It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
emang cerita km aja yg bs digantung?
#kode
ulah ngambek kitu atuh A' @octavfelix . .
Eh tapi tapi..
apa yg mo Aa' gantung gituh?
#Wondering
Lanjutin ceritanya dong
@cee_gee mdh2an saya ga khilaf bin amnesia y.. doa in ajah.. hehee.. thx udh baca
ckckck.. msh d bwh umur tuh @tarry
ckckck.. msh d bwh umur tuh @tarry
Untuk kalian readers tersayang kukirim kecup penuh hasrat..
******************************************************************
THE SUNATAN (PART II)
Dwi memang sepertinya menghindar sejak saat itu. Beberapa kali kami sempat bertemu namun kedekatan yang dulu terjalin seolah menguap entah kemana. Ketika bertemu pun kami saling bertegur sapa biasa saja. Waktu bermain bersama juga tak ada beda. Semua hambar. Semua tak terasa. Walau ingatan tentang kami berdua di Pohon Jambu itu masih terus melekat dan selalu kugenggam erat.
Anehnya dengan sikap Dwi yang seperti acuh tak acuh itu aku biasa saja, walau rindu kadang menyapa. Mungkin karena umurku juga masih muda, jadi tak ada beban pikiran yang menghujam mendera. Aku biasa-biasa saja.
Aku masih suka bermain dengan anak-anak lain. Mulai sedikit (hanya sedikit) rajin mengerjakan PR. Tapi satu yang tidak bisa diganggu gugat, aku tidak suka belajar jika disuruh. Aku lebih suka belajar atas dasar keinginan pribadi bukan perintah orang lain. Bahkan orang tua gemas dan tak jarang memarahiku untuk yang satu itu.
Bukan apa-apa, karena Ujian Nasional masuk SMP segera dimulai. Mungkin karena itu juga aku jarang melihat Dwi. Mungkin dia sibuk dengan pendalaman materinya dan aku dengan kesibukanku.
Terakhir kami bertemu dan bermain badminton bersama. Waktu itu penantangnya, menantang Dwi bermain double. Dwi terlihat bingung. Karena selama ini dia selalu bermain single. Akhirnya dengan segala petrimbangan dia memilihku. Aku ingat kata-katanya waktu itu.
“Aku percaya sama Rei. Kalo sama kamu, aku yakin kita menang” katanya waktu dulu.
Sedikit tidak percaya. Mengingat banyak anak yang lebih jago dariku. Seingatku paling tidak ada 2 (dua) anak waktu itu. Arrie dan Doni kalau tidak salah. Ditambah, pertandingan kali ini Dwi ditantang taruhan sejumlah uang. Aku tegang. Jantungku dag dig dug bukan kepalang. Ini pertandingan perdanaku.
Pertandingan berlangsung ketat. Aku tahu mengapa mereka menantang Dwi. Karena permainan double mereka sudah kawin. Sepertinya mereka sudah terbiasa bertanding berpasangan. Lain halnya dengan Dwi. Ini permainan double pertamanya dan yang pertama juga buatku. Namun Dwi hebat. Dia menjaga area belakang dengan sangat baik.
“Rei jaga di depan aja. Biar aku di belakang” perintahnya waktu itu.
Aku senang. Karena aku tidak yakin aku kuat jika harus mengembalikan bola dari belakang. Backhand-ku lemah begitupun dengan bola lob-ku. Dwi memang pandai menilai situasi jika sudah menyangkut olahraga. Babak pertama harus kami lepaskan karena kami kalah. Skor hanya selisih tipis saja. Tapi Dwi malah terlihat tenang. Aku semakin tegang. Duit dipertaruhkan pikirku selalu waktu itu.
“Rei tenang. Aku yakin kita menang nanti” ujarnya menenangkanku. Aku senang.
Babak kedua memang lumayan sengit. Tapi Dwi dan aku mampu memberi perlawanan hebat. Permainan kami mulai kawin sekarang. Kami tahu posisi yang harus diisi, kemana bola diarahkan juga bagaimana memperlambat atau mempercepat tempo permainan. Tanpa kata-kata, hanya anggukan dan lirikan mata. Aku terkesima.
Akhirnya kami berhasil memenangkan babak kedua dengan skor yang lumayan. Kepercayaan diriku bangkit. Dwi senang. Hatiku riang. Kami menang. Hanya menang sementara. Karena masih ada rubber set menanti.
“Aku senang aku milih Rei. Pilihanku ga salah kan?” aku tersenyum riang.
Kami semakin kompak dibabak ketiga ini. Bola didepan net makanan empukku. Netting tipis merupakan keahlianku. Karena pukulanku lemah aku tidak begitu suka melakukan smash. Jadi aku selalu melatih netting-ku. Karena itu bola didepan net tak pernah kusia-siakan waktu itu. Sedang Dwi menggasak bola yang melambung kebelakang. Sedikit saja bola terlalu tinggi, smash keras dilancarkannya. Lawan mulai ketar ketir, tidak menyangka arah pertandingan akan berbalik begini.
Seperti berdansa, permainan kami sungguh padu padan dan mengisi celah tanpa jeda. Babak terakhir ini pun kami menangkan dengan cukup mudah. Karena lawan telah kalah ketika kepanikan mereka diawal babak ketiga itu sudah melanda. Mereka sering sekali membuat kesalahan tak berarti. Karena itu perolehan skor pun dengan cepat kami raih dan merebut set terakhir ini menjadi milik kami. Dwi senang. Aku riang. Kami menang. Kali ini benar-benar menang.
Pertandingan itu adalah terakhir kali kami berinteraksi dengan begitu dekat dan (sedikit) intens. Setelah itu? Kami mulai disibukkan dengan PM (pendalaman materi) kami masing-masing.
Hari ujian pun dimulai. Tetap saja aku selalu telat bangun dipagi hari. Kebiasaan ini sepertinya susah hilang dari dalam diri. Berangkat ujian aku seeolah tak punya beban. Aku sudah belajar (sepertinya). Aku ingat aku memegang buku. Walau mataku tak pernah lepas dari televisi. Mudah-mudahan soal ujian kali ini tentang film yang diputar semalam. #Halah
Tapi tenang. Aku selalu belajar diwaktu iklan. Jadi persiapanku sudah cukup matang. Aku tidak tahu dengan Dwi. Karena seperti kubilang diawal, kami tidak satu sekolah. Anehnya hanya keluargaku yang SDnya beda dengan banyak anak dilingkungan kami. Dwi masuk SD yang banyak dimasuki anak-anak tetangga. Sedang keluargaku, masuk SD lainnya yang sedikit jauh dan hampir (sepertinya memang) tidak ada tetangga-tetangga yang masuk kesana.
Ujian berhasil kulewati dengan aman. Paling tidak aman menurutku. Entah untuk nilainya. Aku sedikit yakin-yakin tidak. Begitulah aku. Aku tidak terlalu suka memusingkan hal yang belum pasti. Aku paling tidak suka berpikir terlalu dalam. Aku hanya ingin menikmati hidup ini, bukan membebaninya.
*
Pengumuman kelulusan sudah diumumkan seminggu yang lalu. Aku lulus dengan nilai yang lumayan wow. Nilai rata-rataku diatas 90,00. Jadi aku bisa masuk SMP unggulan pertama didaerahku. Aku tidak tahu dengan Dwi karena aku belum bertanya padanya. Tapi ibuku bilang nilai rata-rata Dwi ada dibawahku. Jadi mungkin kami tidak akan satu sekolah (lagi). Aku sedih.
Setelah disibukkan dengan daftar ulang SMP, yang ternyata benar Dwi tidak satu sekolah denganku (lagi). Orang tuaku menggelar acara khitanan-ku. Aku dikhitan ketika umurku sebelas (11) tahun. Ketika lulus SD dan sudah daftar ke SMP. Aku ngeri.
Khitanannya sendiri akan dilangsungkan dirumahku sendiri. Orang tuaku berinisiatif memanggil dokter ke rumah. Biar tidak mengantri kata mereka. Aku jengah.
Aku tidak suka menjadi tontonan warga satu RT yang melihat daerah pribadiku diusik, dikulik. Bagaimana bisa aku tenang dengan semua pasang mata yang menunggu dokter datang dan menatap kearahku nyalang? Aku tegang.
Dokter datang. Aku dibawa kekamar. Orang tuaku menyingkirkan orang-orang yang berkerumun. Meminta supaya jangan terlalu banyak orang didalam kamar. Hanya beberapa saja yang kulihat masih setia menunggui daerah pribadiku dijadikan ajang pertunjukan satu hari (one day show). Aku nyeri.
Ngilu membayangkan mereka melihat aku dan perkakasku dikuliti. Bagaimana jika aku menangis dengan memalukan? Bagaimana jika wajah ketakutanku dipertontonkan? Oh tidak. Aku gerah. Wajahku memerah. Aku tersiksa.
Sudah dokter. Cepat tuntaskan tontonan ini. kulirik kanan kiri. Dwi tak ada disini. Kemana dia? Pintu kamar terbuka. Dwi disana dengan cengiran minta maaf. ‘sorry’ katanya. ‘dari toilet’ begitu alasannya. Aku senang dia ada. Aku gembira.
Dokter mulai mendekat. Aku tercekat. Bapak duduk didekatku menggenggam tanganku erat. Aku kuat. Dokter mulai mengeluarkan peralatan tempurnya. Ada gunting, jarum suntik, botol-entah-apa-itu dan lainnya. Aku menyerah. Menyerah untuk melihat lebih jauh. Aku membisu.
Bapak masih memegang tanganku. Aduh si bapak bisa dilepasin bentar ga? Kan aku pengennya Dwi yang memegang anuku.. tanganku maksudku (ku ku ku >_<’).. Otak ngeres menyingkir. Hush hush..
Dokter itu segera memeriksa, memegang, meremas (yang remasan ini kayaknya imajinasi liar author aja deh hehe..), menyuntik, menggunting, memotong, menjahit dan yang lain-lainnya itu. Aku pura-pura tenang. Padahal aku tegang. Selama proses itu aku merem melek. Wait.. wait.. konotasi merem melek ga enak banget yah..? Ganti apa ya enaknya?
Intinya selama proses yang dilakukan oleh dokter itu, aku kadang memejamkan mataku, lalu mulai penasaran dan melihat dan memejamkan lagi jika mulai terasa mengerikan, seperti itu berulang-ulang. Jadi benar kan kalo aku pakai istilah merem melek tadi..
Dokter berhenti. Selesai. Perkakasku masih aman. Sama terbebat seperti Dwi dulu. Hmm.. apa ini kenyal-kenyal.. Tanganku memegang sesuatu. Bentuknya seperti kulit ada sedikit noda darah. Ini kok kayak.. beneran ga ya ini.. habisnya kok mirip samaaa... ih ih ih.. Jangan jangan.. Jangan jangan..
“Dok ini apa yah?” Dengan polos (bego)nya aku bertanya. Walau sedikit bisa menerka.
“Oh. Maaf itu kulup penis kamu” NAH KAN BENER KAN..
Huuwwaaaaaaa... Emmaaaakkk.. Dokteerrrnyaaa Ooo’OOO’tttt..
Kulup-ituh-tuh hasil guntingan kok ditaruh sembarangan.. huuwwwaaaa.. dokter streeessss.. kulup itu buru-buru kulempar ke tangan dokternya. Dokter gelo eta mah.. Sembarangan ajah naruh kulup ituh ku.. Aku tengsin berat. Lebayku kumat.
Dwi cengengesan. Kuberi pandangan mematikan. Dia terdiam. Aku bergumam ‘kita sama sekarang’. Dia tersenyum. Aku tersenyum. Kami berdua tersenyum.
Orang tuaku mengantar dokter keluar. Tontonan pun berakhir. Orang-orang yang tidak sempat menyaksikan merangsek masuk kedalam. Memberikan selamat. Melihat-lihat ituh-tuh yang sedang terbebat. Aku malu berat.
Dwi menyingkir. Karena banyak orang yang datang melihatku. Aku habiskan waktu itu menerima amplop dan orang yang tak henti-hentinya membuka dan menutup sarungku. Aku ngilu.
Hari ini aku senang. Paling tidak Dwi menyaksikan acara khitanku. Walau kebersamaan kami beberapa lama ini tidak sedekat dulu, setidaknya dia masih mau berkunjung ke acara pentingku (berasa kayak nikah ya?). Walau setelah acara ini tak lama lagi aku akan tersedu-sedu. Aku ingat hari itu. Hari senin yang kusebut dulu. Dihari itu Dwi dan aku.. ah sudahlah.. Lebih baik kita tunggu.. Karena authornya lagi kelabu. Oke, Udah dulu. Ciao, bye bye, See you. (To be continue..)
Cuuuuuutttttttttttt . . .
UPdate-an kali ini cukup sampai disini.
Untuk update selanjutnya, Author akan menamatkan kisah ini.
Jadi tunggu End-Story kisah ini ya.. #KecupMesra
Untuk kalian readers tersayang kukirim kecup hangat penuh hasrat..
Yuk kita Kemoooonnn . . .
@octavfelix
@bayumukti
@titit
@tarry
@angelsndemons
@alvaredza
@TigerGirlz
@Zazu_faghag
@arifinselalusial
@FransLeonardy_FL
@haha5
@fadjar
@zeva_21
@YogaDwiAnggara
@inlove
@raka rahadian
@Chy_Mon
@Cruiser79
@san1204
@dafaZartin
@kimsyhenjuren
@3ll0
@ularuskasurius
@Zhar12
@jujunaidi
@edogawa_lupin
@rickyAza
@rebelicious
@rizky_27
@greenbubles
@alfa_centaury
@root92
@arya404
@4ndh0
@Angello
@boybrownis
@jony94
@Sho_Lee
@ddonid
@catalysto1
@Dhika_smg
@SanChan
@Willthonny
@khieveihk
@Agova
@Tsu_no_YanYan
@elsa
@awangaytop
@Lonely_Guy
@ardi_cukup
@Hiruma
@m1er
@maret elan
@Shishunki
@Monic
@cee_gee
@kimo_chie
@RegieAllvano
@faisalits_
@Wook15
@bumbellbee
Guys.. selamat menikmati kecupan hangatnya..
Hope you guys love it.
buat SR (Silent Reader), Please.. let me know klo kalian mau d mention yah..
kasih kecupan buat sayah :-P ato minimal tinggalin jejaklah, biar bisa saya pungut.. okeh?
Happy Reading guys^^