It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“ada apa Ar,?” ucap pria diujung telepon.
“tolong cepat ke sini, Kev. Aku butuh bantuanmu. Aku kecelakaan. Aku sedang di jalan merdeka raya dekat lampu merah” terdengar suara rintihan di telepon.
“ha… oke oke tunggu aku, aku langsung kesana.” Pria di seberang menutup telepon. Dari kontrakannya dia langsung ambil sepeda motor dan meluncur ke lokasi temannya meminta bantuan. Jam menunjukkan pukul 23.15. karena jalanan sepi pria bernama Kevano itu akhirnya tiba di mana mobil Arbi parkir di pinggir jalan dalam 10 menit. Cepat-cepat kevano memarkir sepeda motornya. Dia melongok ke dalam lewat kaca mobil melihat Arbi temannya. Kevano kaget melihat Arbi dengan kesakitan dan posisi duduk yang merosot ke bawah, memegangi perutnya yang berdarah. Kevano mengetuk pintu mobil, dengan sangat lemah Arbi membuka pintu mobilnya.
Dengan segera Kevano masuk ke mobil dan memindahkan posisi duduk Arbi. Arbi dengan wajah pucat hanya merintih kesakitan. Kevano merasakan basah di mana dia duduk dibelakang kemudi. Dia menyentuh bawah kursinya dan tangannya memerah dengan darah. Dengan cepat Kevano mengemudikan mobil nya Arbi agar cepat sampai di rumah sakit. Dengan sangat panic dan bingung Kevano berusaha mengajak bicara Arbi, hal ini kevano lakukan agar Arbi tidak pingsan. Tapi Arbi tidak berkata apa apa. Kevano merasa pendarahan Arbi sudah sangat parah. Kevano hanya berharap bisa sampai di rumah sakit sebelum…, buru buru kevano menyingkirkan kemungkinan buruk di pikirannya.
10 menit Kevano sampai di depan Unit Gawat Darurat rumah sakit. ketika mau keluar dan memanggil petugas dengan lemah Arbi memegang tangan Kevano. Arbi ingin megatakan sesuatu pada Kevano. Kevano pun mendekatkan telinga nya. “aku di bunuh”, bisik Arbi dengan lemah kepada Kevano. Kevano menggoyang-goyangkan tubuh Arbi, berharap ada hal lain yang diucapkan olehnya. Dia merasakan genggaman Arbi menjadi dingin. Tidak-tidak jangan mati Ar, batin Kevano.
Dengan spontan Kevano membunyikan bel mobilnya berulang-ulang. Seketika datanglah petugas, beberapa petugas dan membawa kereta dorong. Di keluarkan nya tubuh tak berdaya itu dari mobil. Dengan berurai air mata Kevano terus memegangi tangan Arbi. Sebelum akhirnya Kevano dilarang masuk ke ruang gawat darurat. Terus menangis Kevano membayangkan bahwa Arbi telah meninggal. Tidak butuh berapa lama keluarlah seorang dokter.
“anda keluarga nya?”
“bukan dok, saya temennya?”
“kami sudah melakukan yang terbaik yang kami bisa. Tapi sepertinya teman anda tidak bisa kami selamatkan. Kami mengucapkan duka sedalam-dalamnya.”
Seketika Kevano memeluk dokter paruh baya yang ada di depannya itu. Sang dokter pun menepuk-nepuk punggung Kevano. Kemudia Kevano melepas pelukannya dan dokter itu pun berlalu. Kevano pun mengambil sebuah hape, di situ ada wallpaper gambar Arbi dan Renald, pacar Arbi. Kevano pun menelpon Renald.
“Ay, cepat ke rumah sakit. Kevano masuk rumah sakit”, dengan menangis tersedu-sedu Kevano duduk lemas di lantai.
“tunggu aku Ay, aku akan langsung kesana”, ucap Renald di seberang telepon.
Tidak henti-hentinya Kevano menangis, sembari mengingat-ingat apa yang telah Arbi lakukan padanya. Arbi bukan sekedar teman biasa bagi Kevano dia adalah penyelamat hidup Kevano. Entah Kevano sudah menangis beberapa lama sampai Renald datang dan menghampiri Kevano yang duduk di lantai. Melihat Renald datang Kevano langsung memeluk Renald.
“Kevano sudah meninggal Ay” ucap kevano sambil menangis tersendu-sendu.
“sudah-sudah yang sabar”, ucap Renald berusaha menenangkan Kevano. Renald pun memeluk tubuh Kevano dengan erat. Kemudian Renald dan Kevano memasuki kamar dimana tubuh Arbi tergeletak tak bernyawa. Kevano ingin melihat mayat Arbi untuk terakhir kalinya. Masih dengan air mata yang mengalir deras Kevano berusaha memeluk tubuh Arbi.
Renald mencegahnya dan mengalihkannya dengan memeluknya. Renald membimbing Kevano keluar. Dengan pasrah Kevano mengikuti Renald. Setelah cukup tenang Renald meninggalkan Kevano dan menuju ke bagian Administrasi rumah sakit. Kevano menyerahkan KTP nya pada Renald. Masih menangis Kevano mengingat-ingat hal yang terakhir yang diucapkan oleh Arbi. Kevano sangat menyesal ketika saat itu tidak meminta Arbi berbicara banyak dan menceritakan apa yang terjadi padanya.
“Ay, biar aku saja yang menghubungi keluarga Kevano”, Kevano menyerahkan hapenya dan menunjukkan beberapa kontak keluarga Kevano. Melihat kesedihan yang begitu mendalam, Renald pun membawa Kevano pulang. Sesampai di rumah mereka, Kevano langsung berbaring di ranjang. Masih dengan mata sembab dan kadang air mata menetes Kevano memberitahukan tempat parkir sepeda motornya. Kevano hanya berbaring tak bersuara, disampingnya Renald menelepon beberapa orang. Renald tidak berani meninggalkan Kevano sendirian.
Lantas Renald ke dapur mencari kotak obat dan menemukan beberapa butir obat tidur. Dia mengambil minum dan memberikannya pada kevano. Kevano memandang sebentar ke wajah Renald, “ayolah biar kamu bisa tenang” ucap Renald. Kevano pun meminum obat tidur yang diberikan oleh Renald. Tak berselang lama Kevano pun tertidur. Saat itu jam menunjukkan pukul 4 pagi.
***
Aku berusaha mendengarkan apa yang Arbi katakan tetapi tidak ada kata lain yang keluar dari mulut Arbi selain kata “aku dibunuh”. Aku memperhatikan tubuhnya mencari tanda bahwa dia masih hidup. Ku lihat tidak ada aliran nafas dari hidungnya. Aku pegang pergelangan tangannya merasakan denyut nadinya. Tidak ada. Seketika mengalir air mataku. Arbi telah meninggal, sepertinya aku terlambat datang dan Arbi sudah kehabisan banyak darah.
Jika Arbi dibunuh, aku harus tahu pembunuhnya siapa. Aku harus ambil kesempatan ini. Aku sentuh wajahnya. Ku lihat Arbi memiliki wajah dan tubuhku. Aku sedikit takut melihat wajahku sendiri dalam keadaan mati. Aku memeriksa wajahku lewat kaca spion. Aku memiliki wajah Arbi yang kalem. Sepertinya proses tukar wajah sudah selesai. Aku pun menyalakan klakson untuk menarik perhatian petugas medis. Ku pencet beberapa kali.
Seketika datang dua petugas medis, satu petugas kembali mengambil kereta dorong dan satunya lagi berusaha memeriksa tubuh Arbi di dalam mobil. Kemudian mereka membawa Arbi ke ruang gawat darurat. Ku terus pegangi tangan Arbi yang mulai dingin, sekarang dia telah memiliki wajahku. Aku masih ragu dengan keputusan ku menukar wajahku dengan wajah Arbi. Bukan hanya menukar wajah tapi tampilan fisik dan suara. Bagaimana jika aku tidak bisa tahu siapa yang membunuh Arbi. Sementara orang-orang telah berduka karena telah kehilangan aku, Kevano.
Aku menangis di luar ruang gawat darurat. Sedih melihat Arbi yang merupakan penolong hidup dan teman terbaik meninggal dengan cara dibunuh. Tidak berhenti ku menyeka air mata yang mengalir dari kedua mataku. Tidak selang berapa lama, keluar dokter paruh baya. Aku tahu apa yang telah terjadi pada Arbi. Ya dokter itu mengatakan Arbi telah meninggal. Spontan ku peluk dokter itu. Sang dokter itu pun mengucapkan turut berbela sungkawa sedalam-dalamnya.
Aku pun mengambil hape Arbi, aku harus menelepon pacar Arbi, Renald. Memberitahukan bahwa Kevano di rumah sakit. Aku tidak langsung memberitahukan kepada Renald bahwa Kevano meninggal. Biar menunggu dia sampai bahwa Arbi, bukan, bukan tapi kevano telah meninggal. Tidak sampai 15 menit ku lihat renald datang. Dia melihatku dari kejauhan, dia pun mempercepat langkahnya. Aku pun langsung memeluk renald.
“kevano sudah meninggal Ay”, jika saja dia tahu kalau yang meninggal adalah Arbi bukan Kevano. Mungkin dia tidak kuasa menahan tangis. Arbi adalah pacar kevano selama dua tahun ini. Mereka telah hidup bersama. Dan sepertinya aku yang akan menggantikan posisi Arbi. Yang penting aku bisa mengungkap pembunuhan Arbi, tak jadi soal jika aku pria straight harus berpura-pura menjadi pria homoseksual. Semoga tidak lah sulit.
Aku menyerahkan pada Renald untuk menghubungi teman dan keluarga Kevano, ya keluarga ku. Walau aku dan orang tua ku tidak dekat. Dan sudah bertahun-tahun tidak ketemu aku yakin mereka akan sangat sedih. Ahhhh Arbi kenapa kamu bisa dibunuh? Aku yakin kamu adalah orang yang baik yang tidak mungkin mempunyai musuh. Tapi mungkin aku salah. Manusia tidak bisa hidup tanpa pembenci atau musuh. Air mata kuterus mengalir. Renald akhirnya mengajak ku pulang. Renald meminta ku untuk untuk meninggalkan mobil yang masih kotor dan banyak darah itu. Dia meminta ku untuk satu mobil dengan Renald.
Arbi memang termasuk keluarga kaya. Dia bisa membli rumah dan membelikan pacarnya Renald sebuah mobil. Sesampai di rumah aku langsung ke kamar Arbi. Walau tidak asing dengan kamar Arbi tetapi serasa berbeda jika harus berpura-pura terbiasa dengan kamar Arbi dan menjadi pemiliknya. Aku menyentuh sisi ranjang yang dingin. Aku memberi tahu dimana motor ku berada. Kemudian Renald menghubungi beberapa orang. Biar Renald yang mengurusi nya.
Air mata ku terus mengalir dan sulit untuk memejamkan mata. Ku lihat Renald meninggalkan ku sendirian di kamar. Tidak lama dia mengambil segelas air minum dan beberapa butir obat. Spertinya dia mau membuatku tertidur. Aku bisa tidak tidur jika tidak menelan obat itu. Apalagi membayangkan beberapa jam terakhir dan hidupku berikutnya. Aku menjadi seorang Arbi. Aku pun menelan dua butir obat tidur sekaligus. Di saat mulai mengantuk aku melihat isi hape Arbi yang sekarang menjadi milik ku. Ku lihat call logs nya. Ada 2 panggilan keluar dengan no baru jam 9 malam. Kemudian ada panggilan tak terjawab jam 10. Dan ada panggilan keluar dengan durasi 5 menit. Dengan no yang sama. Siapakah orang yang melakukan kontak sebelum Arbi meninggal?
dan jangan lupa ikut vote di bfa 2014.
buat @tsunami aja
Oh iyaaa ... gw ga bca awalannya ) thx remindernya
oia, seret paksa @zephyros yg demen cerita kayak gini