It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
izin mention ya, kalo lupa boleh baca lagi dari page 1
@3ll0 @Tsunami @lulu_75 @Tsu_no_YanYan @Xian_Lee @d_cetya
Dalam bus yang aku tumpangi untuk kembali ke rumahku aku mengingat obrolanku dengan Angga pagi tadi. Apa memang aku harus memulai menghubungi Rendi? lagipula aku juga penasaran pada orang yang bernama Rendi ini dan penasaran kenapa Angga terlihat antusias ingin aku berkenalan dengan orang ini.
Akupun mengambil ponsel dari saku kemeja yang kupakai dan memulai untuk menuis pesan singkat ke Rendi.
Aku : hai...
Akhirnya aku mengirimkan pesan pertamaku kepada Rendi, seorang laki-laki yang aku sendiri tidak tau bentuknya seperti apa. Tapi ntah mengapa setelah mengirim satu kata tadi kepadanya aku malah merasa gugup. Untuk membuang rasa gugup yang sedang kualami aku melihat keluar jendela dari bangku penumpang yang kududuki. Jalanan macet bukan lagi hal yang baru di kota yang aku tinggali sampai saat ini. Aku bisa melihat banyak penjual makanan di sepangjang trotoar dari jendela bus ini, pengamen yang naik dan turun dari satu bus ke bus yang lain.
Aku kembali melihat jam yang ada di layar ponselku, sudah 15 menit berlalu sejak pesan pertama kukirimkan pada Rendi, namun belum ada juga balasan darinya. Aku kembali memasukkan ponsel ke saku kemeja yang kukenakan dan melihat pemandangan matahari senja dengan warna oranyenya yang tetap menyisakan panas dari balik jendela bus yang kutumpangi.
Drrrrt drrrt drrrrt. Aku merasakan getaran ponsel dari sakuku. Saat kulihat layar ponselku ternyata ada balasan pesan dari Rendi.
Rendi : hai juga.. ini siapa??
Sudah 20 menit baru dibalas. Sebaiknya aku balas lagi tidak ya, karena jujur saja sudah terlanjur malas untuk berbasa-basi dengan orang asing. Tapi bila mengingat kembali reaksi Angga tadi pagi, sebaiknya aku mencoba berkomunikasi dulu dengannya.
Aku : aku Rahen.. temennya Angga..
Rendi : ohh temennya Angga.
Aku : iyaa.. kamu tau kan kalo Angga kasih nomermu ke aku??
Rendi : aku tau.
Aku tidak lagi membalas pesannya. Aku rasa dia juga sedang sibuk karena balasan yang dia tulis kepadaku saja hanya singkat-singkat seperti itu. Aku juga bingung jika harus basa-basi terus. Kulihat ke depan sudah saatnya juga aku turun dari bus ini. Setelah bus berhenti aku berjalan agak cepat agar bisa sampai rumahku dengan segera untuk membersihkan diri dan meluruskan kaki yang terasa lelah akibat keliling tidak jelas di toko buku tadi.
Setelah selesai membersihkan diriku aku mengecek ponselku ternyata tidak ada lagi pesan singkat yang dia kirim ataupun yang aku kirim, sepertinya memang hanya sebatas itu saja obrolan kami. Aku tidak tau apa aku akan mengirim pesan singkat lagi kepadanya karena jujur aku bukan orang yang aktif berkenalan dengan orang baru. Aku minder.. ahh mungkin bukan minder tapi lebih aku bukan orang yang suka berbasa-basi. Aku orang yang membosankan mungkin itu benar. Sejak obrolanku dengan Angga tadi pagipun tidak ada lagi telpon atau pesan dari Angga dan aku sengaja tidak memberitahukannya tentang obrolanku dengan Rendi sore tadi. Dan Anggapun tidak ada menghubungi aku setelah obrolan kami tadi pagi di telpon sepertinya dia benar kecewa denganku kali ini.
Akhirnya aku memilih untuk mengistirahatkan jiwa dan ragaku yang kelelahan ditemani alunan lagu yang melantun dari ponselku.
******
Drrrt drrrrt drrrrt ponselku bergetar saat perjalanan pulang aku hanya melihat layar ponselku sekilas untuk mencari tau siapa yang mengirim pesan padaku.
Rendi : Rahen lo besok ada acara ga??
Heh kok dia tiba-tiba kirim pesan begini? Dia mau ajak aku ketemuankah kok pake nanya begitu segala. Tapi masa iya chat aja baru sebentar dan ga ada obrolan yang tujuan kesananya. Aku menimang-nimang ponselku bingung mau menjawab apa karena aku tidak yakin apa sudah siap untuk bertemu dengannnya.
Aku : Cuma kerja aja sik. Kenapa?
Rendi : ohh.. sampe jam berapa kerjanya?
Aku : sampe malem sik, kan besok masuknya sore.
Rendi : oke
Aku tidak membalas lagi pesannya. Sepertinya memang benar dia ingin mengajak bertemu dan aku sudah melewatkan kesempatan itu. Padahal aku penasaran sekali dengan wujudnya, tapi ya sudahlah aku juga belum siap untuk bertemu dengannya. Dan aku berharap dia tidak tau bahwa alasan kerja hanyalah alasan yang aku buat-buat agar tidak seperti menolak ajakannya. Aku memang masuk kerja besok namun aku masuk pagi dan sore sudah pulang.
Sesampainya di rumah ternyata hari belum terlalu malam. Aku masih merasa bersalah karena sudah berbohong pada orang yang baru aku kenal. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkan pesan lagi pada Rendi dan mencoba untuk mengenal dirinya.
Aku : malem Ren..
Rendi : malem Rahen..
Sepertinya Rendi sedang tidak sibuk karena jarang sekali dia langsung membalas pesan dariku seperti ini.
Aku : lagi apa Ren ?
Rendi : lagi mau makan..
Aku : ohh udah di rumah ya. Tadi ga kerja?
Rendi : iya libur tadi.
Aku : mau makan apa?
Rendi : ini lagi antri beli sate.
Aku : ohh kamu ngekos?
Rendi : iya.
Aku : kenapa ga masak sediri aja?
Rendi : kalo nasi biasanya masak tapi lauknya kalo pas males ya beli.
Aku : ohh
Lima menit berlalu dan tidak ada lagi balasan darinya. Ternyata dia orang yang irit sekali berbicara semua chatku hanya dijawab dengan singkat-singkat saja.
Aku : udah dapet belum satenya?
Rendi : udah niy lagi jalan ke kosan.
Aku : ya udah hati-hati ya. Selamat makan
Rendi : okee
Aku meletakkan ponselku di meja sebelah kasurku. Aku bingung jika harus terus bertanya, aku bukan orang yang aktif. Dan dia sangat singkat merespon chat dariku. Apa dia enggan chat denganku? Kalau memang enggan kenapa tadi sore dia seperti ingin mengajak aku ketemuan. Eh tapi kalu diingat tidak ada kata-kata dari chatnya ingin mengajak bertemu denganku. Apa aku saja yang kepedean? Sudahlah lebih baik aku mandi dan setelahnya bisa bersantai sambil menonton televisi.
******
Aku terbangun saat matahari sedang menunjukkan kehebatannya. Cahaya panas matahari menerobos masuk melalu kaca jendela yang belum terbuka. Hal pertama yang kulihat saat membuka mata ada guling disebelahku yang sangat setia menemaniku baik saat cuaca panas ataupun cuaca dingin. Segera aku mencari ponsel dan melihat jam yang menunjukkan pukul 11.17. Tidak heran memang sering sekali aku terbangun di jam segini karena biasanya di waktu seperti ini perutku berteriak untuk diisi. Saat melihat layar ponsel ternyata ada 2 notif pesan yang belum kubaca.
Pesan yang pertama dari seorang teman kerjaku yang mengingatkan agar titipannya tidak lupa dibawakan nanti saat aku pergi kerja. Dan pesan yang kedua pesan broadcast yang dkirimkan oleh temanku yang lainnya yang berisikan motifasi. Akupun menutup semua pesan tersebut, ada sedikit keinginan bahwa pesan yang dikirimkan tadi dari Rendi namun sepertinya dia orang yang sulit sekali untuk diajak berkomunikasi.
Setelah membuat teh manis hangat, aku memutuskan untuk menonton televisi. Ahh jam segini biasanya ada FTV yang bisa kutonton jika aktornya tampan aku akan mengikuti ceritanya sampai habis walaupun kebanyakan ceritanya sudah terbaca endingnya namun tetap saja jika aktornya tampan betah mata ini melihatnya. Aku sering memikirkan ending yang manis setiap aku berkenalan dengan orang lain seperti ending-ending yang terjadi di FTV itu, tapi akhirnya aku hanya bisa menertawakan diri sendiri karena pemikiran bodoh tadi.
Aku : Rendi, lagi apa?
Karena pemikiran bodoh tadi aku kepikiran untuk mengirim pesan pada Rendi, entah karena alasan apa aku sendiri juga tidak mengerti kenapa dia yang jadi aku pikirkan. Seperti biasanya Rendi tidak langsung membalas pesanku, dan aku juga tidak terlalu menunggunya seperti biasanya. Kalau tidak salah ingat sudah dua hari ini kami tidak chatting terakhir chaatting saat dia beli sate. Dan setelah itu tidak ada pesan dariku ataupun dari dia walau hanya berbasa-basi.
Rendi : kerja
Aku : pulangnya jam berapa ?
Rendi : jam 5
Aku : ohh, aku nanti baru berangkat jam 3
Rendi : iyaa
Aku : kamu weekend selalu libur berarti ya?
Rendi : iyaa
Aku : kalo weekend nanti aku libur kita ketemuan, mau ga?
Rendi : boleh
Aku : nanti aku kabari lagi ya
Rendi : oke
Aku tersenyum-senyum melihat chatting singkat kami. Aku tidak menyangka kalau aku bisa mengajak orang lain untuk pergi bersamaku, apalagi ini orang yang aku saja belu pernah melihatnya. Jika aku ingat-ingat belakangan ini orang yang biasa aku ajak hang out bareng hanya Angga, itupun biasanya karena memang aku sudah suntuk terjebak di kostanku seorang diri. Kalau belum benar-benar bosan aku akan malas keluar dari kamarku ini. Tapi apa ini tidak ada hujan atau angin aku mengajak Rendi bertemu denganku, apa aku sudah siap dengan pertemuan ini?.
FTV yang aku tontonpun sudah ingin mencapai akhir dari ceritanya karena aktor pria dan aktor wanita yang tadinya di awal cerita bermusuhan sekarang sudah sering pergi bersama. Apa ini karena ftv yang aku tonton jadinya aku punya keberanian mengajak Rendi bertemu. Aku menghela nafas panjang ketika mengingat apa yang harus aku lakukan saat bertemu dengan Rendi nanti. Ada pikiran untuk membatalkan pertemuan ini tapi apa aku harus berbohong lagi setelah sebelumnya berbohong pada Rendi. Aku mengutuk diriku karena mudah sekali terbawa suasana yang disuguhkan acara televisi yang aku tonton tadi.
Aku memutuskan untuk besiap-siap karena tidak kusangka jam sudah menunjukkan pukul 14.30. Acara di tv yang kutontonpun sudah selesai dengan ending yang membahagiakan, seperti yang sudah diduga. Kumatikan televisi di kamar dan aku mandi serta bersiap-siap untuk berangkat mencari sesuap nasi dan sehektar tanah..
******
Sepulang keja aku bertemu dengan Angga. Ternyata dia tidak marah padaku, dia hanya sedikit kecewa saja. Aku menghubunginya sebelum pulang tadi dan dia mau aku ajak hang out walau jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Aku mengajaknya bertemu di taman tempat biasa kami jalan. Kami memang mungkin belum bisa dianggap sahabat karea ego kami masing-masing. Tapi beginilah hubungan kami, saat menurut kami tidak ada sesuatu yang harus dipermasalahkan kami akan melupakan seperti tidak pernah terjadi apa-apa diantara kami sebelumnya namun apabila memang masalah itu mengganggu kami, kami akan segera menyelesaikannya agar tidak terlalu lama masalah itu mengganggu hubungan kami.
“ besok jadi ketemuannya?” Angga memulai obrolan kami setelah kami memesan nasi goreng di sudut taman tempat kami biasanya.
“ lah kok kamu tau?” jawabku yang seperti pertanyaan.
Butuh waktu beberapa detik untuk menemukan jawaban dari pertayaan Angga tadi. Darimana dia tau masalah itu dan sebenarya aku juga malas mebahas masalah soal pertemuanku dengan Rendi.
“ biasaan dah lo Hen kalo ditanya jawabnya pake pertanyaan lagi” ucap Angga sedikit kesal
“ lagi kok kamu bisa tau padahal aku ga ada niat kasih tau ke kamu soal ini.” Jawabku lagi belum menjawab pertanyaan utamanya.
“ ya tau lah, lo ga lupa kan kalo gw yang kasih nomer Rendi ke lo, jadi kalo lo ga cerita ke gw masih ada kemungkinan Rendi yang bakal cerita ke gw.” Lanjutnya menjelaskan.
“ ohh “ kebingunganku sudah terjawab.
“ jadi?” tanyanya ulang
“ kalo ga ada halangan jadi kok” jawabku singkat
“ tapi lo ga ada niat buat cari halangan itu kan biar lo bisa ngebatalinnya?” tanya Angga dengan nada sinis.
Dan lagi, Angga tau pemikiranku. Aku kadang bingung bagaimana Angga mengenalku seperti apa dia mengenalku. Apa aku orang yang seenaknya sendiri bagi dia sehingga dia tau pemikiranku yang kadang memang sepertinya egois bagi orang lain.
“ ummmm..” aku memilih tidak menjawabnya dan akhirnya hanya memberikan senyum padanya yang dibalas dengan hembusan nafas oleh Angga.
Nasi goreng yang hanya tersisa setengah porsi di piring segera kami habiskan. Waktu sudah menunjukkan jam 01.15 saat kami menyelesaikan makan malam kami yang terlambat. Angga tidak lagi menanyakan soal janjianku dengan Rendi. Dia mungkin sudah tau tidak akan mendapatkan jawaban yang lebih dari yang aku berikan sebelumnya.
Kami memutuskan untuk langsung pulang setelah membayar nasi goreng yang kami makan. Aku masih punya waktu seharian ini untuk meyakinkan diriku tentang kopi daratku dengan Rendi. Dan keinginan untuk membatalkan janjian ini amsih terpikirakan olehku. Tapi keinginan untuk mengenal Rendi juga cukup kuat dipikiranku. Mungkin aku termakan omongan Angga soal ‘siapa tau jodoh’ ini. Aku menertawakan diriku sendiri karena pemikiran sekilas tadi.
mesen ya klo lanjut ,,, ok.
Semoga kelanjutannya gak lama ya,suka sama ceritanya.
Terimakasih yang udah mau membaca cerita ini,hehehe
love u all :-*
@3ll0 @Tsunami @lulu_75 @Tsu_no_YanYan @Xian_Lee @d_cetya @harya_kei @MajestyS
****
Aku : aku besok libur, kamu ada acara ga?
Aku mengabari Angga setelah melihat skejul kerjaku besok. Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan kopi darat kami, ternyata rasa penasaranku kepadanya lebih besar daripada keinginanku untuk membatalkan janjian kami. Seperti biasa Rendi tidak langsung membalas chat kami. Sekarang aku malah khawatir dia mengurungkan niatnya untuk bertemu denganku. Sudah 30 menit berlalu dan tidak ada tanda-tanda balasan dari Rendi. Aku memikirkan kembali obrolanku denganku dengan Angga semalam.
-flashback-
“ Ngga, soal besok sebenernya aku ga mau punya ekspekstasi lebih, tapi kenapa ya kok aku tetep takut buat ketemu besok?” tanyaku pada Angga setelah kami membayar nasi goreng yang kami makan.
Aku melihat Angga berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaanku. Aku tidak tau apa yang dia pikirkan namun aku yakin dia sedang memikirkan kata-kata yang bisa membuatku untuk tidak ragu-ragu.
“ Emang yang lo takutin apa Rahen?” balas Angga “ kalo
emang dari awal lo ga punya ekspekstasi lebih harusnya lo santai aja, kalo emang nantinya setelah ketemu kalian biasa aja ya udah seenggaknya kalian pernah saling kenal.” Lanjutnya.
“ tapi kalo malah setelah ketemu aku suka sama dia dan dia ternyata biasa aja ke aku gimana? Bakal sakit hati dong aku malah.” Ucapku sudah mulai malas dengan ide kopi darat ini.
“ Rahen lo ketemu aja dulu lah sama dia, ga usah mikir yang aneh-aneh. Padahal awalnya kan lo males-malesan suruh ngehubungin dia, sekarag malah udah mikir aneh-aneh.” Jawab Angga menertawakanku. “ kalo emang nantinya ga sesuai rencana, seenggaknya lo bisa berteman sama dia, jadi ga usah mikir yng aneh-aneh lagi.” Lanjutnya.
-end of flashback-
Getar ponsel di saku kemejaku membuyarkan lamunanku. Sepertinya Rendi akhirnya membalas pesan singkatku.
Rendi : aku besok free
Aku : ya udah besok jadi ketemuannya ya
Rendi : dimana dan jam berapa?
Aku : enaknya dimana ya, yang penting sore aja
Rendi : ya udah besok kukabari ya
Aku : oke
Aku kembali memasukkan poonselku ke saku kemejaku dan kembali bekerja karena waktu istirahatku sudah selesai.
****
Aku terbangun saat jam menunjukkan pukul 09.57, ahh ya aku belum memastikan kembali jam berapa aku dan Rendi akan bertemu. Tempat pertemuan kamipun belum kami pastikan. Aku masih enggan berpindah dari kasur yang selama ini memberikan kenyamanan saat tidurku. Tak ada tanda-tanda kabar dari Rendi yang mengabarkan tempat pertemuan kami, padahal jika tidak salah ingat dia akan memberikan kabar dimana kami akan bertemu. Apa aku harus mengirimkan pesan padanya dan mengingatkan kembali soal janjian kami. Tapi tidak mungkin dia melupakan soal ini secepat itu karena kemarin sore kami baru membicarakannya.
Aku merasakan gugup saat ini, baru kali ini aku bertemu dengan orang yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Biasanya walaupun aku bertemu dengan orang baru setidaknya aku pernah melihatnya melalui foto. Aku ingin menyalahkan Angga karena dia tidak memberikan aku untuk melihat foto dari Rendi. Tapi jika aku menyalahkannya dia pasti akan menjawab kata kuncinya ‘usaha aja sendiri’ dan aku hanya bisa menghela nafas setelah dia menjawab dengan ucapan ampuh itu.
Sudah jam 1 siang dan belum ada kabar dari Rendi, sepertinya aku memang harus menanyakan kembali padanya masalah kopi darat ini. Atau sebenarnya dia enggan bertemu denganku, tapi kalau memang dia enggan kenapa dia mengiyakan dia bisa menolak dengan alasan apapun yang dia suka. Aku hanya memainkan ponselku karena aku sendiri juga enggan jika harus menanyakan kembali lagipula dia yang akan memberi kabar bukan aku.
Aku : Nanti jadi ga Ren ?
Ternyata memang aku yang harus memulai, aku sudah sangat kesal sebenarnya kenapa sampai sesiang ini dia tidak memberikan kabar. Kalau memang dia tidak bisa ataupun dia tidak mau dia bisa membatalkan dan mengatakannya padaku, jadi aku juga tidak harus menunggunya. Tidak lama setelah aku mengirimkan pesan singkat ke Rendi ponselku sudah bergetar sepertinya Rendi juga langsung membalasnya.
Rendi : jadiii
Aku : jam berapa dan dimana jadinya?
Rendi : jam 3 an aja
Aku : mau dimana?
Rendi : di Gramedia aja sekalian nanti cari makan dekat sana
Aku : oke kita ketemuan disana ya
Rendi : okee
Aku meletakkan ponselku di meja dekat kasurku, jam sudah menunjukkan hampir setengah 2. Kenapa dia tidak memberi kabar daritadi jadi kan aku bisa bersiap-siap lebih awal.
Aku : aku otw
Rendi : okee
Aku menyalakan sepeda motorku dan mulai menjalankannya. Ternyata doaku sebelum berangkat tadi terkabul, aku tidak menemukan jalan macet sepanjang perjalananku sampai ke tempat kopi darat kami. Setibanya di tempat itu aku memarkirkan motorku dan mulai berjalan. Ternyata walau tidak terjebak macet aku tetap saja telat sampai ke tempat yang kami janjikan.
Aku : aku udah sampe kamu dimana?
Rendi tidak langsung membalas pesan yang kukirim, mungkin dia juga sedang diperjalanan. Akhirnya aku memilih ke toilet terlebih dahulu untung menenangkan diri dan merapikan diriku.
Rendi : langsung ke gramedia aja
Aku : oke
Aku berjalan agak lambat menuju gramedia, aku merasakan jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya. Aku mengintip di depan gramedia disana ada seorang pria yang dari penampilannya cukup membuatku gemetar karena seperti bukan pria baik-baik. Akhirnya aku hanya berjalan saja di depannya tanpa menyapa pria tadi, aku ingin pulang saja karena sudah punya pikiran buruk. Aku memutuskan untuk ke supermarket yang ada di gedung plaza tersebut, aku membeli sebotol air mineral untuk mengurangi rasa lelahku. Setelah sedikit tenang aku memutuskan untuk kembali ke depan gramedia tempat kami janjian bertemu.
Aku : kamu dimana aku udah di depan gramedia..
Rendi : iya sebentar
Tidak lama setelah mendapat balasan dari Rendi pria yang kulihat saat aku awal datang keluar dari gramedia. Dia keluar sambil memainkan ponselnya, aku semakin gugup tidak berani melihat ke arahnya. Aku berdoa agar bukan dia yang bernama Rendi. Aku sengaja tidak memainkan ponselku agar tidak terlihat seperti orang yang sedang mencari seseorang. Sesekali aku mencuri pandang pada pria tadi dan dia masih saja memperhatikan ponselnya dan seperti orang yang sedang mencari seseorang.
Beberapa menit kemudian ada dua orang lagi datang dan menghampiri pria tadi. Aku di sisi lain depan gramedia melihat gerak gerik mereka dan sepertinya mereka memang sedang menunggu orang lain lagi. Aku bingung kenapa Rendi membawa orang lain bersamanya untuk bertemu denganku. Padahal dia seorang diri saja itu sudah membuatku gugup dan bagaimana ini kalo memang pria tadi adalah Rendi, hal yang aku inginkan adalah segera pulang dan menanyakan padanya kenapa dia harus mengajak orang lain untuk bertemu dengankku. Namun, saat pikiran untuk pulang itu menguat ada sebuah pesan masuk ke ponselku.
Rendi : ketemuan di food court aja ya
Aku : oke
Setelah membalas pesannya tadi aku memilih untuk jalan berputar menghindari pria tadi dan teman-temannya. Dan dalam perjalanan aku ke food court tadi aku menyempatkan untuk menulis pesan pada Rendi karena rasa gugupku yang sudah dipuncaknya.
Aku : Ren, kamu sama siapa?
Rendi : sendiriiii
Aku : ohh
Aku menghela napas panjang karena senang ternyata pria yang tadi aku liat bukan Rendi, dan sekarang aku kembali penasaran bagaimana penampakan Rendi. Aku berjalan agak cepat agar bisa segera bertemu Rendi dan mengurangi rasa penasaranku. Sesampainya aku di food court aku mengirimkan pesan kepada Rendi bahwa aku sudah sampai dan memberitahu posisiku di sebelah mana. Aku mendekat ke eskalator agar lebih mudah untuk memberitahukan posisiku pada Rendi. Tak lama aku menunggu di dekat eskalator karena seorang pria yang cukup rapi menghampiriku.
“ Rahen ya?” sapanya setelah berada di dekatku.
“ iya, dan kamu Rendi?” balasku
“ iya” jawabnya.
Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan pada Rendi. Namun, saat ini aku cukup lega karena akhirnya aku bisa bertemu Rendi. Kami memutuskan untuk makan dan mengobrol. Tidak banyak yang kami obrolkan kami hanya membicarakan tentang rutinitas kami. Makanan yang kami pesanpun akhirnya datang.
“ kamu buru-buru hari ini?” tanyaku pada Rendi karena sejak tadi aku perhatikan dia selalu melihat ke arah jam yang melingkar di tangannya.
“ ga kok, ga ada acara hari ini.” Jawab Rendi setelah menelan makanan yang ada di mulutnya.
“ kamu mau kemana setelah ini?” tanyaku kembali karena sudah bingung apa lagi yang harus dijadikan topik pembicaraan kami.
“ aku mau mampir ke gramedia aja, mau beli kotak buat bungkus kado.” Jawab Rendi.
“ kado buat siapa? Udah beli kadonya? “ tanyaku lagi yang sebenarnya bukan urusanku.
“ buat keponakan, kadonya udah beli kok jadi ini tinggal beli kotaknya aja buat bungkus kadonya.” Jelas Rendi.
“ ohh ya udah nanti aku temenin.” Ucapku
“ oke.” Jawab Rendi menerima tawaranku.
Kami menghabiskan makanan yang ada di depanku. Setelah habis kami membiarkan makanan yang sudah kami telan turun dan segera ke gramedia untuk membeli kotak kado. Dalam perjalanan menuju gramedia kami mengobrol ngalor ngidul untuk mengisi kebisuan diantara kami. Rendi pria yang baik, dan dia memang orang yang sedikit bicara namun dia cukup banyak tanya berbeda saat kami saling mengirimkan pesan sebelumnya. Dan ternyata aku lebih suka Rendi setelah bertemu dengan orangnya dibanding saat aku dan dia saling mengirimkan pesan.
“ beli kotaknya sebesar apa?” tanyaku setibanya di gramedia.
“ yang segini aja” jawab Rendi sambil memberikan ukuran kotak dengan tangannya.
“ ohh” jawabku sambil membantunya mencari ukuran kotak yang sesuai.
Setelah mendapatkan ukuran kotak yang Rendi inginkan, ia segera membawa kotak tersebut dan membayarnya.
“ mau kemana setelah ini?” tanyaku setelah kami keluar dari gramedia.
“ kalo pulang aja gimana?” jawab Rendi dengan pertanyaan juga.
“ boleh.. aku juga ga tau harus kemana lagi.” Aku setuju dengan usulannya. “ aku anterin ya” ajakku.
“ ga apa-apa?” tanyanya.
“ ga apa, lagian kan kita searah.” Jawabku.
“ oke.” akhirnya Rendi menerima ajakanku.
Kami berjalan cepat menuju tempat parkir dimana motorku tadi kutinggalkan. Setelah menyalakan motorku Rendi duduk mengambil posisi di belakangku. Kami tidak banyak mengobrol sepanjang perjalanan, sepertinya kami sedang sibuk dengan pikiran masing-masing atau setidaknya aku yang sedang sibuk dengan pikiranku. Aku tidak tahu sama sekali dimana rumah Rendi, karena memang aku tidak pernah bertanya dimana dia tinggal. Aku juga tidak tahu apa memang kami searang atau tidak tapi yang penting sekarang dia duduk dibelakangku.
“ aku turun di depan sana ya Hen.” Ucapan Rendi membuyarkan aku dari pikiranku sendiri.
“ oke.” Jawabku dan tak lama aku menghentikan laju motorku di tempat Rendi minta di turunkan.
“ kalo aku ajak ketemu, masih mau kan?” tanyaku pada Rendi setelah dia berdiri di sampingku.
“ iya.” Jawab Rendi.
Setelah saling mengucapkan terima kasih, aku kembali melajukan motorku untuk menuju ke rumahku. Tanpa kusadari aku mengembangkan senyuman di wajahku. Rendi memang bukan pria yang aku suka secara fisik, tapi saat aku bersamanya aku sadar aku merasakan nyaman dan ingin tetap begitu. Dan tetap dengan senyum yang mengembang di wajahku aku terus membelah angin malam dengan laju motorku.
****
Rendi mencuri baca pada layar laptopku. Kami sudah menyelesaikan makan malam kami sejak setengah jam lalu. Dia hanya tersenyum setelah membaca apa yang aku tulis di layar sejak tadi. Aku tau Rendi memang tidak pernah menyatakan cintanya padaku. Kami memang selama ini berjalan tanpa memiliki status yang nyata pada kami. Tapi yang aku tau kami sama-sama merasa nyaman saat kami bersama, atau setidaknya aku senang saat dia berada disampingku. Aku memang ingin Rendi menyatakan cintanya, namun ternyata aku lebih butuh keberadaan Rendi disisiku.
====== the end ======