It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ali Alatas? prnh denger deh kyknya. mungkin kah Alfi ada hubungannya? #TanyaAlfiAah
d tunggu saran dan krippiknya y kak.. jgn kapok klo ada jilatan-jilatan yg laen y kak.. hehe..>_<
it's ok @Zhar12 nyantai ajah. ini emang cerita pertamaku. baru mulai belajar nulis y d cerita ini. jd pasti msh bnyk kekurangan d sana sini. tp thx lho udh baca.
adegan lucu y? itu dia.. author agak kaku. jd agak susah untuk itu. mesti bnyk2 baca nih aku.
eh KuLon baik kok ga gampar.. mgkn KuRas (Kutu beras) yg rada emosian hihi..
keep reading y..
bisik-bisik.. bangun.. banguuunn.. banguuunn..
@bayumukti
@titit
@tarry
@angelsndemons
@alvaredza
@TigerGirlz
@Zazu_faghag
@arifinselalusial
@FransLeonardy_FL
@haha5
@fadjar
@zeva_21
@YogaDwiAnggara
@inlove
@raka rahadian
@Chy_Mon
@Cruiser79
@san1204
@dafaZartin
@kimsyhenjuren
@3ll0
@ularuskasurius
@Zhar12
ada yg ketinggalan ga ya..? klo ada sorry y..
oiya buat SR (silent reader) yg mo di mention jgn lupa tinggalin jejak ya.. nti aku cari jejak kalian yg tercecer #Halah..
okee.. happy reading guys.. ^_^
Ketika kubangun esok paginya, kulihat ujung bibir kananku lebam. Tak mungkin bisa ditutupi. Jika ibu melihat lebamku dia pasti bertanya-tanya. Mungkin ibu akan sedih. Aku harus siap dengan jawaban cerdas.
Semalam, aku tak ingat bagaimana aku sampai rumah. Aku tidak ingat jalan yang kulalui. Tapi aku merasa sangat lelah. Aku lemah. Dan aku kalah. Untung ibu sedang tidak ada waktu itu. Sedang membeli keperluan dipasar seperti biasa. Langsung Aku mandi. Sholat dan beranjak tidur.
Mulanya ibu dan bapak tidak memperhatikan lebam yang ada disudut bibirku. Tapi ketika aku tak sengaja mengernyit ketika sarapan, terpaparlah lebam yang menghias sudut terluar bibirku.
“Aduh Gustiiii.. bibir kamu kenapa biru begitu toh nak?”
“Oalah le.. le.. kamu habis berantem yo le? Jawab jujur le..!”
Tanya ibu dan bapak berbarengan. Kompak sekali ya orang tuaku? Huhuhu.. (STOP. bukan Waktunya kali Rei..) ooiya.. jawaban yang tadi kusiapin.
Dengan tenang kujawab “Sst.. pak.. bu.. Rei ga berantem. Justru Rei kena imbas gara-gara misahin orang yang berantem. Dasar Rei ajah yang ceroboh ga bisa lihat orang berantem gitu..trus kenaaa deeehh..” kutatap mata mereka satu persatu dengan tegas. Tanpa kedip. Pertahankan tatapan. Keluarin tampang manyun manjaaa daaaannnn.. Yess.. wajah mereka udah berubah (seperti) percaya.. Sekarang.. tunggu.. satu.. duaa..
“Walah nak.. kamu mbok ya hati-hati toh.. Udah tahu kamu itu ndak bisa berkelahi. Kok yo ikut campur orang lagi berantem toh.. masih sakit ndak nak? Ibu ambil es yo?”
“Denger ibumu tuh le.. Ojo di ulangi yo? Bener toh kamu ndak berantem le?” aku menggeleng atas pertanyaan bapak.
Tuhkan.. ada gunanya juga punya muka dan kelakuan innocent gini.. (Ya Allah.. maaf udah bangga karena bohong T_T).
“injeh bu. Udah ndak sakit kok bu. Iyo pak. Bukan aku.”
“Yo wies.. habisin sarapan kamu le. Nanti kamu bapak antar.” Aku mengangguk.
*
“Fi.. mau kemana kita?”
“Hurry..”
“Tunggu. Kakimu kepanjangan tuh. Makanya jangan cepet-cepet. Mang kita mau kemana ini?”
“Wait and see”
“Wait.. Wait.. No way.. Jangan bilang kalo..” Ketika dia membelok ke arah Hall basket, barulah aku sadar arah yang sedang kami tuju.
“Fi.. kok kesini..” Sedikit khawatir. “Kamu setuju mau masuk klub basket?” Selidikku. Dia hanya mengangkat bahunya.
“Fi, kalo mau ketemu anak-anak basket kenapa ga ke kantin? Ini kan jam istirahat.”
“Naahh.. They’re there. Mereka selalu disana. Di hall basket. Selalu begitu.”
“How do you know?”
“Let’s say ingatanku bagus untuk hal-hal itu”
Oke. Itu aneh. Bagaimana Alfi bisa seyakin itu? Ingatan bagus katanya? Sejak kapan dia ingat dan peduli dengan anak basket? Apa selama ini dia memperhatikan mereka?
“Dan mau apa kita kesana?” tanyaku setenang mungkin.
“Meet someone tentu”
“Who?”
“That’s what i’ve been asked you the whole time Rei” Hah? Maksudnya? Jangan-jangan.. Ngga mungkin..
“Who..”
“Robert off course” Robert? Kayak pernah dengar deh. Dimana ya? Pikirku “You might know him as Robby” tambah Alfi melihat wajahku.
“...” Aku hanya terpana. How?! Padahal aku tidak mengatakan apa-apa tentang Robby ketika dia menyelidikiku.
“Bingo..” Katanya tegas penuh kemenangan.
Maksudnya? Pikirku. Apa tadi aku salah bicara ketika dia bertanya penuh selidik tadi? Seingatku aku memang tidak berkata apa-apa tentang Robby tadi. How.. Aku mengingat lagi pertemuan dengan Alfi di ruang Musik.
*FLASHBACK*
Ketika aku datang kesekolah tidak ada yang begitu memperhatikan memar di ujung bibirku. Tapi ketika aku baru duduk Alfi langsung menyadarinya. Pandangan matanya menelisik. Menuntut jawabanku. Hanya pandangan. Tapi Alfi bisa menegaskan seakan bertanya ‘itu memar kenapa?’
Aneh ya? Tapi Alfi memang begitu. Pandangannya menyiratkan banyak hal tanpa perlu berkata-kata.
“I’ll tell you later. Istirahat oke?” Menunda. Sambil mengarang jawaban untuknya. Seperti yang kulakukan dengan orangtuaku.
So, here i am. Di ruang musik. Berdua dengan tak lain tak bukan. Alfi ma-men. Huft. Baru sampai aja atmosfernya udah dingin begini. Alfi tetap menatapku intens
“Cerita..” katanya langsung.
Disinilah kami, seperti biasa. Ruang musik pastinya. Kata itu langsung diucapkan Alfi tepat ketika kujatuhkan bokongku kekursi didepan piano. Hanya selang sedetik saja.
“Dan tidak usah berbohong seperti kemarin Rei. Aku tahu kamu bohong tentang lapar itu. cerita. Kenapa...” dia menunjuk ke arah lebam di sudut bibirku.
“Don’t even try that fake smile.. not now Rei..” dia menambahkan.
Wooww. Selama berteman dengan Alfi itu adalah kata terbanyak darinya dalam satu percakapan. Harusnya aku senang tapi aku malah tegang. Alfi menuntutku bercerita perihal lebam diujung bibirku. Sepertinya aku sudah tidak bisa menghindar. Tapi aku tak bisa menceritakannya. Tidak tentang lebam yang menghias wajahku ini. Itu urusanku dengan si tengil Robby yang sok berkuasa di sekolah.
Jadi bagaimana kuharus memulai penjelasannya? Alfi bukan orang yang mudah dipuaskan dengan kata-kata manis. Dia itu as cold as a winter weather. Haaaaaahhhhhh...
“Ini bukan apa-apa kok Fi. Cuma kena imbas gara-gara misahin orang berantem kemarin. Jadi dapet hadiah bogem mentah gini deh Fi” mencoba peruntunganku pada cerita yang sama dengan yang kukisahkan pada orang tuaku.
“Bohong”
“Beneran Fi..”
Alfi menghela nafasnya “Rei walau kau memasang wajah datar, tapi aku melihat ada kebocoran ekspresi disana. Otot orbicularis oris (otot yang digunakan untuk gerakan menggigit bibir) kamu jelas mengatakan perasaan gelisah. Takut kebohongan yang kau ucapkan tadi tidak berhasil. So, Spit it..” Apa itu otot ularis uris baris? Aku hanya mengerjapkan mata terperangah dengan penjelasannya.
“Bagaimana..”
“I can read ekspresi wajahmu. Aku sudah menghapal 43 ‘unit-aksi’ menurut teori Facial Action Coding System (sistem kodifikasi ekspresi wajah) milik Paul Ekman. So, i know when people lie to me. Masih mau nguji seberapa tepat aku bisa membaca your Facial Action Rei?” Bagaimana bisa wajahnya tetap datar setelah dia mengatakan semua hal ‘hebat’ yang membingungkan itu?
Dan bagaimana bisa kau membohongi seseorang yang bisa membaca Ekspresi wajah? Atau Alfi berbohong tentang otot ular aris oris tadi? Juga tentang teori Facial action? Tidak mungkin. Berbohong bukan gayanya.
Jadi, dengan sangat terpaksa aku mengatakan semua tentang surat-surat ‘fans fanatik’nya, juga tentang ajakan kak Farel untuk masuk ke dalam klub basket sekolah. Tapi aku masih berat mengatakan tentang yang si sok Robby lakukan padaku kemarin. Urusan itu akan kuselesaikan sendiri. Aku tidak ingin melibatkan Alfi, yang sepertinya sangat dibenci oleh Robby tengil itu.
“I knew’ ‘bout that letters. I was there waktu kamu buka surat itu. though kamu ga liat aku. And kenapa kamu ga langsung bilang aja tentang tawaran kak Farel? But you haven’t answer my question. Who..?” selidiknya sambil mengarahkan tangannya kearah wajah lebamku. Ujung jarinya sedikit menyentuh ujung bibirku. Dan aku tersipu.
Sudahkah kukatakan sentuhan Alfi berefek seperti itu padaku? Jika belum, kukatakan sekali lagi (dengan tidak bosan-bosannya), Sentuhan Alfi menggetarkan syaraf-syarafku. Aku tidak tahu kenapa begitu. Tapi selalu terjadi seperti itu. Karena sentuhan sedetiknya itu aku masih tersipu. Tarik nafas Rei.. buang.. tarik lagi.. buang lagi.. santai Rei.. santai..
“Fi.. Ga usah dibahas yah..”
“...” Walau sedikit melunak Tatapannya menyerangku.
“Fi..”
“Who? Farel?”
“No.. bukan kak Farel..” Farel? kok ga pake kak?
“Let me think. Kemarin. You. Hall basket. Anggota Basket. Aaahh.. Was it Robby then?” WHAAAATTT??!! HoW COME?!! Secepat itu? Dari sekian banyak anak basket kenapa dia langsung nembak nama Robby? Aku curiga Alfi Dukun deh. Atau minimal paranormal.
“Fi.. udahlah.. Lets cut it here, key?”
Matanya penuh selidik, lalu “Come. Ikut”
*END OF FLASHBACK*
Dan disinilah kami. Berjalan menuju hall basket. tepatnya Alfi yang menuju kesana. Aku ikut tanpa tahu dia mengarah kemana. Dan ketika tahu, hatiku sedikit kebat kebit. Hanya satu pertanyaan yang menggantung dikepala saat ini. Mau apa Alfi ke hall basket?
“So. Bener ternyata” Hah? Apa yang benar? Oh, tentang si Robby tadi kah?
“Nah..”
“Sampai..” kataku otomatis. Seakan melengkapi kata yang sebelumnya diucapkan Alfi.
Oo.. Oow.. I smell trouble nih.. Cross my finger..
CUUUUTTT.. okeee..
segitu dulu ya guys.. Author masih sedikit ngantuk soalnya. baru kebangun tadi.tau2 udah ngetik ini. tp sekarang stuck lg..
so.. Happy Reading Guys..^_^
@san1204 iya kah? aku blm prnh ntn film itu kyknya..
jadi iri m prince alfi--
#wakaakakaaaboorrr
hai.. thx udh mampir..
berarti udh baca dr awal y, tau awalnya pke bhs.indo.. iya si Alfi mang sengaja aku bikin indo campur english gitu.. klo si Rei cm ngimbangin Alfi aja.
but thx anyway udh sempetin baca ceritaku y.
trus di kasih gambar ilustrasi nya..
Huu.. To Tweet nya :O
th y raka udh setia..