It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ayo dong neng up.....
Kecup basah buat Kak Ulla @cute_inuyasha :-*
@Bun @ardavaa @alvin21 @moccaking @3ll0 @cute_inuyasha @balaka @Tsunami @raden_sujay @harya_key @Different @muffle @AbdulFoo @kaka_el @Adamx @JNong @Unprince @kristal_air @d_cetya @lulu_75 @4ndh0 @Cyclone @Vanilla_IceCream
@Adityaa_okk @Tsu_no_YanYan @arGos @RenoF @arifinselalusial @Widy_WNata92 @Sicilienne @nakashima @Lonely_Guy @Adiie @BangBeki @Rifal_RMR @Adi_Suseno10 @rone @animan @Roynu @mbush @CurhatDetected @SteveAnggara @Anne @zeva_21 @abyyriza .
Yang merasa terganggu maaf yaa :x
Bagian 13
Aku masih memegangi pipiku saat aku berjalan masuk melewati pagar rumahku. Perasaan bingung sekaligus bahagia bercampur menjadi satu. Aku samakin bersemangat untuk tak menyerah mengejar cinta kak Irga. Walaupun harapan hanya 1% untukku bisa merengkuh hati kak Irga, tetapi 1% itu bukannya suatu hal yang tidak mungkin bukan?
Deg!
Aku sedikit tercekat melihat Faran berdiri di depan pintu rumahku dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan!
Apa Faran tadi melihat semuanya ya?
"Eh Faran kok gak masuk ke dalam?" Aku mengalihkan perhatiannya yang terus menelitiku.
"Oh.. Ehmm.. Ini kak, mau masuk.." Jawab Faran sedikit gugup. Mungkin dia mulai sadar kalau aku memergokinya sedang menelitiku!
Lebih baik aku biasa saja menghadapinya dari pada nanti dia lebih curiga!
"Ayo masuk!" Aku merangkul Faran dan membawanya masuk ke dalam rumahku.
"Assalam'mualaikum.. Mama Zizi pulang!" Ucapku saat aku masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikumsalam.. Anak Mama pulang juga? Kirain kamu mau pindah tinggal sama Irga." Mama menghampiriku, lalu ku cium tangan Mama yang menyambutku.
"Emang boleh Ma?" Tanyaku antusias.
"Huh dasar maunya kamu, biar bisa kelayapan terus ya? Eh, itu kenapa muka anak Mama jadi jelek banget!" Mama meneliti wajahku.
"Emang jelek kali Ma!" Potong Okha yang tiba-tiba keluar dari kamarnya menghampiriku.
"Kalo Zizi jelek, berarti Okha juga jelek ya Ma?" Kataku manja ke Mama.
"Berarti Tente sama Om juga jelek ya? Heheh!" Faran ikut menyambung dan membuat kami terkekeh mendengarnya.
"Astaga! Kak Zizi abis berantem ya? Sama anak mana? Biar Okha bejek-bejek anak itu!" Komentar Okha saat dia meneliti wajahku. Aku harus menghadapinya dengan tenang, jangan sampai bocah paling kepo sekomplek yang tidak lain adalah adikku sendiri ini menjadi curiga!
"Apaan, orang abis jatoh dari motor kok. Kalo gak percaya tanya aja kak Irga!" Sergahku cepat sedikit ngotot. Aku memang sudah mempersiapkan alasan ini mengikuti Gustaf dan Ari yang sudah sukses mempratekannya terlebih dahulu.
"Beneran jatoh dari motor?" Tanya Mama kurang yakin.
"Bener Ma!" Jawabku cepat meyakinkan.
"Bohong kan Kak?" Okha menatapku penuh selidik. Ah, bocah ini apa benar dia adikku?
"Ya elah, tanya aja sana sama kak Irga!" Kataku cepat dan langsung menuju kamarku. Aku harus cepat menghindari topik ini!
***********
Di meja makan tadi saat makan malam, Mama, Papa, dan Okha masih saja terus membahas masalah wajahku yang babak belur. Okha terus mengompori Mama dan Papa untuk mengintrogasiku. Tapi karena keahlianku yang pintar ngeles, akhirnya mereka(terpaksa) percaya juga!
Masih jam 9 malam, tapi aku ingin segera tidur lebih cepat malam ini. Aku harus mengisi tenagaku yang terkuras beberapa hari ini.
Aku memejamkan mataku memegangi pipi sebelah kananku, sentuhan bibir Kak Irga masih berbekas terasa di pipiku. Aku bahkan dengan hati-hati melap wajahku hanya dengan handuk basah, menjaga kecupan Kak Irga agar tidak hilang terbilas air.
"Dreeett.. Dreeett!" Aku langsung membuka mataku saat suara pesan masuk terdengar dari ponselku. Ternyata dari Kak Irga. Tiba-tiba mataku segar kembali. Hilang sudah rasa ngantuk yang menggelayutiku dari tadi.
"Zii lagi apa?"
"Lagi mikirin kak Irga. Hehe! Eh, ada SMS dari kak Irga, jangan-jangan kita jodoh ya kak. Ahayy!"
"Aissh ini bocah masih usaha aja! HP Edo udah ketemu."
"Ah, ketemu dimana kak? Siapa yang nyebarin kak?"
"HP Edo kan ada GPS-nya. Pas dicari lokasinya di dekat rumah Dita. Jadi Kakak, Farid sama Anjas langsung ke rumahnya Dita. Dita tadinya gak mau ngaku, tapi karena diancam dilaporin polisi karena nyumputin HP itu, akhirnya dia ketakutan. Hahah! Mukanya lucu banget tadi ketakutan gitu. Hahah!"
"Wah Dita Kak? Kok bisa di dia sih? Aissh gitu-gitu kan mantan gebetan kakak.."
"Iya ternyata salah satu anak STM yang berantem sama kalian tuh, sepupunya Dita. Dia yang nemuin HP-nya Edo! Eh, kakak udah ada gebetan baru dong.."
"Oh, kok bisa kebetulan gitu ya kak? Hahah! Siapa gebetan kakaaaaaaaak??"
"Hahah! Biasa aja dong, gak usah teriak-teriak gitu! Apa belum cukup kamu bikin heboh di FB dan di Sekolah?"
"Ngasih pengumuman ke seluruh dunia juga aku gak takut kak! Biar aku patenin sekalian Kakak jadi hak milik aku!"
"Hahah! Kok kamu jadi genit banget gini sih Zii!"
"Genitnya sama kakak doang kok! Namanya juga lagi usaha kak. Ahaay!"
"Yakin sama kakak doang? Kata Farid, kamu semalam tidur sama dia pake acara peluk-peluk segala kan?"
"Itu namanya Rezki kak, gak boleh ditolak, pamali! Kenapa kakak cemburu ya? Cie cie kakak cemburuuuu!"
"GR kamu!"
"Jadi gak cemburu? Berarti aku boleh dong peluk-peluk kak Farid lagi?"
1 menit.. Belum dibalas, aku masih menatap layar penselku.
10 menit.. Masih belum dibalas juga, aku sudah menguap terus menahan ngantuk.
30 menit.. Masih tak ada balasan dari kak Irga, aku sudah berguling-guling berganti posisi tidurku di ranjang. Dan akhirnya aku pun tertidur dengan ponsel yang masih berada di tanganku.
**********
Hal pertama yang aku lakukan saat bangun tidur adalah memeriksa ponselku. Ternyata semalam memang tak ada balasan lagi dari kak Irga. Apa dia marah ya?
Aku mencoba mengirimi kak Irga pesan lagi untuk menyapanya pagi ini.
"Kak Irga dah bangun?"
2 menit aku tunggu tak ada balasan, aku pun membawa ponselku ke kamar mandi. Sambil mandi aku terus melihat ponselku, berharap ada balasan dari kak Irga.
Sampai aku sudah siap berangkat sekolah, kak Irga belum juga membalas pesanku. Aku mulai khawatir. Jangan-jangan kak Irga marah. Mungkin aku sudah kelewatan ya?
Lemas deh berangkat sekolah pagi ini!
Aku langsung menuju jendela kamarku dengan cepat saat ku dengar suara motor yang tidak asing lagi!
Hahay! Kak Irga jemput aku!
Aku langsung berjalan cepat keluar kamarku. Di meja makan sudah ada Mama, Papa, dan Okha yang sedang menikmati sarapan pagi.
Aku menghampiri Mama dan Papa untuk bersalaman, pamit pergi ke sekolah.
"Zizi sarapan dulu!" Perintah Mama.
"Buru-buru nih mah. Kak Irga udah nunggu di depan." Jelasku.
"Suruh Irga masuk, sarapan bareng!" Kata Papa.
"Kak Zizi lagi kasmaran ya?" Okha tiba-tiba menyeletuk dengan santai. Apa-apaan lagi ini bocah?
"Eh, anak kecil jangan sok tahu!" Elakku dan langsung menjitak kepala Okha sedikit kuat.
"Auuww! Kasar sih kak!" Okha berdecak sedikit berteriak, tangannya mengusap-ngusap kepalanya.
"Kalian ini pagi-pagi udah perang aja! Nanti Mama kasih parang satu-satu yah!" Mama mulai mengomel. Papa hanya senyum-senyum dan tetap melanjutkan sarapannya.
"Isshh! Mama sadis deh!" Aku berdecak.
"Mama sadar gak sih, kalo kak Zizi tuh sekarang beda! Okha ngelihat kak Zizi sekarang kayak ngelihat Okha dulu waktu baru kasmaran sama Farah. Kadang senyum-senyum sendiri, kadang galau sendiri. Tapi anehnya kok Kak Zizi nempel sama Kak Irga terus ya? Okha gak pernah lihat dia sama cewek."
Deg!
Analisis Okha membuatku tercengang, nusuk banget tepat sasaran! Aku langsung gelagapan.
"Zizi suka sama adiknya Irga?" Tanya Papa.
"Kak Irga kan gak punya adik Pa." Jawab Okha yakin. Rasanya aku ingin sekali menyumpal mulut bocah ini dengan sepatuku!
"Suka sama tetangganya mungkin, atau sepupunya Irga?" Mama menyelidik menatapku.
Ah, gara-gara Okha nih! Mama sama Papa jadi kepo deh!
"Gara-gara lu nih!" Aku menunjuk Okha kesal.
"Kalo enggak mah, ya udah biasa aja kalii!" Okha menjulurkan lidahnya mengejekku. Nih bocah nyebelin banget nurun siapa sih? Perasaan aku gak nyebelin kayak dia! Iya kan?
"Udah ah, Ma. Gak usah dengerin Okha! Kencing aja belum lurus dia, status FB-nya udah cinta-cinta aja! Bukannya belajar yang bener, udah kelas tiga juga!" Kataku menggurui dengan wajah seserius mungkin. Sekarang gantian, Okha yang gelagapan menanggapiku. Hahah! Rasain tuh bentar lagi pasti kena semprot deh.
Aku tak menunda langkahku lagi. Aku langsung berlalu meninggalkan adikku tersayang yang mendapat sarapan omelan dari Mama. Hahah!
**********
"Lama banget sih!" Kata kak Irga saat aku sudah menghampirinya.
"Gak sabaran banget sih Kak. Kangen yaa?" Ucapku manja dan langsung naik ke motor kak Irga.
"Gak usah GR ya bocah! Kakak udah bilang kan, Kakak akan jadi Kakak yang bisa lindungin kamu." Jelas Kak Irga dan langsung melajukan motornya.
Aku mengangguk-nganggukan kepalaku di belakang punggungnya. Aku tak tahu, apa aku harus senang atau sedih mendengar pernyataan kak Irga barusan.
Aku ingin memeluk pinggang Kak Irga lagi seperti kemarin. Tapi rasanya sangat mustahil memeluknya di pagi ini, di tengah jalan yang ramai seperti ini. Jadi aku hanya bisa memegang sisi jaket yang di kenakan Kak Irga. Kak Irga wangi banget pagi ini. Aku terus mengendus-ngendus wangi tubuh Kak Irga dari belakang punggungnya.
"Kak Irga kok gak balas pesanku?" Tanyaku dengan nada suara sedikit keras memecah kebisingan jalan raya.
"Pulsanya habis."
Aku tersenyum sendiri mendengar jawaban kak Irga. Kok aku gak kepikiran kalau pulsa Kak Irga habis. Aku mah udah su'udzon mikir kemana-mana, gelisah dan uring-uringan gak jelas!
"Jangan senyum-senyum sendiri Zii!" Kak Irga melirikku dari kaca spion motornya. Aku langsung menyembunyikan wajahku yang pasti sudah memerah di balik punggung Kak Irga.
"Kak, kita dilihatin anak-anak deh." Kataku saat kami sudah sampai di parkiran depan sekolah.
"Santai aja Zii!" Ucap kak Irga dengan tenang.
"Aku duluan aja ya kak." Kataku langsung setelah menyerahkan helem kepada Kak Irga.
"Tunggu Zii!" Aku tersentak saat Kak Irga menahan tanganku. "Kakak anter kamu sampai kelas."
"Ah? Eh.. Gak usah kak!" Aku langsung menarik tanganku dari tangan Kak Irga. Astaga apa kata dunia nanti?
"Kata kamu mau kasih pengumuman ke seluruh dunia?"
"Ah?" Aku langsung tercengang! Tanpa kusadari Kak Irga sudah menggandeng tanganku, tepatnya setengah menyeretku berjalan bersamanya!
Aku cuma bisa mengikuti langkah Kak Irga dengan menundukan kepalaku. Aku tak berani melihat sekitar, saat ini anak-anak satu sekolah pasti menatap kami dengan sinis!
Dag dig dug! Jantungku terus terpacu. Aku tak mengerti dengan sikap Kak Irga saat ini. Apa sih yang sedang dia pikirkan?
Aku melirik sejenak saat kurasa kelasku sudah terlewati. Kak Irga terus menggandengku tanganku berjalan dengan santainya.
Kami berdua berjalan menuju mading yang sudah ramai dipenuhi anak-anak di sekolahku.
Ada apa ini?
Mereka semua langsung menatap ke arah aku dan Kak Irga yang berjalan menuju mading. Tapi tatapan mereka bukan tatapan sinis atau benci. Entahlah, aku juga tak mengerti dengan arti tatapan mereka itu.
Kak Farid dan Kak Anjas terlihat berdiri di depan mading mengumpulkan anak-anak. Aku menatap mereka berdua dengan tatapan penuh tanya. Kak Farid dan Kak Anjas hanya menjawab tatapanku dengan melebarkan senyumannya.
Kak Irga melepaskan tanganku saat kami tepat berdiri di depan mading. Kulihat ada Gustaf dan Ari, serta beberapa teman sekelasku juga ada diantara kerumunan anak-anak yang seperti sedang menunggu suatu penjelasan dari kami.
"Saya sebagai ketua osis di sekolah ini akan meluruskan tentang berita yang sempat mengganggu kenyamanan belajar kita semua di sekolah ini. Tentang FB yang katanya milik Ariafzi atau Zizi yang dishare melalui akun FB milik Edo anak kelas 1C, itu semua cuma ulah kejahilan seseorang yang tidak akan saya sebut namanya agar tidak menjadi masalah yang berkepanjangan dikemudian hari. HP Edo hilang dan ditemukan seseorang yang tak bertanggung jawab yang kemudian menyalahgunakan kesempatan itu untuk memfitnah Ariafzi atau Zizi. Jadi Edo juga sama sekali tentang mengetahui tentang hal ini. HP Edo saat ini ada di tangan saya dan akan saya berikan kepada yang berkesangkutan. Dengan ini saya harap, tidak ada lagi yang membahas tentang berita ini di sekolah ini. Kalau saya mendengar masih ada yang membicarakan atau bergunjing tentang berita fitnah ini, maka orang itu harus siap berhadapan dengan saya dan senior-senior di atas saya. Dengan itu semua kita tutup sampai di sini. Terimakasih!"
Aku masih terdiam mendengar pengumuman yang diberikan Kak Anjas. Aku hampir saja menangis haru melihat bagaimana usaha mereka dan kepedulian mereka terhadapku.
"Gw tegasin sekalian sama kalian, Zizi adek gw! Gw sayang banget sama dia sebagai adek gw! Jadi siapa yang berani ngusik Zizi, berarti orang itu cari masalah sama gw! Sekarang pada bubar!" Kak Irga langsung membubarkan anak-anak setelah mengatakan penegasannya tentang hubungan 'adik-kakak' antara kami berdua.
Dasarnya namanya manusia, masih gak bersyukur juga. Aku senang sih, dan lega juga karena masalahku sudah diselesaikan. Tapi ada rasa sakit yang aku rasakan saat Kak Irga memberi penegasan tentang hubungan kami.
Setelah mengucapkan terimakasih kepada Kak Irga, Kak Anjas dan Kak Farid, aku langsung bergabung dengan Gustaf dan Ari berjalan masuk kedalam kelasku. Gustaf bahkan merangkul bahuku.
"Gw tahu pasti lu sama Edo difitnah." Kata Gustaf.
"Siapa sih pelakunya? Biar gw kasih pelajaran!" Ari menyambung dan menonjok telapak tangannya sendiri dengan gemas.
"Gw juga gak tahu, gw gak dikasih tahu sama Kak Irga." Jawabku berbohong. Benar kata Kak Anjas, kalau masalah ini jangan sampai diperpanjang.
"Tapi itu beneran bukan akun FB lu kan, Zii?" Tanya Gustaf. Aku menghentikan langkah kakiku. Kami bertiga saat ini sudah sampai di depan kelas kami.
Kupandangi Gustaf dan Ari bergantian dengan pandangan meneliti. "Seandainya gw beneran gay, gimana?" Aku bertanya dengan nada sepelan mungkin dan hati-hati.
Detik-detik berlalu. Ari dan Gustaf masih terdiam saling pandang. Aku pun sedikit gugup mendengar jawaban dari mereka berdua. Setelah melihat reaksi Gustaf dan Ari kemarin saat membelaku yang di bully teman-teman sekelasku. Aku pikir, mereka berhak tahu siapa diriku sebenarnya.
"Lu sahabat gw, gak peduli apapun.." Gustaf tersenyum dan menepuk bahuku pelan. Aku tersenyum haru membalasnya.
"Gw bersyukur malah.. Hahah!" Kata Ari yang membuat aku dan Gustaf melirik tajam ke arahnya. "Kalo lu gak suka cewek, jadi saingan gw di sekolah ini berkurang satu buat dapetin cewek. Hahah!" Ari melanjutkan kata-katanya yang membuat aku dan Gustaf tertawa menanggapinya.
Suara bel masuk sekolah membuat kami bertiga segera masuk ke dalam kelas. Gustaf terus merangkul bahuku. Kami masih tertawa-tawa menanggapi tingkah Ari yang konyol.
"Tapi Zii, lu jangan naksir gw yah." Tanya Gustaf tiba-tiba yang langsung membuatku berhenti tertawa.
"Najiiis!" Kusingkirkan tangan Gustaf dari bahuku. Ari langsung tertawa memegangi perutnya.
Pak Heru datang membuat seisi kelas langsung terdiam. Aku tersenyum melihat Gustaf dan Ari yang sedang sibuk mempersipkan alat tulisnya. Aku beruntung, memiliki teman seperti mereka berdua.
Akupun baru tersadar, kalau aku tidak melihat Dita hari ini..
**********
Kak Irga sudah menungguku di parkiran saat pulang sekolah. Kami sudah janjian sebelumnya untuk pulang bareng. Aku memang sedikit terlambat keluar dari kelasku karena aku harus menyalin pelajaranku yang tertinggal dua hari kemarin.
Kak Irga sedang bersama Kak Anjas dan Kak Farid. Mereka bertiga tidak menyadari kehadiranku. Sepertinya mereka sedang membahas sesuatu yang serius.
"Kak.." Sapaku. Mereka bertiga langsung terdiam, sedikit kaget menyadari kedatanganku. Kak Anjas terlihat gugup dengan memberi senyuman yang kaku padaku. Kak Farid seperti biasanya, dia terlihat tenang. Wajah Kak Irga yang tadi kulihat serius, perlahan berubah jadi cengengesan gak jelas. Perasaanku mengatakan, ada yang disembunyikan mereka bertiga dariku!
"Eh Zizi, gimana udah aman kan di sekolah?" Tanya Kak Anjas.
"Aman Kak.. Hehe."
Kak Farid mengacak-ngacak rambutku. "Kenapa sih Kak?" Kataku sewot.
"Zii, diantara Kak Farid, Anjas, sama Irga, siapa yang paling ganteng?" Tanya Kak Farid. Gak jelas banget deh mereka bertiga!
"Ya gantengan gw kemana-mana kaliii!" Ucap Kak Irga cepat.
"Pede banget lu!" Potong Kak Anjas. Kak Farid terkekeh.
"Pada gak jelas deh!" Aku mendumel. "Udah ini mau kemana kita?" Tanyaku langsung menyudahi ketidakjelasan di bawah sinar matahari yang terik di siang ini.
"Ya udah ayo ikut aja!" Kak Irga langsung naek ke motornya dan memberikan helem padaku.
"Kak cari minum dulu yah, hauuuus.." Kataku manja. Aku masih berdiri di samping Kak Irga.
Kak Irga langsung merangkul leherku dengan tangan kanannya dan mencubit pipiku pelan. "Iya nanti Farid sama Anjas mampir ke Alfamart beli minuman dan makanan. Ayo naek!" Aku pun langsung sumringah tersenyum senang dan langsung naik ke atas motor Kak Irga. Aku sempat melirik Kak Farid dan Kak Anjas yang sedang memperhatikan kami berdua.
Di perjalanan aku mulai bertanya-tanya kemana kami akan pergi. Tapi bukannya menjawab pertanyaanku, Kak Irga malah menambah kecepatan motornya. Aku pun hanya bisa memeluk Kak Irga erat dan menempelkan tubuhku di punggungnya.
Kami berempat sampai di sebuah bukit. Angin sepoi-sepoi menyapa lembut kulitku. Bukit ini sangat indah dengan banyak di tumbuhi bunga-bunga teratai dan ilalang yang menjulur hijau. Kenapa aku baru tahu tempat ini yah?
"Kak Irga sering ke sini?" Tanyaku pada Kak Irga.
"Sering, ini tempat rahasia kami bertiga." Kak Irga lalu berjalan mendahuluiku.
"Dulu waktu SMP, kami selalu jadiin bukit ini sebagai tempat buat bolos. Heheh!" Ucap Kak Anjas terkekeh.
"Sekarang tempat rahasia ini bertambah satu anggota." Sambung Kak Farid yang datang menghampiri dengan membawa dua kantong plastik berukuran besar yang berlogo Alfamart.
"Aku?" Tanyaku dengan menunjuk diriku sendiri.
Kak Farid tengak tengok melihat sekeliling. "Gak ada orang lain kan? Dasar bocah!" Kak Farid berdecak kemudian.
Aku tak menanggapi Kak Farid lagi. Ku ambil dua kaleng minuman dingin dari kantong plastik yang dibawa Kak Farid. Aku langsung menghampiri Kak Irga yang sudah terduduk menyelonjorkan kakinya menikmati pemandangan dan angin sepoi-sepoi.
Aku duduk di samping Kak Irga dan memberikan satu kaleng minuman padanya. Kak Irga tersenyum mengambil minuman yang aku berikan.
Aku memperhatikan rambut Kak Irga yang terbelah tertiup angin. Tiba-tiba tanpa sadar tanganku bergerak merapihkan rambut kak Irga yang berantakan. Kak Irga memejamkan matanya saat aku membelai-belai rambutnya dengan kedua tanganku. Aku bahkan sudah melupakan kaleng minuman yang sudah aku singkirkan dari tanganku.
Dag dig dug! Dag dig dug! Dag dig dug!
Waktu terasa terhenti. Jantungku berdebar-debar dengan keras. Jarak wajahku dan wajah Kak Irga tidak sampai dua jengkal. Aku bisa melihat wajah Kak Irga dengan sangat jelas. Di tempat seperti ini, dengan suasana seperti ini seperti dunia hanya ada aku dan Kak Irga. Aku melirik sebentar ke arah Kak Farid dan Kak Anjas yang berjalan menjauh membelakangi kami berdua.
Perlahan aku semakin mendekati wajahku ke wajah Kak Irga. Dengan debaran jantungku sekarang yang begitu kencang, aku yakin Kak Irga juga dapat mendengar debaran jantungku saat ini.
Aku menelan ludah saat bibirku hampir mendekati bibir kak Irga. Bisa kurasakan hembusan nafas Kak Irga hangat di wajahku, dan aku yakin Kak Irga juga dapat merasakan hembusan nafasku di wajahnya. Tapi Kak Irga masih memejamkan matanya. Dia tak bergeming.
Cup!
Aku sudah kehilangan akal sehatku, entah mendapat keberanian dari mana sampai bibirku kini menempel di bibir Kak Irga.
1 detik..
2 detik..
3 detik.. Sampai kira-kira 5 detik saat kurasa tidak ada reaksi apapun dari Kak Irga, aku berniat menjauhkan bibirku dari Kak Irga.
Kesadaranku kembali saat kulihat Kak Irga ternyata sudah membuka matanya. Ekspresi wajahnya sangat datar. Aku mulai ketakutan melihat Kak Irga. Kutekuk kedua kakiku dan kulingkarkan kedua tanganku memeluk kakiku. Aku menunduk menyesali apa yang baru saja kulakukan.
Aku menoleh melihat Kak Irga saat kurasakan tangannya membelai-belai rambutku.
Kak Irga tersenyum? Aku menelan ludahku lagi. Tenggorokanku terasa kering. Kak Irga terus membelai rambutku pelan.
"Zii, kenapa kamu bisa suka sama Kak Irga?" Aku bengong mendengar pertanyaan Kak Irga yang jauh dari apa yang aku pikirkan. Kenapa Kak Irga gak membahas soal aku yang menciumnya tadi?
Aku menarik nafasku dalam dan membuang pandanganku ke depan. "Zizi gak tahu kak.."
Tangan Kak Irga menjauh dari kepalaku. "Apa kamu gak punya alasan, berdasarkan apa kamu bisa yakin kalo kamu suka sama Kakak."
"Hmmm.. Aku suka saat pertama kali melihat Kakak karena Kakak ganteng. Aku suka mendengar suara Kakak setiap Kakak ngomong. Aku suka setiap apa yang Kakak lakuin buat aku. Aku bahkan masih suka Kakak saat Kakak buat hatiku sakit." Aku melihat kesamping menatap Kak Irga. Kami berdua saling berpandangan. "Aku gak punya alasan untuk gak suka sama Kakak."
Aku tersentak seketika Kak Irga menarik tubuhku kedalam pelukannya. Aku masih diam, tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku belum membalas pelukan Kak Irga. Aku masih meresapi mencari arti dari pelukan Kak Irga saat ini.
"Kakak pikir, kita sama." Ucap Kak Irga pelan hampir tak terdengar olehku.
"Ah?"
Kak Irga melepaskan pelukannya. Aku merasa kosong saat Kak Irga melepaskan pelukannya. Ada sesuatu yang mengganjal di dadaku. Tapi aku sendiri bingung bagaimana menafsirkan apa yang aku rasakan dan aku pikirkan saat ini.
Kak Irga berdiri dari duduknya. Dia mengulurkan tangannya kepadaku. Dengan ragu aku menyambut uluran tangan Kak Irga.
Kak Irga terus menggandeng tanganku berjalan ke arah Kak Farid dan Kak Anjas yang sedang tertawa bercanda berdua. Entah mengapa aku merasa Kak Irga menggenggam tanganku saat ini seperti untuk yang terakhir kalinya.
Aku menghentikan langkahku. Kak Irga juga berhenti dan menoleh ke arahku.
"Ada apa kak?" Tanyaku saat Kak Irga menautkan alisnya melihatku. Ya, aku pikir pertanyaan itu mewakili semua apa yang aku rasakan dan aku pikirkan saat ini. Aku tahu perasaan seperti ini!
"Zii.." Kak Irga menatapku lirih. Mata Kak Irga berkaca-kaca. Tolong jangan bicara lagi Kak!
Perlahan Kak Irga mendekatiku dan memeluk tubuhku lagi. Kali ini pelukan Kak Irga lebih erat, tangannya melingkar di pinggangku, membawaku lebih dalam kepelukannya.
"Maaf.." Ucap Kak Irga pelan. Aku masih terdiam tak membalas pelukannya. Rasa nyeri merasuk kedalam dadaku. Aku semakin yakin tentang perasaan yang menggelayutiku dari tadi. Perasaan ini, perasaan kehilangan..
"Papa mau dipindah tugaskan ke Bandung, ini mendadak."
Deg!
"Jangan pergi Kak.." Kataku akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Aku langsung membalas pelukan Kak Irga dengan erat. Tubuhku bergetar menahan isakan tangisku.
"Maaf.." Ucap Kak Irga lagi, dia juga terdengar terisak di bahuku.
"Apa karena aku Kakak pergi? Aku janji gak akan maksa perasaan Kakak lagi.. Aku janji gak akan minta apapun dari Kakak.. Aku janji akan jaga jarak sama Kakak bila perlu.. Asalkan Kakak masih di sini, dan aku masih bisa melihat Kakak setiap hari, aku janji akan menuruti semua kata-kata kakak.. Apa yang kakak mau, aku akan lakuin.." Aku semakin terisak menangis seperti anak kecil.
"Bukan karena kamu.. Kamu tahukan Kakak udah lama gak berkumpul sama abang-abang kakak.. Kakak juga gak dibolehin tinggal sendiri di sini.. Bahkan surat pemindahan sekolah Kakak sudah diurus sama Papa.."
"Kak Irga tegaaaa..." Aku semakin terisak memukul-mukul punggung Kak Irga dengan tanganku. Kak Irga semakin erat memelukku.
Kak Farid dan Kak Anjas menghampiri kami. Kak Farid dan Kak Anjas ikut memeluk Kami berdua yang sedang berpelukan. Untuk pertama kalinya, aku melihat air mata Kak Farid mengalir.
"Jagain adek gw ya Rid.." Ucap Kak Irga terisak. Kami masih berpelukan. Aku semakin menangis seperti anak kecil. Dadaku sesak. Rasanya sakit sekali..
Entah berapa lama kami berpelukan seperti itu. Yang pasti cukup lama aku bisa menenangkan diriku. Aku masih sesegukan menahan sisa-sisa isakanku. Air mataku pun masih sesekali mengalir dari kelopak mataku.
**********
Kami berempat berbaring di atas rumput melihat langit sore yang mulai berubah warnanya.. Warna jingga menghias langit senja begitu indah.. Posisiku tepat di tengah Kak Irga dan Kak Farid, Kak Anjas berbaring di sebelah Kak Farid.
"Zii, kamu inget gak, waktu itu Kakak pernah tanya sama kamu, warna apa yang kamu suka? Terus kamu jawab, kamu suka warna jingga karena jingga warna senja.."
Aku langsung menoleh melihat wajah Kak Irga yang terbias oleh senja. Aku akan merindukan orang ini..
"Kakak pikir, saat itu kakak sudah mulai menyukai kamu lebih dari seorang adik.."
Deg!
Aku tidak bisa berkata apa-apa, tenggorokanku tercekat, air mataku kembali mengalir. Aku terisak lagi.
Kak Irga mengusap air mataku lembut dengan tangannya. "Kita akan bertemu di setiap senja.. Lihatlah setiap senja datang, saat itu Kakak juga sedang melihat senja.. Merindukan kamu dan memikirkan kamu.."
Aku menangis lagi.. Aku lebih suka Kak Irga bersikap acuh padaku tetapi aku masih bisa melihatnya setiap hari.
Kapan kami akan bertemu lagi? Mungkin saja kami tak akan bertemu lagi! Tadi Kak Irga mengatakan akan melanjutkan kuliah di LN. Itu juga alasan yang membuat Kak Irga ikut pindah bersama Papanya.
Kak Irga mendekatkan wajahnya perlahan mendekati wajahku. Aku masih terisak, aku tidak bisa merelakan Kak Irga pergi..
Perlahan kurasakan lembut ciuman Kak Irga di bibirku. Kak Irga terus menciumku dengan lembut, aku hanya diam, merasakan dadaku yang semakin sesak. Air mataku tak bisa berhenti mengalir.
Dalam setiap khayalanku, aku membayangkan membalas ciuman Kak Irga seperti ini dengan penuh gairah yang menggelora. Tapi ternyata yang sekarang kurasakan jauh dari apa yang aku bayangkan. Ciuman dari Kak Irga saat ini memberikan efek nyeri yang dasyat di dadaku.
Tiga bulan.. Hanya Tiga bulan aku mengenal Kak Irga. Apakah kesedihanku akan menghilang setelah melewati tiga bulan tanpanya?
**********
Tiga bulan kemudian..
Aku berbaring terlentang di atas rumput hijau di bukit dengan Kak Farid dan Kak Anjas melihat senja sore ini. Ternyata kesedihanku belum pergi juga dariku.. Tapi, aku sudah menjadi Zizi yang baru selama tiga bulan ini..
Masih aku ingat hari itu setelah kami pulang dari Bukit, Kak Irga mengantarku pulang ke rumah. Kak Irga berpamitan dengan Mama, Papa, dan Okha. Okha dan Mama bahkan menangis saat Kak Irga mengucapkan kata-kata perpisahan untuk keluargaku.
Malam itu Kak Irga menginap di rumahku. Kak Irga berkumpul dengan keluargaku sampai tengah malam. Mama bahkan memasak special untuk Kak Irga. Okha juga terus bergelayut manja dengan Kak Irga. Kami bercerita banyak hal malam itu..
Kak Irga tidur dengan memeluk tubuhku sampai pagi. Kami berdua saling diam, tidak ada kata yang keluar dari kami berdua walau hanya untuk berbasa basi. Aku sendiri tak bisa tidur malam itu, dan aku tahu, Kak Irga juga tidak tidur malam itu. Aku menangis dalam tidurku malam itu dipelukan Kak Irga.
Saat pagi datang, aku tahu itulah saat-saat terakhir aku bisa melihat Kak Irga. Mataku terus melihat Kak Irga, dan Kak Irga juga terus menatapku. Tidak ada satu katapun yang terucap keluar dari bibirku dari saat aku bangun pagi itu. Tenggorkan kering, lidahku kelu. Aku pikir, kalau satu kata saja keluar dari mulutku, maka aku akan terisak lagi saat itu.
Jam 10 pagi, mobil Papa Kak Irga datang menjemput. Kak Irga meninggalkan motornya sebagai hadiah untukku. Kami sekeluarga melepas kepergian Kak Irga dari depan rumahku. Mama dan Okha menangis lagi melepaskan kepergian Kak Irga. Tapi aku hanya diam mengumpulkan sisa-sisa tenagaku. Aku harus bisa tegar melepaskan Kak Irga. Aku tidak ingin Kak Irga mengkhawatirkan aku..
"Kamu harus jadi lelaki hebat ya, Zii.." Bisik Kak Irga saat kami berpelukan untuk terakhir kalinya. Aku mencoba memberikan senyum terbaikku, senyuman terakhir yang aku berikan untuk Kak Irga.
Dari dalam mobil, Kak Irga menjulurkan kepalanya dari jendela mobil. Dia melambaikan tangannya. Kak Irga terus tersenyum dengan air mata yang mengalir.. Itu adalah saat terakhir aku melihat Kak Irga sampai mobilnya menghilang di pengkolan. Aku langsung berlari masuk ke dalam kamarku. Aku menangis hebat saat itu sambil memeluk seragam sekolah yang ditinggakan Kak Irga. Bau tubuhnya begitu aku rasakan dari seragam yang dia kenakan kemarin..
Sudah tiga bulan, aku tak pernah sekalipun melewatkan senja. Kalau tidak di bukit ini dengan Kak Farid dan Kak Anjas, aku biasa melihat senja dari atas genteng rumahku.
Di sekolah semua berjalan dengan baik. Dita meminta maaf padaku dan aku juga sudah memaafkannya. Sementara hubunganku dengan Edo juga semakin membaik sebagai seorang sahabat. Ya, Edo adalah sahabatku, sahabat baikku sama seperti Gustaf dan Ari.
Warna jingga di langit senja sore ini, terlihat lebih indah dari biasanya.. Kita bertemu lagi kak.. Apa senja di sana juga seindah senja di sini? Atau senja disana lebih indah dari senja di sini?
Apa saat ini Kak Irga juga sedang melihat senja? Memikirkanku.. Dan merindukanku..
END Season 1
Sampai ketemu lagi di season 2 :-*
kak rika, ntar mention pake akun ini aja. Udah ganti nama soalnya. /tebak hayo aku siapa? Heh/
@d_cetya belum kan gak ada lebel end nyah..hihi
@Adamx Haha okha memang generasi fudan selanjutnya deh ) hehe iya masih ada satu chapter special dari Irga yang akan aku buat seperti cerpen..
Aku baru seminggu juga gak posting kyaknya mah yah.. tpi kan panjang :P
@Hon3y cieeee yang ganti nama, tumpengan dong... Aku juga mau ke bandung nanti, ikut aku aja yuk :>
Aku tahu kamu yang suka manggul galon kan? ).
Kak @cute_inuyasha haha aku tahu kak siapa dia*lirik atas
Belum tau nih kak kapan updatenya, org satu huruf aja belum aku bikin )