukulku lalu memeluk. Seperti ada perasaan bahagia dihatiku. Aku tidak tahu arti bahagia yang bagaimana.
Malamnya aku bertanya kepada Rifky “bro, tadi nyiumnya kok kena bibir? Sengaja atau gimana?” mungkin sepatutnya ini tidak perlu ku tanya, tapi aku belum biasa. “Ga bro, itu kalau di luar negri, tanda sahabat sayang ama sahabatnya”. Mendengar itupun aku trenyuh. Rifky menyayangiku. Mungkin teramat menyayangiku. Aku juga sayang dengan sahabat lain, tapi tidak pernah sebegitunya. Aku tidak melanjutkan obrolan itu. Rifky tersenyum dengan puppy eyes seperti anak kecil. Lalu menciumku. Aku tidak menolak.
mensen yah (⌒˛⌒)
UHHKKK.........
.