It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ok, spoilers ahead...
First of all, Avatar is one of the greatest and most complex animations I can think of. Kompleksitas cerita, pendalaman karakter (gak sekedar hitam-putih jahat vs baik), martial art yg realistis, budaya, flora-fauna, sosial, teknologi, dll, ah you-name-it, terutama politik, hampir sempurna dan kaya. Saya rasa sangat sedikit kisah fiksi fantasi yang sedetail ini. Di kepala saya, yang muncul sbg tandingan paling imaginarium Middle Earth-nya Tolkien, dunia Westeros-nya GRR Martin, dan Randland-nya Jordan.
Sejak buku 1, sebenernya tanda-tanda serial ini bukan utk anak-anak sudah terasa sekali. Bukan hanya Amon sbg musuh yang luar biasa unik (dan terbaik menurut saya) juga karena pemilihan tokoh utamanya. Sbg channel kebanggaan Amrik, Nickelodeon sudah pasti tidak akan mentolerir pemilihan jagoan cewek, terlebih lagi, ehem, berkulit gelap. Semua jagoan Nick pasti cowok dan kaukasian. Jadi perilisan Korra emang jd pertaruhan. Hasilnya, ya dari segi popularitas dan komersial drop bgt di kalangan anak-anak. Makanya ada pemotongan budget di buku 4 ini.
Dan memang, dari segi cerita, serial Korra ini alih-alih mencari pangsa pasar baru anak-anak yg jd target utama Nick saat ini, Korra malah nyasar ke penonton dewasa, yang sudah tumbuh berkembang, ex-penonton Avatar Aang yg sudah bukan anak-anak lg. Humornya gak seintens Aang, meski banyak tapi anak-anak akan tertawa lebih sedikit.
Di buku 4 ini, lagi kita dihadapkan pada sisi kemanusiaan superhero, hal yang gak bisa dinikmati anak-anak umumnya. Korra dg kekuatan superpowernya masih memiliki banyak kelemahan spt emosi, strategi, dan kehidupan sosial. Bahkan asmara.
Terbayang-bayangi kedahsyatan Buku 1, sebenernya Buku 4 ini sangat bagus tetapi saya merasakan kurang greget spt buku 1. Padahal tema dan musuh mirip buku 1, gerakan perlawanan ekstremis yang tidak puas dg politik kontemporer dan melakukan perlawanan underground (yes, anak-anak bakal bingung dg hal ini). Karena sedikit mengulang, buku 4 kurang terasa gebrakan dan tendangan menohoknya. Andai buku 1 jd season terakhir, mungkin bakal lebih dahsyat lagi serial ini.
Gimanapun serial ini adalah serial kartun paling ambisius dan salah satu yang terbaik. Oke, sebelum ngelantur kemana-mana, saya sedikit nyentil episode final,
Gambar2 mengenai Republic City yang dipenuhi oleh tumbuhan dari dunia roh pun muncul sekilas di menit-menit terakhir pertempuran.
Dan mengenai last scene, saya sebenarnya udah kena spoiler berminggu2 sebelumnya, ada bocoran di internet, seorang artis di proyek Korra ini merilis gambar adegan ciuman Korra-Asami. Ini jelas bakal jd awkward bgt mengingat bagaimana pun Nick masih berharap serial ini ditonton anak kecil. Sebenernya dugaan saya agak sedikit meleset sih, hehe. Saya pikir dg munculnya tokoh jendral Iroh, akan jadi solusi kisah cinta segitiga Korra-Asami-Mako. Bahkan sebelum ada karakter Opal, saya nyangka Bolin akan masuk, meski jelas bakal terkesan dipaksakan, haha.
Sebelum saya ngelantur dan ngasih interpretasi hubungan ini kemana-mana, mending baca deh, this extremely-bloody-good essay ttg sekelumit preferensi seksual karakter superhero cewek di bawah ini.
http://www.rachelandmiles.com/xmen/?p=1785
Done. Thank you Dimartino/Konietzco, for your time and effort. We will miss this amazing sagas.
Err... Ttg Korra-Asami, kayaknya emang beneran deh. Soalnya saya dpt bocoran gambar Asami-korra itu semingguan yang lalu sebelum episode 12-13 keluar.
Siapa tahu juga hubungan romansa Asami-korra sebagai bentuk protes kepada Nick yang udah motong budget, hehe.
Untuk menciptakan sebuah dunia fantasi yang kompleks dan detail itu gak gampang. Menurut saya, Avatar berhasil membuat dunianya sendiri yang unik (meski pengaruh india/Tibet/china/inuit yg kental) tp saat udah jadi kita ngerasa kalo dunia spt ini emang beneran ada dan realistis.lengkap dg tetek bengeknya spt flora fauna, politik, sosial budaya dan bahasa.
Yes, ini emang masalah selera sih. Gak semua orang suka tema fantasi. Bahkan sebenarnya utk dunia -dunia yang saya sebutkan, yang Middle Earth-nya Tolkien paling pelik dan jelas2 bukan tipe kebanyakan orang, termasuk yang suka filmnya belum tentu suka bukunya. Novelnya penuh detail rinci dan sedikit bertele2, hehe. Setengah buku The Fellowship of the Ring bener2 nyeritain tetek bengek dunia Hobbit. Adegan perangnya yang heboh kayak filmnya cuma baru kerasa pas adegan di jembatan Khazaddum, itupun bab-bab terakhir bukunya. Saya baca novelnya sehabis nonton filmnya, sedikit kaget karena novelnya gak 'rame' spt filmnya. Tapi itu yang bikin saya ketagihan karya2 Tolkien lainnya, hehe. Tolkien amat sangat rinci dlm membuat dunia fantasinya serealistis mungkin. Dia bahkan nyiptain sendiri puluhan bahasa dengan ragam dialeknya. Oke, stop. Saya selalu terdengar sangat defensif kalo ngomongin ttg Tolkien, haha.
Balik lagi ke imaginarium Avatar, meski gak sedetail Middle Earth/Westeros/Radland, tapi sudah cukup baik utk meyakinkan pemirsa kalau dunia Avatar itu possible banget. Dan kita terpesona.
Untuk kartun anak-anak, Avatar bukan sekedar kartun berantem biasa. Buku 1 ttg revolusi bawah tanah, buku 2 lebih ajaib lagi ttg tema spiritualitas di zaman baru yang sering dilupakan (setiap dialogis episode terakhirnya sangat quotable banget), buku 3 ttg krisis identitas dan dilema moral sosial.
ya, scene korra-asami mulai dari gandengan tangan dan terutama saat berhadap2an itu cukup bikin penonton bertanya2 tentang orientasi sexual mereka.
@wing komentar2nya keren.
btw, kok sendirian? abang bolin mana?