It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tapi gak papa deh yg ini juga seru hihihi
lanjuuuttt^^/
btw, ada yg marah-marah di pm? kenapa? apa karna cerita yg kemarin agak mirip awalnya sama cerita di thread lain? *maaf sotoy
tapi yg ini dilanjut ya! aku suka aku suka!^^/
udah diganti sama ts-nya :-D
Hujan deras turun sesaat aku dan mas Reza sampai disebuah halte didekat warung kecil, hujan semakin lebat dan hari semakin gelap aku mulai resah ingin kembali ke kosan ku.
"mas aku pulang sendiri ya, naik bajaj aja ya" aku meminta pamit padanya dan berdiri berniat meninggalkannya. "kalo lo berani pergi dari sini, berarti lo bakalan gak dateng lagi kehotel" aku terdiam dan mencerna omongan mas Reza, gue paham dengan apa yang diutarakan mas Reza, ohh Tuhan bantu aku, kenapa aku harus bertemu orang seperti dia, gerutuku didalam hati. Ingin rasanya meninggalkan orang menyebalkan ini dan menjauh dari kenkungan dia, tapi apa daya ancamannya membuat segalanya hanya niatan tanpa tindakan nyata. "dari pada lo gerutuan aje, beliin gue rokok sonoh" suaranya menyuruhku sambil memberikan uang kepada ku. Cihh kang suruh, emang aku pembantunya apa, yaa walaupun dia atasan ku tapi ini tidak dalam jam kerja bukan? Berarti aku gak perlu memenuhi keinginannya bukan? Tapi kembali terbersit peringatan darinya saat aku ingin meninggalkannya, sepertinya hal itu akan berlaku dalam kasus ini juga, haduh terpaksa deh harus memenuhi apa yang dia suruh, aaku mengambil uang 20ribuan dari tangannya entah apa maksudnya ketika aku ingin mengambil uangnya dia menggengam tanganku erat, hangat tangannya menimbulkan desiran halus yang aneh keseluruh tubuhku, mukaku memanas, sedikit menundukan kepala aku berbalik menuju warung melangkahkan kaki sebelum tangannya kembali meraih tangan ku "sekalian beli air ya, gue sedikit haus" suaranya meminta tambahan namun dengan suasana suara yang berbeda, mengangukan kepala aku mengiyakan apa yang disuruh mas Reza, aku menyadari kepalaku sudah sangat merah sehingga aku tidak ingin menatap wajahnya, aku berjalan ke arah warung dan membeli apa yang dia pintanya dari warung aku memberikan satu kotak rokok dan sebotol air mineral dengan muka sedikit berpaling dari wajahnya, tidak ada kata terimakasih sama sekali tidak terlalu aku perdulikan aku masih berfikir tentang sensasi hangat yang aku dapati saat tangannya dan tanganku bersentuhan, tangan yang hangat dan kuat, memberikan kenyamanan saat mengeratkan dua tangan dan saling bertautan. "mau rokok?" suaranya menghentikan analisa ku tentang tangannya. "maaf mas aku gak ngerokok" tolak ku. "cihh dasar banci" Whaattt?? Banci? Siapa? Aku? Dasar manusia setan, seenaknya dia mengatai aku banci seumur hidupku baru dia dengan lancang mengataiku banci, sialan!! tadi aku seakan berada di awang-awang saat tangannya menggengam tangan ku hangat tapi sekarang apa yang terucap dari mulutnya membuatku jatuh terpelanting kembali ke bumi jatuh ke tanah bebatuan. Kesal sekali rasanya harus menghadapi orang seperti dia, apa maksud dia saat mengajakku pulang namun dalam kenyataanya dia membawaku tidak tentu arah, dan sialnya hujan malsh membuatku harus terperangkap dengannya, memaksaku selalu bersamanya dan melontarkan kalimat-kalimat menghujam jantung. Belum lagi kejadian-kejadian tadi pagi membuat urat leherku mengeras menahan marah, ya Tuhan kesabaran ku benar-benar di uji kali ini.
Tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti sudah 2 jam aku menunggu di halte ini. Kantuk menyerangku akibat akumulasi kelelahan bekerja tadi pagi dan lelah batin menghadapi mas Reza, mataku berat dan semakin berat aku sudah tidak tahan lagi kupejamkan mataku dan tertidur dalam kondisis terduduk
Tempat ini? Kamar ku? Maksud ku kamar ku dikampung? Aneh, perasaan aku tadi tertidur di halte bareng mas Reza kenapa aku balik kekampung? Daripada aku kebingungan sendiri lebih baik aku keluar kamar mencari-cari siapa saja yang bisa aku temui dirumah. Sepi tidak ada satupun orang yang aku temui "buu...pakk... Dimana?" terus aku cari mereka, tidak ada satupun yang menyahut panggilan ku, kemana mereka? Aku memasuki kamar bapak dan ibu, tidak ada siapapun. Hatiku mulai cemas aku terlihat panik, kemana ibu dan bapak ini sudah malam dan biasanya jam-jam segini bapak dan ibu sedang menonton tv, aku memastikan kembali keberadaan bapak dan ibu diseluruh bagian rumah. Aku menyerah dan aku memutuskan keluar rumah mencari mereka, hembusan angin membawaku mencar ibu dan bapak, mungkin bapak dan ibu kerumah teh elis samping rumah. Ku ketuk pintu rumah teh elis tak ada satu orang pun yang menyahut padahal lampu didalam masih menyala, setelah mengetahui rumah teh elis tidak ada siapa-siapa aku kembali mencari ketempat lain beberapa rumah aku kunjungi dan tidak ada satupun orang yang aku temui. Aku mulai putus asa mencari mereka maksudku ibu dan ayah serta warga kampung, hingga sampai aku menemukan kerumunan orang dibalai desa dekat kebun jagung punya ibu dan bapak, orang-orang mengerumuni dua sosok yang terbujur kaku, aku mendekatinya hatiku tak tenang aku gelisah, isakan tangis warga lirih menakuti ku, ku buka jalan menuju pusat tontonan warga. Aku terdiam kaget, mataku melotot, kakiku lemas seluruh sendi-sendi di tubuhku seakan merapuh. Aku terduduk tanpa suara, air mataku mengalir deras, aku diam bukan karena tidak merasakan namun apa yang kurasakan terlalu kuat sehingga membungkam seluruh mulutku, aku mendekati kedua orang tua ku, aku peluk seerat-eratnya tubuh bapak dan ibu tangisku kini terdengar sesak didadaku memuncah dan meluap melalui air mata dan erangan pilu, kutatap wajah ibu dan bapak, muka kedua orang yang menyayangi penuh cinta selama 18 tahun hidupku, aku tidak kuat hidup tanpa dua orang yang aku cintai. Hanya mereka yang aku cintai, "bu..pakk bangun jangan tinggalin iki, maafin iki bu pak.., iki sayang ibu bapak" aku tidak kuat, aku tidak tahan dengan semua ini aku gak bisa tanpa ibu dan bapak. Mataku memanas kepala ku pusing mataku menggelap, aku tak sadarkan diri.
Rez-Pov
Hari ini adalah hari pertama gue kerja setelah ngambil cuti seminggu, cuti tanpa alasan. Benar-benar tanpa alasan karena gue hanya mengeram tanpa tujuan didalam kamar apartemen gue. Hari pertama gue kerja udeh harus berurusan dengan bocah pendek teledor, gue gak pernah melihat sekalipun bocah teledor ini, gue mengetahui namanya adalah Rizki saat siEdo menyuruh siboncel mengganti celananya yang basah setelah bertabrakan dengan gue. Saat di office gue memperhatikan si boncel yang terlihat tegang menatap kearah gue, sempat beberapa kali gue mendapatkan mata belonya menatap sungkan. Selama berkerjapun si bogel hanya menunduk saat dia melintas didepan gue, gue selalu memperhatikan gearakan yang dilakukan Rizki saat bekerja, dia cukup lincah tapi tetap saja ceroboh. Beberapa kali dia salah mengantarkan makanan ke tamu, walaupun belum sampai tersaji di depan meja, tapi sebagai pelayan yang baik dia harus bisa mengingat atau menempatkan secara tepat makanan yang dipesan tamu, agar tanu tidak lama menunggu. Pada makan siang hari ini tamu datang membeludak, sudah berkali-kali kami mengalihkan tamu ke resto lain di dalam hotel. Gue membantu tugas para waiter mengantarkan makanan, sesekali memperhatikan si bogel yang sesekali menyeka keringatnya, aku sedikit memperingatkan sibogel atas kelebihan keringatnya, gue suruh sibogel ke kamar mandi untuk membenahi diri dan mendinginkan badannya. Hari yang melelahkan memang tapi bukan alasan untuk dapai berleha-leha sebelum waktu kerja selesai, gue melihat sibogel duduk dikurai belakang, entahlah gue seneng banget ngerjain atau memarahi si bogel, gue dekati dan gue tegur sibogel spertinya dia ingin memprotes apa yang gue katakan karena gue tahu bahwa tidak hanya dia yang duduk-duduk disana hahaha gue seneng banget liat muka kesel si bogel walaupun dengan muka menunduk dan kata-kata permintaan maaf keluar dari mulutnya.
Saat pulang gue menemukan sibogel menunggu bus, niatan ngerjain dia muncul. Gue tarik tangannya paksa menaiki motor gue, gue ajak dia mutar-mutar kota tanpa tujuan, niatan gue , gue bakalan ninggalin dia disuatu tempat yang gak bakal dia ketahui. Sialnya hujan turun deras dan gue menepikan motor gue ke sebuah halte di daerah yang cukup sepi, menunggu hampir setengah jam samapai gue meminta sibogel buat beliin gue rokok, entahlah saat gue memegang tangan kecil sibogel rasanya begitu nyaman, tangannya kecil dan lembut sangat cocok ketika gue menggengam erat tangan si Rizki, gue terheran-jeran dengan pikiran gue sendir atas apa yang terjadi. Menunggu hampir sejam sepertinya membuat siRizki terkantuk apalagi hujan masih menghuyur deras, siRizkipun terlelap sambil tetap dalam kondisi terduduk, tangan gue bergerak sendiri mendekap kepalanya menuju paha gue, otak gue korsletyang menggerakan tangan gue bukan otak gue! Tapi kenapa saat tangan gue bersentuhan dengan rambut ikalnya membuat gue tergelitik, bukan di telapak tangan gue tapi di dada gue, hati gue tergelitik riang ketika tangan gue menyentuh pipi halusnya, matanya tertutup, bibirnya tipis menyunggingkan senyum walaupun dia tertidur.
Mataku ikutan mengantuk mataku tertutup sesaat sebelum gue merasakan gerakan-gerakan tak nyaman dari rizki, mata gue terbuka kembali saat gue lihat wajah Rizki berkeringat, bibirnya melengkung kebawah, guratan-guratan gelisah nampak di dahinya, gue lap wajahnya dengan sapu tangan. Wajahnya semakin gelisah dan bertambah memuram sedih, sepertinya dia bermimpi buruk saat ini, "bu, pak.. Ibu.. Bapak" suara mengigau Rizki terdengar diiringi air mata, duh kenapa nih anak, gue coba membangunkan Rizki dari mimpi buruknya. Suara igauannya semakin mengeras dan bertambah, gerakan-gerakan gelisah meronta ditubuhnya, gue berusaha membangunkannya dan mata itu terbuka, air matanya masih mengalir sedih.
"ibuu.. Bapak. Mas ibu bapak" tubuhnya langsung menubrukku membenamkan kepalanya menangis didadaku. entah dorongan dari mana gue membalas pelukan Rizki memberi rasa aman dan nyaman kepadanya, posisi ini berlangsung cukup lama dan gue mulai merasa isakan tangis Rizki memudar, gue coba melepaskan pelukan gue dari Rizki, sebenarnya mimpi apa yang dialami Rizki tadi masih menjadi pertanyaan gue, gue menarik tangan Rizki berdiri dan mengajaknya kembali ke motor gue, hujan menyisakan gerimis kecil dan gue memacu motor menuju kosan Rizki, gue masih inget dengan apa yang diteriaki oleh Rizki tadi tentang kosannya. Saat dalam perjalanan gue memikirkan kembali apa yang terjadi pada hari ini, rasa kesal gue, rasa benci gue dan rasa ingin menjatuhkan Rizki hilang dengan cepat dalam hitungan menit, gue terbayang wajah lugunyavsaat kali bertemu didalam ruang ganti, wajah bersalahnya saat diOffice, wajah kesalnya saat di resto, dan yang membuat simpati adalah wajah gelisahnya, wajah sedihnya yang terpancar di halte barusan. Apakah gue tertarik sama bocah ini? Entahlah gue hanya membiarkanya saja. Ku percepat laju motorku menembus jalan yang dingin, ingin mempercepat mengembalikan bocah dibelakang gue ini ketempatnya dan pulang ke apartemen gue dan tidur dengan nyenyak...
Mention me...