It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ingat ya
Ada tokoh andee kan ya??
mention aku yaaa klu update..
Lol
Ini nih yg bikin ngakak,,, kecup dulu deh
@Adityaa_okk @Tsu_no_YanYan @arGos @RenoF @arifinselalusial @Widy_WNata92 @Ndraa @Sicilienne @nakashima @Lonely_Guy @Adiie @BangBeki @Rifal_RMR @Adi_Suseno10 @rone @MarioBros @mbush @aldino_13 @andi_andee @Bun @ArDewa
Lelaki itu... (3)
-Uwel Pashanadre
Disampingku ada seorang lelaki yang memelukku dengan hangat, tetapi hatiku terasa begitu dingin dan kosong. Hujan deras di malam ini, memutar kembali ingatanku tentang lelaki itu..
Aku tidak lagi takut akan petir yang menggelegar membelah derasnya hujan seperti malam ini.
Aku tidak lagi takut akan gelap yang seolah ingin menelan diriku ke dalamnya.
Selama dua tahun ini yang aku takutkan hanya satu. Aku takut saat aku bertemu lelaki itu, aku takut hatiku akan menjerit memanggil namanya, melafalkan kata cinta merasuk ke dalam sanubariku.
Yang aku takutkan akhirnya terjadi..
Selama dua tahun ini aku begitu sangat membenci lelaki itu!
Aku membencinya karena tidak ada sedikitpun dalam dirinya yang bisa aku lupakan.
Aku membencinya karena aku harus menyibukan diriku agar sosoknya menghilang dari pikiranku.
Aku membencinya karena aku tak pernah bisa berhenti merindukannya, dan tak mampu untuk tidak mencintainya.
Aku bertemu lelaki itu lagi saat aku sudah memiliki lelaki lain di sisiku.
Lelaki itu juga pasti sudah memiliki lelaki lain di sisinya!
Desiran di dadaku dan debaran jantung yang sudah lama sekali tak aku rasakan, hari ini aku merasakannya lagi saat melihat lelaki itu.
"Rangga Dwiputra.. Aku masih mencintaimu!" Kataku dalam hati setiap mata kami bertemu.
Apa dia bisa melihat kerinduan di dalam mataku?
Aku bahkan sudah memaafkannya sejak lama. Tetapi luka di hatiku, mencegahku untuk menemuinya.
"Seminggu dari kejadian malam itu, Rangga melanjutkan study-nya ke LN." Begitu kata Gian memberitahuku saat kami bertemu satu tahun yang lalu.
Aku membencinya, seharusnya Rangga mencariku dan memohon ampun padaku! Bukan melarikan diri seperti itu!
Kenapa Rangga tidak menemuiku saat dia kembali?
Aku merasa telah mengkhianatinya saat Reza memperlakukan aku sebagai kekasihnya di hadapan Rangga.
Sudah hampir tiga bulan aku menerima Reza sebagai kekasihku. Setelah satu setengah tahun Reza tak menyerah menunggu aku untuk menerima cintanya.
Ya, selama itu aku masih menunggu Rangga. Aku menunggu Rangga datang di hadapanku untuk memohon maaf padaku. Aku pasti akan memberikan kesempatan pada Rangga kalau saja dia datang padaku lagi. Kebahagian yang diberikan Rangga padaku jauh lebih besar dari luka yang dia beri.
Gian sudah memohon ampun padaku dan menceritakan padaku bagaimana dia menjebak Rangga pertama kali dengan obat.
Aku sangat membenci Gian, dia telah menghancurkan hubunganku dengan Rangga! Nasi sudah menjadi bubur, aku tak bisa mengembalikan bubur menjadi nasi, tetapi aku bisa membuat bubur agar bisa dinikmati.
Paling tidak, Gian sudah menyesali perbuatannya dan bisa mengambil pelajaran dari kesalahannya. Gian bahkan sudah satu tahun setia dengan satu orang. Pemecahan rekor seorang Gian yang sebelumnya hanya bisa bertahan dengan satu orang tidak lebih dari satu minggu.
Gian dan aku sudah tak bisa lagi menjadi seorang sahabat. Tapi dia tetap seorang teman untukku.
Dadaku sesak saat duduk berhadapan dengan Rangga di restoran. Dia ada di hadapanku tetapi jaraknya terasa sangat jauh. Di sampingku duduk seorang lelaki yang sudah menjadi kekasihku. Tetapi dadaku berdebar karena lelaki di hadapanku yang sudah menjadi masa laluku.
Ini salah! Ini tidak benar! Ini tak adil untuk Reza!
Di dalam toilet aku melepaskan segala yang menyesakan dadaku. Aku harus segera pergi dari tempat dimana ada Rangga di sana.
"Kamu belum tidur?" Reza menyadarkanku dari lamunanku tentang lelaki itu.
"Peluk aku erat Zaa!" Ku benamkan kepalaku di dada Reza.
"Maafin aku Zaa, karena hatiku masih dimiliki lelaki itu." Kataku dalam hati dan mengeratkan pelukanku di tubuh Reza.
Saat ini lelaki itu juga pasti memeluk orang lain dalam tidur-nya!
*****
"Kamu ada masalah?" Tanya Reza dengan nada yang sedikit kesal. Minggu siang ini aku dan Reza pergi berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari. Aku dan Reza tidak tinggal bersama, tetapi hampir setiap malam Reza tidur di tempatku.
"Enggak ada!" Kataku menggelengkan kepalaku.
"Kamu sadar gak sih, sudah seminggu ini kamu lebih sering melamun dari biasanya! Aku merasa jalan dan pacaran sama robot tahu gak!" Kata Reza mulai menaikan nada suaranya.
Dari tadi aku memang tidak begitu menanggapi Reza saat dia meminta pendapatku untuk apa saja yang harus dibeli.
Aku tahu, aku jahat! Saat ini aku malah memikirkan lelaki itu! Aku dan Rangga dulu selalu berebut setiap memilih barang dan makanan karena kami memiliki selera yang berbeda.
"Zaa, please! Ini tempat umum!" Aku memperingatinya. Aku tidak ingin membuat keributan di tempat umum seperti ini.
"Seharusnya aku gak pernah maksa kamu buat jadi pacarku!" Kata Reza pelan dan langsung pergi begitu saja meninggalkanku.
Aku hanya terdiam berdiri tak bergeming melihat Reza yang langsung pergi begitu saja. Dulu semarah apapun Rangga padaku, dia tidak akan meninggalkan aku begitu saja di tempat umum seperti ini. Rangga akan membawaku pulang ke rumah saat dia marah, lalu baru dia akan pergi setelah mengantarkan ku pulang.
Rangga akan mengejarku saat aku turun dari mobilnya, saat aku sedang ngambek karena hal sepele.
Rangga akan menunggu di depan kampusku tak peduli panas ataupun hujan, siang ataupun malam, dia akan selalu menjemputku.
Rangga akan menunggu semalaman di halte atau ruko yang sudah tutup yang berada di dekat rumah temanku, saat aku mengerjakan tugas kuliah bersama teman-temanku.
Andai kejadian malam itu tidak pernah ada, mungkinkah saat ini aku dan Rangga sedang bahagia seperti dulu?
*****
Deg..
Aku tercekat melihat seseorang, kakiku lemas, dadaku sesak! Ya Tuhan!!
Aku tersentak saat mataku tak sengaja melihat seseorang menggunakan kursi roda.
Rangga..!
Ku perhatikan dari sampingnya, celana pendek yang dikenakannya menutupi sampai batas lututnya. Mataku memperhatikannya lagi semakin ke bawah kakinya.
Deg..
Tidak ada! Betisnya yang kokoh yang selalu aku puji dahulu sudah tidak ada!
Mimpikah aku?
Apa yang terjadi saat ini? Lelaki yang dulu diam-diam ku kagumi saat dia bermain bola kaki, kini aku tidak lagi melihat kaki itu yang biasa menendang bola dengan gagahnya!
"Bagian tubuh aku yang mana yang paling kamu suka?" Tanya lelaki itu dulu padaku.
"Wajah." Jawabku jujur.
"Hmm, aku kok malah suka sama kakiku ya."
"Kenapa?" Tanyaku penasaran.
"Karena kaki ini yang membuat aku bisa berjalan mendekatimu. Karena kaki ini yang membuat aku bisa berlari mengejarmu. Karena kaki ini yang membuat aku berani memanjat untuk menggapai hatimu."
Air mataku mengalir mengingat kata-kata itu kembali. Kata-kata yang pernah diucapkan Rangga padaku.
Dokter Erick? Dia yang diperkenalkan Gian kepadaku sebagai pacarnya kan? Dokter Erick terlihat sedang membantu Rangga berbelanja.
Baru langkahku ingin berjalan mendekati Rangga, seseorang menarik lenganku menjauh darinya.
"Gian?" Gian membawaku ke sudut menjauh dari Rangga.
"Dia gak mau lu tahu keadaan dia. Kalo lu nyamperin dia sekarang, dia pasti akan malu!" Jelas Gian cepat.
"Jelasin sama gw sekarang!" Kataku mencoba mengontrol emosiku.
Gian lalu membawaku ke cafe yang berada tidak jauh dari sana.
Gian menceritakan semuanya padaku tentang kecelakaan yang dialami Rangga malam itu saat dia ingin menemuiku.
Aku mendengarkan dengan perasaan yang sudah tidak menentu! Dadaku sesak mendengarnya, aku tak bisa menahan air mataku lagi untuk tidak menangis!
Setahun setengah aku menunggunya datang kembali padaku, untuk memohon maaf dan memohon cintaku lagi. Ternyata kakinya yang menghentikan langkahnya untuk datang padaku.
"Dia mau lu bahagia sama Reza, dia gak mau lu tahu keadaannya!" Kata Gian memberitahuku.
"Kenapa? Kenapa lu selama ini sembunyiin hal ini dari gw! Kenapa?!" Tanyaku marah.
"Karena dia tahu dia sudah gak pantas buat lu, dia gak bisa bahagiain lu, dia mau lihat lu sama orang yang bisa bahagiain lu."
"Harusnya lu gak ninggalin Rangga! Harusnya lu gak ngebuang Rangga dan milih Dokter itu! Semua gara-gara lu!" Kataku menyentak tak bisa menahan emosiku lagi.
"Gw gak pernah ninggalin Rangga, gw gak ngebuang Rangga, tapi gw yang dibuang Rangga! Semua yang Rangga lakuin sama gw gak pernah pake hati apalagi cinta! Hati dan cinta dia cuma buat lu!" Kata Gian menjelaskan lagi.
"Gw harus gimana sekarang? Apa yang harus gw lakuin?" Aku menjatuhkan kepalaku di meja dan menyembunyikan wajahku di kedua lenganku yang terlipat. Aku terisak, aku shock mengetahui kenyataan yang aku hadapi saat ini!
Andai saja saat ini di sisiku belum ada Reza, aku pasti akan langsung berlari dan memeluk lelaki itu.
Gian menepuk-nepuk bahuku untuk menenangkanku.
*****
Aku mencoba membuka lagi akun FB milik Rangga. Dia belum mengganti password-nya, tanggal hari jadian kami 7 tahun lalu.
Photo profil FB-nya masih menggunakan photo kami berdua yang diambil Gian dari belakang dengan pemandangan pantai.
Aku stalker aktifitasnya selama 2 tahun ini di FB. Tidak banyak status yang dia buat. Tapi ada satu status terakhirnya, yang aku perkirakan dia tulis sehari setelah bertemu denganku di restoran. Statusnya itu begitu menohok hatiku!
"Angin musim dingin yang berhembus ke jendela menyapa hatiku yang kosong
Aku bersandar pada dinding dingin dan melihat langit cerah di pagi ini
Aku sangat merindukanmu tapi aku tidak bisa mendekatimu, aku harus pergi sekarang
Kamu yang memberiku cinta yang besar dan hangat ke dalam mataku yang kesepian
Aku mencintaimu tapi aku harus meninggalkan kamu, ini sangat sulit
Saat itu gelap tapi aku tahu ada air mata mengalir dari mata kamu
Aku hanya memberikan bekas luka untukmu, tetapi suatu hari kamu akan memahami hatiku
Aku mungkin akan menyesal karena meninggalkan mu, tapi itu karena aku mencintaimu
Aku tidak akan bisa melupakan bahwa aku mencintaimu, hanya kamu, tapi aku harus menghapus kamu dan kesedihanku
Hanya kamu cintaku, tapi selamat tinggal.."
Aku menangis terisak membaca kata-kata itu yang ditulis Rangga. Kata-kata yang seolah mewakili hatiku untuknya, tetapi kata-kata itu dia tulis untukku. Kenyataan bahwa kami memiliki perasaan yang sama selama dua tahun ini, tapi kami tak bisa bersama lagi saat ini.
Sebesar apapun keinginanku untuk berlari memeluknya, kenyataan menahan kakiku di sini. Ada Reza kekasihku di sini, yang harus aku jaga perasaannya.
"Setiap jam 4 sore Rangga jalan-jalan ke taman di dekat rumahnya sampai waktu maghrib." Gian memberitahuku saat aku bertanya tentang apa saja aktifitas Rangga setiap hari.
Sudah seminggu ini semenjak aku mengetahui keadaanya. Aku selalu mengikuti Rangga dari rumahnya menuju taman secara diam-diam.
Rangga akan menyapa siapa saja tetangganya yang dia temui dengan senyumannya yang khas.
Rangga akan berhenti di satu sudut taman yang sama setiap hari. Terkadang ada anak-anak kecil yang menghampirinya dan bercanda dengannya, kemungkinan anak-anak itu juga tinggal di komplek yang sama dengan Rangga.
Rangga terkadang tertawa dan juga tersenyum jika ada orang lain di dekatnya atau bersamanya. Terkadang juga dia terdiam seperti mengenang sesuatu, lalu jari telunjuknya diusapkan ke sudut matanya. Aku tahu, ada air matanya di sana.
*****
Hari ini seperti biasa aku pulang setelah mengikuti aktifitas Rangga di sore hari. Ku lihat mobil Reza sudah terparkir di depan rumahku.
"Kamu dari mana?" Tanya Reza sesaat aku masuk ke dalam rumahku.
"Dari mana lagi? Ya dari kantorlah." Jawabku datar. "Kamu mau makan apa?" Tanyaku kemudian.
"Aku udah tahu semuanya dari Gian!"
Deg..
"Apa maksud kamu?" Tanyaku lagi.
"Mantan kamu yang buat kamu nangis di hotel malam itu, mantan kamu yang belum bisa kamu lupain sampai saat ini dan mungkin selamanya. Lelaki itu Rangga! Rangga Dwiputra teman kuliah aku!" Aku tersentak mendengar Reza mengatakan itu.
"Itu masa lalu aku, oke?" Kataku menjelaskan.
"Masa lalu? Kamu yakin dia hanya masa lalu kamu? Aku ngikutin kamu kemarin sore waktu kamu diam-diam mengikuti Rangga." Reza memojokan ku. Ya, jadi Reza sudah mengetahui semuanya. Reza benar, Rangga memang tak akan pernah menjadi masa laluku.
"....."
"Malam itu Rangga kehilangan kedua kakinya karena kecelakaan saat menyusul kamu, kamu tahu itu?"
"....."
"Kamu pikir aku orang seperti apa? Kamu orang yang aku sayang, dan Rangga salah satu teman baik aku. Kalian berdua sama-sama menderita, sama-sama saling cinta, tapi juga sama-sama egois!"
"....."
"Apa karena ada aku? Kalau begitu kamu salah! Saat melihat kamu pertama kalinya malam itu, aku ingin menghapus air mata kamu. Tapi aku sadar, aku terlalu terobsesi! Bukan aku yang bisa menghapus air mata itu, tetapi Rangga! Dia yang sudah membuat kamu banyak mengeluarkan air mata, dia juga yang hanya bisa menghapus air mata itu!"
Aku tidak tahu harus mengatakan apa pada Reza. "Maafin aku Zaa!" Kataku lirih.
"Kamu gak salah sama aku, aku yang memaksa masuk ke hidup kamu. Sebelum mengenal kamu, hampir setiap malam aku tidur dengan lelaki yang berbeda. Kamu tahu, seseorang bisa saja melakukan sebuah kesalahan besar di hidupnya, karena kita hanya manusia biasa. Begitu juga denganku!" Reza menghela nafasnya dalam, aku masih terdiam dengan segala perasaan yang bercampur di dadaku.
"Aku juga bisa saja mengkhianati kamu di masa depan. Bahkan aku bisa saja melakukan kesalahan yang lebih besar dari yang Rangga lakukan. Kamu juga sudah mengkhianti aku saat ini, kamu menjalani hubungan denganku tapi ada lelaki lain di hati kamu. Kita bertiga terperangkap dalam situasi ini! Kamu kembalilah sama Rangga, cinta Rangga jauh lebih besar dari rasa cinta aku kepada kamu." Reza mendekatiku dan memelukku erat, aku pun membalas pelukannya seolah inilah pelukan terakhir kami. Reza lelaki yang baik, dia pantas mendapatkan seseorang yang benar-benar mencintainya juga, seorang lelaki yang lebih baik dari aku tentunya.
"Rangga lebih membutuhkan kamu. Aku akan baik-baik saja dan selalu baik-baik saja seperti biasanya." Reza berbisik pelan di telingaku.
Tiba-tiba aku merasakan mual dan ingin muntah. Aku langsung berlari menuju kamar mandi dan mengeluarkan semua isi di dalam perutku.
"Uwel, kamu gak apa-apa?" Tanya Reza khawatir, dia menepuk-nepuk tengkukku.
Pandanganku memudar, ada cahaya warna warni di sekitar lampu. Mataku terasa sangat nyeri tak tertahankan, dan aku juga merasakan sakit di kepalaku!
"Aaaaa! Astagfirullah!" Aku berjongkok memegang kepalaku, dan memejamkan mataku menahan rasa nyeri yang dasyat.
"Kamu kenapa?" Suara Reza terdengar sangat khawatir.
"Sakit banget Zaa! Sakiiit! Astagfirullah!" Aku menyebut, merancau merasakan sakit yang tak tertahan.
"Ayo kita ke rumah sakit sekarang!" Reza memapahku berjalan menuju mobil.
Di dalam mobil aku mencoba membuka mataku.
Deg..
Gelap!
"Gelap Zaa! Aku gak bisa lihat apa-apa Zaa!" Aku meraba-raba Reza yang mengemudi di sampingku.
"Kamu serius kan?"
"Ya Tuhan, Reza! Aku gak bisa lihat apapun. Gelap Zaa!" Aku coba memejamkan dan membuka mataku berulang kali, tapi hasilnya masih sama! Aku tidak bisa melihat apapun!
Aku terus merancau, menyebut nama Tuhan, menahan rasa nyeri dan ketakutanku. Kecemasan yang dasyat mendera dadaku!
Reza terus menenangkan aku yang sudah gemetar! Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku?
*****
Di rumah sakit aku melakukan berbagai macam pengobatan yang dokter berikan.
Hasilnya begitu mengejutkanku! Dokter menyatakan kalau aku terkena penyakit Glaukoma akut. (Glaukoma adalah penyakit saraf mata yang berhubungan dengan peningkatan tekanan bola mata. Tekanan bola mata menekan serabut saraf yang berakibat kematian saraf mata, sehingga terjadi bintik buta. Tekanan bola mata sendiri diukur dalam milimeter air raksa (mmHg).
Glaukoma akut biasanya terjadi secara mendadak, dengan gejala mata nyeri yang hebat, sakit kepala, mata kabur, melihat pelangi di sekitar lampu, mual dan muntah. Jika terjadi kebutaan, kebutaan itu tidak bisa disembuhkan.)
Aku mencoba menerima cobaan ini. Aku ingat satu hadis yang menyebutkan, jika seseorang mengalami kebutaan dan ia bisa menerimanya dengan ikhlas, maka Allah akan mengampuni segala dosa-dosanya. Aku percaya Tuhan tidak pernah memberi cobaan melewati batas kemampuan hambanya.
Inikah yang Rangga rasakan? Aku memiliki kaki untuk berjalan ke arahnya, tapi aku tidak bisa melihatnya.
Begitu juga dengan Rangga, Rangga memiliki mata untuk bisa melihatku, tetapi dia tidak bisa berjalan ke arahku.
Aku harus percaya, Tuhan memiliki rencana untuk kami berdua. Tuhan tidak mungkin memberikan takdir-NYA tanpa ada sesuatu yang DIA rencanakan.
Reza terus menyemangatiku, kalau aku bisa melihat kembali dengan donor mata. Reza juga menyiapkan seorang perawat yang bisa membantuku.
Sudah dua bulan berlalu, aku sudah mulai sedikit terbiasa dengan keadaanku. Setiap hari Reza dan Gian bergantian menjengukku, menanyakan apa saja yang aku butuhkan. Aku juga meminta mereka untuk menyembunyikan kondisiku dari Rangga. Mungkin seperti ini dulu perasaannya saat Rangga menyembunyikan kondisinya dariku.
Aku berhenti dari pekerjaanku. Waktuku terisi akan kenanganku dulu bersama Rangga. Saat ini aku merasa bisa melihatnya jelas dengan hatiku. Sorot matanya yang hangat, senyumannya yang mempesona, tawanya yang ceria dan semua yang ada pada dirinya. Aku merasa dia begitu dekat denganku.
Ah, aku begitu merindukannya!
*****
Hari ini Dokter mengatakan akan ada pendonor untuk mataku. Seorang yang menderita kanker otak yang sudah koma dan kritis. Aku langsung disarankan untuk tinggal di rumah sakit. Karena operasi akan dilakukan sesaat setelah pasien tersebut menghembuskan nafasnya yang terakhir. Pasien sendiri masih bisa hidup karena alat bantu pernafasan yang membantunya bernafas.
Apakah ini anugrah dari Tuhan? Aku sangat bahagia dan bersyukur mendengar kabar itu. Akhirnya aku bisa melihat Rangga lagi. Aku bisa memeluknya dan mengatakan padanya betapa aku masih mencintainya.
Aku bisa menjaga dan melindunginya seperti dia menjaga dan melindungiku dulu. Aku ingin menjadi kaki untuk Rangga menjalani hari-hari sampai akhir hidup kami.
Aku meminta Reza dan Gian mengantarku ke tempat orang yang mendonorkan matanya padaku dirawat. Gian mengatakan orang itu sudah seminggu ini koma tidak sadarkan diri. Aku tetap bersikeras ingin menemuinya, aku yakin orang yang koma bisa mendengar orang yang berbicara padanya. Akhirnya Reza dan Gian mengantarku ke ruangan orang itu dirawat.
Tanganku meraba-raba untuk mencari tangan orang yang menjadi malaikatku. Tangan seseorang yang aku yakin adalah tangan Reza, membimbing tanganku menuju tangan orang itu.
Deg..
Aku merasakan jantungku berdetak cepat saat tangan itu ku genggam. Tangannya terasa tidak asing bagiku. Apakah aku dan orang ini memiliki takdir yang sama? Aku merasa ada satu ikatan dalam hatiku yang tak bisa dijelaskan dengan orang ini.
Tiba-tiba kata-kata yang sudah aku siapkan untuk berterima kasih berubah menjadi butiran air mata yang mengalir dari mata ku.
Seperti apa sosoknya? Orang seperti apa dia selama hidupnya? Apakah dia bahagia selama menjalani hidupnya yang singkat? Apa orang yang dicintainya berada di sisinya menemaninya saat-saat terakhirnya?
Rasa bahagiaku mendapatkan donor mata tiba-tiba sirna. Karena berarti saat itu orang ini akan kehilangan Hidupnya.
Aku meraba-raba mencari wajahnya. Perlahan ku sentuh setiap senti di wajahnya. Ada selang yang terpasang di hidungnya. Tulang hidungnya tinggi, alis matanya sepertinya cukup tebal, bibirnya terasa kering di jariku, dia memiliki bentuk bibir yang melengkuk di atasnya, tulang rahangnya kokoh. Kusentuh matanya, ku rasakan ada butiran air mata yang terjatuh dari sudut matanya yang terpejam.
Deg..
Dadaku sesak, nafasku tercekat!
Aku tahu pemilik bentuk wajah ini! Hatiku mengatakan orang ini adalah lelaki itu! Wajah lelaki itu yang sudah begitu sangat aku rindukan! Aku tahu betul setiap lekuk wajahnya!
Aku langsung memindahkan tanganku meraba-raba bagian bawah tubuhnya dengan cepat. Aku mendengar suara isakan beberapa orang di belakangku.
Tanganku berhenti meraba sampai ku rasakan tanganku terhenti di ujung lututnya. Tidak ada lagi bagian tubuhnya setelah itu! Lelaki itu...
"RANGGAAAAA!"
Aku menjerit menangis histeris saat ku sadari dia adalah lelaki itu. Orang yang sedang berbaring di ranjang ini adalah Ranggaku!
Ku peluk tubuhnya yang terbaring tak bergerak. Aku menangis tidak kuasa menerima kenyataan ini! Ini tidak mungkin!
Reza menenangkan ku yang meraung terisak memeluk tubuh Rangga.
Sesaat kemudian terdengar suara dari alat pendeteksi jantung yang langsung membuat suara keributan di sekitarku. Terdengar suara isak tangis orang-orang yang ada di sekitarku.
Tubuhku ditarik menjauh dari tubuh Rangga. Reza memeluk tubuhku yang meronta histeris saat menyadari saat ini lelaki itu sudah pergi.
"Gak boleh! Rangga gak boleh pergi! Ranggaaaa!" Aku terus meronta ingin melepaskan diriku dari Reza yang menahan tubuhku.
"Ikhlasin Rangga!" Suara Gian terdengar terisak membantu Reza menahan tubuhku yang tak terkendalikan.
"Rangga gak boleh pergi! Aku belum sempat mengatakan pada dia bagaimana perasaaan aku sebenarnya! Ranggaaa!" Tuhan bawa aku juga bersamanya.
Tubuhku terasa lemas, aku kehilangan seluruh tenagaku. Seakan dunia terhenti saat itu juga! Dadaku merasakan sesak hingga tak dapat bernafas, sampai ku rasakan aku mulai tak sadarkan diri.
*****
Aku berdiri di suatu tempat yang hijau, alang-alang yang terjulur panjang menutupi setengah bagian tubuhku.
Aku terus menyelusuri alang-alang yang tak berujung itu. Sepanjang mata memandang hanya alang-alang hijau yang terlihat.
Ah, aku hampir terjatuh saat seseorang tiba-tiba merangkul bahuku dari belakang dengan kuat.
Lelaki itu memberikan senyum nakalnya saat aku menatapnya.
Lelaki itu tidak melepaskan rangkulan tangan kanannya di leherku.
Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya dengan manja padaku.
Kemudian lelaki itu melepaskan rangkulannya dan berlari mendahuluiku. Lelaki itu menjulurkan lidahnya mengejekku.
Awas dia!
Aku pun berlari mengejar lelaki itu. Ah, terbuat dari apa kakinya? Cepat sekali larinya!
Lelaki itu menghentikan larinya, dia berdiri menghadapku, dan kedua tangannya direntangkan lebar.
Aku tersenyum dan langsung berlari memeluknya. Kedua tanganku, kulingkarkan erat di lehernya yang jenjang. Dia juga melingkarkan kedua tangannya dengan erat di pinggangku.
"Aku cinta kamu!" Bisikku di telinganya.
"Aku lebih mencintaimu!" Balasnya dan mencium sisi kepalaku.
"Jangan Pergi!" Kataku lagi dengan lirih.
Lelaki itu hanya mengusap-ngusap punggungku dengan lembut.
"Tuhan akan mempersatukan kita dengan orang yang kita cintai di tempat yang kekal. Aku tunggu kamu di sana."
Lelaki itu melepaskan pelukannya. Dia tersenyum dan tangannya membelai wajahku lembut.
Aku memejamkan mataku saat lelaki itu mencium keningku lama. Air mataku mengalir saat kurasakan bibir lelaki itu sudah tidak berada lagi di keningku...
Ranggaaa...
*****
Saat ku buka mataku, aku bisa melihat dunia lagi yang berwarna dengan mata lelaki itu. Reza dan Gian menjadi orang pertama yang ku lihat.
Aku sudah tidak bisa melihat lelaki itu lagi...
Gian menjelaskan padaku, saat Reza membawaku ke rumah sakit karena aku kehilangan penglihatanku, saat itu Rangga juga dibawa ke rumah sakit yang sama.
Rangga terkena kanker otak akibat dari kecelakaannya. Dokter sudah menyuruh Rangga untuk melakukan operasi, tetapi Rangga menolak melakukan operasi yang hanya memiliki harapan 30% untuk hidup. Walaupun operasi akan berhasil, Rangga akan terancam kehilangan ingatannya atau kehilangan penglihatannya, bisa juga kehilangan keduanya.
"Lebih baik gw mati dari pada gw harus kehilangan ingatan gw tentang Pasha!" Kata Gian menirukan kata-kata Rangga.
Selebih setelah dia mengetahui kondisiku, Rangga menghabiskan sisa waktunya berada di sisiku.
Tanpa sepengetahuanku, Rangga ternyata selalu berada di dekatku selama ini. Dia tidak sadarkan diri dan koma selama satu minggu sampai dia meninggal, dan aku tidak mengetahui apapun!
Aku memutar sebuah video dari Rangga untukku yang diberikan oleh Gian.
Air mataku langsung mengalir saat pertama melihat senyuman di wajahnya yang pucat. Tanpa sadar tanganku langsung meraih layar tv berukuran 32inch yang memperlihatkan wajah Rangga, seolah aku bisa menyentuh wajah itu langsung. Suara Rangga yang aku rindukan, membuatku semakin terisak mendengarnya.
"Boleh aku manggil kamu sayang lagi?Hehe, Maafin aku kalau aku cuma bisa membuat luka dan air mata kamu mengalir. Sayang, aku minta kamu jangan menangis lagi setelah aku pergi. Lihatlah dunia yang penuh warna dengan mataku. Aku punya satu permintaan, menikahlah dengan seorang wanita agar ada yang bisa menjaga dan menemani kamu. Sempurnakan iman kamu dalam agama kita dengan menikahi wanita. Tuhan menjanjikan akan menyatukan umatnya yang saling mencintai di tempat yang kekal. Mungkin ini cara Tuhan menyatukan kita di syurga-NYA dengan memisahkan kita di dunia. Aku akan menunggu kamu di sana. Dan yang terakhir yang ingin aku katakan.. Rangga Dwiputra mencintai Uwel Pashanandre lebih dari yang kamu tahu, tapi.. Selamat tinggal cintaku.." Rangga terisak mengucapkan kata-kata terakhirnya untukku.
Sesaat setelah Rangga selesai berbicara dan video berakhir, aku langsung menangis hebat!
Reza dan Gian memelukku erat. Aku tahu mereka selalu mengawasiku karena takut aku melakukan sesuatu yang bodoh!
Terkadang memang terlintas pikiran bodoh yang muncul di kepalaku. Tetapi seketika aku sadar, jika aku sampai melakukan hal bodoh itu, Tuhan tidak akan mempertemukan aku lagi dengan Rangga di sana.
Aku belajar ikhlas, walaupun aku tahu aku tak akan pernah bisa ikhlas. Aku belajar menerima kenyataan ini walaupun sulit.
Seperti kata Rangga, aku juga menunggu saat Tuhan bisa mempertemukan kami lagi. Aku akan berusaha melakukan segala yang terbaik dalam hidupku sampai waktu itu tiba.
Aku tinggal di rumah Rangga yang dia berikan untukku. Aku juga tidur di kamar dan di ranjang yang sama dengannya, tempat tidurnya dulu. Tidak ada yang aku rubah, semua masih sama seperti saat Rangga meninggalkan Rumah ini. Di dinding kamar Rangga terpajang photo-photo kami berdua yang terbingkai indah, yang memenuhi semua sisi dinding kamarnya.
Aku dan lelaki itu adalah satu, maut mungkin memisahkan ragaku dan raganya. Tetapi jiwa kami tak akan pernah berpisah.
*****
Epilog
10 tahun kemudian..
Seorang anak lelaki berusia 7 tahun berlarian bersama ayahnya di sekitar taman. Anak lelaki itu sangat manis, dia sudah terlihat tampan di usianya yang baru 7 tahun.
"Rangga!" Panggil ayah anak itu.
Anak kecil itu berhenti dan berbalik menghadap ayahnya.
"Aaaa~, ayah lamaaaa!" Rengek anak itu.
"Ayah capek sayang!" Ayah anak itu langsung duduk di bangku taman yang berada di dekatnya.
"Om Reza! Om Gian!" Anak itu berlari ke dua orang lelaki yang baru saja datang. Dua orang lelaki yang menjadi sahabat ayahnya.
Reza langsung menangkap anak itu yang berlari ke arahnya. Kemudian Gian dan Reza bermain berlarian dengan anak itu.
"Wah baru satu bulan gak ketemu, Rangga makin ganteng saja ya." Puji Reza yang langsung membuat wajah anak itu tersipu malu.
"Tapi tetap Gantengan Om Gian dong!" Gian menggoda anak itu.
"Aaaa~! Gantengan Rangga!" Rengek anak itu yang membuat Reza dan Gian tertawa.
Pasha hanya tersenyum melihat anaknya bermain di taman bersama dua sahabatnya. Uwel Pashanandre, ayah dari anak itu yang bernama Rangga.
Rangga Dwiputra nama lengkap anak itu. Nama seorang lelaki yang dicintai ayahnya. Rangga lahir 7 tahun lalu dari buah pernikahan Pasha bersama Nadia. Nadia adalah sepupu dari lelaki yang dicintai Pasha.
Ya, Pasha memenuhi permintaan Rangga untuk menikah dengan seorang wanita. Pasha menyayangi Nadia sebagai istrinya dan juga ibu dari Rangga kecil, tetapi cintanya hanya diberikan untuk lelaki itu.
Lelaki itu, lelaki terhebat yang pernah ada di hidupnya. Lelaki yang datang padanya, dan menariknya ke luar dari dunianya yang sepi ke dunia yang lebih berwarna dan indah.
Lelaki itu, pernah melakukan sebuah kesalahan, tetapi lelaki itu tetap lelaki terhebat untuk Pasha, karena tak terhitung kebahagiaan yang lelaki itu berikan untuknya.
Pasha mendongakan wajahnya ke atas langit. Dia tersenyum melihat langit biru yang cerah siang ini, seakan ada seseorang di atas sana juga yang sedang tersenyum padanya.
"Rangga Dwiputra, aku juga mencintaimu lebih dari yang kamu tahu!" Bisik Pasha dalam hatinya.
Pasha mencium sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Sebuah cincin yang diberikan lelaki itu sebagai hadiah saat ulang tahunnya yang ke 19 tahun.
"Om lihat! Bagus gak?" Rangga kecil memperlihatkan sebuah cincin yang tergandul di kalung yang melingkar di lehernya.
"Wah bagus banget! Sama kan seperti punya ayah?" Reza tersenyum memberi komentar dan melirik ke arah Gian.
"Rangga Dwiputra cinta Uwel Pashanandre lebih dari yang ayah tahu!" Teriak Rangga kecil kepada ayahnya.
"Ayah tahuuu!" Teriak Pasha membalas perkataan anaknya.
Rangga kecil langsung berlari ke arah ayahnya. Pasha langsung menggendong Rangga kecil dan mencium pipi anaknya dengan gemas.
Reza dan Gian tersenyum haru melihat Pasha yang sedang tertawa bercanda dengan anaknya.
"Maut pun tidak dapat menjauhkan dia dari lelaki itu!" Gumam Gian kepada Reza.
End
@ardavaa ini update semoga bisa di nikmati