It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Fuumareicchi,kpn crt alfin di lanjut?
Baca ceritamu, aku jadi keinget ceritanya simbah @totalfreak. Yang friend around me: Bryan book. Alurnya sama. Bagus. Keren.
Ohya Rei nama Angello tolong dihapus aja ya dr daftar mention.trims #Kasih senyum termanis
Bisa kok.. aku buka dr kmrn aman2 aja zeva..
@ryanadsyah masa siih nyesekin?
@TigerGirlz ho,oh neng tantri.. tapi bkn cerpen yg ini.. Ada yg satu lagi..
@4ndh0 ternyata oh ternyata..
@alvaredza kenaa deehh.. heheehee..
@Richi sip. #Noted
@Zazu_faghag kamu lebih cwiitt ih.. ditunggu cerpen berikutnya ya zazu..
@obay no need for tissue.. Belum.. tunggu aja yang mengharu biru..
@Needu oke oke.. ngerti.. ditunggu alfinya..
@tarry hehehehee..
@Zhar12 thx. blom baca yg kamu sebut itu.. komen jg gpp kok.. hehehee.. (yg ini blom di edit soalnya.. hehee)
@3ll0 sip. #Noted *Klonengan alert*
@AghaChan makasih udh baca..
Ini cerpen saya yang kedua. Walau sebenernya cerpen ini muncul pertama kali sejalan dengan awal cerita Alfi. Namun karena banyak kendala dan ide yang macet ditengah jalan, terpaksa cerpen ini ditunda sekian lama.
So, tanpa berlama-lama kita sambut cerpen kedua saya.
Wait.. Wait..
Aturannya masih sama. Cerita ini murni fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama dan tempat itu bukanlah suatu kesengajaan. Oiya, nama tokoh ini tak sempat saya ubah. Namanya masih Alfi.. Entah kenapa saya jatuh cinta dengan nama ini..
Jadi, tanpa berlama-lama lagi (kali ini beneran).. Yuk kita kemooonnn..
SWEET KITTEN AND KELINCI GESIT
Cinta datang tiba tiba
Menyelusup cepat dalam dada
Karena dia bergerak tanpa suara
Tanpa aba aba
Namun jelas terasa..
Detaknya..
Jantung pun laksana
Musik orkestra
Gemuruh rusuh tanpa jeda
Secepat dia menyapa
Hati ini pun terjerat pesona
Cinta pandang pertama
SWEET KITTEN
Seperti hari yang sudah-sudah. Kali ini pun selepas jeda kuliah, aku langsung menuju perpustakaan kampus seperti biasa. Tempat ini sudah kuanggap kuil pribadi untuk melepaskan diri dari kungkungan hiruk pikuk dunia. Aku tidak suka nongkrong bersama-sama, tidak pula suka bergosip ria, apalagi menggoda setiap insan wanita yang lewat di depan mata. Aku pemalu sejadi-jadinya.
Di perpustakaan aku akan mengambil mengambil tempat paling ujung di sudut terjauh dan mengambil buku apa saja untuk dibaca. Tidak terpatok pada major kuliah yang kuambil saja. Kadang buku tentang psikologi pun kubaca, tidak jarang ekonomi makro kujejalkan ke dalam kepala, dan banyak buku kedokteran tidak luput juga sebagai bahan bacaanku di kala jeda kuliah menyapa.
Aku terasing dari dunia kampus yang gemerlap. Jika biasanya mahasiswa-mahasiswa lain asyik bercengkrama dengan teman-temannya, aku mengurung diri di perpustakaan jauh dari mereka. Entahlah, aku hanya tidak suka dengan canda tawa mereka.
Pernah satu ketika aku nongkrong dengan teman satu angkatan. Dan aku langsung menyesali hal itu. Mereka mengolok-olokku yang tidak pernah berpacaran ataupun berkenalan dengan seorang gadis. Bahkan ketika ada gadis lewat di depan mata mereka menggodanya dan aku mual karenanya. Bukan apa-apa, itu lucu tentu saja. Tapi keringat dingin langsung mengucur deras disekujur dahi ketika mereka memintaku melakukan hal yang sama.
Aku merupakan pribadi yang pemalu dan tertutup. 2 hal yang tidak mengenakkan jika kau hidup di dunia yang memandang sosialisasi adalah hal yang utama. Makanya perpustakaan adalah tempat pelarian yang cocok untukku.
Aku masih ingat awal-awal aku masuk ke kampus ini. Ada suatu getar yang terasa beda disana. Ketika itu, hatiku terjerat dalam pesona cinta pandang pertama.
*FLASHBACK*
HITUUUNNGG MULAII!!!
“satu.. dua.. tiga.. empat.. lima.. ...”
Kami, para Mabar (Mahasiswa Baru) dikumpulkan di ruang kuliah Fakultas Hukum. Acara perkenalan-perkenalan dengan para senior yang ada di fakultas ini. Setelah ‘diculik’ dari Ospek Universitas. Mereka menjelaskan bahwa kami wajib mengikuti acara Malam Keakraban (Makrab) yang akan digelar oleh Senat FH (semacam ospek fakultas dengan nama lain yang lebih beradab tapi intinya tetap sama) setelah Ospek Universitas. Acaranya akan digelar di Villa daerah cisalak.
KREEEKKK..
Ketika sedang hening-heningnya mendengarkan senior ber’orasi’. Pintu pun terbuka. Semua mata menoleh ke arah sana. Dan muncullah ‘Dia’. Sepertinya ‘Dia’ bukan manusia. Sudah pasti bukan manusia. Bagaimana mungkin ada manusia yang begitu.. Sempurna.
Detik-detik ketika ‘Dia’ memasuki ruang kuliah seakan terhenti dan seolah-olah segala gerakannya dilakukan dalam gerak lambat. S l o w m o t i o n . . . . .
Mataku terpaku memperhatikan sosok yang berjalan masuk itu. Lekat. Amat sangat lekat aku melihatnya. ‘Dia’ tampan. Luar biasa tampan (tolong di capslock. Di stabilo kalo perlu). Agak kelewat tampan sebenarnya.
Mata hazelnya indah. Alis hitam lebatnya tegas memukau. Hidung bangir mancung. Dagu terbelah. Kulit putih. Tangannya berbulu lumayan lebat. Rambut hitam dengan potongan spike dan jambul mentereng. Rambut-rambut halus seperti berewok. Dan jambangnya.. mana tahaaaann.. Tubuh tinggi tegap. Deretan gigi putih dengan senyum yang aduhai. Aku lunglai hanya dengan senyumnya. Dan bibirnya.. Pernahkah kau melihat bibir yang selalu basah dan berwarna merah merekah? Itu bibirnya. Astaga.. kenapa bibir semacam itu tidak dilarang? Seharusnya ada larangan untuk memiliki bibir yang .. yang.. aduh bagaimana mengatakannya. Seksi? Sensual? Entahlah. Tapi dengan melihat bibirnya, kalian pasti setuju denganku. Karena hanya dengan bibirnya itu. Ada desakan tak tertahan untuk menarik kepalanya dan menikmati bibir itu lamat-lamat. Oh No.. astaga.. apa coba yang aku pikirkan.
Pokoknya ‘Dia’ pasti bukan manusia. Aku iri. Tuhan pasti benar-benar konsentrasi ketika menciptakannya. ‘Dia’ masih memasang senyum mautnya itu. Dan roda waktu yang sempat terhenti, tiba-tiba berputar kembali. Anganku yang tadi terbang tinggi, terjun bebas dan terasa perih. Tepat ketika ‘Dia’ terlihat menggandeng wanita yang cantik memukau. Kuperhatikan sekeliling, sepertinya banyak pasang mata yang iri melihat mereka, seolah tak terima. Lelaki tampan bagai pangeran dengan wanita secantik puteri seperti dalam negeri dongeng. Ternyata hal seperti ini nyata dan ada. Pikiranku resah. Entah mengapa.
Ketua senat FH memperkenalkan pasangan Barbie dan Ken itu kepada para Mabar. Termasuk aku. Pasang kuping. Pasang kuping. Dan nama Pangeran itu adalah Yusuf Al-Hafi. Panggilannya Alfi. Aaahh.. Alfi.. Bagaimana dengan si Barbie? Siapa namanya? WHO CARES?!! Oops..>_<
Para senior masih memberikan petuah-petuah. Tapi perhatianku telah teralihkan. Sejak awal kedatangannya. Sampai akhir acara. Itu awal perjumpaanku dengan ‘Dia’. Sosok yang begitu kudambakan. Tapi terlalu sempurna untuk kuraih. Alfi.. ya Alfi..
*END OF FLASHBACK*
Sekarang kalian tahu mengapa aku begitu terasing dari dunia. Karena aku memiliki rasa yang beda. Rasa yang tidak sama dengan lainnya. Aku ambigu. Aku abu-abu. Aku mencintai orang yang sejenis denganku. Karena itu aku menutup diriku. Berlindung dengan buku-buku. Perpustakaan adalah tamengku.
Masih ingat dengan Alfi? Aku selalu mendambanya dalam hati. Tapi tidak kunjung memiliki keberanian mengungkapkan isi hati. Hanya bisa memandanginya diam-diam dari sudut terjauh tanpa takut diketahui.
Time flies since i met him. Aku sudah semester 6 sekarang dan dia semester 8. Tinggal sisa satu semester lagi sebelum dia menyelesaikan kuliahnya dan aku tidak punya kesempatan lagi untuk menikmati wajahnya yang selalu hadir di dalam mimpi. Hanya dalam mimpi saja aku berani ‘mendekatinya’. Shame on me yah.
Aku pernah beberapa kali mengikuti mata kuliah yang sama dengan yang diambilnya. Karena sebagai mahasiswa dengan IPK di atas 3 (tiga) koma, aku berhak mengambil 24 sks sebagai ‘hadiahnya’. Sudah sejak semester 3 aku mengambil 24 sks ini. Jadi sejak semester 3 itu pula aku telah beberapa kali satu mata kuliah dengan Alfi.
Senangkah aku? Tentu saja. Hanya satu yang tak berubah, aku tak kunjung memiliki keberanian untuk mendekatinya, walau hanya sebagai teman saja. Menyedihkan sekali bukan diriku? Bagaimana bisa aku mendekati Alfi jika berbicara di depannya saja aku tak bisa? Setiap kata seolah lenyap tak ada perbendaharaannya ketika Alfi dekat denganku. Bibirku tak sanggup berkata-kata. Hanya bisa tergugu dan tergagu dalam bisu. Memalukannya aku..
Alfi pernah beberapa kali sekelompok denganku untuk membuat paper. Yang tentu saja akhirnya aku yang mengerjakan semuanya sendiri tanpa bantuannya. Alfi selalu memilihku untuk satu kelompok dengannya sejak saat itu. Karena tanpa susah payah dan tanpa kerja apa-apa dia meraih nilai yang memuaskan atas hasil kerjaku. Marahkah aku? Tidak sebenarnya. Aku malah sedikit senang karena dia selalu memilihku sekelompok dengannya. Walau hanya dimanfaatkan untuk membuat makalah saja. Tapi tidak apa-apa. Paling tidak aku dikenalnya. Itu saja sudah cukup membuat hatiku berbunga-bunga. How fool yah..
Pun ketika ujian tiba, Alfi selalu menyediakan tempat untukku didekatnya. Tujuannya apalagi jika bukan untuk mencontek jawabanku. Tapi seperti kubilang, aku tidak masalah dengan itu. Dia menyediakan tempat duduk untukku saja aku sudah senang, hatiku berteriak girang. Paling tidak aku bisa berguna untuk dirinya. Walau tidak banyak kata yang terjadi diantara aku dan dia. Namun, hanya berada disisinya aku bahagia. Knock knock.. Wake up silly..!!
Alfi ternyata seorang playboy sejati. Pacarnya banyak disana sini. Setiap fakultas kabarnya ada satu gebetan yang jatuh dalam pesonanya. Alfi memang tampan dan populer, tapi aku tidak menyangka dibalik wajah rupawannya ternyata dia serigala berbulu domba. Player sejati yang tak mengenal kata cinta.. Bodohnya, aku mendamba sosoknya..
**
Satu yang berubah kini beberapa hari ini. Alfi mulai mendekatiku dan mengajakku jalan bareng dengannya. Entah mengapa begitu. Mungkin karena dia sudah semester 8 dan ingin belajar sungguh-sungguh. Memang sepertinya begitu. Karena dia memintaku mengajarinya selalu. Meminjam seluruh catatanku dan memfotokopinya. Aku senang dia berubah. Paling tidak dia sekarang bersungguh-sungguh dengan kuliahnya.
“Gie.. Malam minggu besok lo ada acara?” malam minggu?
Aku menggeleng. “Kosong kak..” jawabku. Tentu saja kosong, dari lahir aku jomblo Fi. Memalukan yah?
“Jalan yuk. Besok jam 7 gue jemput ke kosan lo oke?” HAH? SERIUS?
Aku terbengong. Tak percaya dengan kata-katanya. Ini pertama kalinya dia mengajakku keluar. Dan di malam minggu pula. Kemana pacar-pacarnya? Ini mustahil. Pasti aku salah dengar.
“Gie.. hooii..” Alfi melambai-lambaikan tangannya didepan wajahku.
“Oh. Eh. Oke. Jam 7” aku menjawab otomatis. “Sip” jawab Alfi. Lalu dengan itu dia pamit pulang lebih dulu. Aku hanya bisa terdiam sambil tersenyum tidak jelas sekarang di perpustakaan. Ada angin apa Alfi tiba-tiba mengajakku.
**
Dalam cinta ada suatu hal yang pasti
Merasakan cinta itu sendiri
atau patah hati tak terperi
Jika sudah begini
Kemana akan kau bawa hati?
Jadi Hati-hatilah dengan hati
Ada kata yang lebih baik tidak diutarakan secara gamblang dan nyata. Kalau pun terpaksa harus dikatakan, cobalah untuk terlihat menyesal ketika melakukannya. Mungkin dengan begitu rasa sakit yang terasa tidak menjadi berlipat-lipat karenanya.
Malam minggu. Sesuai janji, Alfi menjemputku dirumah untuk mengajak jalan entah kemana. Walau tak ada bayangan akan yang Alfi lakukan, tapi aku senang bukan kepalang. Dari sejak dia muncul di gerbang kos-kosanku hatiku menari riang.
Alfi melajukan motornya cepat dan akhirnya berhenti di daerah kelapa gading. Aku tahu tempat ini. Seafood Ayu. Ramai sekali. Kami mengambil tempat duduk yang hanya tersisa sedikit saja. Tempat makan ini betul-betul ramai. Setelah memesan makanan, kami tidak jua membuka suara. Tak ada kata, hanya keheningan menyapa. Lantas untuk apa dia membawaku serta?
Hatiku gelisah tapi berbunga-bunga. Perpaduan rasa yang sepertinya salah. Selesai makan, kami beranjak dari sana. Masih tanpa kata, tanpa pembicaraan apa-apa. Kami naik motornya lagi. Selama aku naik motornya, tidak sekalipun aku berani untuk melingkarkan tanganku ke pinggangnya. Namun, baru jalan sebentar Alfi sudah menghentikan motornya di area Taman Jogging Kelapa Gading. Alfi berjalan mendahuluiku. Aku mengikutinya malu-malu. Entahlah, perasaanku tak tentu.
Taman ini sepi, tidak banyak orang kala malam hari. Hanya terlihat satu dua pasang muda mudi. Alfi terus berjalan mendahului, aku mengikuti. Ketika melewati semacam pendopo dan sampai di ujung taman, Alfi duduk bangku yang ada disana. Jauh dari keramaian dan tersembunyi dari setiap mata yang mungkin tertarik pandang. Dengan gesture perlahan, Alfi memberi aba-aba padaku untuk duduk di dekatnya. Bangku itu kecil, tidak seberapa panjang, hanya cukup untuk 3 (tiga) orang dengan tubuh langsing saja. Alfi duduk di sudut dan aku mengambil sudut satunya. Ada ruang kosong diantara kami berdua. Aku menunduk. Dan tak berani menatap wajahnya. Hatiku sudah tak menentu sejadi-jadinya.
Hening. Tak ada suara. Hanya angin yang menyapa dan suara lalu lintas di kawasan ini yang memang padat sekali. Lampu-lampu terang benderang dari luar bangunan di sekeliling taman ini, termasuk dari La Piazza terlihat dari sini. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri yang makin tak terkendali. Lalu..
“Gie.. berapa lama kita kenal?” Hah? Apa? Oh berapa lama ya?
“2 tahun 10 bulanan kalo ga salah kak..” Damn. Sial. Ketahuan sekali aku menghitung hari perkenalanku dengannya.
“Lama juga ya Gie. Tapi kok lo kayaknya cuek banget sama gue Gie. Buktinya lo ga pernah mau ngobrol sama gue. Lo ga suka ya sama gue? Lo benci sama gue?” What?! Yang ada aku tuh cinta mampus sama kamu Fi. Aku menggeleng.
“Kalo lo ga benci, berarti lo suka sama gue?” dan bodohnya aku mengangguk dengan cepat dan keras. Sial. Stupid me yah..
“Lo beneran suka sama gue?” aku diam. Wajahku panas. “Lo cinta gitu sama gue?” astaga. ini Alfi kesambet setan apa yah. Pertanyaannya kenapa terasa menyudutkan diriku. Mungkinkah ini hanya candaannya saja. Semacam olok-olok semata? Aku gerah. Wajahku merah. Terasa dari panas yang kurasa.
“Gie, lo beneran cinta sama gue ya? Muka lo merah tuh. Kalo gitu kita jadian sekarang. Yuk..” HAH?! APAAA?!! JADIAAANNN?!!!! KOK BISA?! GUE SALAH DENGER GA YAH?!
“Mm.. maksudnya kak..?” Aku butuh kepastian.
“Iya. Kita jadian mulai sekarang” Sujud Syukur. Sujud Syukur. Sujud Syukur. Ini beneran?! Bukan mimpi kan?! Senangnyaaaa.. eh eh tapi.. kok bisa?
Baru aku mau bertanya alasannya, Alfi sudah berjalan lagi. Sepertinya dia tak butuh jawabanku. Tapi haruskah aku menjawab pernyataannya itu? Tidakkah ekspresiku sudah cukup mewakili perasaanku? Mungkin hanya itu yang Alfi butuh. Tapi masih ada yang mengganjal. Kenapa bisa Alfi menyukaiku? Mungkinkah ini nyata atau hanya olok-olok semata? Kenapa dia begitu gamblang menyatakan kata ‘jadian’ itu? Pikiran-pikiran itu teralihkan dengan perasaan hangat yang menyapa hati yang sedang menari-nari.
Kami menuju Sunter Mall sekarang. Aku di bioskop lantai 4 sedang mengantri membeli minuman. Tepatnya aku yang mengantri dan Alfi menunggu sambil duduk. Setelah agak lama akhirnya giliranku datang juga. Setelah selesai, aku agak memutar dari tempat duduk Alfi karena tempat ini ramai sekali di malam minggu. Ketika akan sampai di dekat Alfi aku melihat dia sedang menelpon dengan suara pelan. Aku mulai mendekat, ketika aku ingin menyapanya untuk memberi tahu pesanannya datang. Aku mendengar suara pelannya. Jarakku hanya satu meter di belakangnya.
“.. beres. Lo semua utang sama gue. Udah berhasil dong. Siapa dulu.. Alfii..”
“Kak. Ini minumannya..” Alfi menoleh. Mukanya tercekat. Jelas sekali dia tidak menyangka kehadiranku dibelakangnya. Tapi untuk apa dia kaget begitu?
“Eh iya. Duduk sini. Kamu dari tadi disitu?” aku menggeleng. Karena memang aku baru saja sampai.
Akhirnya malam minggu pertamaku berakhir dengan diantarnya aku kembali ke tempat kos oleh Alfi. Malam minggu yang akan kukenang selalu. Tadi setelah menonton Alfi berkata, kami harus merahasiakan hubungan ini. Tentu saja aku tahu itu. Dia bilang dia masih berpacaran dengan Gina. Siapa lagi itu Gina? Terakhir kudengar Alfi masih menjadi pacar Nia. Sudahlah. Itu semua tidak penting lagi. Alfi bilang mungkin waktu untukku disesuaikan katanya. Aku tidak masalah. Yang kubingungkan kenapa dia berkata jadian padaku? Entahlah.. Satu yang kutahu, hati dan pikiranku terlalu penuh dengan sosoknya dan kata-kata ‘jadian’ darinya. Bodohnya aku.
Ditempat kosku Alfi menagih kata cinta keluar dari mulutku. Karena memang aku belum menjawab kata ‘jadian’nya itu. Akhirnya dengan sedikit bergetar kata-kata aku-cinta-kamu keluar juga dari bibirku. Alfi tersenyum puas. Teramat sangat puas anehnya. Seolah memenangkan piala saja. Setelah itu dia pergi dari tempat kosku.
*
Hari-hari yang kulalui setelahnya bersama Alfi membuatku bahagia. Semua tugas-tugasnya aku bantu, setiap makalahnya aku yang kerjakan. Pun demikian ketika Alfi meminta pendapatku tentang judul yang ingin dia ajukan untuk skripsinya nanti. Aku yang menyarankan. Aku memberinya judul yang memang sudah kusiapkan sejak lama. Judul itu sebenarnya untuk skripsiku, tapi karena Alfi lebih membutuhkannya aku relakan judulku untuknya. Berikut dengan semua data yang sudah kukumpulkan dalam flashdisk-ku.
Aku bahagia bisa membantunya. Bisa menghabiskan waktu bersamanya. Walau setelah malam minggu dulu, tidak pernah ada malam minggu lagi untukku. Alfi lebih sering menghabiskan waktunya dengan setiap wanita yang berbeda. Tidak pernah sama. Sementara aku, hanya ditemuinya di kampus saja. Atau dia yang datang ke tempat kosku dan memintaku membantunya dengan tugas-tugasnya. Juga skripsinya. Aku tak masalah. Dengan itu saja aku cukup bahagia. Benar-benar bodoh ya? Tapi aku benar-benar jatuh cinta. Mungkin karena itu aku buta.
Sampai suatu ketika. Aku mendengar kata-kata yang meruntuhkan segala mimpi dan kebahagiaan yang sudah kubangun dalam khayalanku tentang diriku dan Alfi. Waktu itu, aku sedang di toilet lantai 3 kampusku. Tiba-tiba konsentrasiku yang sedang mengejan terganggu (iyuuh..) oleh suara yang sepertinya aku kenali. Orang itu menyebutkan namaku.
“Gila lo Fi, anak orang lo kerjain. Lo bikin dia jadi babu lo cuma modal nembak doang. Anjrit. Emang dasar playboy cap kuda lo. Lagi juga tuh anak bego. Dijadiin bahan taruhan masih juga ga nyadar. Udah maho, masih aja mau ditipu. Bytheway tuh maho masih segel ato udah lo embat perjakanya?! Hwahahahaha..” aku lemas seketika. Hatiku hancur saat itu juga. Kata-kata selanjutnya tak dapat kudengar. Aku ingin lenyap ditelan bumi saat ini juga. Jadi.. Aku bahan taruhan? Dan dengan bodohnya mau saja diperalat untuk mengerjakan semua tugas-tugasnya? Kenapa tidak kau bunuh saja diriku yang memalukan ini Fi.. Hatiku perih..
Dari mana pula Alfi tahu aku memiliki rasa yang salah dan menyukai dirinya? Setauku aku tidak pernah secara terang-terangan memperlihatkan itu semua. Segera kuselesaikan urusanku di toilet ini. Dan menjauh secepatnya dari sini. Ini pertama kalinya aku bolos kuliah. Aku langsung menuju tempat kosku dan meratapi kebodohanku sendiri.
Beginikah rasanya patah hati? Aku nyata aku ada tapi hampa. Aku kesal aku marah tapi untuk apa? Percuma. Ingin teriak pun tak ada guna. Lemah lunglai tak bergairah. Seolah mati rasa tapi sakit yang mendera jelas nyata. Ternyata semua yang kuperjuangkan selama ini percuma. Aku adalah potret manusia bodoh abad ini saudara-saudara.
*
Seharian setelah mendengar kata-kata menyakitkan itu aku habiskan dengan menangisi segala kebodohanku dan perasaanku yang mudah sekali ditipu. Tapi aku sadari semua adalah salahku yang dengan mudahnya membiarkan diri jatuh dalam pesona semu.
Aku putuskan untuk membiarkan saja semua ini dan melalui hari-hariku seperti biasa. Kupikirkan berapa kali pun, aku memang terlanjur mencintainya. Biarlah aku diperalat. Aku terima semua olok-olok yang tertuju untukku. Satu yang kutahu, rasa cintaku ini nyata. Dan kurasakan hangatnya di dada. Aku putuskan untuk mengikuti semua permainannya. Dan menikmati waktuku sebaik mungkin disisinya. Walau dia takkan pernah menganggapku ada, apalagi cinta. Biarlah. Silahkan, kalian hina dina diriku. Aku memang bodoh senyata-nyatanya.
**
Untuk setiap kata yang menorehkan luka
Kukirimkan hati penuh cinta
Untuk cinta yang menyesakkan dada
Kurelakan hati ‘tuk terluka
Untuk rasa cinta didada
Kukuatkan hati untuk kau siksa
Ini hatiku
Tersiksa relaku
Karena kucinta kamu
Selalu
Ketika aku masuk kampus lagi sesudah berhasil menata hati tidak kutemui sosok Alfi. Tanpa perlu bertanya jawaban itu datang sendiri padaku. Teman seangkatanku sibuk membicarakannya. Alfi dirawat di rumah sakit karena demam berdarah. Hatiku yang lemah ini resah. Ternyata rasa itu masih dan akan terus ada sepertinya untuk seorang Alfi. Baiklah. Aku putuskan akan menengoknya nanti sepulang kuliah.
Sore itu, aku sudah berada di rumah sakit tempat Alfi dirawat. Aku sudah bertanya pada suster di depan dimana kamar Alfi berada. Aku langkahkan kaki perlahan sambil memikirkan tindakanku ini. Setelah semua kata-kata yang kudengar itu, masihkah pantas Alfi mendapat kebaikanku? Aku ragu-ragu. Lagipula, Alfi pasti tidak mengharapkan kedatanganku. Dia hanya menganggapku lelucon saja kan? Apalah arti diriku ini untuknya.
Aku sudah di depan pintu kamarnya. Sepertinya sepi. Tak ada suara. Haruskah aku masuk? Dengan ragu aku ketuk pintunya. Biarlah kurendahkan diri ini untuk melihat kondisinya. Bagaimanapun dia orang pertama yang kucinta. Hati resahku ini mengkhawatirkan kondisinya. Kubuka pintu dan kulongokkan wajahku. Alfi menatapku. Tidak tersenyum. Malah sedikit terkejut. Benar saja. Dari Ekspresinya aku tahu kehadiranku tidak diharapkan olehnya.
Kutanyakan kondisinya juga perkembangan skripsinya dan tak lupa siapa yang akan menjaganya di rumah sakit ini. Ketika dia bilang tidak ada yang menjaga aku dilema. Ingin menawarkan diri menjaga tapi aku takut dia tak suka. Haruskah aku menebalkan muka? Aku yang hanya olok-olok saja..
Akhirnya kubulatkan tekad untuk menjaganya untuk malam ini saja. Aku ambilkan air yang dia minta. Kuantar kekamar mandi jika dia butuh bantuan untuk kupapah. Kujaga infusnya selalu. Tak lupa kubelikan jus jambu dan angkak agar trombositnya meningkat cepat. Dia risih. Hatiku nyeri. Kubiarkan diri jatuh rendah dihadapan seorang Alfi. Aku memang kecewa dengan dirinya. Tapi aku tak ingin dia menderita. Lagipula hanya malam ini saja.
Esok paginya setelah membelikan bubur yang diinginkannya aku kembali ke kosanku dan mandi. Karena aku ada kuliah pagi. Walaupun kantuk menggelayut menyiksa, demi Alfi aku rela. Kukuatkan diri dengan banyak menenggak kopi walau perutku tersiksa oleh ini.
Siangnya aku pergi menjenguk Alfi lagi. Namun dia sudah terlihat sedang beres-beres. Ketika kutanya, dia menjawab sudah boleh pulang siang ini. Dia pulang sendiri dan hanya dijemput supir. Supirnya sedang mengangkut barang-barangnya ke mobil. Aku membantunya dan menyuruhnya beristirahat. Ketika supirnya datang aku pamit. Alfi sama sekali tidak mengatakan apa-apa padaku. Untuk berterima kasih pun tidak. Bukannya aku ingin dia begitu. Hanya saja seolah itu menegaskan jika yang kulakukan memang tidak dianggap olehnya. Haruskah aku menyerah?
*
Setelah sembuh Alfi masih sering datang ke kosanku dan memintaku membantu tugas dan skripsinya. Walau aku satu tingkat di bawahnya tapi dia tahu kualitas otakku. Dan benar-benar memanfaatkan itu. Bodohnya aku terus saja membantu. Hatiku terlalu lemah untuk menolaknya.
Skripsinya sudah mencapai Bab Penutup. Tinggal butuh Acc terakhir dan selesailah sudah semua bantuanku. Mungkinkah setelah itu dia akan memutuskanku? Namun dia datang ke kosanku dengan muka ditekuk. Butuh sedikit revisi katanya. Lalu dia juga cerita kalau Claudia (entah siapa) memutuskannya. Harga dirinya jatuh katanya. Karena dia yang biasa melakukan itu. Dasar egois pikirku. Yang keluar dari bibirku malah kata-kata yang menyemangatinya. Masih banyak perempuan cantik di luar sana. Cukup tunjukkan pada Claudia jika kau bisa menggaet yang lebih cantik dari dia itu kataku. Silly me yah.. silakan tertawa. Aku memang manusia paling bodoh sedunia.
Aku telah lakukan segala yang kubisa untuknya. Biarlah dia memanfaatkanku, aku ikhlas. Paling tidak dia selalu meminta nasihat dariku tentang ini itu. Yang aku jawab sebisaku. Segala yang telah kami lewati berdua terpatri selalu dalam ingatanku. Kata-kata ‘jadian’ darinya masih menjadi penguatku untuk berada didekatnya. Walau dia hanya memanfaatkanku saja.
Paling tidak aku sudah melakukan segala yang kubisa untuk menarik hatinya. Aku sudah menjadi ‘pacar’ yang baik untuknya. Selalu ada ketika dia butuh. Selalu siap untuk mendengarkan keluh kesahnya. Juga tak lupa menyemangati kuliahnya, selalu. Jika semua itu hanya dianggap angin lalu saja, aku tak apa-apa. Aku tak hilang arah.
Kuakui itu sakit memang. Tapi mau dikata apa.. Cinta tak bisa dipaksa. Biarlah rasa ini hanya menjadi milikku saja. Berada disisinya dan membantunya sebisaku itu sudah lebih dari cukup untukku. Tak peduli jika seisi dunia mengataiku bodoh. Aku hanya sedang jatuh cinta. Itu saja.
**
Hari itu Alfi sidang skripsi. Aku telah menyiapkan dirinya dengan tanya jawab dari asumsi pertanyaan-pertanyaan yang telah kusiapkan. Dengan sabar aku menerangkan jika dia salah. Tak jemu kubantu dirinya dengan cara mudah menghapal ala-ku. Jika itu belum cukup kubuatkan catatan-catatan dikertas kecil yang bisa dibacanya setiap waktu. Aku ingin dia mendapat nilai yang baik pada skripsinya.
Alfi sudah masuk ruang pembantaian dari tadi. Aku menunggunya dari jauh. Aku cukup tahu diri. Karena setau anak-anak di kampus aku tidak dekat dengan Alfi. Mungkin hanya teman-teman terdekat Alfi yang tahu tentang aku.
Ketika Alfi selesai dan nilainya diumumkan, senyum terbit diwajahnya yang selang beberapa menit lalu masih terlihat tegang. Aku senang. Alfi melepas senyum padaku sekilas. Selesai sudah tugasku untuk membantunya. Mungkin ini menjadi hari terakhirku sebagai ‘pacar’nya? Aku segera beranjak dari sana. Tanpa sedikit pun ada keinginan untuk larut dalam euforia keberhasilannya. Toh sudah cukup banyak teman yang menemaninya.
Sender: MyAlL
Gw dapet A. Nanti mlm ke t4 lo.
Sms dari Alfi. Tidak kubalas. Hatiku masih membahas maksud sms-nya. Mungkin ingin berterima kasih lalu lanjut untuk ‘putus’ dariku. Aku harus mempersiapkan hatiku akan kata-kata ‘putus’ yang mungkin kuterima. Astaga. Aku sudah tahu akan berakhir seperti ini ketika aku tidak sengaja mendengar ucapan temannya dulu. Tetapi tetap saja. Memikirkannya terasa menyakitkan.
Sender: MyAlL
Thx.
Okeee.. ini pertama kalinya dia berterima kasih padaku. Setelah sekian lama, akhirnya dia sadar aku (memang) membantunya. Namun entah mengapa hatiku tidak tergerak dengan ucapan terima kasihnya. Mungkin karena aku sudah terlanjur dengan sikapnya yang mengabaikanku. Sms terima kasihnya malah menimbulkan tanda tanya ‘Pasti ada maunya lagi’. Salahkah aku jika berpikir begitu?
*
aku tidak genit
Tapi aku gesit
Senang merasakan sensasi legit
Walau terkadang pahit
Aku sadar sering membuat banyak hati pailit
Aku_si gesit
Yang benci kata ‘Commit’
Wajahku adalah asetku. Aku sadar aku tampan, luar biasa menawan. Setiap wanita pasti bertekuk lutut di bawah kakiku. Cukup kukedipi sekali mereka akan merangkak-rangkak memohon cintaku. Tak terhitung banyaknya wanita yang singgah padaku. Walau mereka tak pernah berhasil singgah dalam hatiku. Aku playboy sejati. Paling suka tebar pesona sana sini. Aku tak bisa menahannya. Aku terlalu tampan untuk disia-siakan. Silakan iri..
Dari ujung rambut sampai ujung kaki tampilanku sempurna. Tidak ada celah untuk terlihat biasa-biasa saja. Para wanita menginginkanku, para pria iri denganku. Teman-temanku pun begitu. Mereka selalu was-was jika mengenalkan pacar-pacar mereka padaku. Karena pacar-pacar mereka selalu beralih menyukaiku. Tapi tenang, aku setia kawan. Paling pantang merebut kekasih teman. Kalau kekasih orang, itu lain persoalan. Hahahaa..
Teman-temanku seru. Kami kadang taruhan ketika bosan. Ketika di mall, kami taruhan siapa yang bisa mendapatkan nomor telpon atau pin BB para wanita. Itu membosankan sebenarnya, karena aku selalu menang. Wanita mana yang bisa menolak pesonaku? Aku yang tampan menawan.
Sampai suatu ketika, ide itu muncul. Entah siapa yang mencetuskannya pertama kali. Ketika akhirnya kami bosan_tepatnya mereka yang bosan_karena aku selalu menang taruhan. Kami taruhan siapa yang bisa membuat seseorang menyatakan cintanya dalam 3 hari. Masalahnya, ini bukan sembarang orang. Tapi lelaki, cowok, sejenis dengan diriku sendiri. Ugh itu memuakkan. Anehnya aku merasa tertantang. Aku yang luar biasa ganteng ini, mungkinkah pesonaku bisa menjerat para pria?
Sialnya, target yang dipilih adalah si cupu. Dia itu terkenal pendiam akut. Lebih sering menghabiskan waktunya di perpustakaan kampus. Bagaimana mungkin dia sanggup berbicara untuk menyatakan cinta? jika untuk berbicara waktu kami sekelompok membuat makalah saja tidak pernah. Sial.
Beberapa hari sebelum aku mengajak si cupu aku telah mengamatinya dari jauh. Dia sosok yang membosankan. Jeda kuliah dia ke perpustakaan. Selesai kuliah dia langsung pulang. Jam istirahat makan siang pun dia pilih makan sendiri. Apa dia tak punya teman? Mungkin temannya ilfil karena takut diajak nongkrong di perpustakaan sering-sering. Ugh, itu membosankan.
Namun satu yang menarik. Ketika dia melihatku, matanya akan berbinar penuh cahaya. Walau itu tidak pernah lebih dari 2 detik. Setelah itu si cupu seolah tidak peduli. Yang anehnya, aku perhatikan dia terkadang mencuri lirik. Ugh, apa itu? Sejak kapan rutinitas mencuri lirik padaku itu ada? Banyak yang tampan selain aku, tapi kenapa matanya hanya mencuri lirik padaku? Aku pura-pura tidak tahu. Walau sudut mataku selalu menilai gerak gerik itu.
Aku yakin si cupu ini memang tertarik padaku. Ugh, menjijikkan. Pantas dia sendirian begitu. ternyata dia maho. Menyesal aku dulu sering mengajaknya sekelompok denganku. Tapi dia memang pintar. Tunggu.. tunggu.. bukankah itu bisa kumanfaatkan.. Iya betul. Taruhan ini, perasaan si cupu, semua itu bisa kumanfaatkan untuk keuntunganku. Aku bisa menang banyak. Lagipula skripsiku sudah di depan mata. Sebut aku jahat, aku tak peduli. Bukankah setiap orang punya cara sendiri untuk menggapai prestasi. Caraku mungkin tidak murni, tapi siapa peduli. Orang-orang akan memaafkanku karena aku tampan.. Silakan benci aku..
Lagipula bukan salahku jika orang lain tidak sadar jika diri mereka dimanfaatkan. Aku pun butuh perbaikan nilai. Ini semester akhir untukku. Akan aku buktikan pada papa aku bisa mendapat nilai bagus. Aku akan taruhan dengan papa untuk semester ini nilaiku tidak akan ada yang C. Mobil baru akan menanti. Hihihi.. Dengan si cupu yang sudah pasti bisa kutaklukkan tidak akan ada nilai C untuk semester ini.
*
Semua perhitunganku benar. Si cupu memang suka padaku. Terbukti ketika aku menyebut kata jadian. Ekspresinya seperti semua wanita yang pernah jatuh dalam pesonaku. Lalu aku paksa dia menyebutkan kata-kata aku-cinta-kamu. Karena perjanjian taruhan, harus orang itu yang menyatakan cinta, bukan aku. Setelah merekam semua itu pada ponselku. Aku berlalu. Aku pintar kan?
Luar biasa. Si cupu benar-benar membantuku. Semua tugasku dikerjakan olehnya. Bahkan dia memberiku kisi-kisi ujian. Dia bilang dia selalu survei kepada senior-senior tentang soal-soal yang pernah diajukan dosen-dosen di tahun sebelumnya. Dan aku pikir dia pendiam. Ternyata dia masih bisa bersosialisasi dengan senior lain.
Agak tidak adil sebenarnya aku memanggilnya cupu. Anak itu sebenarnya manis. Dengan tinggi sedang, kulit kuning langsat, bibir mungil dan alis hitam tegas, dia masuk kategori unyu. Kalau saja dia tidak menyembunyikan diri di perpusatakaan, mungkin ada yang suka dengannya. Tapi bodohnya, dia selalu menutup diri. Ugh, membosankan. Atau mungkin karena dia maho dia sengaja bersembunyi. Masuk akal. Siapa yang mau bergaul dengan maho.. Ugh menjijikkan.
Setelah kata jadian itu, dia seperti budakku. Segala yang kusuruh, dilakukannya dengan sempurna. Luar biasa sempurna. Nilai paperku tiada dua. Skripsiku pun dikerjakan olehnya. Terbuat dari apa otaknya? Bukankah dia sendiri mengambil 24 sks? Tapi mengapa dia masih sanggup membantu semua tugas dan skripsiku? Dasar bodoh. Tak sadarkah dia kumanfaatkan?
Walau dia menganggapku pacar. Aku tidak peduli. Toh taruhanku sudah berakhir. Aku masih menikmati bantuannya padaku yang tidak mengenal kata mengeluh. Dasar bodoh.
*
Awalnya hanya iseng belaka
Tak menyangka semua terasa nyata
Awal yang palsu
Semua yang hanya angan semu
Menjejak nyata membuat tersipu
Ugh, aku tak tahu
Pikiranku buntu
Semua jadi abu-abu
Si cupu unyu memang bodoh. Masih belum saja sadar sudah kumanfaatkan. Tidak apalah. Toh aku menikmati keuntungan ini.
Tak terasa dia selalu ada buatku. Selalu mendengarkan keluh kesahku. Tak jemu membukakan pintu kosnya untukku. Hanya untuk direcoki dengan tugas yang baru kuingat kala malam dan harus selesai pagi hari. Dia sampai harus begadang beberapa kali karena aku. Aku selalu mengulangi hal itu. Dan dia_si cupu yang sekarang terlihat unyu_membantuku tak jemu-jemu.
Satu yang kubenci darinya. Dia selalu melarangku merokok dikosannya. Alhasil, selang beberapa lama aku telah mengurangi konsumsi rokokku. Bahkan sebungkus kadang masih utuh. Sampai ketika aku sadar, aku tidak pernah lagi membawa rokok dalam tasku.
Hal yang paling berkesan dari si cupu unyu adalah sifat rela berkorbannya itu. Suatu ketika aku harus dirawat di rumah sakit karena demam berdarah. Dia datang kala sore tiba, dan memilih untuk menginap menungguiku di rumah sakit. Bodohnya dia. Walau aku sedikit risih dengan sifat sok perhatiannya. Aku senang juga ada dia. Karena aku bisa menyuruhnya ambil ini itu yang kubutuh.
Aku sedikit salut dengan si cupu unyu. Bahkan teman dan pacarku hanya menjengukku saja. tidak ada yang repot-repot ingin menungguiku di rumah sakit. Orang tuaku? Jangan ditanya. Mereka sibuk tak punya waktu untukku. Cukup menyediakan uang untuk biaya rumah sakitku. Bukankah ada suster yang merawatku.. itu pasti alasan mereka. Jadi aku (walau risih) sedikit bersyukur ada si cupu unyu.
Pacar taruhanku itu memang pribadi yang baik ternyata. Tak pernah ada pamrih atas semua yang dilakukannya. Aku jadi tidak enak sudah memanfaatkannya. Tapi sudahlah, salah dia sendiri yang tidak bisa menolak pesona yang kupunya. Namun hati ini, mengapa terasa hangat dengan segala perhatian dan kebaikannya? Ugh aku tak suka ini..
Apa yang kupikirkan? Hangat? Hatiku? Karena dia? Omong kosonglah itu semua. Tidak mungkin. Ini hanya efek perasaan tidak enak saja karena sudah memanfaatkannya. Mungkin aku harus memberikan sesuatu untuknya agar rasa tidak enak ini hilang. Astaga. Sudahkah aku berterima kasih padanya? Sial. Pasti karena itu aku resah.
Aku memang tidak berterima kasih padanya. Pada siapapun juga. Toh mereka yang mau melakukannya, bukan aku yang menyuruh. Aku hanya sedikit merayu. Hanya itu. Jangan salahkan aku jika mereka jatuh dalam pesona semu. Tapi si cupu unyu beda dari semua orang itu. Dia tulus membantuku tanpa pamrih atau minta ini itu. Bahkan dia tak pernah protes aku tak pernah mengajaknya keluar lagi. Hanya sekali. Cukup sekali itu. Jahatkah aku?
Ketika aku cerita pada best buddies-ku. Dia menyarankan aku memberi hadiah perpisahan pada si cupu unyu. Dengan entengnya sobatku bilang ‘puaskan saja si cupu’. Saran apa itu. Aku tahu dia bercanda. Tapi yang lain ikut menimpali. Dan sedikit menantangku untuk melakukannya. Ego-ku tergelitik. Hingga ketika sadar aku sudah menerima tantangan mereka. Astaga. Kampretlah..
Dulu hanya sekali aku pernah bertanya pada si cupu unyu. Pernahkah dia memiliki pacar? Dia menggeleng. Lalu aku goda pernahkah dia ciuman? Lagi. Dia menggeleng. Walau aku tahu dia akan menggeleng lagi, aku tak kuasa untuk bertanya lagi. Kalau ML? Benar saja. Dia menggeleng dengan wajah merah padam. Si cupu unyu masih segel atas bawah. Bahkan bibir imut itu masih perjaka. Aku (sedikit) tergoda. Ugh.. ini salah..
Tapi sanggupkah aku merusak pribadi yang masih polos seperti si cupu unyu ini? Kenapa hatiku meragu dan tak tentu? Dia yang sudah begitu baik padaku..
Padahal ini bukan yang pertama untukku. Mengambil keperawanan seseorang maksudku. Bukan ‘main’ dengan lelaki tentu. Banyak wanita yang sudah merelakan keperawanannya untukku. Tapi kenapa dengan si cupu aku ragu? Apa karena dia lelaki? Atau ada alasan lainnya aku tak tahu.. Entah mengapa segala perbuatan baiknya melintas dikepalaku. Ketulusannya mengganggu niatku. Aku ragu..
**
SWEET KITTEN
Malamnya Alfi benar datang ke tempat kosku. Aku sudah hampir tidur kala itu. Sudah lewat jam 10 malam. Hampir jam 11 malah. Dia datang dengan senyum (bodoh) terpasang. Cerita jika dia habis mentraktir teman-temannya. Aku hanya tersenyum saja mendengarkan semua ceritanya. Toh aku hanya olok-olok baginya.
Lalu dia mengajakku pergi dengannya. Sebagai wujud rasa terima kasih darinya atas segala bantuanku (Akhirnya pikirku). Aku memang tidak pernah dinomorsatukan olehnya. Selalu berada diurutan terakhir dalam daftarnya.
Aku menolak ajakannya. Dia memaksa. Merayu hingga hatiku tak kuasa. Pesona dirinya terlalu nyata. Sulit terbantah. Yang tidak kusangka dia malah mengajakku ke rumahnya. Kurang ajarnya Alfi berterima kasih dengan cara menawariku minuman anggur yang telah dibelinya. Walau aku tidak pernah minum. Tapi dari botolnya aku tahu itu bukan anggur biasa. Paling tidak harganya memang istimewa. Dia memaksaku menemaninya minum. Alfi bilang ingin merayakannya dengan minum sepuasnya bersama. Salahkah aku jika muak dengan pemikirannya itu?
Alfi memaksaku untuk menemaninya minum. Tapi untuk yang satu itu tegas aku menolak dirinya. Aku tidak suka minuman keras. Terlalu munafik jika bilang itu haram, sementara rasa yang salah milikku lebih dari haram. Namun justru karena aku merasa aku sudah banyak berdosa, tidak mungkin kutambah dengan dosa lainnya. Lalu aku mengancam segera pergi dari rumahnya. Alfi menyerah.
Lalu dia menawariku ingin minum apa, dia sendiri yang akan membuatkannya untukku. Aku bilang air putih saja. Namun Alfi memaksa ingin mengambilkan jus jeruk untukku. Aku hanya bisa menganggukkan kepala. Paling tidak bukan minuman keras. Selang beberapa lama Alfi tak jua kembali ke kamarnya, akhirnya aku menyusulnya ke bawah.
Rumah Alfi sepi. Ayah ibunya entah kemana. Bahkan aku tak melihat saudara-saudaranya. Pembantunya pun tak ada. Padahal rumah ini besar adanya. Ketika sampai di anak tangga terbawah, aku mendengar samar-samar Alfi sedang menelpon.
Jika dulu aku hancur untuk semua kepura-puraannya. Kali ini aku lenyap tak tersisa. Bagaimana bisa dia melakukan semua itu ketika aku sudah membantunya tak jemu-jemu? Dulu aku yakin dia bukan manusia karena terlalu sempurna fisiknya. Tapi sekarang aku yakin dia bukan manusia, karena hatinya terlalu berbisa. Ini kata-kata Alfi yang kudengar di telpon.
“..Cupu. Anggur enak ditolak.. Iya. Ini gue lagi pake taktik berikutnya.. Obat perangsang bro. Ini bentuk terima kasih gue nih udah mau ‘Maen’ sama maho kayak dia.. Hahaha.. Gue bisa aja langsung ngerayu dia. Tapi najis ah. Mending bikin dia mabok ato ga sadar.. bener banget bro..Palingan kan dia pikir itu mimpi basah. Keren kan ide gue? Yup. Nanti gue kasih liat videonya dia megap-megap sama junior gue. Kayak cewek-cewek gue dulu.. haahaha.. besides.. setelah ini gue sama dia DoNe..”
Badanku gemetar karena ulahnya. Aku marah. Murka sejadi-jadinya. Dia pikir aku menyukainya dan membantunya hanya untuk bisa bersetubuh dengannya? Kurang ajar sekali pemikirannya. Apa dia pikir aku serendah itu mengharapkan tubuhnya bersatu denganku? Rasaku untuknya hilang seketika. Tak ada lagi yang bisa kuberikan padanya. Aku memang bodoh, mau saja diperalat oleh manusia dengan otak cetek seperti dia.
Segera aku ke atas lagi untuk mengambil jaketku. Lalu meninggalkan surat ‘terima kasih atas segalanya’ dikamarnya.
Segala dustamu tlah terbaca. Dihari ketiga jadian kita. Semua terbongkar dengan sendirinya. Kutahankan diri untuk kau perdaya. Berharap semua tindakanku bisa kau rasa. Tapi apa? Tak sekalipun rasa terima kasih kau curah. Tak sedikitpun tindakanku kau anggap berguna. Semua itu kau anggap biasa saja. Terima kasih atas segalanya. Atas segala perhatian dan kata ‘jadian’nya.
Tapi maaf. Aku tak cukup berharga untuk dirimu yang sempurna. Silakan kau cari orang lain yang takkan menolak kau punya pesona. Orang-orang itu lebih baik untuk kau TIDURI. Dibanding aku yang kau bilang najis ini. Aku cukup sadar diri. Untuk tidak mengotori dirimu yang sempurna hai Alfi
dengan najisku sendiri. Karena itu terima kasih sudah tahan tiga bulan lebih dua puluh empat hari
Dengan najis seperti diriku ini. Aku cukup tahu diri untuk tidak berada di dekatmu lagi setelah ini.
GIE – NAJIS YANG TAK BERARTI
Air mataku jatuh beberapa kali menetesi surat itu. Tak bisa kucegah. Aku ingin hilang ditelan bumi sekarang juga. Segera kuusap air mataku dan berlalu dari sosok yang terasa asing untukku.
**
Aku pergi dari rumah Alfi tanpa permisi. Ketika aku turun dia masih menerima telpon, entah dari siapa lagi. Hatiku terlanjur hancur. Remuk dan tak berbentuk. Rasa cinta yang (dulu) kumiliki sudah menguap entah kemana.
Malam itu, entah berapa banyak air mata yang tertumpah akibat semua kebodohanku. Rasa cinta telah membutakanku dari segala tipu daya. Tak bisa melihat kenyataan yang pasti kan mendera. Hanya bisa pasrah dengan segala luka yang diderita.
Alfi menelponku berkali-kali. Tapi segera handphone kumatikan. Aku tak bisa berbicara dengannya. Pasti dia sedang menertawai kebodohanku. Lagipula, untuk apa dia menelponku? Pasti bukan untuk mengatakan penyesalannya bukan?
**
SWEET KITTEN
Aku tahu cintamu palsu
Namun aku terlalu larut dalam pesona semu
Bukan salahmu tapi aku
Yang tak bisa menahan hatiku.
Tapi pantaskah aku untuk kau tipu
Dan kau rendahkan begitu?
Rasaku hilang dengan segala dusta kejimu
Cintaku tak lagi berlabuh padamu
Benci ini mulai menggerogoti kalbu
Salahkah aku jika aku belum bisa memaafkanmu?
“Gie maaf. Tolong.. maafkan aku” Aku?! Sejak kapan?? Apa kabar Lo-Gue?
“...”
“Gie, aku tahu semua kesalahanku. Aku tahu beratnya dosaku padamu. Sejak kau meninggalkanku malam itu. Dan surat itu. Aku menyesal Gie. Sungguh-sungguh menyesal.”
“...”
“Aku kesepian tanpamu Gie..” you? Lonely? Trus cewek-cewek yang beda dari senin sampai minggu kemana?!!
“...”
“Sekarang, Aku baru menyadari betapa berharganya dirimu dibanding wanita-wanita yang pernah bersamaku. Mereka hanya ingin dimengerti tanpa sedikitpun mau mengerti. Mereka bilang cinta dengan gamblang tanpa benar-benar memaknai. Tidak sepertimu Gie. Aku benar-benar idiot tanpa hati dan otak, sudah menolak dan menyakiti dirimu.” Kata-katanya mengalir keluar. Seperti sudah ingin dikatakan sejak lama.
“Gie.. Maaf.. aku.. benar-benar ingin memohon ampunanmu” direngkuhnya kedua tanganku. Matanya menatap lurus ke mataku. Sorotnya penuh harap dan.. jujur?
Pikiranku berkecamuk. Entah mengapa aku ingin percaya. hmm.. aku memang percaya. tapi..
Sekarang kau bilang kau kesepian? Menangisi malam-malam tanpaku. Well, kau bisa menangis. Karena aku dulu begitu. Sekarang kau bilang kau meminta maaf. Karena sudah tidak jujur padaku. Well, kau bisa menangis tentu, meraung-raung kalau perlu. Karena aku pun dulu begitu.
Tahukah kau? Kau mendorongku sampai kepada batasku. Batas yang sudah tidak dapat kutahan lagi. Aku tidak pernah merasa kecewa dan sakit hati sedemikian hebatnya. Tidak seperti yang telah kau perbuat padaku. I’m at my limit back then. Do you even care?! NOPE. YOU DON’T..
Ingatkah? Apa kau ingat apa yang kau katakan dan yang tidak kau katakan padaku waktu itu? karena aku ingat. AKU INGAT!!! SIAL..!!
Aku hanya bisa bersyukur pada Tuhan karena masih diberikan kewarasan waktu itu. Walau susah payah kugenggam tekad yang tergelincir di pinggir jurang kekecewaan.
Aku begitu mengingat bagaimana aku ketika tahu bahwa kau menjalin hubungan denganku hanya untuk taruhan. Dan hanya memanfaatkan kepandaianku untuk membantu mengerjakan skripsimu. Kau bilang kau telah selesai denganku. Yup, Done, Selesai, The End. Seolah-olah aku Tugas Akhirmu yang juga telah kau selesaikan itu. DAMN IT!! IT HURTS YOU KNOW..
Bukan kata-katamu yang membuatku sakit hati. Well, kata-katamu memang membuatku sakit hati. Tapi cara penyampaianmu yang datar tak peduli, seolah tidak merasa bersalah sama sekali. Apa kau anggap aku ini barang? Setelah selesai lalu kau buang? DAMN!! YOU’RE SUCH AN ASSHOLE. Aaahh, God sorry.. i didn’t mean to swear. Tidak ada maksud menyumpah serapah.
If you’re so sorry, prove it. Prove it to me. Menangislah meraung-raung untukku. Mungkin aku akan memaafkanmu. Karena aku dulu begitu. Tuhaaaannn.. Mengapa sulit sekali untukku memaafkannya? Dulu, Aku pun sudah sedikit tahu dengan alasan-alasannya. Tapi mengapa hatiku masih terpaku dengan kejadian itu.
Dia masih terlihat menunggu jawaban dariku. Matanya penuh harap.
“Sorry.. Sorry.. I’ll forgive you. But not now, Ok? At least i do forgive you. I think..” Kataku akhirnya. Kutambahkan kata terakhir dengan sangat lirih. Dia mulai sedikit tersenyum. Aaahh.. senyum itu..
“Tapi.. You’ve hurted me so bad..” There you go. Keluar juga kata-kata itu. “I’ve torned into million pieces, you know..? Sakitnya masih terasa sekali disini” tangannya yang sedang memegang tanganku kuarahkan ke dadaku. Tanpa terasa aku menitikkan air mata. Please tears.. not now.. Aku seharusnya marah bukan menangis begini. Aku tidak mau terlihat lemah dihadapannya. Khususnya di depan dia.
“Gie.. Sshh.. Sshh.. Don’t cry.. Please don’t cry Gie.. It hurts me lihat kamu nangis.. Gie.. please don’t, don’t cry for me. I’m so not worth your tears dear. Please.. Ssshh..” sambil didekapnya aku dalam rengkuhannya. Dan aku sesenggukan. Benar-benar lepas kendali. Air mataku mengalir deras membasahi dada bidangnya.
“Gie.. udaahh.. kamu ga perlu maafin aku.. Tapi tolong kamu senyum ya.. Aku benar-benar tidak mau melihat air matamu karena diriku. Kamu boleh dendam denganku Gie.. but please.. Stop crying dear.. it hurts. benar-benar sakit Gie..” terasa air mata menetesi rambut kepalaku. Otomatis tangisku terhenti. Kuhela nafas dan mendongakkan kepala. Dan ‘Dia’, ‘Kelinci Gesitku’ menangis. Kenapa? Bagaimana bisa?
“Ka.. Kamuu.. Kenapa..?” aku masih terheran-heran.
**
Kelinci Gesit
Dulu, setelah aku menyadari segala salahku. Dan perasaanku yang sesunguh-sungguhnya terhadapnya. Aku benar-benar kehilangan dirinya. Amat sangat kehilangan. Baru kusadari itu. Tuhaaaannn.. aku sekarang menyadari kalau aku benar-benar membutuhkannya. Aku.. aku.. aku.. mencintainya..
Eng.. Menjijikkan memang. Tapi aku tak kuasa untuk menyangka itu semua. Wanita-wanita yang ada dan selalu singgah tidak ada yang seperti dia. Semua teman juga tidak sebaik yang kukira. Mereka hanya memanfaatkan aku dan popularitas juga uangku. Jika aku tidak tampan dan kaya begini, masihkah mereka ingin berteman denganku. Hanya dengan Gie, si cupu unyu yang bisa kurasakan tulus padaku.
Dulu setelah suratnya itu, aku berkali-kali menelponnya. Ingin kudatangi tempat kosnya tapi aku tak berani. Bukan aku takut padanya. Aku takut terjadi keributan yang tidak perlu dan malah mempermalukan diriku. Sebut aku egois, tapi begitulah aku. Apa aku brengsek karena itu?
Kuputuskan untuk menemui dirinya dikampus. Tapi dia menghindariku. Bahkan ketika melihatku, dia segera lari menjauh. Menungguinya di luar kelas pun percuma. Setelah mata kuliah selesai, Gie selalu berjalan bersama dosen entah membahas apa. Kosannya juga kosong, ketika aku kesana. Gie, si cupu unyu sudah pindah tiba-tiba katanya. Karena aku kah? Sampai hari aku wisuda, aku tak jua berhasil berbicara dengannya.
Baru selang 2 tahun setelah kejadian itu aku tidak sengaja bertemu dengannya. Tepatnya ketika dia diterima bekerja pada firma hukum milik om ku. Aku tidak menyangka akan bisa bertemu dengannya. Pun dengan dirinya. Om bilang dia yang merekrut Gie karena pernah melihat cara Gie bekerja pada firma hukum temannya.
Omku bilang dia harus gigih merayu Gie sebelum akhirnya Gie menerima tawaran omku. Hebatnya si cupu unyuku itu. Oh wait.. cupu unyuku? Sejak kapan aku menganggapnya milikku? Walau harus kuakui setelah dia menghindar hariku tak pernah sama lagi.
Aku langsung bekerja pada firma hukum omku setelah lulus kuliah. Walau butuh 2 tahun sebelum aku bisa ikut ujian pengacara. Gie pasti masih dibawahku. Bukankah aku lulus lebih dulu? Tapi ternyata aku salah. Walau Gie lulus di bawahku, dia sudah mengambil ujian pengacara yang ada bulan kemarin. Kapan dia magangnya? Apakah ketika kami masih bersama dia sudah magang? Kenapa aku tak tahu?
Aku memang tidak tahu apa-apa tentangnya. Hanya tahu kalau aku harus memanfaatkannya untuk semua tugas dan skripsiku. Aku menyesali semua itu. Bekerja di firma omku berat. Om memiliki banyak klien dan otomatis banyak berkas yang harus kuurus. Waktuku tersita. Tidak ada teman dan pacar yang menemani. Mereka masih ingin selalu asyik-asyik, sementara aku sibuk tak ada waktu. Pulang kerja pun aku sudah terlalu lelah. Omku keras. Dia tidak suka pegawai malas. Karena itu waktu sosialisasiku berkurang. Teman menyingkir, pacar tak pengertian. Aku sudah dianggap tak asyik.
Aku jadi teringat dengan Gie jika sudah begini. Dirinya selalu penuh perhatian. Tanpa protes apapun. Tanpa ada keluhan satu pun. Aku menyesal sudah menyia-yiakannya. Jika mengingat perhatiannya dulu hatiku menjadi hangat segera. Terbayang senyumnya yang mendengar segala keluh kesahku, lelahku hilang. Aku merindukan saat-saat ada seseorang yang benar-benar tulus padaku.
Sejak bertemu Gie di firma itulah aku mulai mendekatinya, walau dia selalu menjaga jarak denganku. Dan kata-kata maaf yang dulu tidak sempat kuucapkan ingin segera kuutarakan padanya. Inilah aku dengan permohonan maafku. Agak sedikit canggung. Karena baru Gie seorang yang sanggup membuatku melakukan ini. Mampu merontokkan segala sifat egoisku.
Kupikir dia akan bisa memaafkanku dengan mudah. Lagipula telah lewat 2 tahun pula. Tapi semua itu salah. Aku malah membuatnya mengeluarkan air mata. Tuhaaaann.. hancur hatiku melihat air matanya. Aku telah bersumpah kepada diriku sendiri tidak akan membuatnya menangis lagi. Paling tidak, bukan karena aku. Tapi disini, aku malah membuatnya menangis kembali.
Ampuni aku Tuhan. Sebegitu besarnyakah kesalahanku padanya. Aku tahu kesalahanku memang besar sekali. Tapi melihatnya menangis kembali karenaku. Aku tidak tahan. Hatiku ikut hancur seiring tangis itu Tuhan..
Tapi aku tidak akan egois. Sepertinya cintanya untukku sudah tak tersisa lagi. Dan tangisnya. Tangisannya menyayat hatiku Tuhan. Tolong kuatkan hatinya untukku Tuhan. Aku tidak pantas mendapatkan air matanya. Apalagi cintanya. Aku yang sudah mengotori kesucian cinta dengan dalih ego semata.
Dia masih sesenggukan didadaku. Air matanya terasa membasahi dadaku. Hatiku sakit sekali. Nafasku tercekat. Bukan ini yang kuharapkan atau pikirkan. Kenapa aku masih saja membuatnya menangis. Aku memang bajingan. Bagaimana mungkin aku tega menyakitinya lagi. Tapi aku hanya ingin meminta maaf padanya. Salahkah? Terlalu beratkah? Mungkinkah kesalahanku memang tidak dapat dimaafkan.. Sesulit itukah..?
“Gie.. udaahh.. kamu ga perlu maafin aku.. Tapi kamu jangan nangis lagi. Paling tidak jangan menangis untukku. I’m so not worth it dear. Tolong kamu senyum ya.. Aku benar-benar tidak mau melihat air matamu karena diriku. Kamu boleh dendam denganku Gie.. but please.. Stop crying dear.. it hurts. Benar-benar sakit Gie..” kukatakan itu seiring dengan keluarnya air mataku. Aku jarang sekali menangis. Hampir tidak pernah. Dulu aku menangis karena surat itu. Yup. Aku menangis karena surat itu. aku akui itu. Dan aku menangis lagi sekarang, karena aku tidak mau melihatnya sedih seperti ini. Hanya dia yang bisa membuatku begitu manusia.. begitu.. berperasaan..
“Ka.. Kamuu.. Kenapa..?” Gie heran melihatku menitikkan air mata.
Aaahh.. Syukurlah dia berhenti menangis. Aku tersenyum. Sedikit kudorong pelan tubuhnya kedepan agar kubisa melihatnya dengan jelas. Aku ingin yakin bahwa dia tidak akan menangis lagi. Kusarungkan kedua tanganku dipipinya. Dan jempolku mengusap airmata di kedua pipinya. Benar. Dia sudah tidak menangis tapi terheran-heran dengan sikapku. Astaga! Aku pun tersadar aku baru saja menitikkan air mata didepannya. Sial! Aku tidak mau dia menganggapku lemah. Menganggapku cengeng. It’s so not me.
“Hmm.. Tii..Tidak.. apa-apa” jawabku sedikit terbata-bata. Mengusap hidungku.
“...” pandangannya seperti bicara ‘Kenapa denganmu?’
“Gie.. Aku hanya ingin meminta maaf. Jika permintaanku terlalu sulit untuk kau kabulkan. Anggap aku tidak pernah bicara. Jujur aku tidak mau membuatmu sedih untuk kedua kalinya karena aku. tapi aku tulus meminta maaf padamu dengan segala kerendahan hatiku.” Kataku akhirnya.
“Dan satu hal lagi. Tolong jangan menangis lagi untukku Gie. Aku tidak cukup berharga untuk air matamu. Kamu yang selama ini amat sangat berharga dan berjasa untukku. Maaf aku baru menyadarinya sekarang”. Segera aku berlalu dari hadapannya. Aku tidak ingin membuka luka lamanya lebih dalam lagi. Maaf Gie.. Maafkan aku. Sungguh..
Tiba-tiba tanganku ditariknya. Aku palingkan wajahku menatapnya. Dia menatapku. Intens sekali. Wajahnya terlihat berpikir sejenak. Terlihat mengumpulkan tekad.
“Aku.. sudah memaafkanmu. Sejak lama sudah kumaafkan semua itu. Hanya saja melihatmu membuatku teringat luka lama itu. Aku.. takut.. Aku tak ingin semua itu terulang lagi.. Maaf jika masih ada ragu dihatiku.. untukmu..”
Aku mengerti. Dengan mengangguk aku berkata, “Sorry for everything i’ve done to you Gie. Kalau bisa, aku ingin memutar waktu dan menghapus semua masa lalu itu. Tapi semua sudah terjadi, aku hanya berharap dapat kembali dan mengobati luka hatimu Gie..”
“Kita mulai dari awal?” Tawarnya.
Aku mengangguk. Dan kugenggam tangannya. Matanya masih teduh seperti dulu. Namun aku rindu binar dimatanya dulu yang hanya untukku. Egoiskah jika aku memintanya lagi untuk kembali padaku?
Sudahlah. Cukup dengan maaf ini saja untuk sementara. Seperti kata Gie ‘Kita mulai dari awal’. Akan kuikuti itu. Akan kubuktikan aku pribadi yang baru. Hari-hari masih panjang terbentang. Masih panjang untuk dijelang. Tak perlu buru-buru. Cukup selangkah demi selangkah. Akan kunikmati waktu yang ada dengan sebaik-baiknya. Berharap si cupu unyu_my sweet kitten_bisa kembali padaku..
Oiya satu hal yang belum kujelaskan. Kenapa aku memanggilnya sweet kitten? Karena Gie itu pure, polos, naif dan unyu seperti anak kucing (kitten). Aku bisa melihat betapa Gie terlihat menggemaskan sekarang. Mulai dari sekarang akan aku rawat anak kucing itu dengan sepenuh hati. Tidak akan kubiarkan tangan-tangan jahil mengotori. Aku_si gesit_yang telah menaruh hati..
Sweet Kitten And Kelinci Gesit - TAMAT
@octavfelix
@bayumukti
@tarry
@angelsndemons
@alvaredza
@TigerGirlz
@Zazu_faghag
@arifinselalusial
@FransLeonardy_FL
@haha5
@fadjar
@zeva_21
@YogaDwiAnggara2
@inlove
@raka rahadian
@Chy_Mon
@Cruiser79
@san1204
@dafaZartin
@kimsyhenjuren
@3ll0
@ularuskasurius
@Zhar12
@jujunaidi
@edogawa_lupin
@rickyAza
@rebelicious
@rizky_27
@greenbubles
@alfa_centaury
@root92
@arya404
@4ndh0
@boybrownis
@jony94
@Sho_Lee
@ddonid
@catalysto1
@Dhika_smg
@SanChan
@Willthonny
@khieveihk
@Agova
@Tsu_no_YanYan
@elsa
@awangaytop
@Lonely_Guy
@ardi_cukup
@Hiruma
@m1er
@maret elan
@Shishunki
@Monic
@cee_gee
@kimo_chie
@RegieAllvano
@faisalits_
@Wook15
@bumbellbee
@abay_35
@jacksmile
@rezadrians
@topeng_kaca
@wahyu_DIE
@Just_PJ
@nand4s1m4
@danar23
@babayz
@pujakusuma_rudi
@HidingPrince
@Jean_Grey
@nand4s1m4
@tahrone
@alamahuy
@eswetod
@aw_90
@Akbar Syailendra
@diditwahyudicom1
@PahlawanBertopeng
@ryanadsyah
@Mr_Makassar
@ipinajah
@CL34R_M3NTHOL
@kenan
@soroi
@pangeran_awan
@Richi
@obay
@BieMax
@whysoasian
@wirapratama95
@DItyadrew2
@ardilonely
@ardavaa
@Needu
@ilhams_Xman18
@AghaChan
Oiya colek-colek: @doodledeedum @pokemon @d_cetya Mudah2an berkenan..
Happy Reading Guys..^^
Jangan Lupa sahur buat yang puasa..
Met Sahur and met puasa semua..^^
NB: Jangan lupa buat yang keberatan dimention bilang ya..
>,<
twistnya boleh deeh
kereen
Aku rindu sma si Alfi Dkk.
Kpan mreka hadir???