It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ih ada berondong... godain ahh
Glenn melajukan mobil sedan abu-abunya dibawah jalan tol kota Harapan. Perasaan cemas dan ketakutan menyelimuti pikirannya. Narkotika dan Keith bagai saling berhubungan ataupun berkaitan. Bisa dipastikan dalang dibalik semua penyelundupan barang itu adalah ayah dari mantan pacar Nial tersebut. Meski semua rumor yang bertebaran ke seantero dunia itu masih abu-abu tanpa adanya bukti otentik yang dapat menghancurkan kekuasaan seorang Calvin Keith. Ia menghidupkan TV-Portable pada dasbor mobilnya. Lagi, gerakan distributive yang menunjukkan grafik naik dan durasi yang terlalu banyak membuat semua rasa kecemasan kembali menyelubungi setiap diri Glenn.
Glenn hanya ingin melindungi orang yang telah ia cintai pada pandangan pertama, orang yang selalu ia perhatikan dari jauh didalam keramaian. Orang yang selalu terlihat tenang seketika mereka selalu menaiki bus yang sama pada siang hari. Glenn hanya ingin membuatnya bahagia dan hidup bersamanya dibawah matahari dalam keadaan hidup. Membagi morning kiss dan ratusan perwujudtan dari aksi kasih sayang lainnya. Tapi bukan hidup namanya jika tak ada halangan. Bukan cinta namanya jika tak ada hambatan. Glenn benar benar tak menyangka jika Narkoba dan Nial adalah 2 hal yang saling terhubung secara kasat mata. Ketakutannya akan kehilangan cinta semakin menggebu-gebu.
Dokter itu kembali menginjak pedal gas dan menarik tuas mobilnya. Sorot sorot lampu jalanan menemaninya di sepanjang jalan. Ia membanting stir mobil.
“Dia sudah tertidur?” Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan oleh Bima yang berjalan menuju ruang tengah setelah memeriksa apakah Nial sudah terlelap atau belum. Ini adalah saatnya untuk menyusun sebuah strategi penyelamatan bagi Nial. Bima yakin bahwa kedua rekannya, Putra dan Ghina adalah orang-orang yang bisa diandalkan. Mengingat Putra adalah penggemar film aksi dan Ghina adalah preman di lingkungan perusahaan kecilnya.
“So, kita nak bikin apa ni?” Preman itu merapikan duduknya dan menarik kaki dari bawah langit langit meja.
“Ya, gue juga udah penasaran sama SMS yang lo kirim” sambung Putra yang terlihat begitu antusias meski hari sudah menjelang tengah malam.
Bima menatap kedua rekannya itu dengan pandangan khusus. Bukan khusus dalam hal privasi. Tapi lebih kedalam hal yang meminta sebuah harapan. “Aku meminta bantuan kalian berdua, karena..” kakak Nial itu menggantung kalimatnya di ujung lidah, mencoba menyusun kata kata logis agar dapat mudah dimengerti untuk kedua teman sekaligus bawahannya itu.“Nial dikejar oleh sebuah gembong pengedar narkoba” Ia kembali mengatakan isi dari pesan singkat yang ia kirimkan tempo hari kepada Putra.
“Lo udah cerita bagian itu, Bim. Maksud gue tuh, maksudnya apa? Kenapa sih, kok bisa si Nial yang pendiam banget kayak gitu ada hubungannya ama yang kayak kayak gituan?” Dan Ghina ikut mengangguk membenarkan perkataan teman kerjanya itu.
“Ceritanya panjang”
“Korang nak bagi tahu kami tak nak?”kali ini Putra yang membenarkan perkataan Ghina.
Bima mendesah panjang, ujung kakinya tak henti henti menginjak injak lantai. “Apa kalian pernah mendengar sesuatu tentang amnesia?”. Pertanyaan yang ia lontarkan membuat kedua bawahannya tergidik keheranan.
“Maksud lo?”
Koki professional itu menghela nafas. Dan mengeluarkannya pelan. “Nial itu Amnesia. Dan dia bukan kakak dari Ema dan Eli”
“Tunggu, kau cakap Nial itu Amnesia? Apa pasal dia orang bisa sampai macam itu?”
“Ya. Terus hubungannya Nial Amnesia sama dikejar kejar gembong Narkoba itu apa?”
Sebuah mobil hitam dan gelap kembali berhenti tepat didepan rumah Glenn. Didalamnya seseorang dengan pakaian serba hitam dilengkapi dengan sebuah cerutu dibibirnya mengeluarkan sebuah gadget dari dalam saku. Pria itu memencet mencet layar dan menghubungi seseorang yang bernama Giovanni dari dalam mobilnya. “I’m here. Let’s do the plan”
Di sebuah desa terpencil, disebuah rumah megah berbentuk vila. Seorang pria tua dengan sebuah jahitan dan bekas luka di betis beserta pahanya menggenggam erat remot TV. Pikirannya bergulung gulung ke masa lalu disaat ia dan sahabatnya, Juanda sedang menunggu keberangkatan pesawat menuju Indonesia setelah diobati di rumah sakit di headquarternya. Sahabatnya menunjukkan sesuatu yang benar benar membuatnya terkejut.Sebuah kertas dosa atas nama seorang politisi yang sangat sangat berpengaruh di negeri paman Sam. Sebuah kertas yang membunuh sahabatnya beserta keluarga kecilnya.
Berita di TV membuat bibirnya gemetar dan menyebut sumpah serapah berkali kali karena telah mengingatkannya akan kematian sahabatnya yang benar benar ia kasihi.
“Papa!”Seorang wanita remaja berumur 17 tahun dengan sebuah rambut ponytail menyeruak dari balik pintu setelah melihat keadaan ayahnya yang sedang menahan emosi karena menonton televisi. “Apa ini sudah saatnya?”
Pria tua itu mengangguk mantap. Ia melepaskan cengkraman kuatnya dan berdiri. Rambut rambut halus diwajahnya serta beberapa jahitan di leher seakan akan menegaskan bahwa ialah pria sejati di rumah ini.
Jahitan beserta luka luka yang ia dapat dari peperangan melawan Dentaag itu kembali mengingatkan ia ke masa lalu, saat dimana seseorang bernama Bima membawa seorang anak yang tak sadarkan diri dan dalam keadaan terluka parah kepadanya. Dan menceritakan semua hal yang telah terjadi pada anak yang telah ia gendong dan merupakan anak dari sahabatnya sendiri.
“Ambil semua amunisi dan pistol digudang belakang.Bangunkan Eli. Setelah itu perintahkan Arman menyiapkan mobil. Kita akan pergi menuju Kota Harapan mala mini juga!”
“Lo ngga lagi bercanda kan?” Mata putra berkedip berkali kali setelah mendengar sebuah cerita mengejutkan keluar dari mulut Bima.
“Apa aku terlihat sedang bercanda saat ini?”
Hening seketika.
“Apa pasal bisa jadi macam ini?”
“Aarrrrghhh!!!” Bima menggaruk garuk bagian belakang kepalanya meski sama sekali tak terasa gatal. “Coba seandainya aku sebarkan duluan
kertas kertas itu ke media!”
“DORR!!”
Semuanya terperanjak kaget mendengar suara letusan pistol yang berasal dari luar rumah. Jantung mereka bertiga memacu seketika suara seseorang yang tengah adu jotos terdengar cukup jelas. Bima memerintahkan Putra untuk mengecek keadaan Koi sedangkan Ghina memeriksa keadaan Nial. Pria itu membuka pintu dan menemukan sosok Glenn tengah terengah engah menghadapi seseorang berbadan cukup kekar dengan pakaian yang membuatnya terlihat seperti mafia. Glenn menahan tangan orang itu dan berhasil mengarahkan tembakannya tadi ke atas langit. Beberapa warga juga terlihat menyadari perkelahian itu dan tak berani melerai mereka berdua.
Bima segera berlari dan mencoba membantu Glenn yang kewalahan. Pria berbaju hitam itu berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Glenn, akan tetapi Glenn berhasil mematahkan tulang pergelangan tangannya dan membuat pistol itu terjatuh. Dokter itu menendang senjata api menjauh lalu melayangkan sebuah pukulan ke perut orang itu dan mengenainya telak. Bima kemudian mengikuti dengan menendang bagian betis. Orang itu terohok dan terjatuh kejalan. Sorot lampu mobilnya berkedap kedip.
“Kenapa kau membantuku, bajingan!?” Glenn mengusap darah yang mengalir pada ujung bibirnya.
“Sudahlah, bukan waktunya untuk itu. Kenapa kau menghajar orang ini?”
Glenn terengah engah mencoba menormalkan hembusan nafasnya. Semua warga sayup sayup kembali menutup gorden jendelanya dan melanjutkan agenda tidur. “Apa kau tau bahwa rumah ini baru saja diawasi oleh brengsek ini?”
Bima mengernyit, “apa maksudmu?”
Kekasih Nial itu spontan menggeledah pakaian pria berpakaian hitam itu. Mencoba mencari cari sesuatu dan mendapati sebuah gadget beserta kamera digital. “Lihatlah ini”
Glenn melajukan mobil sedan abu-abunya dibawah jalan tol kota Harapan. Perasaan cemas dan ketakutan menyelimuti pikirannya. Narkotika dan Keith bagai saling berhubungan ataupun berkaitan. Bisa dipastikan dalang dibalik semua penyelundupan barang itu adalah ayah dari mantan pacar Nial tersebut. Meski semua rumor yang bertebaran ke seantero dunia itu masih abu-abu tanpa adanya bukti otentik yang dapat menghancurkan kekuasaan seorang Calvin Keith. Ia menghidupkan TV-Portable pada dasbor mobilnya. Lagi, gerakan distributive yang menunjukkan grafik naik dan durasi yang terlalu banyak membuat semua rasa kecemasan kembali menyelubungi setiap diri Glenn.
Glenn hanya ingin melindungi orang yang telah ia cintai pada pandangan pertama, orang yang selalu ia perhatikan dari jauh didalam keramaian. Orang yang selalu terlihat tenang seketika mereka selalu menaiki bus yang sama pada siang hari. Glenn hanya ingin membuatnya bahagia dan hidup bersamanya dibawah matahari dalam keadaan hidup. Membagi morning kiss dan ratusan perwujudtan dari aksi kasih sayang lainnya. Tapi bukan hidup namanya jika tak ada halangan. Bukan cinta namanya jika tak ada hambatan. Glenn benar benar tak menyangka jika Narkoba dan Nial adalah 2 hal yang saling terhubung secara kasat mata. Ketakutannya akan kehilangan cinta semakin menggebu-gebu.
Dokter itu kembali menginjak pedal gas dan menarik tuas mobilnya. Sorot sorot lampu jalanan menemaninya di sepanjang jalan. Ia membanting stir mobil.
“Dia sudah tertidur?” Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan oleh Bima yang berjalan menuju ruang tengah setelah memeriksa apakah Nial sudah terlelap atau belum. Ini adalah saatnya untuk menyusun sebuah strategi penyelamatan bagi Nial. Bima yakin bahwa kedua rekannya, Putra dan Ghina adalah orang-orang yang bisa diandalkan. Mengingat Putra adalah penggemar film aksi dan Ghina adalah preman di lingkungan perusahaan kecilnya.
“So, kita nak bikin apa ni?” Preman itu merapikan duduknya dan menarik kaki dari bawah langit langit meja.
“Ya, gue juga udah penasaran sama SMS yang lo kirim” sambung Putra yang terlihat begitu antusias meski hari sudah menjelang tengah malam.
Bima menatap kedua rekannya itu dengan pandangan khusus. Bukan khusus dalam hal privasi. Tapi lebih kedalam hal yang meminta sebuah harapan. “Aku meminta bantuan kalian berdua, karena..” kakak Nial itu menggantung kalimatnya di ujung lidah, mencoba menyusun kata kata logis agar dapat mudah dimengerti untuk kedua teman sekaligus bawahannya itu.“Nial dikejar oleh sebuah gembong pengedar narkoba” Ia kembali mengatakan isi dari pesan singkat yang ia kirimkan tempo hari kepada Putra.
“Lo udah cerita bagian itu, Bim. Maksud gue tuh, maksudnya apa? Kenapa sih, kok bisa si Nial yang pendiam banget kayak gitu ada hubungannya ama yang kayak kayak gituan?” Dan Ghina ikut mengangguk membenarkan perkataan teman kerjanya itu.
“Ceritanya panjang”
“Korang nak bagi tahu kami tak nak?”kali ini Putra yang membenarkan perkataan Ghina.
Bima mendesah panjang, ujung kakinya tak henti henti menginjak injak lantai. “Apa kalian pernah mendengar sesuatu tentang amnesia?”. Pertanyaan yang ia lontarkan membuat kedua bawahannya tergidik keheranan.
“Maksud lo?”
Koki professional itu menghela nafas. Dan mengeluarkannya pelan. “Nial itu Amnesia. Dan dia bukan kakak dari Ema dan Eli”
“Tunggu, kau cakap Nial itu Amnesia? Apa pasal dia orang bisa sampai macam itu?”
“Ya. Terus hubungannya Nial Amnesia sama dikejar kejar gembong Narkoba itu apa?”
Sebuah mobil hitam dan gelap kembali berhenti tepat didepan rumah Glenn. Didalamnya seseorang dengan pakaian serba hitam dilengkapi dengan sebuah cerutu dibibirnya mengeluarkan sebuah gadget dari dalam saku. Pria itu memencet mencet layar dan menghubungi seseorang yang bernama Giovanni dari dalam mobilnya. “I’m here. Let’s do the plan”
Di sebuah desa terpencil, disebuah rumah megah berbentuk vila. Seorang pria tua dengan sebuah jahitan dan bekas luka di betis beserta pahanya menggenggam erat remot TV. Pikirannya bergulung gulung ke masa lalu disaat ia dan sahabatnya, Juanda sedang menunggu keberangkatan pesawat menuju Indonesia setelah diobati di rumah sakit di headquarternya. Sahabatnya menunjukkan sesuatu yang benar benar membuatnya terkejut.Sebuah kertas dosa atas nama seorang politisi yang sangat sangat berpengaruh di negeri paman Sam. Sebuah kertas yang membunuh sahabatnya beserta keluarga kecilnya.
Berita di TV membuat bibirnya gemetar dan menyebut sumpah serapah berkali kali karena telah mengingatkannya akan kematian sahabatnya yang benar benar ia kasihi.
“Papa!”Seorang wanita remaja berumur 17 tahun dengan sebuah rambut ponytail menyeruak dari balik pintu setelah melihat keadaan ayahnya yang sedang menahan emosi karena menonton televisi. “Apa ini sudah saatnya?”
Pria tua itu mengangguk mantap. Ia melepaskan cengkraman kuatnya dan berdiri. Rambut rambut halus diwajahnya serta beberapa jahitan di leher seakan akan menegaskan bahwa ialah pria sejati di rumah ini.
Jahitan beserta luka luka yang ia dapat dari peperangan melawan Dentaag itu kembali mengingatkan ia ke masa lalu, saat dimana seseorang bernama Bima membawa seorang anak yang tak sadarkan diri dan dalam keadaan terluka parah kepadanya. Dan menceritakan semua hal yang telah terjadi pada anak yang telah ia gendong dan merupakan anak dari sahabatnya sendiri.
“Ambil semua amunisi dan pistol digudang belakang.Bangunkan Eli. Setelah itu perintahkan Arman menyiapkan mobil. Kita akan pergi menuju Kota Harapan mala mini juga!”
“Lo ngga lagi bercanda kan?” Mata putra berkedip berkali kali setelah mendengar sebuah cerita mengejutkan keluar dari mulut Bima.
“Apa aku terlihat sedang bercanda saat ini?”
Hening seketika.
“Apa pasal bisa jadi macam ini?”
“Aarrrrghhh!!!” Bima menggaruk garuk bagian belakang kepalanya meski sama sekali tak terasa gatal. “Coba seandainya aku sebarkan duluan
kertas kertas itu ke media!”
“DORR!!”
Semuanya terperanjak kaget mendengar suara letusan pistol yang berasal dari luar rumah. Jantung mereka bertiga memacu seketika suara seseorang yang tengah adu jotos terdengar cukup jelas. Bima memerintahkan Putra untuk mengecek keadaan Koi sedangkan Ghina memeriksa keadaan Nial. Pria itu membuka pintu dan menemukan sosok Glenn tengah terengah engah menghadapi seseorang berbadan cukup kekar dengan pakaian yang membuatnya terlihat seperti mafia. Glenn menahan tangan orang itu dan berhasil mengarahkan tembakannya tadi ke atas langit. Beberapa warga juga terlihat menyadari perkelahian itu dan tak berani melerai mereka berdua.
Bima segera berlari dan mencoba membantu Glenn yang kewalahan. Pria berbaju hitam itu berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Glenn, akan tetapi Glenn berhasil mematahkan tulang pergelangan tangannya dan membuat pistol itu terjatuh. Dokter itu menendang senjata api menjauh lalu melayangkan sebuah pukulan ke perut orang itu dan mengenainya telak. Bima kemudian mengikuti dengan menendang bagian betis. Orang itu terohok dan terjatuh kejalan. Sorot lampu mobilnya berkedap kedip.
“Kenapa kau membantuku, bajingan!?” Glenn mengusap darah yang mengalir pada ujung bibirnya.
“Sudahlah, bukan waktunya untuk itu. Kenapa kau menghajar orang ini?”
Glenn terengah engah mencoba menormalkan hembusan nafasnya. Semua warga sayup sayup kembali menutup gorden jendelanya dan melanjutkan agenda tidur. “Apa kau tau bahwa rumah ini baru saja diawasi oleh brengsek ini?”
Bima mengernyit, “apa maksudmu?”
Kekasih Nial itu spontan menggeledah pakaian pria berpakaian hitam itu. Mencoba mencari cari sesuatu dan mendapati sebuah gadget beserta kamera digital. “Lihatlah ini”
mensyong beberapa ah
@3ll0 @Tsunami @d_cetya @ lulu_75 @balaka @cute_inuyasha @bianagustine @arifinselalusial @new92 dan gue lupa siapa lagi
@mad dog @Tsu_no_YanYan @Adi_Suseno10 @haha_hihi12
Sahabat Ayahnya Nial tu Abi kah ayah dari Ema dan Eli?
Makasih udah di mention ^^ :-bd
*kirain update panjang ternyata oh ternyata dopos
*kirain update panjang ternyata oh ternyata dopos