BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Aiptu Labora Sitorus Mesin ATM Perwira Polisi Papua Hingga Mabes?




“Ah su (sudah) lama ini antrean, tiap hari pasti antre. Lucu dan aneh padahal Sorong ini terkenal sebagi daerah minyak, tapi sepi minyak, “ kata seorang ibu guru SMP berinisial YSR.

Harga BBM juga meroket di kota ini. Kenapa ini bisa terjadi? Adakah yang bermain dan menari-nari di atas penderitaan warga.

Pertanyaan itu sedikit demi sedikit mulai terjawab dengan ditemukan rekening Aiptu Labora Sitorus sebesar Rp 1,5 triliun.

Dari mana uang itu diterima? Aitpu Sitorus diduga menimbun dan menggelembungkan BBM sebanyak satu juta liter kubik. Luar biasa. Si Labora Sitorus ini bukan anggota yang bekerja di tempat basah di Polres Sorong, tetapi anggota biasa di Polres Raja Ampat.

“Bapak Kapolda Papua pasti akan selesaikan masalah ini dengan tuntas,” kata seorang anggota polisi berbangkat Biripka kepada SP dalam pembicaraan di sebuah kedai kopi baru-baru ini.

Labora Sitorus itu pemain lama dan dia siap buka-bukaan jika pihak Mabes Polri akan memeriksa Kapolda Papua, Direskrim dan Kapolresta Sorong, dan dirinya sendiri. “Si Labora Sitorus itu selama ini menjadi ATM mereka,” kata sumber SP.

Itulah sebabnya, pengungkapan kasus ini sulit. Padahal lokasi tinggal Sitorus dengan Mapolda Papua tidak jauh. Tempat pemimbunan BBM pun bisa dengan muda diketahui.

Benarkah Aiptu Labora Sitorus itu mesin ATM bagi para perwira tinggi di Polda Papua dan juga untuk pejabat Mabes Polri, sehingga dia bisa leluasa menjalankan bisnisnya?

“Hal itu akan diselidiki. Jadi soal aliran dana Labora Sitorus itu, mengalir kemana saja, secara otomatis akan diselidiki oleh tim yang di-back up dari Mabes Polri. Kita usahakan kasus ini akan terungkap,” kata Wakapolda Papua, Brigjend Drs Paulus Waterpauw.

Walau kasus ini sudah terkuak, wartawan belum bisa melacak posisi Aiptu Labora Sitorus, anggota Polres Raja Ampat. Walau sudah dinyatakan tersangka, Labora Sitorus pun belum tiba di Mapolda Papua.

“Kami selama ini sudah memanggilnya untuk diperiksa dan menguatkannya sebagai tersangka dalam kasus itu. Tapi yang bersangkutan belum memenuhi pemanggilan itu,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua, Kombes Pol Setyo Budiyanto.

Labora memang top. Ia mengabaikan panggilan atasannya. Ia malah diwawancara secara eksklusif dengan sebuah stasiun televisi berita pada Kamis (17/5) malam.

Anak-anak muda Papua dengan nada sinis kemudian mengejek Polda Papua karena tidak bisa memanggil Aiptu Labora Sitorus ini.

“Labora kok dilawan? Epenkah (pentingkah, Red) pemanggilan terhadap Sitorus?” kata beberapa pemuda Papua. [J-11]

Comments


  • PPATK Dukung Sinergisitas Ungkap Kasus Aiptu Sitorus



    [JAKARTA] Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso mendukung upaya koordinasi yang dilakukan penegak hukum dalam mengungkap dan menuntaskan kasus hukum yang dilakukan personel Polres Raja Ampat Aiptu Labora Sitorus.

    Menurut Agus, koordinasi antar penegak hukum menjadi penting. Mengingat, kejahatan yang diduga dilakukan oleh Labora Sitorus termasuk kejahatan kerah putih, yang cukup kompleks sehingga membutuhkan kerja sama antar penegak hukum.

    "PPATK mengapresiasi upaya koordinasi antar penegak hukum untuk menuntaskan kasus ini (Labora). Sinergisitas antar lembaga penegak hukum tentu sangatlah penting untuk menegakkan berbagai undang-undang yang dilanggar, seperti UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, UU Pencucian Uang, UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan sebagainya," kata Agus melalui pesan singkat, Senin (20/5).

    Agus menambahkan dengan bekerja samanya penegak hukum akan memaksimalkan penuntutan. Sehingga, diharapkan memberikan efek jera dengan cara merampas harta kekayaan yang diduga dari hasil tindak pidana.

    "Kita ingin agar penegakan hukum itu bukan hanya bisa memenjarakan si pelaku, tetapi juga mengembalikan hasil jarahannya ke negara," ujar Agus.

    Seperti diketahui, Aiptu Labora Sitorus telah dijadikan tersangka dalam kasus tindak pidana kehutanan, migas, dan tindak pidana pencucian uang dan telah resmi ditahan Bareskrim sejak Minggu (19/5) kemarin.

    Sebagai anggota kepolisian, Labora yang hanya berpangkat Aiptu, diduga memiliki uang mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Sehingga, uang tersebut diduga terkait kasus kehutanan, migas dan pencucian uang.

    Saat ini, kepolisian tengah melakukan pengusutan aliran dana yang berada pada 60 rekening milik dan terkait Labora.

    Kasus ini mencuat setelah PPATK mendapati transaksi mencurigakan yang berjumlah hingga triliunan rupiah dalam rekening milik dan atau yang terkait Labora.

    Salah satu bisnis ilegal milik Labora adalah 115 unit kontainer berisi kayu olahan jenis merbau sebanyak 2264 meter kubik yang disita Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pekan lalu. [N-8]
  • Jangan Cuma Aiptu Sitorus, Usut Juga Dugaan Rekening Gendut Para Jenderal Polisi



    N] Polri diminta harus berani mengungkap kasus dugaan rekening gendut para jenderal Polisi, sehingga tidak menimbulkan kesan di masyarakat bahwa institusi Tri Brata tersebut bukan hanya berani mengungkap rekening Bhintara Polri, Aiptu Labora Sitorus.

    "Dalam penegakan hukum, tidak ada istilah pengecualian antara jenderal dengan bintara, juga tidak memandang penguasa dengan orang kecil," tegas Koordinator Masyarakat Anti Korupsi, Agus Yohanes kepada SP, saat dihubungi, Senin (20/5).

    Agus mengatakan, penanganan kasus dugaan rekening gendut, berdampak pada ketimpangan dan ketidakadilan, jika hanya menyentuh Aiptu Labora Sitorus. Upaya polisi mengungkap rekening gendut bintara itu, terkesan mempunyai tujuan tertentu.

    "Pengungkapan dugaan kasus rekening gendut bintara itu memang patut diapresiasi. Namun, pengungkapkan itu jangan sampai menimbulkan diskriminasi. Soalnya, ada jenderal polisi yang diduga terkait rekening gendut, belum diproses," ujarnya.

    Menurutnya, adanya kasus rekening gendut yang menghebohkan tersebut, merupakan bagian dari indikasi kegagalan pimpinan Polri.

    Pimpinan Polri tidak mampu mendeteksi, apalagi mencegah segala bentuk kejahatan yang memanfaatkan institusi itu.

    "Ada indikasi dari penanganan kasus ini untuk mengalihkan perhatian masyarakat. Namun, masyarakat sudah bijak dalam menilai penangananan kasus itu. Masyarakat masih menaruh rasa skeptis terhadap Polri. Ini tantangan buat institusi itu," sebutnya.

    Sikap apatis masyarakat terhadap Polri memang sangat beralasan. Soalnya, tidak sedikit dari petinggi institusi seragam cokelat itu yang terkait dalam berbagai kasus hukum. Selain kasus rekening gendut, juga ada kasus simulator dan kasus lainnya.




    Rekening Gendut Jenderal

    Sebelum kasus Labora Sitorus mencuat, PPATK menemukan laporan transaksi mencurigakan di rekening sejumlah perwira polisi.

    1. Inspektur Jenderal Mathius Salempang, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Kekayaan: Rp 8.553.417.116 dan US$ 59.842 (per 22 Mei 2009)

    Tuduhan: Memiliki rekening Rp 2.088.000.000 dengan sumber dana tak jelas. Pada 29 Juli 2005, rekening itu ditutup dan Mathius memindahkan dana Rp 2 miliar ke rekening lain atas nama seseorang yang tidak diketahui hubungannya. Dua hari kemudian dana ditarik dan disetor ke deposito Mathius.

    "Saya baru tahu dari Anda," kata Mathius Salempang, 24 Juni 2010.

    2. Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Kepala Korps Brigade Mobil Polri Kekayaan: Rp 6.535.536.503 (per 25 Agustus 2005)

    Tuduhan: Dari rekeningnya mengalir uang Rp 10.007.939.259 kepada orang yang mengaku sebagai Direktur PT Hinroyal Golden Wing. Terdiri atas Rp 3 miliar dan US$ 100 ribu pada 27 Juli 2005, US$ 670.031 pada 9 Agustus 2005.

    "Dana itu bukan milik saya," kata Sylvanus Yulian Wenas, 24 Juni 2010.

    3. Inspektur Jenderal Budi Gunawan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Kekayaan: Rp 4.684.153.542 (per 19 Agustus 2008)

    Tuduhan: Melakukan transaksi dalam jumlah besar, tak sesuai dengan profilnya. Bersama anaknya, Budi disebutkan telah membuka rekening dan menyetor masing-masing Rp 29 miliar dan Rp 25 miliar.

    "Berita itu sama sekali tidak benar," kata Budi Gunawan, 25 Juni 2010.

    4. Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, Kepala Divisi Pembinaan Hukum Kepolisian Kekayaan: Rp 2.090.126.258 dan US$ 4.000 (per 24 Maret 2008)

    Tuduhan: Membeli polis asuransi pada PT Prudential Life Assurance Rp 1,1 miliar. Asal dana dari pihak ketiga. Menarik dana Rp 700 juta dan menerima dana rutin setiap bulan.

    "Itu sepenuhnya kewenangan Kepala Bareskrim," kata Badrodin Haiti, 24 Juni 2010.

    5. Komisaris Jenderal Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kekayaan: Rp 1.587.812.155 (per 2008)

    Tuduhan: Menerima kiriman dana dari seorang pengacara sekitar Rp 2,62 miliar dan kiriman dana dari seorang pengusaha. Total dana yang ditransfer ke rekeningnya Rp 3,97 miliar.

    "Transaksi mencurigakan itu tidak pernah kami bahas, " kata M. Assegaf, pengacara Susno, 24 Juni 2010.

    6. Inspektur Jenderal Bambang Suparno, Staf pengajar di Sekolah Staf Perwira Tinggi Polri Kekayaan: belum ada laporan

    Tuduhan: Membeli polis asuransi dengan jumlah premi Rp 250 juta pada Mei 2006. Ada dana masuk senilai total Rp 11,4 miliar sepanjang Januari 2006 hingga Agustus 2007. Ia menarik dana Rp 3 miliar pada November 2006.

    "Tidak ada masalah dengan transaksi itu. Itu terjadi saat saya masih di Aceh," kata Bambang Suparno, 24 Juni 2010.



    [Sumber: Majalah Tempo, Sumber Tempo, Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara/155/L-8]
  • Rekening Gendut Kemdikbud Harus Ditelusuri sampai Atasan



    A] Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kepemilikan rekening gendut empat pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tidak berdiri sendiri, melainkan bisa melibatkan peran birokrat di atasnya. ICW mendesak penegak hukum segera mengumumkan nama-nama pemilik rekening gendut Kemdikbud dan segera melakukan Penelusuran sampai atasan yang lebih tinggi.

    “Kalau di birokrasi biasanya keputusan-keputusan tidak otonom, tapi birokratis atau tunduk kepada struktur. Kalau rekening gendut dimiliki pejabat di bawah, mustahil atasannya tidak tahu,” kata Wakil Koordinator ICW Ade Irawan saat dihubungi SP di Jakarta, Rabu (2/10).

    Ade menuturkan proyek di Kemdikbud sangat banyak dengan anggaran yang relatif besar. Namun, penegak hukum bisa dengan mudah menelusuri aliran uang karena ada mekanisme proyek mulai dari proses tender sampai eksekusi.

    Dia meyakini kasus rekening gendut di Kemdikbud tidak terkait individual atau perorangan. Sebab, setiap proyek atau kebijakan di Kemdikbud pasti melibatkan atasan. “Kalau sudah tahu posisi pejabatnya maka aliran uang ke mana akan kelihatan,” tandasnya.

    Ade mendesak penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Agung, segera menindaklanjuti dengan penetapan tersangka. Di sisi lain, ICW meminta Kemdikbud mau bersikap kooperatif dan terbuka untuk membantu proses penyelidikan.

    Belum Tahu
    Sementara itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud Ibnu Hamad mengatakan Kemdikbud belum menerima pemberitahuan dari aparat hukum mengenai nama-nama pejabat yang memiliki rekening tidak wajar. Jika nama-nama sudah diberikan, Kemdikbud siap menindaklanjuti dengan cara menelusuri kekayaan yang bersangkutan secara internal.

    “Jika ada hal-hal yang diduga menyalahi prosedur, penanganannya selanjutnya akan diserahkan ke penegak atau aparat hukum,” tandas Ibnu, Selasa (1/10).

    Ibnu menjelaskan penyelidikan internal atas rekening gendut akan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kemdikbud. Oleh karena itu, dia meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) segera menyampaikan nama-nama pejabat Kemdikbud yang diduga memiliki rekening mencurigakan. Menurut Ibnu, semakin cepat nama-nama tersebut diberikan ke Kemdikbud, maka akan semakin cepat pula tindak lanjut Kemdikbud.

    “Sebaliknya, jika nama-nama tersebut tidak diberikan, secara psikologis dan sosial, (isu) ini membebani lembaga,” ujarnya.

    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan tidak akan cepat menanggapi dengan curiga terkait keberadaan rekening gendut pejabat Kemdikbud. Menurutnya, perlu terlebih dulu dijelaskan duduk perkara termasuk sumber uangnya.

    “Syukur-syukur kalau dapat info si A atau si B-nya. Selama bisa dijelaskan sumbernya dari mana tidak ada persoalan. Masa orang tidak boleh kaya? Boleh, tapi caranya yang benar,” kata Nuh.

    Nuh menegaskan, tidak dibenarkan menyimpan anggaran negara di rekening pribadi, tetapi dibenarkan kalau menyimpan di rekening lembaga. Penggunaan nama pejabat digunakan sebagai penanggung jawab lembaga. Misalnya, kata dia, sebagai kepala pusat atau direktur.


    @praddim
    “Artinya bukan pribadi meskipun ada namanya, karena kalau ngak ada namanya (lalu) siapa yang teken. Kita ngak boleh terlalu cepat menanggapi dalam arti kecurigaan,” kilah Nuh. [C-5]
Sign In or Register to comment.