"Duar!!!!"
Dengan segera pandanganku menjadi gelap.
Perlahan kusadari aku sedang terduduk.
Didepan, langit terlihat cerah dan pemandangan di sekitarku terus bergerak menjauh.
"Vino! Bertahanlah. Kamu bisa melewati ini."
Sayup-sayup kudengar seseorang berkata demikian.
Kulihat salah satu tangan pria itu menempel ke bagian samping tubuhku,
berusaha untuk menutupi aliran darah yang terus mengucur.
Wajahnya ku palingkan kearahku.
Yang tampak hanyalah garis-garis keras dan sebuah bekas luka melintang pada alis mata bagian kanannya.
Wajah itu terlihat sangat takut dan pucat.
Tanpa kusadari, airmataku mengalir keluar dan sebuah senyuman aku paksakan.
"Kak, relakan saja aku. Mungkin memang bukan takdir kita untuk bersama."
"Jangan bodoh! Kamu akan selamat. Kita akan melewati semua ini bersama-sama."
Pandanganku kembali samar. Kusandarkan kepalaku kebelakang, berusaha mencari posisi yang nyaman.
Aku tahu, tak lama lagi aku akan kehilangan kesadaranku. Kepalaku terasa berat dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap.
"Pak Andre?"
"Dokter, bagaimana keadaan adik saya dok?"
"Peluru yang mengenai pinggang pasien telah menembus ginjal dan meninggalkan luka yang cukup dalam. Fungsi ginjal kanan pasien tidak normal dan berpotensi untuk mengalami komplikasi, sehingga diperlukan ginjal baru agar aktifitas pasien kembali normal."
"Ginjal saya boleh didonorkan dok?"
"Sebaiknya kita menuju lab untuk memastikan apakah ginjal bapak dapat didonorkan kepada pasien."
"Baiklah dokter."
Saat aku tersadar, ada pria yang sama tengah tertidur disamping ranjangku. sepertinya ia kelelahan.
dengan perlahan kuusapkan jemariku kewajahnya.
"Kamu sudah sadar?" ujar pria itu sambil membetulkan duduknya, sepertinya usapanku telah membangunkannya. tangannya menggenggam jemariku.
aku terlihat begitu rapuh dalam dekapan kedua tangannya.
"Apa yang terjadi kak?"
"Kamu koma selama 3 hari Vino."
"Maafkan aku sudah merepotkan kak Andre. Aku harusnya mengikuti saran kakak." ucapku sembari meneteskan air mata.
tangan yang kokoh itu mengusap airmataku. Ini memang salahku. Seandainya saja aku tidak tersulut emosi atas perkataan gerombolan busuk itu. Pasti diriku tidak akan terluka separah ini.
"Nasi sudah menjadi bubur. Besok pagi-pagi kita harus pergi dari sini."
"Baiklah kak."
Namaku Alvin Cassandro Gesparez, Peranakan Amerika Latin-Indonesia. Aku dan temanku - Pacarku tepatnya - Andreas Septianto adalah pelarian karena kasus pembobolan arsip negara di salah satu Bank Negara di Indonesia.
Hubungan kami berawal saat kunjunganku ke Bali untuk menghadiri acara perkawinan kakakku satu-satunya. Saat itu aku sedang berbincang dengan para tamu bersama kakakku, tiba-tiba sang mempelai pria datang bersama teman-temannya. Aku dikenalkan kepada mereka satu-persatu dimulai dari Bayu, Krisna, Gede Putu dan Andreas - satu-satunya nama yang masuk akal di pikiranku adalah Andreas. Aku terpesona seketika saat ia menyalami tanganku sembari menyunggingkan senyumannya yang khas.
"Andreas, panggil saja Andre."
"Alvin." tanganku menyambut jabatan tangannya.
Ia sangat tampan, tetapi menjadi lebih tampan lagi saat tersenyum.
Aku langsung akrab dengan mereka, terutama dengan Andreas.
Aku butuh udara segar. Tanpa kusadari, aku sudah berada diluar ruang resepsi menuju ke arah taman yang masih satu kompleks dengan gedung resepsi.
Taman ini berisikan beberapa tempat duduk dan sebuah kolam yang cukup besar. Aku sengaja memilih bangku taman yang terletak dibawah pohon rindang, tak jauh dari gedung dan berada di pinggiran kolam. Ini adalah spot yang tepat untuk menenangkan pikiranku yang penat.
Beberapa menit aku duduk dan menikmati pemandangan ini.
"Ngapain kamu disini?" seseorang yang baru saja aku kenal menyapaku lagi.
"Nyari angin kak, kakak sendiri ngapain kesini?"
"Sama, nyari angin juga. Didalam agak penat." ia berkata setelah duduk di bangku yang sama denganku.
setelah itu kami terlibat pembicaraan santai. Saat itu Andre sudah berumur 34 tahun, tetapi masih terlihat seperti orang dengan usia 27 tahun dan aku masih 22 tahun, tetapi sudah terlihat seperti kakakku yang berumur 28 tahun. Ia asli orang Bali, bekerja di sebuah perusahaan asing di Jakarta sedangkan diriku masih berkuliah di salah satu Universitas tertua di kota Gudeg.
tak terasa kami sudah berbincang cukup lama sampai mempelai pria dan kakakku datang menghampiri kami.
"Dicari kemana-mana malah asik nongkrong disini." ujar kakakku.
"Kita udah mau pulang. kamu mau ikut keluarga yang lain pulang kerumah atau ikut kita ke hotel?"
"Hah? udah selesai? aku gak kebagian sesi foto dong?" kataku sambil memanyunkan bibirku.
"TELAT. hahahaha"
"Aku balik ke rumah aja deh kak. Bareng sama mama & papa. Lagian ke hotel ntar malah jadi obat nyamuk lagi."
"Husss. Sembarangan." jawab kakakku sambil malu-malu.
"Oh iya kak Andre, minta nomor hpnya." sembari menyodorkan hpku kepada Andre.
"Nih"
"OK. ntar aku hubungin yah" kataku sembari berlalu menyusul kakakku dan mempelai prianya menuju parkiran dimana ayah dan ibuku sudah menunggu.
Ia mengacungkan jempolnya sebagai tanda persetujuan.
*Bersambung"
Comments
moga gk sad ending nih(>/|\<)
lanjut^^/