It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
*kedip-kedip
Maaf ya postingnya tertunda..
ga ada laptop.. hiks.. hiks..
dan ahir yg menggantung lebih membingungkan sebenar nya mau lanjut gak sih ts ini @fuumareicchi loe sukses membuat kita bingung dg alfi dan tom
@Fuumareicchi tapi nanti di update kan??
Aku titip mention yaa :x
Sebelumnya Saya Mau Mengucapkan..
Minal Aidin wal Faidzin Mohon Maaf Lahir dan Bathin..^^
Mumpung masih bulan syawal..
Maaf ya updatenya molor. Laptop dipake kakak (emang punyanya sih -_-"). Jadi susah buat nuangin ide yang muncul di kepala. Ngetik di HP ribet, lama.
Haahh.. Sudahlah.. tanpa berlama-lama..
Yuk kita kemooonnn..^^
THE FINAL GAME (PERTANYAAN YANG TERTUNDA..) – PART II
REI POV
Hari ini pertandingan final. Perasaanku tak tentu sekarang. Disatu sisi aku harus membela tim basketku sendiri. Tapi disisi lain tim yang menjadi lawanku, ada orang yang pernah mengajariku semua trik bermain basket hingga aku bisa seperti sekarang. Bukan berarti aku dilema, aku justru ingin memperlihatkan kemajuanku pada orang itu. Pada Jerry yang dulu tak jemu mengajariku.
“Sarapan dulu nak. Pagi-pagi ndak baik melamun begitu..” aku tersadar dari lamunanku.
“Ndak kok bu.. Rei cuma lagi inget-inget strategi pelatih kemarin. Hari ini pertandingan final tim basket sekolah Rei bu..”
“Oalah udah final toh nak.. Selamat ya. Ibu doakan semoga kamu bisa menang ya..” Lalu ibu mencium keningku.
“Menang opo iki toh bu’e?” itu suara bapak.
“Iki lho pak si Rei.. Hari ini pertandingan final katane..”
“Bener le?” aku mengangguk. Lalu bapak mencium keningku seperti ibu seraya berkata, “Mudah-mudahan menang yo le.. Sing penting iku usaha dan kerja keras. Hasil akhir itu nomor sekian. Ngerti le?”
“Injeh pak. Matur suwun sangat untuk doanya buat Rei. Restu bapak ibu yang penting buat Rei..”
“Yo wies. Sarapan dulu le..” Lalu kami pun sarapan pagi dalam diam.
“Habiskan sarapannya. Nanti bapak antar ya le..” aku mengangguk.
Selesai sarapan, aku diantar sekolah dengan motor oleh bapak. Bapak menjalankan motor dengan kecepatan sedang. Namun ketika sampai dibelokan ujung jalan rumahku sebuah mobil muncul dari arah kanan secara tiba-tiba. Bapak yang tidak menyangka ada mobil yang datang segera banting stang. Lalu motor bapak menabrak pohon dan aku terjatuh dengan kaki kiri tertindih motor. ‘Aargh.. Kakiku..’
**
“Guys this is it. Final game.. Sebagai kapten kalian gue cuma bisa bilang lakukan yang terbaik. Ini saatnya kita menangkan pertandingan basket antar sekolah and ngerebut piala yang udah lama kita incer..”
“Farel benar. Lakukan yang terbaik sesuai latihan. Mengerti?”
“Yes coach!” Jawab kami semua serempak.
“Alfi kamu turun dari awal bareng Farel, Robby, Rendy sama Donni.. Rei kamu siap-siap. Saya mau kamu juga bisa ikut turun lebih awal. Kamu akan ganti-gantian sama Rendy atau Donni. We need your pass and trick..” Hah? Coach Timmy tau pass aku. Kemarin dia liat toh..
“Siap coach..” Aargh.. kakiku.. Aku merahasiakan cedera yang kualami tadi pagi ketika akan berangkat sekolah. Bisakah aku main dengan kaki yang diperban begini..?
*FLASHBACK*
Tadi pagi, untuk menghindari mobil yang muncul tiba-tiba bapak banting stang dan menabrak pohon. Sialnya, kaki kiriku tertindih beban motor. Aku merasa nyeri. Pemilik mobil yang belok tiba-tiba itu sudah berusaha mengobati kakiku. Tidak terasa saki lagi memang. Tapi itu hanya sementara saja. Oiya, tebak mobil siapa yang bapakku coba hindari?
Tahukah kalian jawabannya? Ternyata itu adalah mobil kak Jessica. Dia menyupir dengan cepat memang sengaja bermaksud ke rumahku katanya. Dia sedikit ngebut karena takut aku sudah berangkat sekolah. Ada sesuatu yang ingin dibicarakannya. Kak Jessica ingin meminta maaf atas segala yang sudah dia dan tim cheersnya lakukan padaku. Dia bilang tidak tenang jika menunggu lebih lama. Takut niat itu hilang lagi. Aku percaya dia sungguh-sungguh. Aku bilang tidak apa-apa.
Aku memang tak bisa membaca ekspresi wajah seperti Alfi, tetapi aku bisa merasakan apakah seseorang itu berbicara secara tulus atau tidak. Dan aku yakin kak Jessica tulus mengatakan permohonan maafnya. Bahkan dia sampai bela-belain datang ke rumahku. Itu saja sudah bukti keseriusannya.
Lalu ketika dia melihat aku jalan sedikit terseok, dia telpon seseorang dan membawaku ikut bersamanya ke sekolah. Sampai di sekolah, kak Jessica langsung membawaku ke dalam UKS yang sudah menunggu cewek amazon dulu itu dan seseorang yang aku tidak kenal. Kalau tidak salah nama cewek itu Anna.
“Rei kasih liat kaki lo sama sepupunya Anna..” cewek bernama Anna memandang kak Jessica.
“Ann, suruh sepupu lo periksa tuh kakinya si Rei. Jangan takut gitu Rei, temennya si Anna itu sering nanganin atlet yang lagi cedera pas pertandingan..” aku mengangguk.
Setelah diperiksa sebentar, kakiku dipijat dengan terampil. Lalu kakiku dibebat oleh perban dengan teknik ikatan yang belum pernah kulihat. Perbannya pun berbau seperti koyo atau jamu. Dan terasa nyaman dipergelangan kakiku. Untung aku memakai kaus kaki sedikit lebih panjang. Jadi perban itu bisa kututupi dengan kaus kakiku.
“Gimana Rom..?”
“Ini mah ga terlalu parah Jess” Lalu lelaki yang dipanggil Rom ini menoleh padaku. “Kamu ga boleh terlalu memforsir ya. Basket kan?” aku mengangguk. “Perban ini bisa bantu kamu lari di lapangan tanpa merasa nyeri. Bahkan kamu bisa lompat bebas dengan perban ini. Tapi ingat, ini cuma bertahan sementara. Kalau udah mulai terasa sakit kamu harus berhenti main. Ngerti? Kalo ga cedera kamu akan makin parah. Tidak menutup kemungkinan, basket tinggal sejarah kalo kamu maksain diri..” aku mengangguk. Paling tidak aku bisa main walau kakiku diperban. Anehnya ketika aku berdiri dan mencoba jalan, kakiku sudah tidak terasa sakit.
Aku memandang lelaki yang tadi membebat kakiku. “Ini.. Ga sakit..”
“Belum, bukan ngga. Ingat. Itu sementara. Sakit sedikit..”
“Aku paham. Sakit langsung berhenti main kan?” Lelaki itu mengangguk. “Terima kasih ya hmm Rom..?” Aku belum tahu namanya. Aku hanya dengar Rom..
“Rommy. Kamu Rei kan? Gara-gara kamu SMPku dulu gagal menang di kejuaraan” Heeehh.. Kok dia kenal aku.. Anna dan kak Jessica ikutan kaget.
“Kamu kenal Rei?” itu suara Anna.
“Kamu juga harusnya kenal Ann. Ini cowok yang waktu itu bikin malu mantan kamu yang brengsek itu. Kamu harus liat trik basketnya dia. Damn! Badan kecil tapi kemampuannya..” Aku hanya bisa menyengir. Anna si gadis amazon pun terlihat berpikir. Karena aku memang tidak kenal dengan Bryan dan Anna atau pun mantannya. Yang kupikirkan sekarang adalah pertandingan final nanti. Bisakah aku menang dengan kaki terbebat begini?
*END OF FLASHBACK*
Kedua tim sudah saling berhadapan di lapangan sekarang. Alfi, kak Farel, Robby, Donny dan Randy turun lebih dulu. Sementara di tim lawan Jerry sudah pasti akan diturunkan dari awal. Seluruh tim Jerry memiliki postur tubuh tinggi. Bahkan center mereka mengalahkan tinggi kak Robby. Kak Robby saja sudah 183 cm. Berapa tinggi center tim lawan itu? Astaga. Ini benar-benar akan menjadi pertandingan yang (sangat) berat nanti.
PRIIIIITTTT
Peluit tanda pertandingan mulai sudah dibunyikan. Jump ball. Bola melambung tinggi di udara. Kak Robby dan center raksasa itu melompat bersamaan. Lompatan mereka sama tinggi. Tapi center raksasa itu lebih tinggi. Bola ditepis ke sisi kanan lapangan dimana Jerry sudah menunggu. Lalu bola dipotong oleh Alfi yang sepertinya sudah membaca arah pergerakan bola. Tanpa pikir panjang Alfi melakukan pose shoot. Three point dari tengah lapangan? Sejauh itu?
SRAAAKKK
Dingin. Mulus dan tepat sasaran. Bola lolos masuk ke ring lawan. Yes. Point pertama menjadi milik kami. Aku melirik ke arah Jerry. Dia masih terlihat tenang. Lalu tiba-tiba Jerry melirik ke arahku dan melemparkan senyum tipisnya sekilas. Itu.. Astaga. Tanda dimulainya trik? Aku dan Jerry dulu memiliki kode untuk memulai suatu strategi. Senyum tadi berarti kami akan melakukan trik bersama. Tapi Jerry jarang sekali melakukan itu. Trik itu baru akan muncul minimal di kuarter kedua. Hampir tidak pernah dipakai di awal pertandingan.
Kecuali Jerry sudah membaca kalau tim kami layak mendapatkan itu. Bola sudah diarahkan kepada Jerry. Dribble ditempat sebentar lalu sedetik kemudian gerakan Jerry mengalir seperti daun jatuh. Dia melewati hadangan tiga orang, pertama kak Robby lalu Donny dan Randy. Badannya bergerak lincah mengelak dan memutar lalu shoot dari luar garis three point.
SRAAKKK
Masuk. Lincah, mulus dan mengalir dengan indah. Semua masih terperangah melihat permainan Jerry tadi. Lalu sorak sorai pendukung tim Jerry pun berkumandang. Kak Robby terlihat kesal. Permainan Jerry memang bagus, tapi itu bukan trik. Apa aku sudah salah membaca?
Aku kembali fokus pada pertandingan. Terlihat masing-masing saling menyerang satu sama lain. Point dibalas lagi dengan poin. Kami beruntung karena Alfi selalu melakukan three point, jadi perolehan skor kami unggul tipis dari tim Jerry. Satu menit sebelum kuarter pertama berakhir, Jerry memberikan senyum tipis itu lagi. Kali ini disertai tarikan alis khasnya dulu. Gawat. Dia sudah panas.
Semua cara yang diberitahu Alfi sewaktu latihan sudah tiada guna. Trik Jerry terlalu banyak. Gerakan yang kemarin dilatih hanya bisa menghentikannya sementara. Setelah Jerry panas, tim kami kesulitan mempertahankan irama pertandingan.
Bola ditangan kak Farel kini, ketika dia berbalik sudah menghadang pemain lawan. Bahkan ketika kak Farel menengok kiri kanan mencari teman yang kosong. Tapi tidak ada satu pun yang sedang bebas. All court defense!
Lawan menggunakan defense ketat. Menjaga semua pemain dari tim kami. Kak Farel kesulitan untuk mempertahankan bola. Waktu 24 detik segera habis. Kak Farel mau tidak mau harus segera melakukan tembakan. Lemparan dilakukan. Agak tergesa-gesa. Bola yang ditembakkan langsung ditahan oleh tim lawan. Ditepis kearah Jerry. Dengan lincah Randy dilewati lalu kak Farel dan terakhir sedikit trik untuk melewati kak Robby. Dan Shoot.
Sraakk
Lagi-lagi masuk. Satu menit terakhir ini mimpi buruk bagi tim kami. Jerry dengan lincah menerobos dan merobek pertahanan kami. Bahkan Alfi hanya bisa sekali steal dari Jerry. Trik Jerry makin lincah dan sulit dibaca. Dia memang hebat. Akhirnya dengan aksi Jerry di menit terakhir, tim Jerry unggul dari tim basket sekolahku. Dengan perolehan skor 20-29.
BRAAKKK
“Sial! Bisa-bisanya gue kalah dari orang kayak gitu!” siapa lagi kalo bukan kak Robby.
“Chill kunyuk.. Energi lo mending dipake buat kuarter kedua nanti..”
“Denger kata Farel tuh Rob..” Kak Robby mendengus sebal tapi mengangguk patuh. “Rei kamu siap-siap, kamu turun nanti..” aku mengangguk. Glekk. Benarkah aku bisa main dengan bebas dengan perban dikaki?
“Rei? Kamu baik?” Aku mengangguk. Tapi masih khawatir memikirkan kaki. Aku masih tidak ingin memberitahu tekan-rekanku. “No. You’re not. Aku bisa liat ekspresi kamu. Ada apa?” Astaga. Aku lupa kalo Alfi bisa baca ekspresi wajah.
“Gapapah kok Fi.. Cuma tegang. Nanti bisa main kayak latihan apa ga. Itu ajah” Alfi mengangguk. Yes berhasil.
“Iya. It’s different from practice”
“Ho,oh Fi. Jerry lebih ganas di pertandingan lawan kita..”
“Guys listen! Ini di luar perkiraan kita. Tunas Bangsa benar-benar kuat. Rei, Kamu turun gantikan Donny. Kombinasi permainan kamu sama Alfi bagus. And Rei, usahakan menahan laju si nomor punggung 4 itu. Kamu Rel dan Alfi bantu Rei. Yang lain denger perintah Rei. He’s our PG now.. Mengerti?” Glekk. Aku menelan ludah. Itu tugas yang berat coach.
“Iya coach!!” terdengar jawaban serempak. Aku harus yakin pada diri sendiri dan perban ini. Kalau aku ragu, bagaimana aku bisa bermain dengan baik? Huufth.. Santai Rei.. Tarik nafas.. Aku pernah melewati yang lebih buruk dari ini.
PRIIIITTT
Kuarter kedua segera dimulai. Tim kami sudah turun ke lapangan.
“Finally, kamu main juga Rei. Aku ga sabar liat kemajuan kamu. But please be gentle, ok?”
“Harusnya aku yang bilang gitu Jer. Kamu tetap luar biasa seperti dulu..”
“Let’s see kemajuan kamu icchi..” Aahh.. sudah lama tidak ada yang memanggilku icchi. Karena memang hanya Jerry yang memanggilku begitu. Dari Rei-cchi katanya (-cchi itu mirip dengan –chan). Disingkat icchi olehnya.
“Kamu juga Jelly-fish..” kataku sok cadel. Dulu kalau kesal karena Jerry mengganggu kupanggil dia Jellyfish (ubur-ubur).
“Hahahaa.. It’s been so long Rei.. Miss you..kangen panggilan itu..”
“Cih. Rei jangan dilayanin. Sini, siap-siap pertandingan mau mulai. Dan elo jauh-jauh dari Rei..” sudah bisa nebakkan siapa ini.. kak Robby menarikku menjauh dari Jerry.
“Let go your hands off of Rei, gorilla..”
“Guys chill. Kita tanding di lapangan aja” Kataku menengahi. “Jer, mohon kerjasamanya..”
“Oh hooo.. You’re getting serious, aren’t you? PG huh? Seperti dulu?” Aku hanya tersenyum. Kami terlalu mengenal satu sama lain. Wajar Jerry langsung serius. Aku melirik Alfi yang menaikkan alisnya melihat Jerry. Apa yang Alfi baca dari wajah Jerry hingga alisnya terangkat begitu?
PRIIIIITTT
Pertandingan dimulai. Bola jatuh pada Alfi, yang langsung menembakkan three point. Masuk. Bola tim Tunas Bangsa sekarang. Bola berpindah cepat sekali. Bola tidak berdiam lama, dan terjadi passing yang luar biasa cepat. Pass run? Cepat sekali. Lalu aku melirik pada Alfi dan kak Farel. Kuberi kode zone defense pada kak Farel. Yang dengan cepat dimengerti dan memberitahukan pada yang lain. Dalam sekejap kami berlima sudah di bawah ring. Bola berhasil ditepis oleh kak Farel. Lalu dia saling pass dengan Alfi dan kak Robby. Kak Robby menutupnya dengan dunk yang menggetarkan ring lawan. Dengan wajah puas kak Robby melirik Jerry dengan pandangan meremehkan. Jerry tersenyum sinis. Uh-oh itu gawat. Jerry akan menyerang dengan kekuatan penuh.
Benar saja. Jerry maju dengan pass cepat tadi lalu setelah di dekat ring Jerry membawa sendiri. Dengan memutar badan dia lewati Randy, dengan pura-pura shoot dia lewati Alfi dan terakhir defence kak Robby dihantamnya dengan merangsek maju terbang di udara. Dan mengantarkan bola tepat di atas ring. Masuk. Hebat. Kak Robby jatuh terpuruk di lantai. Jerry tersenyum puas. Kak Robby mendengus ganas.
Bola bergulir lagi. Kak Farel, Alfi dan kak Robby memulai kombinasi mereka. Aku siap sebagai assist mereka. Ketika bola ditangan kak Robby, Jerry merangsek menghadang. Dengan lihai bola berhasil direbut dari kak Robby. Lalu Jerry segera berlari cepat mendribble bola. Fade away shoot, tapi ada kak Robby yang sudah menunggu tepat di belakangnya. Mereka bersentuhan di udara, namun bola berhasil dishoot oleh Jerry. Masuk.
Priiiitt. Basket count
Sial. Jerry sengaja memancing defense kak Robby tadi. Kulihat Jerry seperti menertawai kak Robby. Segera kudekati kak Robby. “Kak tenang. Jangan terpancing. Jerry bisa sangat mengesalkan kalo dia mau. Kak Robby siap?”
“Siap apa dek?” memandangku tak mengerti. “Udah saatnya passing-ku keluar” Mata kak Robby berbinar.
“Bagus. Kita bales tuh si tikus jelek” jawab kak Robby berapi-api. “Tikus?” tanyaku
“Tom and Jerry..” Oh iya. Bener juga. aku baru kepikiran..
Sraaakkk..
Dua lemparan berhasil disarangkan oleh Jerry. Point mereka bertambah. Tetapi skor masih terpaut 9 poin. Aku menyuruh semua berlari ke depan. Lalu passing antara aku dan Alfi. Dan dengan cepat kulihat kak Farel berlari ke depan ring. Ketika Alfi passing lagi kearahku, dengan cekatan kukirimkan passingku dengan ditambah sedikit ‘pukulan’ pada bola jauh ke arah kak Farel yang sudah berada didekat ring. Dengan melompat tinggi kak Farel menangkap passing dariku dan dunk.
Pertandingan dikuarter kedua ini berlangsung seru. Dengan passingku kami berhasil mengejar poin tim Jerry. Dengan potongan dan cegatanku yang tiba-tiba aliran bola dilawan dapat kutahan. Mereka paceklik skor dengan adanya aku. Sedang timku panen poin. Walau perolehan itu juga tidak bisa dibilang mudah. Lalu kuarter kedua itu ditutup oleh Alfi yang melakukan air walk.
“Rei.. Itu senjata baru kamu? Passing yang hebat. Jangan terlalu diforsir Rei.. Aku tahu fisikmu masih seperti dulu..” Setelah mengatakan itu, Jerry berlalu menuju kursinya. Aku pun segera menuju bangku timku.
“Hebat guys.. Rei, where have you been this time? Passing kamu itu superb. Kamu masih kuat Rei?” Aku mengangguk. Tadi ketika main tidak kurasakan sakit dikakiku. Hanya saja passing tadi benar-benar menguras tenagaku.
“Es mana Es. Potongan lemonnya juga. Randy kamu gantian sama Adam” Adam ini si plontos yang dulu jadi wasit waktu aku dan Alfi melawan tim inti. “Jangan senang dulu guys. Si nomor 4 itu belum main serius. Kalian liat matanya, kuarter ketiga ini akan sangat berat guys. Alfi kamu jaga si nomor 4, Farel jaga nomor 7, dan kamu Rob kalahkan center mereka dengan adu rebound di bawah ring” kami semua mengangguk.
Coach Timmy benar. Jerry belum bermain secara maksimal pada pertandingan ini. Tapi di akhir kuarter kedua tadi, matanya sudah menyala-nyala. Kami semua harus berhati-hati dan memperketat defense di kuarter selanjutnya.
Priiiittt
Peluit sudah berbunyi. Kuarter ketiga segera dimulai. Kami akan mulai aliran bola karena selisih tipis dari tim Jerry. Bola langsung di oper kepada kak Farel lalu dengan cepat dialihkan pada Alfi yang langsung melompat dan mengarahkan bola kearah ring. Bola melambung tinggi, sudut yang sempurna. Mengarah tepat ke ring. Sraaakkk. Masuk. Yes. 3 poin bertambah untuk kami.
Tunas bangsa maju. Lagi-lagi pass run kilat ala mereka dimulai. Lalu kulihat Alfi langsung merangsek kearah salah satu pemain Tunas Bangsa dengan gerakan luar biasa cepat. Bola yang mengarah ke pemain itu langsung ditepis Alfi dan mengarahkan bola padaku yang langsung memberi operan jauh ke arah kak Robby. Dengan cepat bola ditangkap kak Robby dan langsung melakukan shoot. Astaga. Jerry sudah berada didekat kak Robby waktu dia melakukan shoot. Bola yang mengarah ke ring tersentuh oleh ujung jemari Jerry. Bola memantul di ring. Rebound oleh center raksasa tunas bangsa. Bola terambil dan langsung diarahkan pada Jerry yang sudah jauh di depan ring kami. Sejak kapan? Cepat sekali gerakan Jerry. Operan itu tak disia-siakan. Jerry melakukan dunk yang luar biasa bertenaga. Hebaattt.. Ring itu masih bergetar kuat.. Sorak sorai pendukung tunas bangsa pun bergemuruh setelah dunk tadi.
Aahh.. Jadi itu maksud Jerry. Dunk tadi dimaksudkan untuk membangkitkan semangat timnya yang sempat kendor di kuarter kedua tadi. Jerry memang jenius basket. Aku tak boleh kalah.
Jerry mulai menunjukkan taringnya dikuarter ini. Setiap aliran bola kami memang efektif dan hampir selalu menghasilkan poin. Garis bawahi kata hampir. Artinya prosentase perolehan poin kami berkurang. Karena Jerry dan center raksasa itu melakukan penjagaan ketat di bawah ring. Ditambah gerakan Jerry yang luar biasa cepat. Itu menyusahkan perolehan poin kami.
Sementara itu serangan balasan tim Jerry mengerikan. Pass run yangdikombinasikan dengan gerak tipunya selalu menyusahkan penjagaan kami. Jerry selalu berhasil lolos dan memperoleh poin untuk timnya. Kali ini pun dia memasukkan poin lagi. Lalu biasanya setelah itu Jerry akan tersenyum padaku. Membuat kak Robby mendengus kesal melihatnya. Alfi dan kak Farel meminta kami mendekat.
“Kita jaga Jerry double team” perintah kak Farel.
“Kak Farel sama Robby. Aku sama Rei” Alfi melirik kepada kak Farel lalu kak Robby, dan terakhir aku.
“Rei, siap nahan Jerry?” Aku mengangguk.
“Ayo nyet kita tunjukin kekuatan kita. Lo juga autis, hapus tuh senyumnya si tikus”
“Semangat amat lo nyuk. Yuk mulai”
Double team kami efektif menahan laju Jerry. Namun penjagaan Jerry dan center raksasa itu juga menyulitkan kami. Perolehan poin menjadi alot. Nafasku mulai tak beraturan. Sudah waktunya aku diganti sementara. Tapi kami sedang tertinggal. Aku tak bisa istirahat sekarang. Poin saat ini sudah 61-68. Paling tidak aku harus memperkecil dahulu sebelum meminta pergantian pemain.
Seperti membaca pikiranku, Alfi membalas dengan three point andalannya. Selisih 4 poin sekarang. Jerry segera membalas. Dia membawa bola dengan gerakan cepat. Alfi menahan Jerry. Aku segera siap dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Alfi sigap dan cermat. Jerry kesulitan melewatinya. Lalu Jerry dengan cepat mengeluarkan trik andalannya. Alfi slip ke kiri, Jerry segera berlari ke kanan dimana aku sudah menunggu. Jerry kaget. Dribblenya kupotong. Dan bola langsung kuarahkan kepada kak Robby yang melakukan shoot dengan baik.
“Hebath Reih.. hahh.. Kamuh udahh jagohh hhh sekaranghh..” Kata Jerry disela nafasnya. Aku tersenyum. Selisih 2 poin sekarang.
Serangan balasan tim Jerry. Lagi-lagi bola berhasil kucegat dan kupotong ditengah. Kali ini bersama kak Robby. Lalu bola segera dioper kepada Alfi yang diselesaikan dengan three point. Tugasku kuarter ini selesai. Nafasku sudah susah sekarang. Saatnya aku minta pergantian pemain. Kuberi kode kepada coach Timmy. Saat itulah Jerry mengagetkanku.
“Aku sudah bisa membaca permainanmu Rei..” Aku tersentak. Peluit berteriak.
Priiittt
Gawat. Benarkah Jerry sudah mengetahuinya? Secepat itu? Ternyata bukan hanya Alfi yang jenius.
“Diganti Rei? Owh. Padahal aku mau bales kamu yang udah berhasil ngeblok aku beberapa kali. Go get rest Rei. Aku balas kamu di kuarter terakhir nanti..”
Lalu Alfi dan kak Farel mendekat. “Good game Rei” kata kak Farel. “Istirahat Rei” kata Alfi sambil menepuk pundakku. Aku tersenyum pada mereka.
Donni yang akan menggantikanku. Aku tos padanya lalu segera menuju bangku cadangan. Lalu aku melihat kak Jessica dan Romi menghampiriku. Kak Jessica memberi kode padaku mengikutinya. Lalu aku meminta ijin pada coach Timmy ke belakang.
“Duduk” Perintah Romi yang mengobati kakiku. Lalu Romi membuka sepatu kiriku.
“Astaga. Kaki lo panas banget Rei. Udah gue duga ngeliat permainan lo tadi. Itu riskan Rei. Dengan kaki begini lo masih gerak kayak gitu. Keren sih keren gerakan lo. Efektif pula. Tapi risikonya gede Rei. Nih buktinya. Kaki lo panas kayak bara api” Aku terkesima dengan cerocosan Romi. Separah itukah? Tapi aku tidak merasakan sakit.. sama sekali tidak sakit. Pijatan dan perbannya Romi bekerja dengan sangat baik.
“Ga sakit kok Rom..”
“BELOM Rei.. Belom..” Romi menekankan kata belum itu. “Gue ga yakin lo bisa turun di kuarter terakhir” apa?! Ga mungkin. Ga boleh. Timku membutuhkanku.
“Rom..” Kata-kataku sulit keluar. Hanya dari pandangan mata yang tersirat kulirik Romi.
“Iya gue ngerti. Untung Jessica bawa gue kesini. Kalo ngga bisa gawat kaki lo. Lepas sepatu lo yang satu lagi” Romi memberikan perintah. Dia menunjuk kearah meja yang ada diruangan entah apa. “Tiduran” Perintah Romi lagi. “Jess lo bawa tempat esnya kan?” Kak Jessica mengangguk. Dia menunjukkan dua plastik karet yang sudah diisi es batu.
Perban dikakiku dilepas. Lalu kakiku didinginkan dengan kedua ice jar tadi. Selang beberapa saat kak Romi mengangkat lagi tempat es itu. Pijatan-pijatan lagi dilakukan oleh Romi. Kali ini berbeda, lumayan sakit. Jadi aku mengaduh-aduh berulang kali. Terakhir dipasangnya perban baru pada kakiku. Selesai.
“Rei maafin gue ya. Ini gara-gara gue. Pasti Alfi, Robby sama yang laen nyalahin gue deh..” Tadi kak Jessica mengatakan ini disela-sela kesakitanku. Aku membalas tersenyum lalu berjengit karena pijatan Romi.
Plok. Romi menepuk kedua tangannya. “Selesai sekarang. Fiuh” Dia menyeka keringat didahinya.
“Makasih Rom..” Dia balas mengangguk.
“Rei.. sekali lagi sorry yah..” Lagi. Kak Jessica meminta maaf padaku.
“Sekali lagi dapet piring cantik kak.. Hehehe.. Udah gapapa. Nyantai aja kak. Itu musibah. Bukan kesalahan kakak.. Harusnya aku yang makasih karena udah bawa Romi.. Anggap aja impas. Ok?” Aku tersenyum pada kak Jessica.
Kak Jessica mencerna sebentar lalu “Pantes lo bisa deket sama Alfi.. Kebaikan lo.. sama senyum lo yang.. Nevermind. Ya udah yuk, kita balik ke lapangan lagi” Hah? Senyum? Ada apa dengan senyumku?
Setelah memakai sepatu aku segera menyusul kak Jessica dan Romi.
“Kayaknya kuarter ketiga udah mau selesai ya. Btw lo maen bagus banget tadi. Pantes sekolah gue dulu kalah sama lo”
“Makasih Rom. Ehm.. Sekolah kamu yang mana ya?”
“SMP Pelita. Lo berhasil pecundangin kapten sekolah gue. Well sebenernya sih waktu itu gue udah lulus. Kebetulan si Anna ngajak nonton. Anna itu sepupu jauh gue sebenernya. Dia rada tomboy” Rada? Emang iya kali Rom.. Tenaga kuli gitu.. Tunggu..tunggu.. SMP Pelita? Oh iya ingat. Bagaimana aku bisa lupa?
Pertandingan itu terjadi setelah Jerry pindah ke luar negeri. Rekan satu tim memandang remeh padaku. Aku dianggap hanya kuat karena Jerry. Saat itu adalah saat yang cukup melelahkan. Aku membuktikan diriku mampu berdiri sendiri tanpa seorang Jerry. Aku bungkam semua rekan satu timku dengan menantang mereka one on one, satu lawan satu. Itu cukup untuk mengembalikan keharmonisan tim kami. Namun persoalannya baru terlihat ketika musim pertandingan tiba. Kami meniti babak demi babak dengan susah payah. Aku terpaksa turun disemua kuarter walau hanya beberapa menit sekali main. Dengan terseok-seok kami mampu mencapai final. SMP Pelita-lah lawan kami difinal kala itu. Dengan kaki yang diperban seperti sekarang aku melawan mereka. Itu kali pertama aku main full di dua kuarter terakhir dengan memaksa tubuh melebihi batas yang bisa kutolerir. Aku memang berhasil menang, Namun aku pingsan setelah pertandingan dan cedera dikaki kiriku semakin parah. Setelah pertandingan itulah aku berhenti berlatih basket.
“Oh kamu dari SMP Pelita Rom..” Romi mengangguk.
“Dan kapten Pelita itu mantannya si Anna. Dia kesel karena diputusin anak kecil (Anna lebih tua dari kapten itu)^^. Karena itu dia nonton sambil ngutuk-ngutuk Pelita kalah. Mungkin karena kutukan itu juga Pelita beneran kalah. Hahaha..” Kutukan? Si Anna? Ih ih ih.. si cewek amazon itu serem juga yah.. Jangan-jangan benar dia bisa ngutuk? Atuuuttt..
Aku tersenyum getir. “Kuarter ketiga selesai tapi kok..” itu suara kak Jessica. Tapi apa? Aku lalu mengalihkan pandangan kearah papan skor. Hah?! Kok bisa?!
Tim kami tertinggal 10 poin dengan skor 86-76. Bagaimana mungkin..? Sebelum aku keluar kami sempat unggul 1 poin tadi. Bagaimana Jerry bisa membalik keadaan dan membalas dengan telak?
“REI..! Where’ve you been?”
Aku segera berlari pelan kearah suara itu setelah pamit kepada kak Jessica dan Romi. “Sorry coach. Perut saya bermasalah. But i’m okay now..”
“Kamu ketinggalan..” Coach Timmy melirik kesal. Aku pasang senyum terbaikku berharap coach memaafkanku. Matanya sedikit menghangat sekarang. Syukurlah.
“Rei teman kamu si nomor 4 itu berbahaya. Penetrasinya tajam. Kamu yang paling kenal gaya main dia. Ada ide?”
“Heh Kurcaci! Kemana aja lo tadi?” Rekan timku yang bermain sudah menuju bangku cadangan.
“Ke belakang kak..” Kak Robby menatapku tajam. Lalu dia meletakkan tangannya melingkar dipundakku dan sedikit memiting leherku erat.
“Diapain sama Jessica dek?” bisik kak Robby pelan tapi terasa menuntut.
“Gapapa kok kak. Tuh coach mo ngomong..”
“Guys listen! Nomor 4 itu bahaya. Penetrasi dan bola-bola triknya itu sulit dibaca. Tapi saya punya cara untuk menahan itu. Rei kamu dan Alfi kawal nomor 4. Khusus nomor 4 bukan yang lain. Ngerti?” Aku dan Alfi mengangguk. “Sisanya kawal sisa pemain tim lawan. Rel, kamu dan Robby terpaksa ngawal dua orang. Karena satu orang pasti ada yang bebas. Fi, three point kamu sangat kita butuhkan di kuarter terakhir ini. Adam kamu bantu three point Alfi. Jadi kita punya 2 three pointer. Ngerti guys?” Aah.. iya. Si plontos itu memang three pointer tim kami.
“Yes coach!” jawab kami serempak.
Kuarter terakhir sudah dimulai. Jerry sedang membawa bola dengan penetrasi dari sisi kiri lapangan. Alfi segera maju menghadang, aku ikut bergerak mengepung Jerry. Aku fokuskan pandanganku pada gerakan dan bola yang dibawa Jerry. Kami berhasil mendesaknya, lalu Jerry mengelak dan berputar dengan tipuan yang dulu kugunakan pada kak Robby. Aku bisa membaca gerakan itu, aku siap pada posisi dan benar saja Jerry ingin menerobos dari posisiku. Sialnya didetik terakhir dia mengghentikan gerakannya tiba-tiba lalu memutar tubuhnya kearah berlawanan. Aku kecolongan. Untungnya Alfi sigap dan langsung menepis bola begitu Jerry memutar badan tiba-tiba seperti sudah menunggu..
“Nice steal Fi..” bisa-bisanya dia masih tertawa setelah steal barusan. Seolah itu hal biasa untuknya.
“Hei fake master. Aku tertipu..” lalu kupasang wajah manyun.
“No Rei. Tebakanmu benar. Refleks Jerry yang terlalu cepat. Well Jer, kamu berhasil bikin aku serius sekarang” Alfi ngomong panjang euy. Mana bilang mau serius dengan tampang cool gitu. Keren sangatlah..
“Finally, I get your attention. Let’s see who’ll win this match. I’m not gonna lose in basket Fi. Bring it on. Show me what you got”
Jerry benar-benar serius dengan kata-katanya. Jika ini mungkin, gerakannya lebih lincah dan lebih cepat dari babak sebelumnya. Bahkan triknya mengerikan. Seperti sulap dia bisa membuat bola seakan menghilang. Gerakannya yang cepat dan passing kilatnya menyusahkan. Tepatnya aku yang kesulitan membaca gerakannya. Tapi tidak dengan Alfi. Dia membaca semua gerakan Jerry dengan sempurna dan melakuan steal-steal yang menawan. Jerry pun terlihat tak percaya. Begitu Alfi bebas, dia akan langsung melayangkan tembakan three point andalannya.
Lalu tiba giliran bola berada ditanganku. Dengan sedikit gerak tipu aku berhasil penetrasi dari kanan lapangan. Aku segera dihadang oleh center raksasa itu. Astaga. Sungguh sial. Aku kesulitan. Langkah si raksasa terlalu lebar. Aku bisa mengecohnya tapi langkahnya terus menyamaiku dengan cepat. Sial. Lalu aku keluarkan tipuan seperti yang Jerry lakukan padaku tadi. Ketika aku pikir berhasil lolos setelah memutar badan dengan cepat, si raksasa terselip kakinya sendiri lalu jatuh terjerembab kearahku. Kaget. Tak sempat mengelak, aku tertindih tubuh raksasa setinggi 190cm itu. Ough.. Kakiku.. Dia menindih kaki kiriku.
Jerry buru-buru mengangkat teman raksasanya. Rekan setimku segera menghampiriku. Membantuku berdiri. Tapi aku lupa berpura-pura. Karena kaki kiriku memang terasa sakit. Aku mengernyit. Kak Robby menghampiri si raksasa. Kak Farel segera menyusul di belakangnya.
“Woi minta maaf lo raksasa bego!”
“Rob, tenang. Kita bales nanti..” kak Farel menengahi. Jerry pun memegangi teman raksasanya.
“Kalo sampe Rei kenapa-kenapa, gue bikin perhitungan sama lo raksasa bego!”
Aku sudah dibawa kebangku cadangan. Disana sudah menunggu kak Jessica dan Romi. Ketika manajer tim basket membuka sepatuku, Semua rekan timku kaget melihat kakiku yang dibebat perban. Alfi menatapku tajam. Aku gemetar di bawah tatapannya. Kak Robby menatapku lalu Jessica. Seketika itu juga dia menghampiri kak Jessica. Aku segera meraih tangan kak Robby dan menggeleng. Memberi pandangan memohon. Kak Jessica terlihat sangat pucat dan terpukul dengan keadaanku. Lalu Romi segera mengambil alih.
“Too bad Rei. Udah gue bilang maennya hati-hati” aku manyun. “Iya gue tau itu bukan salah lo. Itu ga sengaja. Lo sih pinter banget nipunya. Tuh keturunan Hagrid kan jadi kelibet langkahnya sendiri” Yang lain berikut coach Timmy melongo mendengar kata-kata Romi. ‘Who is he?’ mungkin itu pikir mereka.
“Coach ini Romi. Dia yang masang perban ini. Karena teknik pijit dan perban dia, aku bisa main di pertandingan ini” semua mengangguk-angguk.
“Menurut kamu.. Rom?” Romi mengangguk. “Rei masih bisa main?” Tanya coach Timmy.
Nafas teman yang lain tertahan menunggu jawaban Romi. “Mungkin ngga bisa” Semua langsung tertunduk lemah. “Tapi.. mungkin juga bisa. Kasih saya waktu 5, eh 3 menit. Saya bikin Rei bisa turun lagi. But Rei.. you know the rule right?” aku mengangguk. Coach Timmy dan teman-teman lain menghela nafas lega. Kak Robby baru tersenyum lagi sekarang. Diikuti dengan kak Farel. Hanya Alfi yang masih menatapku tajam. Kemudian menghampiriku.
“You lie to me Rei..” Setelah membisikkan itu Alfi berlalu. Degh! Apa itu? Nada suara itu sangat dingin. Hatiku sakit bukan karena mendengar kata-katanya. Tetapi karena dia terlihat dan terdengar kecewa denganku. Maaf Fi, aku bukan berbohong. Aku hanya tidak ingin membuat kalian semua khawatir. Salahkah? Jangan marah padaku..
Pertandingan segera dilanjutkan. Aku belum pernah melihat Alfi sedingin itu. Alfi terlihat mengamati seluruh lapangan juga tim lawan yang turun bermain. Lalu itu jari tangannya (tepatnya telunjuknya) diketuk-ketukan pada dagunya. Seakan sedang berpikir keras. Lalu kak Robby juga aneh. Aku baru kali ini melihat dia begitu konsentrasi pada pertandingan. Wajahnya penuh tekad. Kak Farel yang sekarang menjadi PG.
Pertandingan semakin seru. Seseru pijatan-pijatan pada kakiku. Sakitnya terasa dua kali lipat dari yang sebelumnya. Aku menggigit handukku. Erangan-erangan tertahan keluar dari mulutku. Fokus mataku berubah-ubah, dari dribble kilat Jerry lalu beralih ke three point Alfi. Berganti lagi menjadi hammer dunk kak Farel, lalu hook shoot dari Adam. Adu rebound antara kak Robby dan center raksasa itu, lalu fokus terpecah menjadi jari jemari yang menekan syaraf-syaraf dikakiku. Ough.. Sakiiiitttt..
Jerry sesekali melirik memperhatikanku. Lalu tersenyum lirih. Seakan menyampaikan rasa simpatinya atas deritaku. Alfi masih melirikku dengan tatapan tajam. Dan lebih banyak membuang muka ketika aku memandangnya. Huwaa.. Alfi beneran marah. Gimana nih..?
Romi tiba-tiba bersuara “Dah. Selesai. Tinggal diperban lagi..” Lalu aku melirik pada coach Timmy. Pandangan mataku berujar ‘aku siap’. Dengan sedikit anggukan.
Poin sudah jauh berbeda. three points Alfi sudah banyak bersarang ke ring tim lawan. Walaupun Jerry membalas dengan dunk-dunk hebatnya. Tapi tetap saja itu bernilai dua poin. Sedangkan three point Alfi bernilai tiga poin. Jadi jarak poin kami semakin tipis. Terima kasih atas kerjasama apik antara kak Farel, kak Robby dan tentu saja Alfi.
Tiga menit menit itu menjadi ajang pertunjukan Alfi dan Jerry. Mereka berdua saling membalas. Jerry pun terlihat kesulitan melewati Alfi. Sementara Alfi tidak menyia-nyiakan bola yang dipegangnya. Dari arah mana dan sejauh manapun bola ditembakkan, Alfi berhasil menyarangkannya dengan mulus.
PRIIITTT
Pergantian pemain. Aku masuk lagi. Couch Timmy memintaku menahan Jerry. Seorang diri. Agar Alfi bisa bebas melakukan three pointnya. Kami sangat membutuhkan penambahan poin. Sekarang skor sudah 94-85. Tim kami tertinggal 8 poin.
Kuarter terakhir ini semakin panas. Aliran bola berpindah-pindah. Defense kedua tim makin diperketat. Walau nafas kami semua sudah terdengar jelas. Keringat juga sudah mengalir deras. Belum ada satu pun tim yang mau menyerah. Yang ada, pertarungan semakin sengit antara Alfi dan Jerry.
Aku belum pernah melihat Alfi begitu bersemangat dan penuh konsentrasi. Alfi membalas serangan-serangan Jerry dengan meniru semua gaya menyerang Jerry. Semua trik yang sudah dikeluarkan Jerry, dibalas Alfi dengan trik yang sama dan gerakan yang (jika ini mungkin) luar biasa cepat dibanding Jerry. Itu menakutkan.
Jerry tak mau kalah, dia membalas serangan-serangan Alfi. Aku ikut membantu Alfi dengan melakukan assist. Beberapa kali aku berhasil melakukan steal tiba-tiba pada Jerry. Lalu segera mengoper pada Alfi, yang tentu saja tidak pernah menyia-yiakannya. Dan tiba akhirnya aku berhadapan satu lawan satu dengan Jerry. Guru dan murid..
Dia mendribble bola aku mengejutkannya tiba-tiba dari samping. Dia mengelak. Gerakanku terbaca. Kanan.. kiri.. arah mana yang akan dia ambil. Kurentangkan tanganku selebar yang kubisa. Pertandingan David versus Goliath ini harus kumenangkan. Akan kubuktikan pada Jerry kalau aku sudah jauh berkembang. Dengan sangat keras kepala aku mengawalnya. Semua gerakannya berhasil kuprediksi. Namun Jerry dengan cepat melangkah ke kiri disaat aku sudah menarik kakiku kearah kanan. Sial. Takkan kubiarkan lolos. Ketika Jerry ingin berlari membawa bola, kurentangkan tanganku ke belakang tubuh sejauh yang kubisa. Dan ujung jariku berhasil menepis bola.
Bola terpental. Tidak ada siapa-siapa. Namun bagai kilat, Alfi mengambil bola itu dan langsung three point. Syukurlah. Poin lagi untuk timku. Aku tersenyum padanya, tapi Alfi segera memalingkan muka. Masih marahkah dia?
Kakiku mulai terasa tidak nyaman. Pertandingan sudah memasuki menit terakhir. Kami berhasil mengejar tim Jerry dan mempertipis ketertinggalan angka. Skor sekarang 104-102.
Semua sudah mengeluarkan segenap kemampuannya. Nafas kami semua juga sangat jelas tersengal. Khusus untukku, paru-paruku terasa panas seperti terbakar. Beban yang mampu kutanggung sudah jauh melampaui daya batasku. Ditambah kakiku juga terasa lengket, panas dan mulai terasa nyerinya. Lututku sudah bergetar sejak beberapa menit lalu.
Aliran bola terus saja berpindah. Tidak ada yang berhasil memasukkan bola. Semenit sudah hampir habis. Kami harus segera mencetak skor. Dengan lutut bergetar dan setiap langkah yang terasa nyeri menyiksa. Kupaksakan membawa bola. Bola ini akan aku hantarkan ke ring. Dengan tipuan kulewati pemain lawan. Lalu Jerry menghadang, aku bersikeras. Pemain yang lain dijaga ketat tim lawan. Menghadapi kawalan Jerry, aku meradang. Sekuat tenaga lepas darinya. Kepalaku kosong sekarang. Hanya satu yang kutuju. Ring lawan.
Ku-dribble bola kiri kanan, balik badan. Semua terbaca. Tentu saja dapat dibaca. Jerry yang melatihku. Lalu aku pura-pura melompat. Hanya lompatan ringan. Jerry ikut melompat. Ini saatnya. Dalam sekejap aku menyentuh lantai lebih dulu lalu duck-in dalam sekali. Membawa bola dengan posisi tubuh seperti mau menyelam dan langsung melesat kedepan ketika Jerry masih diudara. Lalu aku melompat, kali ini mengambil ancang-ancang shoot. Dua pemain lawan menghadang, aku silangkan bola ke bagian belakang tubuh, lalu tanpa melihat bola kuoper ke belakang. Mudah-mudahan ada orang itu disana. Dia selalu disana ketika aku maju beberapa menit ini. Ketika kaki menyentuh lantai aku melirik belakang. Alfi sudah menerima operanku dan langsung three poin. 104-105. Kami unggul sekarang. Seluruh timku tersenyum riang. Coach Timmy berteriak.
“Time.. Time..” Aku lirik penunjuk waktu. Astaga. masih ada 3 detik.
Jerry sudah terlihat memegang dan siap membawa bola. Alfi menghadangnya. Sial. Jerry berhasil lolos dari Alfi dan melompat seperti gerakan yang kulakukan tadi. Bola lansung diarahkan ke ring. Berbarengan dengan peluit pertandingan yang berbunyi. Lapangan segera hening. Seluruh nafas tertahan. Aku tidak yakin aku masih masih bernafas. Mataku lekat mengamati bola yang mengarah ke ring. Arahnya terlalu tepat. Jerry jarang gagal. Bola membentur ring. Namun masih jatuh dan berputar-putar disana. Perutku mulas. Seperti terjun bebas dari ketinggian 1000 kaki. Bola masih berputar. Lalu berhenti kearah luar ring.
YEEEYYYYYY.. HOORREEEEEEEE...
Sorak sorai pecah. Gedung olahraga ini dipenuhi teriakan suka cita dari pendukung tim kami. Kak Farel berteriak dan berlari kearah Alfi lalu memeluknya. Dia luar biasa ceria. Mendadak tubuhku terasa ada yang menubruk. Lalu dipeluk dan diangkat tinggi-tinggi. Dan dihempaskan lagi kebumi. Sial. Aku mendarat dengan kaki kiri. Rasa sakit mulai mendera. Sakitnya hampir membutakanku. Membuat pandanganku mengabur. Aku paksakan tersenyum.
“Kita menang dek. Akhirnya Global Internasional juara..” Kak Robby tak bisa menutupi rasa puas dan suka citanya.
Aku mendengar semua itu. Namun nafas, kaki dan kepalaku sudah tidak bisa diajak kompromi. Rasa sakitnya teramat sangat terasa. Kak Robby mengajakku bergabung dengan yang lainnya. Aku mencoba bertahan sekuat yang kubisa. Aku senang kami menang, tetapi kepalaku berat, nafasku berat, dan nyeri kakiku menyengat. Kami berdua bergabung dengan kak Farel, Alfi, coach Timmy dan rekan setim lainnya. Semua lompat dengan riang. Hanya Alfi yang tetap dingin seperti biasa. Padahal kak Farel saja sudah berteriak dan melompat-lompat serta memeluk Alfi saking senangnya.
“Reihh..” Jerry memanggil sekaligus menepuk pundakku. Dia memintaku sedikit menjauh. Alfi melirik kearahku dan Jerry. Matanya awas, alisnya seperti menilai kami. Ada apa?
“Selamat..” aku senyum dan mengangguk. “Sesuai yang kubilang kemarin itu, ada sesuatu yang mau aku omongin sama kamu..” aku hanya bisa tersenyum. Sepertinya jika aku bersuara aku takut suaraku bergetar. Rasa sakitnya mulai tak tertahankan. Nafasku berat, kepalaku juga berat dan rasa nyeri dikakiku menyengat.
“Rei.. aku.. aku..” Jerry kenapa malu-malu? Mataku tidak fokus. Wajah Jerry berbayang. Senyumku sudah hilang beberapa saat lalu. “Aku mau ngomong kalo aku..” Sudah tidak kuat. Air mataku menggenang dipelupuk mata. Rasa sakitnya menyerang kepala. Kakiku sudah bergetar hebat. Wajah Jerry terlihat banyak lagi buram, lapangan berputar. Semua menghitam. Gelap.
BRUUUKKK
CUUUUUTTTTTT
Segini dulu ajah ya..
Yang penting laptop udah ada lagi..^^
Next update story-nya Joe/Jojo and Alfi Pov.
Spoiler: Ada cerita tentang Tom nanti.. Dan mimpi buruk Alfi yang satu lagi..^^
NB: buat Silent reader Makasih udah baca. Tapi aku pasti lebih seneng deh klo kalian ikut komen.. Jadi tinggalin Jejak ajah klo mo di mention yah..^^
Maaf Lahir Batin Guys..^^
Langsung aja gih baca..
Happy Reading guys..^^
@octavfelix
@bayumukti
@tarry
@angelsndemons
@alvaredza
@TigerGirlz
@Zazu_faghag
@arifinselalusial
@FransLeonardy_FL
@haha5
@fadjar
@zeva_21
@YogaDwiAnggara2
@inlove
@raka rahadian
@Chy_Mon
@Cruiser79
@san1204
@dafaZartin
@kimsyhenjuren
@3ll0
@ularuskasurius
@Zhar12
@jujunaidi
@edogawa_lupin
@rickyAza
@rebelicious
@rizky_27
@greenbubles
@alfa_centaury
@root92
@arya404
@4ndh0
@boybrownis
@jony94
@Sho_Lee
@ddonid
@catalysto1
@Dhika_smg
@SanChan
@Willthonny
@khieveihk
@Agova
@Tsu_no_YanYan
@elsa
@awangaytop
@Lonely_Guy
@ardi_cukup
@Hiruma
@m1er
@maret elan
@Shishunki
@Monic
@cee_gee
@kimo_chie
@RegieAllvano
@faisalits_
@Wook15
@bumbellbee
@abay_35
@jacksmile
@rezadrians
@topeng_kaca
@wahyu_DIE
@Just_PJ
@nand4s1m4
@danar23
@babayz
@pujakusuma_rudi
@PrinceArga
@D_Phoenix
@nand4s1m4
@tahrone
@alamahuy
@eswetod
@aw_90
@Akbar Syailendra
@diditwahyudicom1
@PahlawanBertopeng
@ryanadsyah
@Mr_Makassar
@ipinajah
@CL34R_M3NTHOL
@kenan
@soroi
@pangeran_awan
@Richi
@obay
@BieMax
@whysoasian
@wirapratama95
@DItyadrew2
@ardilonely
@ardavaa
@Needu
@ananda1
@ilhams_Xman18
@kenzo_ak
@uci
@AghaChan
@Cocco
@YhaniJung
@faisalrayhan
@lulu_75