It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Author PoV
Hari sudah sangat larut ketika lantunan ayat-ayat suci terdengar dari dalam kamar seorang anak muda bernama Alfi. Dia terlihat khusyuk membaca ayat-ayat dalam kitab suci. Suara baritonnya melafalkan surat Ar-Rahman dengan sangat merdu. Siapapun yang mendengarnya akan terlena dalam buaian ayat nan syahdu.
Tahu bagaimana suara Afghan? Sekarang bayangkan suara Afghan melantunkan ayat dalam surat Ar-Rahman seperti lantunan murrattal Muhammad Thoha Al-Junayd. Merdu, Luar biasa merdu. Menggugah hati yang sendu dan menyejukkan batin yang sedang kelabu.
Suara Alfi membangunkan seisi rumah yang terbangun karena lantunan ayat-ayat suci yang didendangkan Alfi. Bukan karena apa-apa. Tapi sudah lama sejak terakhir Alfi melakukan tadarus sendiri. Ali yang pertama sampai didepan kamar Alfi. Menyusul Umi dan Abinya.Mereka tersenyum dalam haru. Sejenak mereka saling bertukar pandang. Lalu segera berlalu dari depan kamar Alfi.
Hari masih larut, jam baru menunjukkan pukul 2 dini hari. Waktu subuh pun masih beberapa jam lagi. Setelah larut dalam haru, Ali, Umi dan Abinya melanjutkan tidur mereka dengan senyum yang jelas terpampang nyata. Mereka tidak tahu apa yang menyebabkan Alfi melakukan itu. Tapi satu yang pasti, mereka senang Alfi sudah mulai melakukan tadarus Qur’an lagi.
**
ALFI POV
Malam ini aku terbangun dengan mimpi buruk yang sama seperti di mobil waktu itu. Horror-horror itu mulai terpanggil lagi. Semakin sering sejak aku mulai bersentuhan dengan Ebony. Aku tidak heran, karena Ebony menyimpan banyak memori antara aku dengan Tom. Susah senang Ebony selalu menemani kami. Mungkin karena itu mimpi-mimpi ini terpanggil lagi.
Aku putuskan untuk berkeluh kesah pada Sang Pemilik hati. Hanya Dia yang sanggup membolak-balikkan hati manusia. Semoga Dia bisa membalikkan hatiku yang sedang resah gelisah karena bayangan Tom yang membuatku tersiksa. Hanya pada Allah Ta’ala aku bercerita gundah gulana yang menjejak nyata.
Setelah sholat malam aku berlanjut mengambil Qur’an yang selama ini hanya teronggok disudut meja. Aku buka, surat Ar-Rahman. Kulantunkan ayat-ayat disana. Aku telah menghapal 30 juzz sejak umur 9 tahun. Namun tidak afdhol rasanya jika tadarus tanpa membaca langsung dari Qur’an. Damai mulai kurasa. Mimpi buruk yang mengganggu mulai hilang entah kemana. Alhamdulillah.
Ketika damai mulai terasa, aku hentikan tadarusanku. Masih cukup waktu untuk tidur sebentar sebelum subuh. Hari ini masih ada pertandingan yang menunggu. Aku tidak ingin mengecewakan Rei dan rekan satu timku. Paling tidak aku harus bisa mempertanggungjawabkan keputusanku untuk ikut bergabung dengan tim basket sekolah.
Lagipula Rei telah bermain sangat baik pada babak perdelapan final kemarin. Aku juga harus bisa menunjukkan kualitasku.. Agar Rei bangga bisa berteman denganku. Astaga. kenapa hanya Rei saja yang aku pikirkan selalu. Walau memang hanya dia satu-satunya teman yang kumiliki saat ini. Mungkin karena itu aku ingin menjadi teman yang bisa dibanggakan olehnya.
“Fi.. Fi.. Subuh yuk.. Fi..” Hmmm.. “Udah ditunggu Umi sama Abi tuh di bawah..” Kak Ali membangunkanku.
“Hmm..” Aku memelekkan mata. Dan mengangguk pada kak Ali.
“Ya udah. Wudhu dulu. Kakak tunggu di bawah sama Umi dan Abi” setelah itu kak Ali segera keluar kamar.
Aku memang jarang sekali berinteraksi lagi dengan keluarga. Tapi kegiatan rutin seperti sholat subuh dan maghrib selalu kami sempatkan untuk jama’ah bersama. Untuk maghrib, Umi dan Abi selalu mencoba untuk menyempatkan pulang ke rumah disela-sela kesibukan mereka.
Selesai subuh, aku menyiapkan buku-buku pelajaran dan seragamku. Lalu membaca buku yang baru kubeli. Masih beberapa lama sebelum pagi menjelang. Setelah siap, aku mandi dan berpakaian rapih. Turun ke bawah dan sarapan bersama. Umi memang sibuk tapi aku tahu Umi masih turun tangan langsung untuk memasakkan sarapan untuk kami.
Sarapan kami terdiri atas roti tamis dan ful juga aneka selai dan teh susu. Roti tamis ini berbentuk bulat pipih dengan diameter yang lumayan lebar. Sedangkan ful merupakan olahan dari kacang merah yang dihaluskan kemudian ditaburi jintan putih, garam, acar tomat dan sedikit minyak zaitun. Rasanya gurih, segar dan lezat. Cocok dimakan dengan teh sebagai pelengkap.
Umi sempat mengeluh karena dirumah kami tidak ada tungku bakar dari batu. Karena memang sejatinya roti tamis ini dibakar dengan ditempelkan pada tungku batu. Tapi toh umi bisa berimprovisasi dan membuat roti itu dengan peralatan didapur kami yang sebenarnya cukup lengkap. Umi memang sangat rewel dengan makanan. Itu adalah caranya menyayangi kami. Selalu membuatkan masakan dengan tangannya sendiri. Walau makan siang dan malam selalu diserahkan pada bi Inah. Tapi Umi sudah memberitahu masakan yang harus dimasak bi Inah hari ini.
Selesai sarapan aku segera berangkat sekolah. Kali ini kak Ali yang mengantarku. Dia bilang ada kuliah pagi hari ini.
**
“Fi Switch” Aku mengangguk.
Saat ini semifinal. Kak Farel dan Robby berganti denganku juga Rei. Lawan kali ini tidak sesulit kemarin. Sepertinya stamina mereka terkuras pada pertandingan sebelumnya. Kak Farel bilang memang lawan mereka dibabak kemarin adalah juara 3 kejuaraan tahun lalu. Berarti mereka termasuk tim yang hebat karena bisa menang dari juara 3. Tapi stamina mereka terlihat jelas sekali rontok karena pertandingan itu. Terbukti kami telah unggul jauh meninggalkan mereka. Pasti itu juga efek karena kapten tim mereka yang cedera.
Gerakan Rei di lapangan lincah. Dia sanggup mengikuti irama permainanku. Hanya dengan lirikan mata dan gestur tubuh, Rei bisa membaca gerakanku. Kami bermain padu, saling mengisi dan kompak dilapangan. Rei selalu tahu dimana posisiku akan berada, mataku tak bisa lepas dengan semua gerakannya. Aku selalu tahu jika Rei kesulitan dan siap membantu. Rei selalu sigap dengan operan-operanku. Kami ‘berduet’ dengan apik.
Pertandingan babak semifinal ini kami menangkan dengan skor yang lumayan jauh. Kak Farel senang dengan hasil ini. Kami semua pun senang dengan hasil ini. Terlihat dari binar-binar bahagia diwajah mereka.
Karena lapangan ini akan segera dipakai untuk pertandingan selanjutnya. Coach Timmy menyuruh kami bergegas ke ruang ganti pemain. Ketika beranjak itulah aku bertemu dengannya. Tepatnya Rei yang bertemu dengan orang itu.
“Reii..” Rei kaget.
“Huwaaa..” Rei ekspresif sekali. Padahal hanya bahunya yang ditepuk dari belakang.
“Jer..ry?” Kata Rei. Orang itu mengangguk dan Rei langsung dipeluk. Aku terbatuk-batuk. Dan Robby nyeletuk.
“Heh! Sapa lo? Maen peluk-peluk orang. Lepasin..” kata Robby. dan Robby pun melepaskan pelukan orang yang bernama Jerry itu dari Rei. Tunggu.. tunggu.. Jerry? Aah.. iya, itu Jerry..
Rei hanya senyum-senyum seperti biasa. Si Jerry itu hanya cengengesan saja, Robby menatapnya tak suka. Kak Farel hanya memperhatikan. Sementara rekan tim yang lain dan coach Timmy sudah tak tahu dimana. Entah mengapa aku merasa mengenalnya.
“Jerry Parengkuan?” itu suaraku.
“Hmm..” Jerry menggaruk kepala, lalu.. “Alfi?” aku mengangguk. “Beneran Alfi? Yang dulu kursus bareng ditempat Sakurai sensei?” Lagi, aku mengangguk. “Apa kabar? Kemana aja? Sayang Tom ga ada disini..” Aku terhenyak. Sebisa mungkin kubekukan ekspresi wajah. Aku lupa Jerry juga mengenal Tom tentu. Aku lihat Robby menegang. Rei mengernyitkan alis heran. Kedip matanya resah bertanya-tanya.
“Rei, kenal Jerry?” aku alihkan pembicaraan.
Rei mengangguk. “Guys.. kenalin.. Ini temanku Jerry. Jer, mereka teman satu timku.. itu kak Farel, kalo yang tinggi itu Robby, yang ini.. Alfi..” Jerry menatapku lekat sekali. Seperti menilai dan menimbang sesuatu. Aku balas menatapnya kaku. Mungkin dia heran Tom tidak ada disini. Karena dulu, dimana ada Tom pasti ada aku.
“Aku Jerry teman sekolahnya Rei di SMP dulu..”
“Tepatnya kapten di tim basketku dulu..” Potong Rei. Jelas sekali Rei terlihat bahagia melihat si Jerry ini. Entah mengapa aku iri. Robby pun terlihat tidak suka dengan keadaan ini. Hanya kak Farel yang terlihat biasa menganggapi.
“Elo anak SMU Tunas Bangsa kan?” si Jerry mengangguk atas pertanyaan kak Farel.
“Guys.. aku pinjem Rei sebentar ya..” dengan itu si Jerry menarik tangan Rei dan menyeretnya. Aku tak rela. Robby segera mengejar mereka. Kak Farel mengajakku segera pergi ganti baju.
Setelah sampai diruang ganti, Robby menyusul dengan setengah berlari.
“Sialan tuh orang larinya cepet banget. Mau dibawa kemana tuh si jelata sama dia” aku mengernyitkan dahi. Robby tetap saja memanggil Rei jelata. Padahal jelas sekali dia sekarang terlihat perhatian pada Rei.
“Heh autis! Lo kagak khawatir temen lo dibawa lari orang?” Astaga. Berlebihan sekali si Robby. kesannya Rei diculik orang jahat saja.
Aku hanya mengangkat bahu. Walau hati tak tentu melihat Rei diseret Jerry. Lagipula aku mengenal Jerry. Dia teman les musikku dulu. Instrumen yang dikuasainya biola. Jerry salah satu yang paling baik memainkan instrumen itu. Sehingga dia terpilih bersama aku dan satu orang lagi yang memainkan flute untuk pertunjukan anak berbakat dulu.
“Ish.. dasar ga setia kawan lo..” aku hanya menatapnya dan mengangkat satu alis. Robby mulai mondar mandir tidak jelas.
“Heh kunyuk, biasa aje kenapa. Kayak pacar dibawa kabur orang aja lo..” Yang lain tertawa atas kata-kata kak Farel. Robby mendengus mencela. “Lagi juga yang harus lo khawatirin itu pertandingan selanjutnya. Orang yang namanya Jerry tadi kemungkinan lawan kita di final nanti” Robby menatap Farel. Coach Timmy berdeham.
“Maksud kamu Rel..?” Ini suara Coach Timmy.
“Tadi ada anak Tunas Bangsa coach. Ternyata itu anak, temannya si Rei..”
“Ooh sekarang saya ngerti. Seperti kata Farel tadi. Kemungkinan SMU Tunas Bangsa akan menjadi lawan kita di final nanti. Walau kalian bisa menang dari mereka dibabak semifinal tahun lalu. Tapi sekarang mereka salah satu tim yang diunggulkan dipertandingan kali ini. Terlebih dengan datangnya murid baru dari luar negeri yang bernomor punggung 7. Kalau tidak salah namanya itu Jerry. Karena Jerry ini, Tunas Bangsa selalu mencetak tiga digit angka” Robby melongo menatap uraian coach Timmy. Jelas saja. Tiga digit angka berarti skornya 100an.. Itu angka yang luar biasa. Bahkan rata-rata perolehan skor kami masih dibawah 100, hanya sekitar 90 saja. Pantaslah Robby tercengang. Anggota tim lainnya pun demikian. Hanya kak Farel yang masih bisa terlihat tenang. Walau ada api semangat yang terlihat dimatanya.
Ternyata perasaan tidak enakku terhadap Jerry terbukti. Tatapannya tadi seperti menilai satu persatu pemain di tim kami. Itu tatapan seorang pemburu. Tatapan yang seperti mengintai mangsa itu yang membuat hatiku tak tentu. Aku hanya tahu Jerry pandai bermain biola. Tidak pernah menyangka dia hebat di basket juga. Lagipula dia teman Rei, mungkin Rei lebih bisa memberi masukan tentang Jerry. Rei juga terlihat sangat bahagia tadi berjumpa dengan Jerry. Binar ceria tampak jelas dimatanya. Kenapa itu membuatku resah?
“Guys.. Maaf telat.. tadi ada temen..” Rei datang sambil tersenyum meminta maaf. Semua mata menoleh kearahnya. Rei salting seketika.
“Rei, masuk. Duduk” Coach Timmy memberi perintah. Rei menurut. “Rei, Farel bilang kamu kenal sama yang namanya Jerry?” Rei mengangguk. “Kalo gitu kamu bisa cerita tentang kemampuan bermain basket dia?” Rei mengernyit sebentar. Dan disusul dengan anggukan.
“Jerry itu..” Seluruh anggota tim mendengarkan dengan seksama. “Hebat. Dia Jago. Dia itu gabungan kak Farel dan Robby dijadiin satu” semua menatap Rei tidak percaya. “Tapi itu dulu. Kalo sekarang aku ga tahu coach..” Coach Timmy manggut-manggut.
“Oh iya.. Jerry juga yang ngajarin aku semua trik-trik basket. Dia itu the real fake master..” sambil tersenyum Rei mengatakan semua itu. Tidak tahukah dia jika Jerry kemungkinan melawan kami dipertandingan final nanti?
“Kalo kamu man to man defense lawan Jerry, kira-kira kamu bisa menang?” tanya coach Timmy.
Dengan polos dan yakin Rei menjawab, “Ngga coach. Saya ga pernah bisa menang lawan Jerry..” Coach Timmy menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Udahlah coach, ga usah takut sama Tunas Bangsa. Lawan mereka sekarang kan juara tahun lalu. Ga mungkin mereka menang. Pasti mereka dibikin ga berkutik sama Bina Mulia. Gimana kalo kita liat aja pertandingan mereka sekarang? Mereka main habis kita kan?”
“Usul bagus Rob. Kalian semua tonton pertandingan itu. Jangan lupa perhatikan strategi mereka. Bikin catatan-catatan penting” Perintah coach Timmy.
“Siap coach” jawab kami serempak.
*
Ternyata tim Jerry di Tunas Bangsa memang hebat. Bukan hanya Jerry saja, tetapi kekuatan seluruh tim terlihat berimbang. Hanya saja memang Jerry terlihat paling cemerlang. Akurasi, kecepatan juga defense-nya tanpa cela. Dan seperti yang Rei bilang tadi, kemampuan trik-triknya luar biasa. Kapten juara tahun lalu dipecundangi Jerry beberapa kali. Aku sendiri sulit melihat kelemahan Jerry. Permainannya flawless, tiada celah. Jika pun ada, kelemahan Jerry itu mungkin saja dibagian itu.. ya pasti begitu..
“Fi, Jerry hebat ya..” aku mengangguk. “Sejak dulu dia emang paling bersinar di lapangan. Semua yang lihat dia main pasti merasa terpacu untuk bisa ikut dalam irama permainannya. Tapi satu kekurangan Jerry yang dari dulu belum berubah” Apa? Mungkinkah sama dengan yang kupikirkan?
“Seluruh titik pusat serangan selalu terpusat kepada Jerry. Setiap aliran bola, pasti dikembalikan ke Jerry. Jadi kalo kita mau menang, kita harus bisa menghentikan pergerakan Jerry” Ternyata Rei sehati denganku. Tapi aku menemukan celah satu lagi. Memang masih belum pasti, jadi lebih baik kusimpan sendiri. Persentase akurasi ketepatan analisaku masih di bawah 50%. Aku harus menguji terebih dahulu analisa mentahku.
“Ada usul?” tanyaku.
Rei mengangguk. “Kita double team buat halangin Jerry. Walau dengan itu kita jadi kayak gambling. Karena posisi defense kita berkurang satu orang. Tapi kita punya kak Robby. Aku yakin kita bisa kalo berdua Fi..” Ternyata Rei kalau sudah serius bisa membuat analisa dingin yang luar biasa. Berbeda sekali dengan kesehariannya yang seperti anak kecil dan mudah sekali tersipu.
“Aku juga punya usul untuk pola defense kita di final nanti..”
Rei melirikku. Penasaran dengan kata-kataku. Ekspresinya bertanya-tanya begitu. Sebentar lagi pasti dia manyun jika aku tidak meneruskan kata-kataku. “Apaan Fi?” tanya Rei penasaran.
Aku hanya diam. Dan benar saja. Rei sudah manyun lalu fokus lagi ke pertandingan. Pertandingan ini sudah pasti milik Tunas Bangsa. Bina Mulia kurang menggigit untuk tahun ini. Mungkin karena formasi pemain mereka sudah banyak berubah. Tapi satu yang pasti, Jerry memiliki andil luar biasa besar dalam pertandingan kali ini. Skill-nya yang hebat mampu mengantarkan energi positif untuk timnya. Sehingga performa mereka sangat terasa. Jadi kami akan melawan Jerry di final nanti.
Jerry.. satu lagi orang dari masa laluku yang juga mengenal Tom. Karena kami sama-sama kursus ditempat Sakurai-sensei. Dulu Tom sering sekali bertengkar dengan Jerry. Karena Jerry sangat hobi mengganggu Tom. Jerry gemas dengan Tom.
Melihat mereka berdua bertengkar kala itu sangat lucu sekali. Ingin sekali waktu kuputar kembali ke masa-masa ketika Tom sering diganggu Jerry. Hhh.. Jerry sudah muncul, akankah Tom menyusul?
**
Sepulang bertanding, aku mendatangi kak Ali. Aku memintanya untuk berlatih bersamaku dan memintanya untuk menilai permainanku. Kak Ali sangat hebat dalam basket. Dia memiliki insting yang hebat. Aku sengaja memintanya untuk berlatih denganku karena ada sesuatu yang ingin kulatih untuk meghadapi Jerry di final nanti.
Aku senang bisa bermain seperti ini dengan kak Ali. Aku tahu dia sangat sayang padaku. Aku melihatnya selalu mengkhawatirkanku. Sewaktu dulu aku sering mimpi buruk, dia yang pertama berada disisiku. Aku juga tahu dia yang memberitahu Umi dan Abi ketika Rei datang dulu. Semua tindakan kak Ali aku sudah tahu. Bahkan kak Glenn yang menonton pertandingan kami waktu aku menantang tim basket aku juga tahu.
Hanya saja aku pura-pura tidak tahu. Aku tahu kak Ali juga Umi dan Abi mengkhawatirkanku. Jadi aku biarkan saja semua itu. Lagipula aku senanng mengetahui bahwa keluargaku sangat sayang padaku.
“Fi.. Speed kamu kurang. Tapi akurasi kamu masih tajam kayak dulu. Dari mana kamu belajar trik –trik tadi? Itu bukan gaya permainan kamu kan?”
“Tadi nonton tim basket lawan”
“Trus kamu hapal en copy di permainan barusan?” aku mengangguk. “Dengan sekali liat?” Lagi. Aku mengangguk. “Adik kakak emang hebat” Great sekarang aku jadi pengganti Rei. Pipiku kena cubit.
“Kakak lebih hebat. Bisa steal bola dari trik sulit tadi”
Memang tidak salah niatku berlatih dengan kak Ali. Karena gerakan trik-trik Jerry yang kulihat pada pertandingan tadi sudah kurekam di dalam kepala dan mengimplementasikan ingatanku pada permainan dengan kak Ali. Setiap gerakan Jerry yang kuhapal, berikut posisi badan juga timingnya kujajal dengan kak Ali. Ternyata kak Ali sanggup steal dengan baik. Ini bisa jadi pelajaran berharga buatku untuk pertandingan final nanti.
“Yuk kak latihan lagi..” Kak Ali hanya tersenyum dan mengacak rambutku. Lalu merebut bola yang kupegang. Dan pertandingan kami berdua pun dimulai lagi.
*
Belakangan ini aku perhatikan Rei menyembunyikan sesuatu dariku lagi. Aku tahu itu ada hubungannya dengan surat-surat yang masih sering mampir ke loker miliknya. Aku melihatnya sekilas. Tapi itu cukup untukku membuat kesimpulan.
Aku juga perhatikan kelompok kak Jessica sering sekali ada ditempat yang sama dengan Rei. Mungkinkah mereka yang mengancam Rei? Aku tidak bisa biarkan ini. Walau aku tidak percaya jika kak Jessica si puteri angsa melakukan tindakan ini. dulu dia manis sekali. Tapi bukankah waktu dapat merubah seseorang? Seperti om Gun dulu.. Aku harus berbicara pada si puteri angsa nanti. Aku tidak ingin mereka berselisih paham.
Jreng Jreenngg
“Kamu manggil aku Fi?” aku mengangguk.
“Kakak tahu lagu tadi?” si puteri angsa mengangguk.
“Aku inget saat kakak jadi puteri angsa. Cantik dan menawan”
“Kamu inget?”
Aku mengangguk “Kak, tolong jangan gangguin Rei lagi..”
“Tapi aku ngga..”
“Aku tahu..”
“Tapi bukan aku..”
“Aku tahu.. S’il vous plait juste etre votre auto.. Je crois que vous etes un cygne de princesse et non la sorciere malefique (Jadilah dirimu sendiri. Aku yakin kamu itu puteri angsa dan bukan penyihir jahat) ..” dengan kata-kata itu aku berlalu dan meninggalkan si puteri angsa yang termenung di ruang musik.
Aku harap kata-kataku cukup untuk menyadarkan Jessica. Bagaimana pun dia wanita, aku tidak ingin frontal menghadapinya. Lagipula Jessica wanita pintar, dia akan mengerti maksud kata-kataku. Dan kurasa kebaikannya dulu sebagai puteri angsa masih ada, hanya terkubur sementara. Satu masalah (kuharap) selesai. Tinggal memikirkan strategi untuk menghadapi babak final.
Aku masih penasaran apa yang Rei dan Jerry bicarakan kemarin? Memang tidak kuperlihatkan rasa penasaranku seperti Robby, tetapi aku terus saja memikirkan itu. Adakah hal penting hingga ingin berbicara berdua saja? Kenapa juga aku resah? Bukankah itu urusan mereka? Tapi aku tidak suka rahasia. Cukup Tom saja yang dulu sering menyimpan rahasia dariku. Jangan sampai Rei juga.
**
Jika dipikir-pikir, kemunculan Rei yang mirip dengan Tom, lalu Jerry yang sekarang hadir, seperti mengisyaratkan Tom ada dekat denganku. Tapi dimana dia?
Jerry.. masih kuingat wajah manyun Tom ketika melihat Jerry. Juga canda tawa mereka yang bertengkar karena hal kecil setiap bertemu dulu. Jahilnya Jerry dan balasan Tom yang tak kalah jahil darinya. Tom.. Kamu dimana?
Jerry sudah disini. Tom, Dulu kau bilang ingin berduet dengannya memainkan Moonlight Sonata bersamanya. Sudah lupakah kau akan kata-katamu? Kau bilang kau kagum dengan gesekan biola Jerry yang mengalun syahdu. Masih inginkah kau belajar biola dengannya?
Sudah. Semua percuma. Aku harus fokus pada pertandingan final nanti. Semoga strrategi yang kupikirkan bisa diterima pelatih. Aku yakin coach Timmy pun sedang meneliti video-video tim Tunas Bangsa sekarang. Semangat.
**
AKU BUKAN ANAK NAKAL
Ayah bilang aku anak nakal. Aku anak pembawa sial. Ibu bilang ayah jangan kasar, ibu digampar. Ibu bilang aku anak baik, ibu dicekik. Pasti aku benar nakal, benar aku pembawa sial.
Tapi aku tidak nakal. Aku bukan pembawa sial. Aku rajin membantu ibu dirumah. Selalu menurut semua perintah ayah. Entah apa yang salah, ayah selalu marah-marah. Setiap ayah pulang kerja, ayah selalu marah. Kepada ibu, juga kepadaku. Terutama kepadaku. Sepertinya melihat wajahku membuat amarah ayah terbakar selalu. Apa yang salah denganku?
Aku selalu berusaha membuat ayah bangga, membuat ibu bahagia. Tapi semua usahaku percuma. Ayah masih saja marah. Hanya ibu tempatku berkeluh kesah. Semua nilaiku disekolah tiada guna. Semua peringkat dan piagam yang kudapat bukanlah apa-apa dimata ayah. Apa yang salah?
Ayah berubah sejak menikah lagi dengan istri kedua. Padahal ibu telah rela dimadu oleh ayah. Namun istri muda ayah tetap saja tidak puas. Ibu bilang istri muda ayah ingin agar ayah menceraikan ibuku. Tapi Yangkung (eyang kakung) melarang selalu. Karena yangkung (orang tua ayah) sayang aku dan aku sayang ibu. Aku bilang pada yangkung aku akan selalu ikut ibu. Karena itu ayah tidak pernah berhasil menceraikan ibu. Paling tidak selama yangkung masih hidup, karena yangkung sayang aku.
Aku bukan anak nakal. Aku bukan anak pembawa sial. Hanya saja kehadiranku selalu membuat ayah kesal. Aku selalu dihajar ayah hanya karena ulah wanita sundal. Aku sayang ayah, aku paling sayang ibu, tapi aku benci wanita sundal. Karena wanita sundal itu, ayah selalu memukuliku. Karena wanita sundal itu, ibuku dimadu. Wanita sundal adalah neraka untukku. Seumur hidup aku kan benci selalu.
**
Harus berapa kali kubilang? Aku bukan anak nakal. Aku bukan anak pembawa sial. Hanya saja, aku benci wanita sundal. Sejak kecil kepandaianku sudah terlihat. Nilai-nilai bagus selalu kudapat. Pun piagam penghargaan berhasil kusikat. Ini buktiku pada ayah aku anak hebat. Aku anak yang bisa mengharumkan ayah punya martabat. Tapi semua tiada manfaat. Mata dan pikiran ayah telah dibuat sesat. Karena ulah wanita sundal yang jahat.
PLAAKK PLOOKK PLAAKK
“Ampun yah.. ampun..”
“Dasar anak nakal. Anak pembawa sial. Kamu mau pamer nilai biar eyang makin sayang?! Gara-gara ada kamu, ibumu yang ga guna itu masih disini. Dasar anak sial..”
“Am..pun yah.. ampun..”
BRAAKK
Pintu menjeblak ibu berteriak
“CUKUP MAS.. CUKUP.. Mas udah gila? Itu anak kita. Anak kamu, darah daging kamu. Tega kamu mas? Cuma gara-gara wanita itu kamu rela mukulin anak kamu sendiri?”
“DIAM KAMU! Kamu perempuan sial. Perempuan penyakitan. Kenapa ga mati aja sekalian!”
“Aku pasti mati mas. Tapi aku ga rela mati sekarang, karena kamu udah curang. Anak sendiri kamu ganyang. Kamu aniaya dan tidak lagi sayang. Kalo aku mati sekarang, aku bisa gentayangan.. Uhuukk uhuukk..”
“Hah! Bagus.. terus batuk.. terus keluarin itu batuk darah.. biar mampus karena penyakit parah”
Ayah berlalu. Ibu menangis tersedu. Batuk ibu makin parah setiap waktu. Hal seperti ini sudah sering terjadi. Paling tidak seminggu sekali ayah datang marah-marah pada ibu juga aku. Karena yangkung lebih suka mengirim uang bulanan kepada ibu. Yangkung bilang untuk sekolahku. Mungkin alasan itu pula yang membuat ayah murka pada ibu dan kejam padaku.
*
Ketika aku kelas 5, neraka yang sebenarnya datang padaku. Yangkung meninggal karena serangan jantung. Hilang sudah sosok yangkung sang pelindung. Ayah sedih, biar bagaimana pun yangkung orang tuanya. Satu-satunya yang masih ada. Tapi sedih ayah hanya sesaat, setelah itu kembali sesat. Ibu langsung diceraikannya. Rumah tempat biasa kubernaung, ditempati ayah dan wanita sundal itu.
Ibuku yang sakit tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa pasrah menerima takdir yang menyapa. kami yang terlunta-lunta hanya bisa berdoa semoga esok lebih cerah. Dengan terus terbatuk ibu membawaku serta. Sanak famili ibu sudah tidak ada. Ibu sudah yatim piatu sejak remaja. Diasuh oleh bibinya yang meninggal tak lama setelah ibu menikah.
Ibu yang terlunta membawaku serta dalam pilu didada. Uang yang sering dikirimkan yangkung selalu ditabung oleh ibu. Karena keperluan pendidikan sudah terbantu oleh prestasiku. Semua biaya sekolah tak perlu dipenuhi ibu. Karena itu masih terdapat sisa tabungan ibu. Dengan itu ibu mencari kontrakan dekat sekolahku.
Dengan tabungan yang seadanya. Dan tempat tinggal yang sangat jauh berbeda. Aku membiasakan diri sebaik yang kubisa. Dulu ibu mensyukuri nasib baiknya dipertemukan ayah yang berasal dari keluarga berada. Tapi sekarang takdir yang menerpa membuat ibu tak kuasa mengurut dada.
Akan kubuktikan aku bukan anak nakal. Aku bukan anak pembawa sial. Dengan tubuh yang ringkih karena penyakit radang paru yang semakin parah, ibu mencoba peruntungan usaha. Dengan modal seadanya, ibu membuka warung pecel kecil didepan rumah. Aku selalu sigap membantu ibu, selalu siap disuruh ini itu. Tak lupa belajar agar nilaiku terjaga selalu.
Hidup berdua dengan ibu ternyata lebih indah. Walau kami susah tapi senyum hasil jerih payah lebih menentramkan dada. Paling tidak, kami tidak meminta-minta. Walau semua perlakuan ayah masih selalu terbayang dikepala. Aku masih ingat tamparan itu, cambukan gesper itu. Aku takkan lupa ekspresi puas diwajah wanita sundal itu ketika dia mengusir aku dan ibu. Aku benci ayah. Paling benci lagi wanita sundal istri muda ayah. Sudahlah, toh aku dan ibu kini lebih bahagia.
Aku lulus SD dengan gemilang. Prestasiku tiada tandingan. Nilaiku yang mentereng membuatku mendapat beasiswa prestasi di sekolah ternama. Di SMP itulah aku bertemu dia. Sahabatku, sahabat yang sangat baik padaku. Jonathan Hartawan namanya. Aku biasa memanggilnya Joe saja.
*
ANAK ITU BERNAMA JOE
Joe itu ternyata orang kaya. Well, aku tahu banyak anak di SMP ini berasal dari kalangan berada. Tapi Joe itu luar biasa kaya. Konglomerat istilahnya. Aku sedikit minder berteman dengannya. Aku pikir orang kaya itu sombong, tapi Joe diluar perkiraan banyak orang. Joe pendiam tapi pintar.
Aku baru berteman dengan Joe ketika kelas 2 SMP. Aku masih ingat awal jumpa yang akhirnya mendekatkan kami berdua. Kami duduk sebangku kala itu. Awalnya kupikir dia tak suka sebangku denganku, karena dia jarang sekali menyapaku. Namun aku keliru, Joe ternyata pemalu. Dia bilang dia minder berteman denganku yang sudah terkenal dengan segala prestasiku di kelas 1. Aku tertawa mendengar itu. Aku pikir harusnya aku yang minder duduk satu bangku dengan anak konglomerat seperti dia.
Sejak sebangku itu, kami mulai akrab. Joe tetap setia dengan sifat tidak banyak bicaranya. Tapi aku tahu dia teman yang baik. Kami selalu menghabiakan waktu bersama. Aku pernah mengajaknya ke rumahku. Dia satu-satunya temanku yang kupercaya untuk aku ajak ke rumah dan bertemu ibu.
Joe yang hangat dan tidak memandang status membuat ibu menyukainya. Anehnya di depan ibu Joe bisa berbicara lepas. Seolah Joe telah mengenal ibuku sejak lama. Ibuku pun menyukai Joe. Ibu bilang Joe sopan dan baik juga hangat. Ibu senang aku bisa berteman dengan Joe.
Sampai SMA kami masih berteman dan satu sekolah. Prestasiku sangat membantu. Jika tidak aku tidak akan bisa masuk SMA yang sama dengan Joe. Karena biaya yang mahal tentu. Untunglah (lagi-lagi) aku mendapat beasiswa. Piagam penghargaan tak terhitung banyaknya dirumah. Ibu bangga dan aku bahagia bisa membuatnya merasa bangga. Tapi ibu semakin ringkih. Penyakitnya kian parah. Sampai akhirnya ibu harus dilarikan ke rumah sakit dan dirawat disana.
Aku bingung harus kemana. Dulu, orang miskin seperti kami dilarang sakit. Masuk rumah sakit tanpa duit hanya akan mendapat cibiran bukan perawatan. Aku yang tidak ingin ibu kenapa-kenapa, akhirnya berkunjung ke rumah ayah. Bagaimanapun aku anaknya dan ibuku pernah menjadi istrinya. Aku berniat meminta sejumlah uang pada ayah untuk biaya perawatan ibu. Tapi yang kudapat hanya perasaan sesal. Merutuki kebodohanku yang tidak pikir panjang.
Ketika sampai dirumah ayah, Wanita sundal itu menyambutku dengan cibiran dan hinaan. Wanita sundal itu bilang pasti aku kesana untuk mengemis uang dari ayah. Aku bertahan dari segala hinaannya. Akhirnya ayah keluar rumah untuk menemuiku. Iya, di luar rumah ayah menemuiku. Aku bahkan tidak disuruh masuk olehnya. Sampai seperti itukah dia tidak menganggapku juga ibuku? Bukankah aku anaknya? Sehebat itukah pengaruh wanita sundal terhadap ayah sampai dia tega?
Bukan uang yang kudapat tapi caci maki dari ayah dan sumpah serapah untuk ibuku. ‘Cepat mampus’, ‘biar mati’ itulah yang diberikan ayah untuk aku juga ibuku. Wanita sundal itu tertawa bahagia di atas penderitaanku. Aku mengutuknya dan ayah karena itu. Apa salah ibuku? Bukankah mereka yang berselingkuh? Tak tahu malu. Ibuku telah rela dimadu. Semoga mereka mendapat balasan yang setimpal atas perbuatan mereka.
Beberapa hari ini aku pusing memikirkan uang untuk biaya perawatan ibu. Sudah 3 hari ibu dirawat. Aku sudah bekerja sebagai loper koran di pagi hari. Aku dibayar mingguan untuk ini. Uangnya tidak cukup untuk biaya perawatan ibu. Uang les privatku untuk anak SD yang kutabung selama ini juga tidak membantu. Sampai akhirnya Joe datang melihat kesulitanku dan membantuku.
Joe selalu tahu jika aku ada masalah. Dia tahu jika aku sedang sedih, pun dia tahu ketika hatiku sedang resah. Seperti sekarang dia tahu aku sedang kesulitan. Akhirnya aku bercerita padanya dan dia menawarkan bantuannya. Aku sangat berterima kasih untuk itu. Aku berjani akan mengganti kebaikannya.
Sayang seribu sayang. Uang kudapat tapi nyawa ibu segera lewat. Ibu menghembuskan nafas terakhirnya dipelukanku. Kata dokter penyakit ibu sudah terlanjur parah dan paru-paru ibu sudah tidak berfungsi dengan baik. Aku linglung. Aku limbung.
Ibu adalah hartaku. Ibu adalah segalanya bagiku. Tanpanya aku merasa hampa. Tanpanya aku tak punya siapa—siapa. Ayah sudah tidak menganggap kami. Bahkan dia tidak datang ketika ibuku dikubur. Aku sendirian sekarang. Bagaimana aku sanggup menjalani hari-hariku selanjutnya? Aku berusaha tegar. Sampai-sampai aku lupa untuk menangis.
*
Sudah seminggu aku tidak sekolah. Bahkan untuk acara tahlilan ibu tidak kuselenggarakan. Pelayat hanya datang dihari pertama saja. Lagipula akan kusuguhi apa mereka? Untuk bertahan di kontrakan ini saja aku harus memeras otak. Akhirnya kutuskan untuk bekerja. Tidak kuhiraukan lagi sekolah. Kenyataan pahit hidup harus kujalani.
Ketika aku pulang sore dihari pertamaku bekerja, Joe telah menungguku didepan rumah dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya. Aku tersenyum melihat kehadirannya. Ketika aku ingin menyambutnya, Joe menghampiriku. Lalu dia pun memukulku keras sekali hingga aku terjatuh karena kaget. Apa-apaan dia.
‘Kamu anggap apa aku sampai ibu meninggal aku ga dikasih tahu?!’ bentak Joe padaku.
Ah, aku lupa memberitahunya. Padahal Joe dekat sekali dengan ibuku. Joe juga memanggil ibuku dengan sebutan ibu. Joe sudah menganggap ibuku seperti ibunya sendiri. Lalu yang membuatku kaget, Joe merangkul dan memelukku setelah itu.
‘Maaf aku ga ada waktu kamu butuh. Maaf juga aku ga bisa nemenin saat kamu sedih. Tapi aku udah disini. Kamu bisa luapin sedih kamu sekarang’ bisik Joe
Air mata yang tidak sempat keluar ketika ibu meninggal kini terpanggil datang. Air mataku deras bercucuran. Sedihku muncul kala Joe memelukku. Akhirnya ada seseorang yang bisa berbagi kesedihan denganku. Itu kali pertama aku menangis di depan orang lain selain ayah dan ibu.
Joe sudah seperti sahabat sekaligus saudara untukku. Bersamanya aku bahagia. Dengannya aku bisa kembali ceria. Joe memaksaku untuk bersekolah dan mencarikan pekerjaan di restoran milik kenalannya yang tidak mengganggu waktu sekolah. Joe sangat baik padaku. Kebaikannya akan kukenang selalu dan kubalas di lain waktu.
**
DEWI DI BUMI (BIDADARI PUJAAN HATI)
“Lepasin. Gue bilang lepasin. Kita udah putus. Face it like a real man! Don’t be such an asshole”
“Tapi gue ga mau kita putus. Please beib..”
“Kalo gue bilang putus ya putus. Ga ada kata balikan dalam kamus gue. Titik. Bye..”
“Maaf mba, mas.. Kalo ada masalah lebih baik selesaikan di luar. Kenyamanan para pengunjung terganggu oleh mas dan mba-nya..” kataku memotong pertengkaran itu. Memang bukan kali pertama terjadi keributan sepasang kekasih seperti ini. Aku bekerja di restoran ini atas jasa Joe. Gajinya lumayan dan jam kerjanya menyesuaikan dengan jadwal sekolahku.
“Heh.. Lo orang miskin ga usah ikut campur urusan gue sama pacar gue. Lo lebih baik nyingkir dari sini”
“Ralat. Kita mantan. GUE BARU AJA PUTUSIN LO!” teriak cewek itu keras. Seakan ingin mempermalukan cowok yang menghardikku tadi.
“Tapi gue mau kita putus beib. Kamu mau apa pasti aku beliin deh. Tapi kita jangan putus ya..”
“Sekali putus tetap putus. Hidup putus!” Astaga. Cewek ini menganggap hal ini seperti candaan saja.
Plaakk
Cowok tadi menampar sang cewek keras. “Lo masih tanya kenapa kita putus? Liat nih tamparan lo dipipi gue” Aku berusaha melerai. Kuambil tangan cowok yang sudah mulai melayang lagi.
“Heh orang miskin. Lo lepasin tangan gue. Ga sudi gue dipegang orang miskin macem pelayan kayak lo. Cuih..” Pantas saja si cewek minta putus. Tata kramanya ‘bagus sekali’ ini cowok. Tanganku dihentak dan tubuhku didorong keras. Aku jatuh terjerembab ke belakang.
“Lo liat aja. Gue bakal bikin perhitungan sama lo. Gue bikin lo nyesel udah putusin gue” Cowok itu pun berlalu setelah ancaman abal-abalnya itu.
“Ga apa-apa kan mas? Ada yang luka?” aku menggeleng. “Maafin ya teman saya yang tadi. Dia kalo obatnya habis emang gitu” sambil mengedip padaku dia katakan semua itu. Cewek ini luar biasa. Seolah kejadian tadi hanya humor belaka. Aku ikut tertawa dengan leluconnya.
‘Oiya. Manajernya mana mas? Aku mau ketemu dong. Mau ganti kerusakan piring sama gelas yang pecah tadi..”
“Ga usah mba. Salah saya yang ga hati-hati waktu didorong tadi. Jadi nabrak meja deh..”
“Hahaha..” Tawa cewek itu renyah. Tawanya mengalihkan duniaku. Tawa yang bebas lepas tiada beban. Dalam tawa itu hatiku langsung tertawan.
“Si Mas-nya lucu. Emang kita bisa milih ya mau jatuh dimana kalo dijorokin orang? Hahaa..” aku nyengir kuda. Iya juga ya. Habis kan bukan salah si cewek juga.
“Tapi beneran mba ga usah diganti..”
“Trus potong dari gaji kamu gitu Gun?!” O’ow.. suara si manajer ketus tuh.
“Oh bapak manajernya? Berapa biaya semua kerusakannya? Saya cuma bawa segini. Kalo kurang silakan telpon saya disini” Manajerku mengangguk diberi kartu nama. Matanya melebar.
“Aduh. Maaf ya mba Sonya. Saya pikir tadi siapa yang bikin ribut. Ini uangnya mba. Ga usah diganti” Eett tumben si manajer ketus baik-baik gitu sama orang lain.
“Udah Ga apa-apa. Ambil aja uang saya” Lalu cewek yang dipanggil Sonya ini berpaling padaku. “Maafin temen saya ya mas. Gaji si mas kan udah aman, kapan-kapan traktir saya ya.. hahaa..” Kata terakhir diucapkan setengah berbisik padaku lalu cewek bernama Sonya itu berlalu. Dia berlalu membawa hatiku yang sepertinya telah berlabuh. Sifat dan tawanya menawan hatiku.
Itu kali pertama aku berjumpa dengan Sonya. Sepertinya dia lupa. Tapi aku takkan pernah lupa tawanya. Yang tidak kusangka ternyata dia adalah kakak dari Joe sahabatku. Aku baru sadar setelah bertemu dengannya di kampus tempatku kuliah setelah lulus SMA.
Singkat cerita Joe berhasil mencomblangi aku dengan kakaknya. Aku bahagia. Semakin aku mengenal Sonya semakin aku kagum dan jatuh cinta padanya. Dia wanita yang mandiri, kuat dan punya kepribadian dan pemikiran tersendiri. Bebas dan memiliki pesona alami. Kecantikannya luar biasa, sifatnya tiada dua. Dialah Sonya pujaan hatiku.
Aku menikah dengan Sonya tak lama setelah aku bekerja pada perusahaan milik Papanya Joe. Untungnya pernikahanku direstui oleh ayah Sonya dan Joe. Walau dengan sedikit syarat yang menurutku tidak seberapa.
Oiya, aku lupa bercerita tentang ayahku. Beliau jatuh sakit tak lama setelah ibu meninggal. Orang bilang ayah terkena infeksi otak. Wanita sundal itu, meninggalkan ayah ketika ayah terbaring lemah meregang nyawa. Karena uang ayah sudah habis untuk biaya berobatnya. Aku hanya mendengar beritanya saja. Sewaktu ayah sakit pun aku tidak dikabari. Aku baru tahu setelah tak sengaja bertemu pak RT tetangga ayah.
Nasib manusia memang penuh misteri. Dan karma menjejak nyata di bumi. Apa yang kau tanam itu yang kau petik nantinya. Aku sendiri cukup bahagia dengan keadaanku sekarang. Pekerjaan mapan. Istri cantik dan anak yang menggemaskan. Apalagi yang kurang?
**
THE ACCIDENT (AND WHAT’S HAPPENING AFTER..)
Hubunganku dengan Joe tetap dekat dan akan selalu begitu. Jika istriku adalah Dewiku, seluruh duniaku. Maka Joe adalah belahan jiwaku. Dengan Joe kutemukan rasa aman. Bersamanya aku tahu ada orang yang sayang. Dia sahabat, sekaligus saudara untukku.
Lalu kabar itu datang. Kala malam menjelang. Bagai mimpi buruk yang terus menyerang. Aku tak percaya Istriku menjadi salah satu penumpang dalam pesawat yang kecelakaan yang banyak diberitakan. Untuk apa istriku ke Jogja? Aku sulit untuk menerima ini.
Setelah istri meninggal aku malah jadi anak nakal. Jadi lelaki paling bengal. Aku memang sungguh sial. Aku tenggelam dalam duka yang tak berkesudahan. Istriku adalah dewiku, seluruh duniaku. Tanpa dirinya duniaku runtuh. Tanpa dirinya aku rapuh.
Aku tahu dia tidak mencintaiku sebesar aku mencintai dirinya. Tapi aku merasa cinta yang kupunya cukup untuk kami berdua. Walau pandangan matanya padaku tidak pernah kurasakan percikan romansa. Tapi aku sudah dan selalu berusaha memancing rasa cintanya. Semua di dirinya aku suka. apa adanya dirinya aku cinta.
Aku hapal seluruh kesukaannya. Aku hapal segala hal yang dibenci olehnya. Aku tahu berapa banyak gula dalam tehnya. Aku tahu dia lebih suka teh madu di hari rabu. Aku juga tahu dia suka teh susu di hari minggu.
Istriku segalanya bagiku. Istriku seluruh duniaku. Tanpa dirinya duniaku runtuh. Tanpa dia disisi aku rapuh. Istriku pergi tanpa permisi. Tanpa firasat mendatangi diri. Aku masih melihat senyumnya dipagi hari sebelum aku beranjak pergi. Lalu berita buruk itu datang dimalam hari. Aku tak percaya ini. Tak percaya istriku telah pergi. Meninggalkan diri yang baru saja merasa dicintai.
Aku tahu aku telah berhasil membuatnya mencintaiku. Aku tahu aku berhasil memancing percik romansa dimatanya yang teduh. Tapi semua percuma. Semua tak ada guna. Seperti semua prestasiku dulu yang tak berharga dimata ayah. Karena istriku, dewi cintaku telah pergi meninggalkan aku.
Tuhan, ini tidak adil untukku. Aku selalu bersimpuh. Aku selalu berdoa padaMu. Siang malam tak jemu-jemu. Aku juga bukan anak nakal. Aku yakin aku bukan anak pembawa sial. Tapi kenapa Engkau ambil istriku Tuhan?
Duka nestapa ini, siapa yang sanggup mengobati? Kekosongan yang jelas dan menganga ini, siapa yang sanggup tuk mengisi? Kemarahan dihati ini, siapa yang bisa menghalangi? Aku marah padaMu Tuhan. Aku tak bisa terima jalan takdirMu. Istriku wanita baik. Wanita sempurna lagi cantik. Anak kami.. Iya anak kami.. Siapa yang akan menemani sedih hatinya nanti? Aku pun sudah terpuruk begini..
Aku masih tak percaya dia telah pergi. Biasanya aku selalu menemaninya membuatkan kopi untukku. Dan aku membuatkan teh untuknya. Aku selalu membantunya memasak sarapan pagi untuk kami. Aku ingat bagaimana ekspresinya yang melihatku membantu tugasnya di dapur. Aku ingat setiap kata-kata yang dikeluarkannya untuk memprotes tindakanku.
Biasanya dia akan berkata ‘Frans.. ini tugasku. Aku seorang istri’ dengan ekspresi galaknya.
Lalu aku akan menjawab ‘Tapi ini bukti cintaku karena aku seorang suami’ dengan pandangan memohon dan senyum tulus penuh cinta penuh puja.
Biasanya Sonya, si dewi cintaku selalu menyerah jika sudah begitu. Akhirnya larangan itu tak berlaku lagi untukku. Karena kami partner dalam berumah tangga. Dan aku selalu ingin membuat istriku bahagia. Aku beruntung mendapatkannya. Juga beruntung memiliki anak darinya.
Anak lelaki kami mirip sekali dengannya. Kulit putihnya, bibir mungil merahnya, lentik bulu matanya juga paras wajahnya. Merupakan cetakan sempurna dari Sonya sang dewi cintaku. Hanya senyumnya yang selalu terkembang yang mirip denganku. Sonya memang luar biasa cantik namun dia jarang tersenyum apalagi tertawa. Karena itu aku bahagia jika segala usahaku menerbitkan senyum dibibir indahnya. Juga memancing tawa renyah darinya. Rasanya dunia indah jika Sonya tersenyum dan tertawa padaku. Tapi itu dulu. Ketika Sonya masih disisiku. Sekarang hanya ada Tom dan aku.
Aku pasti anak nakal. Aku pasti anak pembawa sial. Bahkan Tuhan pun menegurku dengan mengambil istriku. Apa salahku? Apa dosaku? Kenapa nasib hidupku selalu ditinggal orang yang kucinta? Jadi pasti benar aku nakal. Tidak salah lagi aku pembawa sial.
*
Aku semakin terpuruk dalam duka tiada bertepi. Semakin larut dalam kesedihan yang kubuat sendiri. Tiada hari tanpa sebotol minuman menemani. Aku tahu aku masih punya Tom disisi. Tapi melihatnya membuatku makin nelangsa dalam perih.
Wajah Tom yang mirip Sonya membuat aku selalu teringat dengan istriku. Membuat duniaku semakin sendu. Tak kuasa menerima kenyataan yang menghantamku. Hingga suatu malam duka ini terganti oleh luapan amarah yang mengubahku menjadi sosok iblis dari neraka.
Ketika itu, aku pulang dalam keadaan mabuk. Masuk kamar dengan sempoyongan. Lalu ritual itu dimulai. Aku selalu marah pada cermin yang terpisah dari meja rias. Cermin yang disukai Sonya untuk melihat bayangan dirinya dikaca. Ketika aku marah pada cermin dan menggerakkannya tidak sengaja. Aku melihat ada yang beda.
Sonya selalu melarangku menyentuh barang yang disukainya termasuk cermin ini. Dan itu selalu kupatuhi. Karena dia wanita yang sangat kucintai. Sebab itulah aku tidak pernah berani menyentuh cermin yang terpisah ini.
Ketika kugerakkan, lemari pakaianku bergeser. Aku melihat ada celah. Mungkinkah ini ruang rahasia? Tapi sejak kapan? Dan mengapa aku tidak tahu? Perasaanku tak enak. Aku tidak langsung memasuki, malah bergegas ke kamar mandi. Aku cuci muka untuk menyadarkan diri. Mungkin aku berhalusinasi. Ini pasti efek alkohol yang kutenggak sejak pagi.
Setelah sedikit segar ternyata semua itu benar adanya. Lemari itu bergeser dan menampilkan celah terbuka. Aku penasaran dan segera menggeser lebih lebar. Benar itu ruang rahasia. Tapi kenapa kecil? Ternyata ada pintu rahasia lagi dilantai ruang rahasia ini. Astaga. Kenapa rumah ini memiliki banyak rahasia? Dan kenapa aku tidak pernah tahu sebelumnya? Apakah Sonya tahu ruangan ini? karena itukah dia melarangku menyentuh cerminnya itu?
Aku tidak suka ini. Tidak suka kenyataan ini. Rahasia bukanlah suatu yang kusukai. Ada rahasia apa diruang ini. Kenapa banyak sekali rahasia disini. Seolah setiap sudut ruang ini dilapisi banyak sekali rahasia menemani.
Ruang rahasia itu kecil. Tidak ada apa-apa disini. Lalu aku keliling ruangan itu dan menemuukan lantai disudut yang tertutup karpet kecil berbunyi aneh. Kuperiksa ternyata itu pintu rahasia. Lagi-lagi rahasia. Berapa lapis rahasia lagi di ruangan ini?
Ketika turun dan memeriksa ruangan bawah tanah itu, aku menemui fakta yang mencengangkan. Istriku, dewi cintaku pujaan hatiku ternyata.. tidak mungkin. Ini salah. Tapi semakin kulihat semua yang ada disana kebencianku kian bangkit. Istriku bukan dewi, dia iblis. Dia bukan lagi pujaan hatiku tapi dia pengkhianat laknat atas cintaku yang tulus untuknya. Dia pelacur. Dia WANITA SUNDAL. Pantas saja Tuhan menjemputnya ke neraka.
Anak dari perempuan sundal juga pasti sama saja. Anak itu pasti bukan anakku. Wajahnya saja mirip perempuan iblis itu. Tidak ada mirip-miripnya denganku. Anak itu perlu diajar agar tidak sundal seperti ibunya. Dia pasti bukan anakku. Tidak mungkin anakku. Bisa anak siapa saja. dan kepergiannya ke Jogja pasti untuk menemui selingkuhannya. Dasar Sundal.
*
Sejak itu, setiap melihat Tom anakku, bukan_anak wanita sundal itu_amarahku terpicu selalu. Kilasan-kilasan wajah ibunya di video itu membutakan mata hatiku. Menumpulkan pikiranku. Aku menjadi tega untuk menyiksanya. Melampiaskan amarahku. Ditambah wajah Tom yang mirip dengan ibunya membuatku makin tidak puas untuk tidak menghukumnya selalu.
Tindakanku makin mirip ayahku yang dulu sering memukulku. Setelah ketahuan oleh teman Tom, si Alfi anak dari Fatimah temanku dulu, aku segera memecat pembantuku. Segala keperluan masakan dirumah aku pesan pada ibu penjual lauk didekat rumahku untuk diantarkan selalu. Masakannya terkenal enak. Aku masih memberi Tom makan yang layak. Hanya saja melihatnya membuat emosiku menggelegak.
Sampai akhirnya tindakanku juga disaksikan oleh Robby anak Joe, keponakanku sepupu Tom. Setelah itu Joe mendatangiku dan memarahiku. Dia menghakimiku dan meminta maaf atas kesalahan kakaknya. Aku menghardiknya yang tidak memberitahuku tentang kakaknya. Lalu dia menyerahkan surat dari Sonya untukku. Joe bilang surat itu dititipkan Sonya sebelum dia berangkat ke bandara. Surat itu dititipkan pada supir kami sedang Sonya terburu-buru naik taksi. Surat itu berisi puisi tulisan tangan Sonya sendiri dan sedikit kata-kata..
Maaf
Hanya itu yang terucap dari bibir yang terkatup rapat
Perihnya luka hati masa lalu
Tolong jangan kau bawa hingga maut menjemput ragaku
Maaf
Aku punya rahasia durjana yang mungkin kau tak suka
Tapi itu terlanjur terjadi sebelum kau kucinta
Haruskah kubersimpuh dari tempatku di awang-awang kini hai arjuna
Tolong maafkan
Benci aku hina aku caci maki diriku sumpah serapahi aku
Tapi jangan salahkan anakku
Anak kita berdua dan kau tahu itu
Tolong maafkan
Segala khilaf dimasa lalu
Segala sesal yang terlambat kau jamu
Segala dendam yang membunuhku dalam penyesalan tanpa jeda
Cinta
Aku tahu kini apa itu cinta
Cinta adalah kamu yang membuatku mengerti itu semua
Cinta adalah aku yang menyadari bahwa diri terjatuh dalam pesona nyata
Cinta adalah anak kita buah cinta kita bukan lainnya
Tolong jangan ragukan itu
Aku cinta kamu
Dan kau tahu itu
Aku cinta anakku anak kita
Dan kau tahu itu
Maaf cintaku terlambat datang untukmu
Kukatakan ini agar kau tahu
Hanya itu..
Jika bibir ini tak sempat mengucap maaf. Semoga surat ini cukup untuk mewakilinya. Aku tidak sebaik yang kau sangka. Pun tidak semulia yang kau dengungkan dalam kepala. Masa lalu hitam kelam penuh noda, penuh dosa. Telah lama ingin kuceritakan, namun aku tidak tega menghapus binar bahagia dimatamu. Juga tatapan penuh cintamu untukku.
Aku ingin selalu menjaga senyummu itu. Tak ingin membuatmu sedih yang sudah berusaha keras untuk mengenalkan cinta padaku. Frans Gunawan Kertanegara, kau membuatku jatuh hati padamu. Tindakan-tindakan kecilmu membuatku luluh. Seluruh usahamu membuatku terharu. Aku merasa tidak pantas mendapat semua itu darimu.
Satu yang perlu kau tahu, Tom memang anak kita. darah daging kita. anakmu juga aku. Tolong jangan lupakan itu, jangan kau sangkal itu. Ketika kau menikahiku, aku memang sudah tidak suci sudah tidak perawan lagi. Tapi aku berani bersumpah demi Tuhan bahwa setelah menikah aku selalu setia kepadamu. Terserah kau mau percaya atau tidak, hanya satu yang kupinta. Tolong jaga Tom, anak kita untukku. Karena ketika kau membaca surat ini, besar kemungkinan aku tidak lagi berada disisimu.
Istrimu yang telah kau buat jatuh cinta
Sonya Indira Kertanegara
Sonya memakai namaku.. Dia menuliskan nama belakangku pada namanya. Selama ini Sonya selalu ingin berdiri di atas kakiya sendiri. Bahkan surat nikah kami tidak mencantumkan nama keluarganya. Hanya Sonya Indira saja. Pun dalam kehidupan sehari-hari. Tapi di surat itu dia cantumkan namaku. Seolah dia mengakui aku pantas untuknya. Itukah bentuk cintanya padaku?
Lalu Joe cerita masa lalu Sonya. Tuhan hinanya pikiran sempitku.. Mengapa aku tega berprasangka buruk padanya? Pada istri yang kucinta dan menyakiti anaknya, anakku. Anak kami berdua. Oh Tom.. Maafkan ayah. Ayah memang nakal, ayah pasti pembawa sial. Ayah akan menebus penderitaanmu sekarang.
“Joe.. Makasih untuk semua. Dan maaf.. Titip Tom..” Lalu aku masuk kamar dan mengunci pintu kamar mandi. Kunyalakan shower dan kubasuh tubuhku yang penuh dosa. Berharap dosaku luntur dengan ini semua. Jika itu tidak cukup, akan kutebus dengan nyawa..
PRAANNGG
Kaca dari cermin kamar mandi ini berbisik ramah padaku. ‘Pecahkan aku dan tebus dosamu’ katanya. Tanpa pikir panjang kulayangkan tinjuku. Tidak kurasakan sakit pada tanganku. kuambil pecahan kaca itu.
“FRANS.. BUKA!! FRANS.. JANGAN GILA!!” teriakan Joe tak kuhiraukan.
Aku memang lelaki nakal. Lelaki pembawa sial. Ini darahku, cukupkah untuk menebus dosaku? Aku perhatikan darah yang mengucur dari pergelangan tanganku. Tidak kurasakan apa-apa. Aku merasa damai. Sonya, maafkan Aku. Tom, maafkan ayah. Aku ayah yang tidak berguna. Joe akan merawatmu dengan baik untukku. Mataku berat sekali. Semua mulai buram dan putih. Ibu, aku jadi anak nakal bu.. Maafkan aku..
BRAAKKK
“FRANS.. FRANS..” suara Joe terdengar samar. Pandanganku tak jelas sekarang. Lalu semua menghitam dan aku melihat cahaya terang.
Aku anak nakal. Aku anak pembawa sial. Sudahkah kubayar dosa yang telah kulakukan?
CUUUUTTTTT..
UPDATE-an cukup sampai disini dulu.
Jangan banyak-banyak nanti batuk.
Buat SR c’mon guys.. kalo mau di mention tinggalin jejak.
En buat yang udah ga mau di mention juga let me know yah..
Last but not least
Happy Reading guys..^^
NB: TS juga ga nolak lho klo ada yang mo kasih Like, Lol, ato mungkin kesal.. Buat pertimbangan sampai mana cerita ini kalian sukai.. Ok?
Banguuunn.. Banguuunn.. Banguuunnn..
@octavfelix
@bayumukti
@tarry
@angelsndemons
@alvaredza
@TigerGirlz
@Zazu_faghag
@arifinselalusial
@FransLeonardy_FL
@haha5
@fadjar
@zeva_21
@YogaDwiAnggara2
@inlove
@raka rahadian
@Chy_Mon
@Cruiser79
@san1204
@dafaZartin
@kimsyhenjuren
@3ll0
@ularuskasurius
@Zhar12
@jujunaidi
@edogawa_lupin
@rickyAza
@rebelicious
@rizky_27
@greenbubles
@alfa_centaury
@root92
@arya404
@4ndh0
@Angello
@boybrownis nih udah update. enjoy^^
@jony94
@Sho_Lee
@ddonid
@catalysto1
@Dhika_smg
@SanChan
@Willthonny
@khieveihk
@Agova
@Tsu_no_YanYan
@elsa
@awangaytop
@Lonely_Guy
@ardi_cukup
@Hiruma
@m1er
@maret elan
@Shishunki
@Monic
@cee_gee
@kimo_chie
@RegieAllvano
@faisalits_
@Wook15
@bumbellbee
@abay_35
@jacksmile
@rezadrians
@topeng_kaca
@wahyu_DIE
@Just_PJ
@nand4s1m4
@danar23
@babayz
@pujakusuma_rudi
@HidingPrince
@Jean_Grey dipertimbangkan tante untuk posting pas puasa.
@nand4s1m4
@tahrone nih dah update tar..
@alamahuy
@eswetod enjoy..^^
@aw_90
@Akbar Syailendra
@diditwahyudicom1
@PahlawanBertopeng nah tuh udh ada update-an.
@ryanadsyah
@Mr_Makassar
@ipinajah
@CL34R_M3NTHOL
@kenan
@soroi
@pangeran_awan
@Richi
@obay
@BieMax
@whysoasian
@wirapratama95 Ini A'.. ada update-an baru..
Yuk kita kemooonnn..
Happy Reading guys..^^
mau banget deh tahajud berjamaah sama kamu
*loh?