It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@sikasepmauth @nukakarakter @iamyogi96 @iamalone89 @halaah @jjk_mod_on @dirpra @gdragonpalm @firdausi @Chocolate010185 @rajatega @05nov1991 @Just_PJ @andychrist @nur_hadinata @The_jack19 @kiki_h_n @alabatan @Dharma66 @LEO_saputra_18 @touch @AL's @jakaputraperdana @rully123 @bobo @pocari_sweat @mu @Rez1 @Raff @touch @Dharma66 @fery_danarto
@abadi37 @ijiQyut @bi_ngung @hantuusil @abadi_abdy @aDvanTage
@bayuaja01 @savanablue @justboy @Jf_adjah @bocahnakal96 @rarasipau @Alir @oxygen_full @Different @babybroww @amira_fujoshi @waisamru @ ken89 @darwin_knight @icha_fujo @ying_jie @timmysuryo @erickhidayat @ncholaaes @seventama @DM_0607 @jerukbali @adilope @surya_90 @badut @Zarfan @leviosha @alvian_reimond @RezzaSty @Beepe @maret elan @Didit_Praditya @alvian_reimond @amauryvassili1 @Achan @Jhoshan26 @echank @penggemar_dady @gymue_sant @handikautama @jacksmile @aii
Namaku Mike,
Umurku 20 tahun. Pekerjaan, jurnalis freelance, story writer, translator freelance, dan semuanya yang berkaitan dengan tulisan, itu adalah pekerjaannku. Karena masih belum mendapatkan pekerjaan tetap ( di karenakan tidak suka terikat ) akus ering menghabiskan waktuku untuk menulis, dan menerima beberapa job freelance sebagai jurnalis di salah satu perusahaan yang menerbitkan majalah fashion dan lain-lain. I like my freelance job. Tidak terikat, dan tidak di kejar-kejar deadline ( terkadang di kejar juga ).
Coffee,
Aku suka kopi. Sekarang ini, di Jakarta, banyak sekali coffee shop berbagai macan merk yang menjamur, hampir semuanya pernah aku coba, dari yang abal-abal, sampai yang katanya sudah mendunia. Tapi nggak tahu kenapa, aku jatuh cinta sama kopi yang di buat sama barista “Aunt’s Coffee Shop” ini.
Mungkin di karenakan lokasi nya yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal, harga yang boleh di bilang relatif bersahabat dengan freelancer seperti aku, dan...!!! aku suka banget sama ruangannya.
Ruangan yang di setting ala-ala kopi tiam di negeri Jihran. Aroma kopinya juga sangat khas ( menurutku ).
Tempat favoritku, selalu di ujung ruangan yang tepat di sampingnya, terdapat sebuah jendela besar, di hiasi tirai bernuansa Belanda kuno, wow... can you imagine it? One word for me, AMAZING. Inti cerita, bukan aku mempromosikan Aunt’s Coffee Shop, intinya ada pada orang yang selalu aku lihat, mengambil tempat duduk yang hanya berbeda satu meja dari tempatku.
Why?
Entah memang di gariskan, atau kebetulan, sepuluh kali aku mengunjungi coffee shop, sepuluh kali orang itu berada di sana. Tempat yang sama, dan snack yang sama. White Brownies. Awalnya aku tak begitu memperdulikan karena menurutku, mungkin saja orang itu adalah
‘Wi-Fi Hunter’ jadi tak ku masukkan ke dalam list daftar pencarian ( bukan daftar pencarian orang hilang ya ) karena di sana, jaringan internet cukup lancar dan tidak pernah ada gangguan sama sekali, meski petir di luar sana berteriak-teriak.
Sering bertemu, terkadang membuat aku sedikit demi sedikit memperhatikan gerak-geriknya. Cara dia menatapi tabnya, cara duduknya, cara dia melahap white bronies miliknya sedikit demi sedikit, cara dirinya merokok sampai menghembuskan asap rokoknya pun, aku hafal, ohh Goshh, am i freak????? I don’t think so.
Oh iya, aku lupa cerita, dia itu seorang pria, sama seperti aku. Pakaian yang selalu di kenakan sangat rapi, di padu celana bahan berwarna standard, hitam serta sepatu kets berwarna biru muda. Kalau ku taksir-taksir, umurnya baru 25an, eksmud, single, wajahnya manis, berkacamata, dan sopan. Terlihat dari caranya yang menyapaku kalau mau beranjak ke toilet, melempar sebuah senyuman.
**
Sabtu, sore, Hujan deras.
Aku berlari-lari kecil memasuki Aunt’s Coffee shop, dan di sana, aku sudah melihat pria itu sudah berada di sana, tapi hari itu ia tidak sendiri, ia bersama dengan beberapa temannya. Untuk sesaat, ia melirik ke arahku, lagi-lagi melempar senyum, kemudian melanjutkan berbaur dengan teman-temannya.
Aku pun berlalu setelah sebelumnya, aku juga membalas senyumannya. Karena sebelumnya terguyur hujan, bagian pundak pakaianku terdapat noda air, sebelum memesan, aku terlebih dahulu masuk ke dalam toilet dan keluar beberapa saat kemudian. Memesan minuman favorit, dan mengambil tempat duduk di tempat favorit. Dari dalam tas yang ku bawa, aku mengeluarkan note book ku, mulai ku nyalakan dan seperti biasa, ‘mengintai’ dari balik layar. Dari balik layar note book, aku lihat pemuda di seberangku itu, memindah posisi duduknya, dari yang awalnya membelakangiku, berpindah pada kursi di seberangnya, hingga kini, aku dapat melihat wajahnya dengan jelas seperti biasanya. Mungkinkah dia sengaja? ( Who knows ).
Masih dari balik layar note book ku, untuk pertama kalinya, aku mendengarkan suara tawa, ya.. suara tawa pemuda unkown tersebut. Suara yang sangat menyejukkan telinga. Dan masih dari balik layar note book ku, ku lihat sesekali ia menatap ke arahku, kenapa aku bisa tahu? Karena mataku tidak berhenti menatapinya, ah... malu rasanya kedapatan mengintai dirinya. Aku alihkan pandanganku pada layar note book yang memintaku untuk memasukkan password.
**
Selang beberapa hari lewat, aku lebih dulu berada di dalam coffee shop dan tetap duduk di tempat favorit. Mungkin sebagian orang bertanya-tanya, mengapa aku selalu mendapatkan tempat dudukku? Apakah aku sudah memesan sebelumnya? Tidak... dan kenapa bisa? Simply answer, karena coffee shop itu tidak begitu ramai oleh pengunjung seperti coffee shop yang berada di dalam shopping mall.
Deritan pintu yang bingkainya terbuat dari kayu dan ditengahnya di pasangi kaca, terdengar oleh ku, mataku segera ku arahkan pada arah datangnya suara, guess who?
Yap... pemuda unknown itu lagi. Sebelum melangkah ke tempat pemesanan, lagi-lagi aku mendapatkan sebuah senyuman darinya, dan kali ini, aku pun ikut membalas senyuman ramahnya tanpa malu-malu.
Ku lihat, ia beranjak menuju tempat pemesanan, menu yang sama, white brownies dengan minuman yang sampai sekarang ini tidak aku ketahui. Sembari menunggu, ku lihat ia memandangi sekelilingnya, entah apa yang di lihat olehnya, sudah setiap hari datang, masih saja melihati sekelilingnya. Terakhir, penglihatannya itu, jatuh padaku, bukan merasa terlalu percaya diri, tapi memang pandangannya itu tertuju padaku.
Ia beranjak menuju tempat favoritnya, ketika pesanannya sudah berad di tangan. Aku pun berpura-pura sibuk dengan note book ku. Sesekali mencuri pandang padanya, ku lihat ia juga sesekali menatap ke arahku, posisi duduknya seperti orang cemas, tidak diam seperti biasanya. Dan... aku lihat, ia membawa nampannya berjalan ke arahku.
Sedikit Shock, tapi lumayan senang. Dan sekarang, aku sudah bisa dengan jelas melihat wajahnya, dekat!!!! Hanya berjarak tiga jengkal dari arahku. Malu? Pastinya.
“hai” suara khasnya mulai menyapaku,
“hai”
“apa aku mengganggu?”
Aku menggeleng, dia tersenyum tersipu, arghhhhh....
“aku lihat, kamu sering ke coffee shop ini” ujarnya padaku,
Aku mengangguk kecil, “kamu juga” timpalku
Dia tertawa, begitu juga aku.
“aku Rendy, kamu?”
“Mike”
“nice name”
“thank you”
“kerja? Atau kuliah?”
“Freelancer” balasku, “kamu?”
“aku? Aku baru merintis usaha sendiri”
Bingo...!!!! sesuai yang ku taksir, Eksmud.
“usaha di bidang apa?”
“advertising”
“ah.. i see”
“kalau kamu? Freelancer bidang apa?”
Aku tertegun sejenak, ku arahkan mataku keluar jendela untuk sesaat. Menghilangkan rasa grogi, kemudian ku arahkan kembali padanya, dan terakhir pada layar note book ku,
“jurnalis, writer, dan... translator”
“wow... nice job”
“ah... biasa aja kok” aku tersipu seperti Mimi ( kucing peliharaanku ) yang akan menyematkan kepalanya saat tanganku membelai-belai tubuhnya,
Ok, mulai dari hari itu, aku sudah tidak lagi menjadi penunggu bangku pojok sudut coffee shop lagi, karena sekarang, sudah ada Rendy yang hampir setiap hari menemaniku.
Rendy,
Pribadi yang enak untuk di jadikan lawan mengobrol santai, berwawasan luas, manis, ramah, sopan. Type pria idaman semua wanita, termasuk aku. Berawal perkenalan yang di dahului oleh Rendy yang dengan tiba-tiba mendatangiku, aku mulai di ajaknya keliling, tapi tidak melupakan rutinitas wajib, yaitu mengunjungi coffee shop sebelumnya.
Tempat yang kita kunjungi beragam. Mulai dari warteg emperan, restoran, bioskop, bahkan sampai kota kembang, dan kembali lagi ke Jakarta. Tak terasa, sudah satu bulan aku mengenal Rendy. Seorang eksekutif muda yang baik, sangat baik.
Hingga suatu malam, di Aunt’s Coffee shop, aku mendapat bisikan surprise darinya,
“Mike”
“ya?”
“aku mau bisikin kamu sesuatu”
Aku menaikkan kedua alis, kemudian mentralkannya kembali,
“apa itu?”
Rendy mencondongkan tubuhnya, memposisikan bibirnya
tepat di depan telingaku,
“aku mau, kita menjalin sebuah hubungan”
Terkejut,
“aku mau, kamu menjadi pacarku” Rendy jeda, “apa kamu
mau?”
Rendy mengembalikan lagi tubuhnya pada posisi duduknya yang semula, ku lihat wajahnya sedikit merona, menatap lurus ke arahku, menanti jawabanku. Aku memain-mainkan tanganku, ku arahkan mataku padanya, kemudian pada tanganku, bergantian berulang-ulang.
Wajah tersipunya, perlahan-lahan memudar, alisnya tampak menekuk,
“maaf kalau aku bicara seperti itu”
Bingung,
“lupakan saja ya” pinta Rendy ramah, “anggap aku tidak pernah mengatakan hal itu” sambungnya,
“aku mau”
Mata Rendy dengan cepat menatapku,
“benar?”
Aku menggangguk, Rendy tampak menahan rasa senangnya, dan ia bertanya sekali lagi kepadaku, mungkin untuk lebih meyakinkan dirinya dan pendengarannya,
“kamu benar.. benar mau jadi pacarku?” Rendy berusaha memelankan suaranya,
“ya, aku mau”
Ku rasakan tangan Rendy menarik tanganku, kemudian di
genggamnya,
“makasih ya Mike, aku janji, aku akan berusaha untuk selalu membahagiakanmu”
“sama-sama”
**
“Mike.. Mike... bangun”
Sebuah suara membangunkan aku. Perlahan-lahan, aku mengangkat kepalaku dari tumpukan tanganku, lalu ku arahkan kepalaku pada sosok orang yang berada di hadapanku, Intan, sahabat karibku.
“eh Intan, udah datang”
“sori aku telat, tadi jalanan macet banget”
Aku tersenyum lemah, berusaha mengumpulkan nyawaku yang masih berterbangan kesana kemari,
“iya, tidak apa-apa kok” jawabku, Intan duduk di seberangku sambil menatapiku,
“bagaimana? Apa pekerjaanmu sudah beres?”
Aku mengangguk perlahan, lalu ku putar note book yang berada di hadapanku padanya. Intan tampak menundukkan kepalanya sembari membaca apa yang sudah ku buat, jemarinya tampak menaik turunkan scroll mouse.
“menarik, apa judulnya?” tanya Intan masih dengan pandangan yang berada pada layar note book ku,
“pria idaman”
“terlalu memaksa ya” sahutnya,
“masa sih?”
Intan menganggukkan kepala, “tapi... aku suka sih penggambaranmu mengenai Rendy ini, perfect guy!” serunya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan Intan,
“yaudah... kalau gitu, kita berangkat sekarang yuk, mumpun masih sore, dan penerbit belum tutup” ajak Intan,
“yuk”
Aku pun membereskan barang-barangku, note book ku matikan, kemudian ku masukkan ke dalam tas, sebelum beranjak, ku periksa dulu barang-barang, takut ada yang tertinggal. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, aku dan juga Intan meninggalkan Aunt’s coffee shop.
Di saat aku berada di luar coffee shop, dan berjalan melintasi
jendela besar coffee shop, ku lihat sesosok pria yang ku ciptakan sebagai tokoh utama pria di dalam karanganku selama ini. Sosok itu tampak berdiri di balik kaca jendela, dengan senyuman manis, ya... sosok bayangan Rendy yang kemudian ku lihat lagi melambaikan tangan padaku di saat aku mulai menjauh.
**
@yeltz : hehehe lagi kpikiran aja bkin bginian,
@kiki_h_n : makasih bwt koment nya, btw mang kbiasannya gmana?? xixixi
@arifinselalusial : tntg penulis cerita yg tlalu mendalami peran smpe kebawa mimpi maap yak kalo agak ngebingungin
But, nice story..
Thanx juga udah dimention