Love on WhatsApp
Cuaca sore ini cukup terik. Meskipun waktu sudah beranjak sore, tapi Mentari belum juga menunjukkan tanda-tanda akan meredup. Ah, dengan cuaca yang kurang bersahabat seperti ini, rasanya sangat malas untuk keluar rumah. Enaknya santai di kamar sambil mendengar musik yang lembut. Sayangnya, sore ini Evan harus ke rumah salah satu temannya, Rivanna---Anna---, untuk meminjam buku catatannya. Beberapa hari absen dari perkuliahan karena sakit, membuatnya ketinggalan beberapa materi pelajaran.
Rumah Evan dan Anna jaraknya tidak berapa jauh. Hanya kira-kira duabelas menitan jika ditempuh dengan sepeda motor, seperti yang ia lakukan sekarang. Karena cuaca yang terik seperti ini, ia menambah laju kecepatan motornya sedikit lebih kencang, sehingga dalam waktu tujuh menitan, ia sudah berada di depan rumah Anna.
Anna tersenyum menyambut kedatangannya.
"Mana?"
"Yaelah, turun dulu dong dari motornya..."
Evan terkekeh.
"Mo minum apa?"
"Apa aja deh, yang penting segar. Ini cuaca panas banget," jawab Evan sambil melepas helm dan duduk di kursi teras.
"Sip. Tunggu bentar ya..."
Evan mengangguk.
Selagi Anna ke dalam, ada pesan Whatsapp [WA] masuk ke ponselnya.
Ayah : Sore. Lg dmn, Dek?
Evan : di rumah teman.
Ayah. Dia bukan Ayahnya Evan, hmm, maksudnya, bukan orang tuanya. Dia ayah dalam tanda kutip, hehehe. Hope you know what He means...
Ayah, itu panggilan sayang untuk salah satu teman Whatsapp-nya. Mereka kenalan di salah satu forum "rahasia". Bermula suka saling berbalas komentar di forum itu, akhirnya berlanjut bertukar nomor WA. Hingga sekarang, mereka terus berkomunikasi.
Hubungan mereka terbilang unik. Keduanya belum pernah bertemu dan belum tahu wajah masing-masing. Namun berinteraksi dengan sang Ayah di dunia maya dan jejaring sosial WA begitu menyenangkan. Kata-katanya menenangkan dan membangkitkan semangat. Bahkan terkadang kata-kata gombalnya mampu menerbangkan Evan ke awang-awang.
Evan menyukainya, meskipun ia tak tahu bagaimana sosoknya. Aneh memang. Bagaimana bisa rasa suka muncul begitu saja di hatinya untuk seseorang yang tidak ia kenal sama sekali? Cinta memang benar-benar aneh dan buta. Apalagi sampai saat ini ia tak tahu bagaimana perasaannya pada Evan. Bagaimana jika kata-katanya itu hanya untuk menyenangkan hatinya saja? Ah, entahlah.
Di saat Evan tengah asyik WA-an sama Ayah, tiba-tiba seseorang datang mengagetkannya.
"Sore. Anna-nya ada?"
Evan mengangkat wajah. Seorang pria manis berdiri di hadapannya. Perawakannya kecil dan cungkring. Kulitnya seputih susu dan rambutnya lebat nan hitam.
"Eh, Ada... Di dalam," jawab Evan sedikit gugup.
Pesonanya begitu luar biasa.
***
Ayah : jangan lupa maksi, Dek.
Evan tersenyum. Kebetulan nih, ia lagi lunch
Evan : iya. Ini lagi makan. Ayah Juga.
"Hey, WA-an mulu sih..." tegur Anna.
Evan nyengir.
"Sama siapa sih? Pacar yah?"
"Kepo deh..."
"Hmmm... Kenalin dong..."
"Ntar kamu shock, hehehe..."
"Kenapa? Matanya ada tiga? Atau kepalanya buntung?"
"Sembarangan!" jawab Evan lalu menyendokkan nasi ke mulut.
Selesai makan siang, ia dan Anna menuju parkiran. Secara kebetulan mereka berdua bertemu dengan cowok cungkring yang beberapa hari lalu bertandang ke rumah Anna.
"Kak Arya, mo makan siang ya?" sapa Anna.
"Iya nih... Kalian juga?"
"Barusan aja kelar."
Evan mengangguk membenarkan jawaban Anna.
"Ohh. Kalo gitu Kakak ke dalam dulu ya. Udah keroncongan nih..."
Mereka berdua mengangguk.
Setelah cowok itu berlalu, Evan tak tahan untuk mendapatkan informasi tentang cowok itu ke Anna.
"Namanya Arya ya?"
"He-eh."
"Teman SD, SMP atau..."
"Dia senior kita. Cuma beda sekolah dulunya. Tetangga sih..."
"Oh, tetangga toh..."
Anna mengangguk.
"Kenapa?"
Evan geleng kepala.
***
Bayangan Arya, cowok cungkring, tetangga Anna tadi benar-benar menghantui akal sehat Evan. Ia masih bisa mencium wangi parfum cowok itu menyapa hidungnya. Entah kenapa, dadanya tiba-tiba bergemuruh, dan jantungnya berdetak kencang, sampai-sampai ia bisa mendengar detak jantungnya sendiri.
Evan mengelus dadanya.
"Akh, apa-apan sih aku?" gerutunya kesal. Ia pun bangkit dan mengambil ponsel di atas meja. Sebuah pesan WA lagi-lagi masuk.
Ayah : malam. Lagi apa Dek?
Evan : tiduran, Yah.
Evan : Ayah lagi apa?
Ayah : udah dinner?
Ayah : lg nonton aja nih...
Evan : Oh.
Ayah : Van, kita kenal sudah cukup lama kan?
Evan : Ya.
Ayah : mari kita bertemu!
Evan : eh?
Ayah : kenapa? Ayah ingin melihat wajahmu...
Evan mendesah dan memilih tidak menjawab WA terakhir.
Kopi darat? Ah, ia ragu untuk itu. Ia rasanya belum siap. Ia bukanlah orang yang terbuka dengan orang yang baru dikenalnya. Ia takut semuanya tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan...
Ayah : kalo gak mau, gpp kok.
***
"Hey...! Kamu teman Anna kan?" sebuah suara menyapa Evan seiring menepinya sebuah sepeda motor tepat di hadapannya.
"Eh, Kak Arya. Iya..."
"Mo kemana, eh, siapa namamu?"
"Evan..."
"Evan? Uhm, aku suka nama itu," desisnya.
"Thanks."
"Oh, iya, mo kemana?"
"Pulang..."
"Sudah kelar kuliahnya?"
Evan mengangguk.
"Rumah kamu di mana? Kalo satu arah barengan aja..."
"Rumahku di A."
"Kalo gitu barengan aja. Kebetulan kakak lewat daerah itu."
"Nggak ngerepotin?"
"Ayok!"
***
Ayah : jadi kau punya rasa sama tetangga temanmu itu?
Evan : aku ragu. Tapi ia mempesona.
Ayah : hmm...
Evan : kenapa? Ayah jeleous?
Ayah : sedikit, hmm, banyak.
Evan : hihihi.
Ayah : apakah dia baik?
Evan : kelihatannya begitu. Dia ramah dan menyenangkan...
Ayah : Kalau dia memintamu untuk menjadi pacarnya, apa kau akan menerimanya?
Evan : Entahlah... Aku nggak tahu.
Ayah : kau tak boleh pacaran dengannya!
Evan : kenapa?
Ayah : you're mine 4ever.
Evan : eh? Kok bisa?
Ayah : ayah serius. Kau milikku. Ayo kita bertemu!
Evan tertegun membaca balasan WA dari Sang Ayah. Bagaimana mungkin cowok itu memintanya untuk menjadi kekasihnya jika bertatap muka saja tak pernah??
***
Cuaca hari ini susah diprediksi. Siang tadi yang cerah ceria, tiba-tiba sore ini mendung dan tak lama kemudian turun hujan lebat. Evan yang ngedon di kamarnya menghidupkan musik sekencang-kencangnya untuk menyaingi suara hujan di luar. Tak kan ada yang akan menegurnya. Ia bisa sesuka hati di rumah sore ini, pasalnya sekarang hanya dia sendirian di rumah. Mamanya tengah pergi arisan bersama teman sekantornya.
Sekitar pukul empat petang, Evan keluar kamar karena kebelet pipis. Saat itulah ia mendengar bel berbunyi. Mungkin Mamanya udah pulang. Evan mengurungkan niatnya ke toilet dan setengah berlari ke ruang depan.
Tapi saat membuka pintu, ia terkejut. Yang berdiri di hadapannya bukan sosok Mamanya, tapi... Arya!
"Kak Arya? Kok basah-basahan gini?" Evan menatap sekujur tubuh Arya yang basah kuyup.
"Iya, dari rumah teman, kehujanan nih..." jawab Arya sambil mengusap wajahnya.
"Uhm, aku ambilin handuk ya? Tunggu di sini..."
"Thanks..."
Evan berlari ke toilet, setelah itu ke kamar dan mengambil handuknya.
"In---" Evan menggantung kalimatnya di udara saat melihat pemandangan di depannya. Arya tengah bertelanjang dada sambil memeras bajunya yang basah.
"Kok bengong?" tegur Arya yang melihat kedatangan Evan.
"Eh, ah, ini handuknya..." suara Evan bergetar. Ia gugup.
"Thanks ya. Maaf ngerepotin..."
"Nggak apa-apa. Oh, iya, kita ke dalam aja yuk? Di sini dingin..."
"Nggak usah. Di sini aja lah..." tolak Arya.
"Ayolah. Pakaian Kakak semuanya basah. Ntar masuk angin loh..."
"Uhm, baiklah..."
Evan mengajak Arya ke kamarnya.
"Lepasin aja celananya, Kak. Ganti sama ini aja..." Evan memberikan sepotong celana dan T-shirt ke Arya.
"Waduh ngerepotin nih..." Arya tersenyum.
"Hehehe. Sesekali sih nggak apa-apa. Asal jangan keterusan."
Arya menerima pakaian yang disodorkan Evan dan segera memakainya. Ukuran badan mereka yang hampir sama, membuat pakaian yang dipinjamkan Evan nampak pas di badan Arya.
"Rumah kamu sepi banget? Pada kemana penghuninya?"
"Mama lagi pergi... Kakakku lagi di LN..."
"Oohh..." Arya mengangguk-anggukan kepalanya sambil mengambil ponsel dari dalam saku celananya.
"Basah ya ponselnya?"
"Sedikit. Tapi moga aja nggak rusak," balas Arya tersenyum.
"Eh, aku buatin teh hangat ya?"
"Boleh, kalo nggak ngerepotin..."
"Nggak kok... Kakak tunggu di sini ya..."
Arya mengangguk.
***
Ayah : haduh, hujan lebat euy. Di sana gmn, Dek?
Sebuah pesan WA masuk saat Evan tengah menyendokkan gula ke dalam cangkir.
Evan : di sini juga, Yah.
Ayah : tetap di rumah ya, Van... Jangan main hujan!
Evan : Iya
Setelah membalas pesan WA terakhir, Evan kembali ke kamar dengan teh hangat di tangan.
"Silahkan diminum..."
"Thanks, Van..." jawab Arya sambil mengangkat kepalanya sedikit lalu kembali fokus ke ponselnya.
Ayah : eh, ada brondong cakep nih...
Evan : siapa?
Ayah : Namanya sama kek kamu, Evan juga.
Ayah : knp semua orang bernama Evan itu cakep yak?
Evan : Hahaha. Bisa aja. Emang tahu wajah aku kek gmn?
Ayah : tahu lah. Hati ayah mengatakan itu.
Evan : sweet.
Ayah : iya. Dia manis banget. Pengen tak cium deh.
Evan :
Ayah : kamu sih gak mau ketemu Ayah, biar hati ayah cuma buat kamu seorang.
Evan : oke, kita ketemu!
Ayah : seriously?
Evan : iya.
Ayah : kapan?
Evan : sekarang.
Ayah :
"Uhm, Van, boleh ke toilet nggak?" tanya Arya tiba-tiba.
"Boleh kok. Dari kamar, jalan ke kiri. Habis dapur tuh, dekat mesin cuci," Evan menjelaskan.
"Thanks," Arya segera keluar kamar.
Sepeninggalan Arya, Evan kembali fokus ke WA-nya. Pesan terakhir dari sang Ayah belum di balasnya.
Evan : Kok cemberut?
Zzzttt...zzttt...!
Suara getar ponsel Arya yang tergeletak di atas meja mengagetkannya.
Evan : Ntar ayah nyesel kalo ketemu Evan
zzzttt...zzttt...!
Evan mengerutkan keningnya. Kok bisa kebetulan gini sih? Dua kali ia mengirimi Ayahnya pesan, dua kali pula ponsel Arya bergetar.
Evan : Ayah...
Zzzttt...zzttt...!
Oh, Gosh! Hati Evan tiba-tiba berdegup kencang. Apa mungkin Arya ini adalah...
"Huhhhh... Legaaaa...." ternyata Arya sudah kembali dari Toilet.
Evan langsung gugup. Terutama saat Arya meraih ponselnya dan membaca ---SMS atau apa---sesuatu di ponselnya. Kemudian sambil tersenyum ia menekan tombol-tombol ponselnya.
Ayah : Nggak kok. Ayah sabar menunggu ampe kamunya siap
1 pesan WhatsApp masuk.
Nggak salah lagi. Dia pasti sosok Ayahnya selama ini. Oh Tuhan...
Evan : ayah lg di mana?
Ayah : di rmh brondong cakep, :P
Evan menelan ludah. Semuanya semakin jelas sekarang. Bukankah tadi sang Ayah bilang kalo ia lagi bersama seorang brondong cakep bernama Evan? Dan itu... Dia sendiri!
Evan : Kak Arya...
Ayah : tumben manggilnya Kakak? Ayah dong
Evan : Love u
Ayah : love u too
Evan : Ayah, lihat ke depan.
Ayah : ke depan mana?
Evan : angkat wajahnya, jangan mantengin HP mulu
Ayah : knp sih?
Evan : katanya pengen ketemu aku???
Tiba-tiba Arya mengangkat wajahnya. Tatapannya langsung tertumpu pada Evan yang juga tengah menatapnya.
Arya langsung mengerutkan keningnya. Ia kebingungan.
"Gimana? Udah tahukan???" Evan buka suara.
"Maksudnya?"
Evan menarik bibirnya ke bawah. Ia lantas menghubungi nomer ponsel Arya.
Arya melirik ponselnya yang berbunyi.
"Angkat!" kata Evan.
Arya menuruti omongan Evan. Ia mengangkat panggilan itu dan mendekatkannya ke telinga.
"Love you, Ayah..." ucap Evan.
"Hah? Kamu...???!!!" seru Arya kaget setengah mati sambil menunjuk Evan dengan biji mata seakan mau keluar.
"Evan kan?"
"OMG...!" Arya langsung bangkit dan menghampiri Evan yang tersipu malu.
"Jadi selama ini kamu itu adalah christianemo95...???"
"Iya, Evan..."
"Oh, iya, Evan. Kok aku nggak sadar ya..." Arya menggaruk-garuk rambutnya.
"Sama. Kalo tahu Ayah itu adalah Kak Arya..."
Arya duduk di samping Evan dan menatap lekuk wajah tampan itu dengan penuh sayang.
"Let me hug you, Honey..." desis Arya.
"Please..."
Arya langsung mendekap Evan erat. Mereka saling berpelukan dan berbagi kehangatan.
"Ayah nggak salah kan bilang kamu cakep? Ternyata kamu benar-benar cakep," bisik Arya lantas mencium pipi Evan.
Evan tersenyum riang dalam dekapan Arya.
"Will you be my boyfriend?"
"He-eh, I will, exactly..."
Arya melerai pelukan dan menaruh kedua telapak tangannya di pipi Evan. Mereka tersenyum sambil saling menatap mesra. Mereka lantas berpelukan lagi. Lebih erat.
Evan memejamkan matanya. Rasa bahagia mengalir deras di sekujur tubuhnya. Sederas hujan di luar sana yang membawa berkah tersendiri baginya petang ini. Hujan yang mempertemukannya dengan sang Ayah yang selama ini mengisi relung hatinya.
Love you rain, Love you Ayah...
***
Comments
Satu satu nya orang yang ku panggil ayah tapi seperti nya tidak ada artinya. #curcol
Btw, ini pov di paragraf awal ku kira orang pertama karena baca ini
Ah, dengan cuaca yang
kurang bersahabat seperti ini,
rasanya sangat malas untuk keluar
rumah.
Terus setelah baca ternyata bukan.
lucukkkk )
simple, dibacanya jg enak..
lgsg ingat mas @sinjai pas ada ayah, pantesan nongol dimari.. )
manis bgt..
ma
t
??
tapi satu yang bikin gue bingung sama kaya om @sinjai !! awalnya kaya si Evan yg bicara , eh ternyata dan tak di duga ternyata sudut pandang penulis.
yang ke dua adalah...., hmm coba perhatiin ya.!!
Yang berdiri di
hadapannya bukan sosok Mamanya, tapi... Arya!
"Kak Arya? Kok basah-basahan gini?" Evan menatap sekujur
tubuh Arya yang basah kuyup.
"Iya, dari rumah teman, kehujanan nih..." jawab Arya sambil
mengusap wajahnya.
"Uhm, aku ambilin handuk ya? Tunggu di sini..."
"Thanks..."
Evan berlari ke toilet, setelah itu ke kamar dan mengambil
handuknya.
kenapa gak di suruh masuk aryanya..?? kan berasa si arya ganti baju di luar rumah. dan alurnya sedikit agak cepat....(gak usah di peduliin komen ku..xixixi ^_^)
so cerita kamu betul2 Perfect.!! bagus tema dan pengambilan jalan ceritanya, dan penulisanya juga Rapih , seperti udah Pro... ^_^ pernah nulis2 di blog atau Fp ya..??
jadi agak bingung