It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ato akunmu mmg error n gak bisa ganti pp.tanya moderatornya aja.
ya kan kiky mantannya ell
iya masih mau baca keromantisan damara jery. tapi apa mau dikata.
oow jd ivan suka sama marco? ciyeee
Ke mas pokemon
Huh? Udah tamat? APAAA????
#shock ala² sinetron bangke ciihh#
Congrats ya udah namatin ceritanya walaupun agak dadakan
Ditunggu karya selanjutnya...
HALTE ini bercerita tentang Ando yang ingin menjauh dari orang yang dia suka, tapi selalu aja didekatkan dengan orang itu lagi.
Nanti ada cerpen lagi, dari POV orang yang disukai Ando, tapi belum selesai aku tulis hehehe.
Jadi nanti aku bakal upload cerpen – cerpen juga di sini. Oke, selamat membaca. Maaf kalau ceritanya standard
HALTE
Hujan tiba – tiba turun di cuaca cerah pagi ini.Untungnya aku sudah sampai halte menunggu bus sekolah.Aku sendirian di halte ini, halte dekat rumah aku ini memang sepi, jarang ada yang menunggu di sini. Selang beberapa menit, datang Eduard, pake U bukan W, dia gak suka ada yang salah menyebut atau mengeja namanya. Dia satu sekolah sama aku dari kami SD, sampai sekarang SMA kelas 2, tapi kami gak pernah sekelas. Itulah mengapa aku hanya sekedar kenal Eduard, anak yang lumayan diidolakan di sekolah karena wajahnya yang tampan dan sifat mudah bergaulnya, selain dia yang konyol dan humoris.Tidak ada kelebihan di Eduard dari yang aku tau, dia gak jago basket atau futsal, gak pintar, gak jago beladiri, bukan anak OSIS, pokoknya dia gak punya kelebihan khusus.Tapi dia menarik, itu sudah.
Kami jarang ngobrol, mungkin gak pernah. Dia hanya akan menyapa aku dengan senyum simpulnya dan aku balas dengan anggukan kecil. Selalu seperti itu kalau kami ketemu, di halte ataupun gak sengaja papasan di sekolah.
Tapi hari ini aku gak bisa menahan senyum geli melihat Eduard yang lari buru – buru menghindari hujan, begitu sampai halte dia ngomel – ngomel gak jelas. Bukan itu yang bikin aku hampir tertawa ngakak, tapi ada busa di rambutnya.Apa dia lupa bilas rambutnya abis pakai shampo? Menyadari kalau aku lagi lihat dia, tiba – tiba dia sapa aku
“Hai, Ando” sapa Eduard sok cool. Lihat gaya dia seperti itu, aku gak bisa lagi menahan tawa. “Bisa ketawa juga lu?” tanya dia dengan nada kesal “Ngetawain apa lu? Lucu liat gue lari – lari ngindarin hujan?”
“Maaf” aku jadi merasa bersalah “Tapi, itu kepala kamu kok berbusa gitu?” aku berusaha tahan senyum aku, biar dia gak marah.
“Hah?” dia gosok – gosok telapak tangannya ke rambut, busanya makin banyak, wajahnya seperti teringat akan sesuatu “Shit! Bego banget sih gue” sambil tepok jidatnya sendiri
“Kenapa?” aku jadi penasaran. Dia liat aku dengan muka memerah nahan malu
“Gue pakai shampo buat nata rambut gue, gel rambut gue abis” jawab dia dengan senyum konyolnya
“Beli yang sachetan di kios kan bisa” jawab aku
“Gak kepikiran, tadi buru – buru sih soalnya hari ini Dhike ulang tahun, pengen tampil cakep” senyumnya jadi sumringah
Dhike itu pacarnya Eduard.Anaknya cantik dan pintar, mereka serasi. Gaby, teman sebangku aku yang ngefans sama Eduard heboh membicarakan proses penembakan yang terjadi di lapangan basket, bahkan gak cuma Gaby, hampir satu sekolah membicarakan mereka, itu sudah empat bulan yang lalu.
“Ooohh” balas aku seadanya.
Kalau diperhatikan, Eduard memang cakep. Lihat itu rambutnya yang basah, untung dia pake jaket, kalau gak, mungkin seragam putihnya juga ikut basah terus menempel ketat di badannya. Astaga, pikir apa aku barusan?
“Kenapa Do?” tanya Eduard
“Oh gak, lucu aja sih” aku gak bisa menahan senyum aku, jujur baru kali ini aku benar – benar melihat Eduard, bagaimana konyol dan tampannya dia. Aku jadi penasaran. Cuma penasaran kok!
Bus sekolah datang, aku masuk lebih dulu dan duduk di tempat biasa, di dekat pintu masuk, kursi ini hampir selalu kosong sejak awal aku jadi siswa SMA ini, satu setengah tahun yang lalu. Sedangkan Eduard, dia akan duduk di bangku paling belakang. Hhhhhh, hari ini akan seperti hari – hari lainnya, ke sekolah, mendengarkan pelajaran, istirahat di dalam kelas, pulang. Membosankan!
Tapi ternyata aku salah. Hari ini tidak membosankan, soalnya ada kejadian seru di kelas XI IPS 2, kelasnya Eduard yang ada di samping kelas aku.
“Eh, Eduard diputusin Dhike. Ayok cus! Sekarang lagi berantem di kelas sebelah” teriak Jeje teman sekelas aku dari depan pintu. Kelas lumayan sepi, anak – anak sedang istirahat.
Kalau yang sedang dibicarakan bukan Eduard, aku pasti masih asik lanjut baca novel di kelas. Tapi, di sinilah aku sekarang, mengintip dari pintu kelas IPS 2, sama seperti tiga teman aku yang lain.
“Lu gak usah teriak – teriak yah, gue ngomong baik – baik”
“Alasan lu yang bikin gue gak terima. Bosan? Baru pacaran empat bulan lu bilang udah bosan sama gue. Cewek macam apa lu?”
“Omongan lu kok gitu sih, jahat banget! Gue benci sama lu” setelah itu Dhike bangkit dari kursinya dan berlari keluar kelas tanpa peduli sama sebagian teman – temannya. Begitu dia sampai ke pintu, dia melirik kami dengan muka kesal. Wajar sih, soalnya aku baru sadar kalau aku dan yang lain terlihat seperti ibu – ibu rumpi yang mengintip tetangga sebelah bertengkar.
Di dalam kelas, Eduard duduk diam dengan wajah kesal, di tangannya ada kotak kado, sepertinya hadiah untuk Dhike. Aku dan teman – teman yang lain kembali ke kelas.
“Udah bisa diduga yah, seorang Dhike gitu loh!Pacaran paling lama berapa bulan sih? Paling dua minggu lagi udah ada gandengan baru” Jeje mulai dengan mulut nyinyirnya seperti biasa
“Atau gak tiba – tiba drama, terus mereka balikan. Kayak yang dulu pas sama Faisal” tambah Cleo, partner rumpinya Jeje
“Ingat yah Ando, lu kalau cari pacar jangan yang kayak Dhike gitu, cantik – cantik sering gila” Jeje tiba – tiba menepuk – nepuk pundak aku, aku balas dengan senyum simpul. Padahal kalau aku cari pacar yah yang kayak Eduard lah, masa yang kayak Dhike? Aku kan gay normal.
Masuk kembali ke kelas, aku minum susu kotak yang selalu aku bawa dari rumah beserta roti, untuk ganjal perut pas istirahat seperti ini. Belum habis minum, aku sudah gak tahan untuk buang air kecil, terpaksa deh ke toilet dulu. Kebetulan ada Eduard, sepertinya sedang buang sesuatu di tempat sampah depan kelas kami, aku berdiri di belakang dia, ingin tahu saja
“Ih ngagetin gue aja lu” dia kaget liat aku
“Maaf” aku jadi canggung sendiri
“Udah abis yah?” pandangannya tertuju ke tangan kanan aku yang sedang memegang susu kotak, yang tanpa sadar aku bawa juga
“Hah?” aku bingung
Tanpa menjawab pertanyaan aku, dia sudah ambil susu kotak dari tangan aku, digoyang – goyang dekat telinganya, diminum sampai abis terus dibuang di tempat sampah. Aku kaget banget, bete juga sih. Itu kan masih mau aku minum.
“Tengkyu yah, lain kali kalau beli minum tuh diabisin, masa masih banyak sisanya gitu mau lu buang” dia senyum dan berlalu dari situ
“Padahal kan aku gak ada niat buang susunya” gumam aku yang ternyata masih bisa didengar Eduard.
“Heh?” dia berhenti dan ngelihat aku dengan wajah kaget dan malu persis tadi pagi
“Yaudah gak apa – apa” sekarang aku yang pergi, sedangkan Eduard masih berdiri melongo di sana. Aku sudah gak tahan mau pipis.
Momen ngobrol secara kebetulan dengan Eduard hari ini, bikin aku jadi tambah penasaran. Sampai – sampai karena Eduard belum muncul juga di halte, aku batal naik bus sekolah ke arah rumah yang sudah berangkat sepuluh menitan lalu.Kenapa yah aku sampai aneh begini? Masa belum apa – apa aku sudah suka Eduard? Aku itu orang yang susah dekat dengan orang lain. Dulu saja, aku harus pedekate dengan Huda sekitar satu bulan, baru kita benar – benar jadian. Yehuda itu mantan aku, pacar pertama aku. Kami sekelompok waktu masa orientasi, cuma Huda teman sekelompok aku yang tetap smsan atau teleponan walau kami gak sekelas, satu bulan kemudian dia tiba – tiba bilang suka sama aku, gak langsung aku terima jadi kita pedekate dulu. Naik kelas dua, Huda pindah sekolah. Aku mau putus karena gak bisa LDRan, tapi Huda menolak. Katanya dia akan tetap kasih kabar dan bakal telepon aku terus. Dua bulan pertama kami masih saling kasih kabar walau aku agak malas – malasan, tapi setelah itu dia sudah gak telepon aku lagi, sedangkan aku juga gak ada niat buat tanya ke dia. Facebook dan path dia juga gak aktif lagi. Ya sudah, kami dinyatakan putus. Hhfftt, jadi ingat Huda kan.
“Belum pulang?” suara Eduard di samping buat aku kaget
“Iya, tadi mau dijemput ibu, tapi ternyata gak jadi” jawaban ini sudah aku siapkan kalau tiba – tiba Eduard tanya.Walau kemungkinannya cuman sepuluh persen, tapi toh kejadian juga. Ini pertama kalinya dalam sejarah Eduard tanya ke aku. Biasanya kalaupun hanya kita berdua di halte, dia akan duduk di ujung bangku dan sibuk dengan hapenya, tanpa peduli sekitar. Kejadian rambut berbusa tadi pagilah yang ‘mendekatkan’ kami
“Ooohh…” dan obrolan berhenti sampai di situ. Eduard mulai sibuk dengan hapenya
Aku mau banget melanjutkan obrolan kami, tapi bingung mau tanya apa. Sampai bus datang, kami hanya diam. Aku duduk di dekat pintu depan bus, sedangkan Eduard duduk di bagian belakang. Maka kesempatan ngobrol itupun hilang. Omong – omong ini bukan bus sekolah, jadi aku harus rela uang jajan aku untuk bayar bus ini.
Rupanya kebetulan ngobrol dengan Eduard itu hanya untuk hari kemarin saja, hari ini kami kembali ke mode –murid satu sekolah yang menunggu di halte yang sama-. Dia datang dengan wajah kusut, sepertinya ada hubungan dengan masalah kemarin. Aku kira Tuhan mulai mendekatkan kami secara sengaja, seperti di film – film begitu, ternyata kejadian kemarin itu adalah momen langka yang mungkin cuman terjadi satu hari seumur hidup. Ya sudah, aku bisa apa? Keberanian untuk menyapa duluan saja aku tak punya.
Satu minggu kemudian secara tiba – tiba, saat rasa penasaran aku mulai hilang, Tuhan kembali mempermainkan hati aku. Tapi entah mengapa, kami selalu bersinggungan dengan kejadian memalukan, lebih tepatnya Eduard yang memalukan. Seperti sekarang ini, aku ada di UKS mau mengobati luka aku, tadi abis jatuh pas pelajaran olahraga. Aku lagi cari kotak P3K, tiba – tiba dengar suara kentut bertubi – tubi dari dalam salah satu bilik. Aku berusaha mengabaikan suara itu dan tetap fokus cari kotak P3K, akhirnya ketemu di dalam lemari kecil samping bilik itu. Mungkin dengar suara lemari dibuka, orang itu tiba – tiba membuka kain penutup biliknya
“Ando, lu dari tadi di sini?” aku kaget setengah mati ternyata Eduard pelakunya. Wajah Eduard merah gak karuan karena malu, kaget lihat aku berjongkok di depan lemari samping tempat tidurnya. “Ngapain di sini?” lanjutnya
“Iya dari tadi. Lagi nyari kotak P3K mau ngobatin luka habis jatuh”
“Uuhh, untunglah bukan kak Wina yang dengar gue kentut” kak Wina itu penjaga UKS sekolah.
Ekspresi Eduard yang tadinya malu, sekarang lebih relaks. Aku mengernyitkan dahi, memangnya kalau kentut di depan aku, dia gak peduli gitu? Gak sopan!
“Untung juga kentut kamu gak bau” aku bicara agak sinis, sayangnya Eduard gak peka, atau dia memang gak peduli?
“Hahaha, gue udah boker tadi pagi, jadi kentut gue gak bakalan bau” dan tanpa canggung sedikitpun dia cengengesan di depan aku. Aku hanya bisa geleng – geleng kepala. Ya ampun ada ya orang macam dia, bilang boker sesantai itu, batin aku. “Ngomong – ngomong, lu kok bisa jatuh gitu?” tanya Eduard melihat ke lutut kiri aku yang lecet dan berdarah. Aku jadi sedikit salah tingkah.
“Kesandung di tangga tadi” aku bohong. Aku gak mau dia tahu kalau sebenarnya aku jatuh gara – gara tersandung kaki sendiri saat lari tadi “Kamu kok di sini, gak ikut pelajaran?”
“Sakit perut nih gue, makanya dari tadi kentut mulu. Tapi gak pengen boker sih, mules doang”
“Ooohh”
Aku ambil obat merah dari dalam kotak P3K, mau aku tetes di luka aku, tapi tangan aku ditahan Eduard
“Bersihin dulu pakai alkohol, baru ditetesin ini” dia ambil alkohol dan kasa, kemudian dengan telaten membersihkan luka aku. Aku deg – degan parah. “Nah, baru ditetesin betadine” obat merah yang ada di tangan aku dia ambil dan ditetesin ke luka. Melihat wajah Eduard dari dekat begini buat aku yakin kalau dia memang tampan, pas gak berlebihan. Haduh Dhike, kok bisa yah putus dari manusia cakep nan lucu seperti ini? Entah apa yang perempuan bodoh itu pikirkan. “Selesai deh, hebat kan gue?” tanya Eduard sok cool sambil menaik – naikan alisnya
Aku menatap Eduard yang masih cengengesan dengan wajah tampan konyolnya. Ada sesuatu di dada aku yang bergerak – gerak pengen keluar. Detak jantung makin kerasa bunyinya. Sampai bunyi itu tersamarkan dengan bunyi kentut Eduard yang sudah seperti suara bajaj. Tanpa malu dia ketawa ngakak, gak peduli muka kesal aku.
Sudah aku simpulkan selama dua hari ini, aku suka Eduard. Ada perasaan tertarik dan ingin lebih dekat dengan dia. Eduard itu apa adanya. Dia tidak perlu sok cool, sok cakep, sok pintar, dia sudah menarik dengan sendirinya. Tekad aku sudah bulat, mulai sekarang aku harus berani mendekati Eduard, harus! Namun saat aku ingat kalau Eduard itu straight, semua tekad yang baru muncul itu menguap perlahan – lahan. Ah, sial!
Apa aku menyerah mendekati Eduard? Iya, aku menyerah sebelum berperang. Aku mau Eduard sebagai pacar, tapi kalau dia straight, untuk apa aku mendekat?
Jadi teman saja? No, aku gak mau memupuk perasaan suka makin dalam kalau berteman dengan Eduard, setidaknya itu yang aku baca dari cerita – cerita di internet. Jauhi dia, niscaya perasaan suka dan tertarik itu aku pelan – pelan hilang.
Kira – kira empat hari sudah, aku dan Eduard kembali ke mode semula. Aku gak ada niat untuk menyapa duluan, dia pun begitu. Sampai pagi ini, semua usaha aku untuk menjauh harus kalah dengan situasi yang bikin senang sekaligus gak nyaman. Aku sedang menunggu sendiri di halte, tiba – tiba dikejutkan dengan suara Eduard di samping kiri aku.
“Lu tuh emang gini yah anaknya, susah buat berteman” aku menoleh, mendapati Eduard yang menatap lurus ke jalan. Karena gak ada tanggapan dari aku, dia melanjutkan “Kayaknya obrolan – obrolan kita beberapa kali lalu itu gak ada efeknya ya buat lu. Gue kira abis becanda sama lu, lu bakal lebih ramah, mau nyapa gue duluan, taunya sama aja” Eduard menoleh ke aku “Mungkin kita harus mulai dari awal” Eduard tersenyum sebentar dan mengulurkan tangannya “Hai, gue Eduard pake U, nama lu siapa?”
Aku yang tadinya melongo, tidak bisa menahan senyum dan menerima jabatan tangan Eduard
“Ando”
“Ando? Kaya nama sendal” dia tersenyum geli
“Iya nama aku Ando, Edu” aku sebut nama panggilannya waktu SD, dulu dia benci banget kalau dipanggil Edu
“Hahaha masih ingat aja lu, udah lama gak ada yang manggil gue Edu. Oke, lu boleh manggil gue Edu tapi gue juga boleh manggil lu Ocep”
“Ocep?” tanya aku heran
“Yoseph Rayando Putra, panggilan lucunya Ocep hahahaha” ada perasaan senang ketika tahu dia ingat nama lengkap aku, apalagi dengan posisi tangan kami yang masih saling menggenggam. “Selanjutnya kita tukeran nomor hape, sebutin nomor lu” dia melepas jabatan tangan kami dan mengambil hape dari dalam tasnya
“085238312021” selesai diketik Eduard dan disimpan dengan nama kontak Ocep. Gak lama hape aku bergetar di dalam tas, segera aku ambil
“Itu nomor gue” aku simpan dengan nama kontak Edu “Jadi sekarang kita teman, oke?” dia mengangkat jempolnya dan tersenyum sangat manis ke aku
“Oke” aku balas melakukan hal yang sama.
Bersamaan itu pula bus sekolah kami datang. Eduard bangkit terlebih dahulu menuju bus. Saat melihat punggung Eduard, aku sadar rencana untuk menjauh dari dia hanya akan sia – sia, aku mulai jatuh cinta.
Bingung juga sih kalo gini
Mendingan yang cerpen itu buat thread aja lagi