It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku terbangun karena mendengar suara gemuruh petir. Diluar hujan turun semakin deras. Kuraih ponselku yang kuletakan diatas meja. Selama beberapa menit, aku mencoba menyadarkan diri.
Sehabis mengambil sisa barang-barangku dikosan, aku langsung ketiduran di sofa depan tv. Ini dulu tempat tidur kesukaan Bang Bayu tiap kali menginap disini. Tapi Bang Bayu sudah sangat jarang datang kemari. Setiap kali aku memintanya datang, Bang Bayu bilang lagi repot dengan pekerjaannya. Bang Bayu selalu datang ke Bali tiap tanggal dan bulan yang sama dimana Bang Toya pergi meninggalkan kami semua. Bang Bayu cuma menginap selama dua sampai tiga hari, kemudian kembali ke Jakarta.
Sofa ini juga menjadi tempat favoritku. Karena dulu, sewaktu bang Toya masih ada, aku selalu tidur disini. Dengan paha bang Toya yang selalu menjadi bantalku. Bang Toya tidak akan menggantikan pahanya dengan bantal sampai aku terbangun saat akan menunaikan Shalat Subuh.
Dulu aku sengaja tidur disini karena tidak mau mengganggu Taka yang tidur berdua dengan si Suwek Fikar itu. Aku selalu emosi tiap kali melihat Taka bermesraan dengan Fikar. Taka seperti menganggapku tidak ada. Aku tidak pernah dianggap sejak dia bersama si suwek itu. Kata bang Toya aku cemburu. Cemburu karena saudara kembarku bermesraan dengan cowok? Amit-amit!!!
"Kelainan jiwa lu" celetuk si suwek waktu itu.
"Gak salah?" balasku dengan tangan kukepalkan didepan hidungnya.
"Elo gak nyadar kalo elo itu brother complex?" si suwek melanjutkan.
"Bukan! Gue cuma melindungi sodara gue dari godaan setan yang terkutuk!" balasku tajam.
Awalnya aku senang waktu mendengar cerita Taka, kalau dia sudah putus dengan si suwek. Tapi saat melihat keadaan si suwek setahun kemudian, setelah kepindahan Taka beserta semua anggota keluargaku ke rumah Papa, aku jadi tidak tega melihat kondisi si suwek yang makin ancur-ancuran.
Dia kembali jadi berandalan. Aku sempat pangling dengan penampilannya yang super acak kadul. Rambut gondrong sebahu. Jenggot dan kumis yang dibiarkan tumbuh. Dan yang paling membuatku tidak tahan, aroma tubuhnya yang seperti belum mandi selama seabad bercampur dengan aroma minuman keras dan aroma rokok. Aku bertemu dengan si suwek di halte busway Blok M.
Saat itu aku baru saja pulang sehabis acara dadakan dengan beberapa teman sekolahku. Paginya aku memang dari sekolahku meminta legalisir dari sekolahku, karena aku mau mendaftar di STP Bali, dan kebetulan teman-temanku mengadakan pertemuan dengan anak-anak OSIS baru di sekolahku. Jadilah kami mengadakan reuni dadakan. Dan saat aku sedang menunggu busway seusai reuni dadakan itu, si suwek menyebut nama Taka dan meraih pergelangan tanganku dengan kasar.
Akibatnya, mata kiri suwek jadi lebam karena aku memberinya bogem mentah disana. Refleks aja sih. Karena aku mengira ada jambret yang songong padaku.
Gara-gara si suwek juga, aku jadi membatalkan penerbanganku esok harinya. Mau gak mau aku jadi minta duit tambahan ke Bang Bayu. Buat ongkos naik bis dari Jakarta menuju Denpasar. Rasanya pantatku sampai panas karena terlalu lama duduk didalam bis.
Aku sengaja mengajak si Suwek ke Bali. Ikut bersamaku. Lagian dia juga tinggal sendirian. Aku baru tau kalau ibunya menjadi tenaga kerja wanita di timur tengah. Sedangkan sedari kecil, dia tidak pernah tau siapa bapaknya.
Dan karena 'kebaikanku' itulah, si suwek memanggilku dengan sebutan Abang Ipar. Risih sekali tiap kali dia memanggilku begitu. Masalahnya kan orang yang dia cintai itu saudara kembarku yang laki-laki! Bukan kembaranku yang perempuan!
Setahun pertama di Bali, aku memang sengaja tidak melanjutkan pendidikanku ke jenjang kuliah. Aku memilih membantu bli Syaka di Warung milik bang Toya. Aku juga sengaja tinggal seatap dengan bang Zaki, yang waktu itu masih sangat drop dengan kepergian mendadak bang Toya.
Mungkin kalau bukan karena desakan bang Zaki, aku tidak akan mau melanjutkan kuliah di STP Bali. Bang Zaki sering memuji bakat memasakku. Dia bilang aku bisa memilih jurusan F&B Product di STP Bali.
"Pagi kamu sekolah, dan setelah itu kamu bebas mau bantuin Kaka di warung atau enggak" kata Abang.
Karena ada kesamaan nama panggilan antara bli Syaka dengan saudaraku si Taka, aku tidak pernah memanggil bli Syaka dengan sebutan Kaka. Tapi lebih komplit, Syaka. Kadang kalo lidahku lagi belepotan ngomong, aku sering memanggilnya Saka, tanpa embel-embel Sya.
Saat aku memberi tau kedua orang tuaku tentang saran Bang Zaki, mereka sangat mendukungku. Terutama Taka dan Tika.
"Kalo gue pulang ke Indo, elo wajib masakin gue Soto Betawi kesukaan gue ya Ki!" kata Taka saat kami melakukan video call. "Disini gak ada warung seenak di Jakarta, Ki! Mana masakan Mama gak pernah enak!!" lanjut Taka, yang disambut tupper wear terbang dari Mama. Salah sendiri kenapa ngebuka aib Mama didepan mata kepala Mama sendiri. ("__)
"Sapa kemaren yang ngabisin stok pasta dikulkas, hah?!" aku mendengar bentakan Mama kearah Taka.
"Yaelah Ma. Lagian salah sendiri kenapa kagak stok nasi aja sih Ma? Mau bikin selusin porsi spageti ... ato apapun itu namanya, perut Taka mana bisa kenyang Ma?"
Jadilah, aku menyaksikan penganiayaan antara ibu dengan anaknya secara on line, yang disiarkan langsung dari salah satu kota di Eropa. (-,-")
"Kalian lanjutkan aja ya! Gue hubungi elo lagi nanti Ka!" pekikku lalu menyudahi komunikasiku itu dengan iringan doa. Mudah-mudahan Taka selalu dalam lindungan Allah SWT dan gak nekat ngerengek minta pulang ke Indo cuma gara-gara disana gak ada yang jual Soto Betawi kesukaannya.
Aku jadi tertawa sendiri kalau mengingat kejadian itu. Dasar si Taka itu emang selalu nyablak aja kalo ngomong, dan tingkah Mama yang juga gak pernah berubah kalau menanggapi semua ucapan si Taka.
"Elo belum tidur bang ipar?"
Aku langsung menoleh kearah tangga. Dalam keremangan, aku melihat si suwek sedang berjalan turun sambil mengucek matanya.
"Gue kebangun. Tadi kan gue udah tidur disini" jawabku sambil menepuk sofa. "Elo kebangun juga?"
"Kagak. Gue aus. Gue gak bisa tidur lagi. Pan tadi sore gue udah tidur waktu perjalanan ke kosan Bang" jawab si suwek dari dapur. "Elo mau gue bikinin kopi Bang?" tanyanya menawarkan diri.
Aku menggeleng.
Sambil menenggak segelas penuh air yang dia ambil dari dispenser, si suwek melirik kearahku. "Kenapa Bang?" tanyanya setelah mengusap mulutnya dengan punggung tangannya dilanjut dengan sendawanya yang cukup keras. "Alhamdulillah..." ujarnya lirih. Entah sejak kapan dia mengikuti kebiasaanku mengucapkan kata itu tiap kali aku bersendawa.
"Tidur dikamar yok Bang. Gak enak gue tidur dikamar, trus elu malah tidur disini" ajak si suwek. "Ayolahhh..." sedikit memaksa, dia menarik lenganku agar bangkit dan mengikutinya ke kamar atas.
"Elo bisa gak, jangan manggil gue Abang Ipar lagi, wek?" tanyaku sambil menaiki anak tangga. Mengikuti ajakan si suwek didepanku.
"Mmmm.... bisa aja Bang. Tapi ada syaratnya" jawabnya. Tangan kanannya sekarang sibuk memainkan daun telinganya. Aku tau benar kalau itu kebiasaannya saat sedang nervous.
"Syaratnya apa wek? Jangan bilang elo minta gue kasi sajen kembang tujuh rupa dan minta dibakarin menyan sekarung ye"
"Etdah Bang! Lo kira gue mau pasang susuk apa yak?"
Kami tertawa. Lalu aku menutup pintu kamar. "Wek... itu pintu beranda sama jendelanya tolong ditutup dong. Hawanya dingin nih" pintaku sambil membuka pintu lemari. Aku mencari sweater rajutan yang dikirim Mama dua tahun lalu. Karena cuaca disini lebih sering panas, sweater pemberian Mama ini lebih sering mejeng dilemari ketimbang kupakai. Tapi udara malam ini memang lumayan dingin. Aku sempat menggigil karena tadi si suwek tidak menutup pintu dan jendela. Jadilah hawa dingin dari hujan malam diluar memenuhi seisi kamar.
"Elo kenapa Bang?" tanya si suwek. Tampangnya yang sering kliatan blo'on itu sekarang terlihat serius. "Tadi tangan lu emang kerasa anget. Gue pikir karena gue abis mainan air ujan di beranda"
"Stop panggil gue Abang, Wek.... panggil nama gue aja" pintaku. Mendadak aku merasa sangat kedinginan. Padahal aku sudah mengenakan sweater. "Emangnya elo punya syarat apaan?" tanyaku dibarengi dengan suara gemelatuk yang berasal dari gigiku.
"Gak ada kok... Gue becanda aja. Gue cuma pengen elo manggil nama gue aja" jawabnya sambil menyelimuti badanku. "Elo demam nih... Ki..." ia berujar agak ragu saat menyebut namaku tanpa embel-embel kata 'Abang' lagi. Sementara telapak tangannya yang kiri memegang keningku. "Pasti gara-gara tadi keujanan waktu elo ngangkutin tas gue ke mobil Bang Zaki"
"Mau kemana?" dengan cepat aku meraih pergelangan tangannya saat ia akan beranjak pergi.
"Mau ngambil aer. Buat ngompres elo" jawabnya.
"Gak usah..." kataku. Ugh! Aku semakin merasa kedinginan. "Gue gak papa"
"Gak papa apanya? Elo meriang panas dingin gitu" kali ini suaranya menjadi terdengar semakin mencemaskanku.
Dengan sekali hentakan, aku menarik tangan si suwek yang berdiri didekat kasur. Tapi karena terlalu kencang, atau mungkin si suwek aja yang terlalu loyo, yang ada sekarang dia malah jatuh menimpaku.
"So... sorry Ki... Sorry..." si suwek menjadi panik sendiri dan mencoba bangkit. Tapi aku masih menahannya agar ia tidak beranjak pergi.
"Gue minta tolong... sekali ini aja..." kataku ragu. "Sebenernya ini kebiasaannya si Taka... tapi karena dia gak ada... dan yang ada cuma elu..." aku ragu dan benar-benar malu untuk melanjutkan. Tapi mau gimana lagi? Tapi ini emang kebiasaannya si Taka, dan gara-gara kebiasaannya dia yang satu ini, yang membuatku marah waktu pertama kali melihatnya bermesraan dengan si suwek. Ditambah aku jadi riskan setelah melihat tampang bego suwek yang berubah saat aku menyebut nama Taka. "Taka biasanya meluk gue kalo gue kayak gini. Tolong elo jadi pengganti dia. Please..." pintaku memelas.
Beberapa saat kemudian, si suwek memelukku dengan ragu. Dan saat lengannya menjadi bantal kepalaku, dan mendadak saja aku merasakan rasa nyaman yang sangat aneh, yang baru pertama kali kurasakan seumur hidupku. Dengan tulus aku berterima kasih pada si suwek.
"Ki..." panggilnya lirih.
"Hmmm? Kenapa wek?"
"Gue jadi kangen sama Taka..." ujarnya lirih.
Aku terkekeh sebentar. "Sama" kataku akhirnya.
"Menurut lu... kira-kira si Taka udah punya cewek pa belum ya disana?" tanyanya ragu.
"Belum... kalo udah, gue orang yang pertama kali dia kasih tau. Dan elo orang terakhir yang gue kasih tau" jawabku.
"Lah? Kenapa gue jadi yang terakhir?"
Aku berpikir sejenak. Agak sungkan juga untuk menjelaskannya. "Gue kuatir elu makin stress dan patah hati lagi..." kataku akhirnya.
Selama beberapa menit, kami terdiam. Kupejamkan semakin erat mataku. Mencoba kembali tidur. Tapi tetap tidak bisa. Dan disisi lain, aku merasakan ada rasa ganjil yang membuatku nyaman dipeluk si suwek ini.
"Wek..." kini aku yang memanggilnya lirih.
"Hmmm... Iya, Ki... Kenapa?"
"Elo tadi udah mandi pa belum?"
"Yaelah... udah dong..."
"Demi apa?"
"Demi Mor deh Bang Ki. Kenapa emangnya?"
"Ketek lu bau bangke" candaku.
"Eehhh... serius bang Ki???" si suwek lalu melepaskan pelukannya dan mencoba mencium aroma diketiaknya. Sementara aku tertawa dan menarik tubuhnya agar kembali memelukku. Mendadak saja aku merasa kedinginan lagi.
"Gue becanda kok... Badan lu gak bau... Tapi gak bisa gue bilang wangi juga. Cuma bau rokok aja" kataku.
"Yah... Bang Ki bikin kaget aja..." suwek menyahuti sambil terkekeh pelan.
Memang benar-benar aneh.
Pertama, aku merasa nyaman dipeluk si suwek. Kedua, meskipun malu untuk kuakui, dan itu yang membuatku semakin merasa heran, kenapa aku suka dengan aroma tubuh si suwek ini ya?
Ah iya! Aku ingat!
Aroma ini mirip sekali dengan aroma tubuh Taka waktu dia mulai nakal dulu. Aku memergokinya merokok diam-diam bersama beberapa anak tetangga yang terkenal badung. Malamnya aku kehujanan sehabis mengantarkan buku yang kupinjam dari salah satu teman sekelasku. Mendadak saja aku meriang. Dan Taka yang panik lalu memelukku erat sambil terisak dan meminta maaf padaku. Waktu itu dia pikir aku stress karena melihatnya menjadi anak nakal. Karena Mama memang memberiku tanggung jawab untuk menjaga kedua kembaranku.
Dasar Taka! Aku jadi mendadak kangen. Dan karena dia gak ada, yang terjadi sekarang, aku malah sedang berpelukan dengan mantan cowoknya. Mana ni cowok dulu sering banget kumusuhi. Tapi tidak pernah sedikitpun aku membenci si suwek ini sih. Buktinya aku sampai nekat memboyong dia pindah kemari.
••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••
"Aaakkkhhhh.... ampuuunnn Baaang... Sakiiittt nihhhh... Udahhhan aja Bang.... Gak nahaaannn..." aku mengerang kesakitan sambil menggigit bantal.
"Sabar Ki... nanggung nih. Tinggal dikit lagi udah kelar kok" Bang Zaki menyahut dari belakang tubuhku. "Masa cowok gak tahan sakit dikit aja? Ya kan Kar?"
"Iya nih Bang Ki... Gue aja bisa tahan waktu Bang Zaki giniin gue juga, Bang Ki..." si suwek menyahut. Tangannya semakin erat mencengkram pergelangan tanganku agar aku tidak mengganggu aktifitas Bang Zaki dibelakangku yang sedang asik menyiksa tubuhku.
"Jelas beda, monyong!! Kalo elo kan emang udah jadi hobi!! Lah gue kan baru pertama kali diginiin! Aaaanghhhh... aduuuhh...!!!" aku membentak si suwek sambil merintih kesakitan. Suara rintihanku bersahutan dengan suara derit ranjang. Dimana saat ini aku sedang dianiaya oleh Bang Zaki dan prewangannya, si suwek mar kowek!
"Nah!! Udah kelar nih..." bang Zaki bangkit dan turun dari kasur, kemudian mengelap keringat diwajahnya menggunakan lengan kaosnya.
"Mau sampe kapan elo megangin tangan gue?! Cinta lo ya ama tangan gue?" segera saja aku melepaskan diri dari cengkraman suwek. Kemudian ikutan turun dari kasur dan berdiri membelakangi cermin besar didekat lemari. "Waduh!! Sampe gosong begini Bang" celetukku. Lalu aku meraih ponselku, membuka passwordnya dan menyerahkannya pada si suwek. "Tunggu Bang! Kita ber-pose dulu bentar. Potoin yang bagus ya wek!"
"Buseeehhhh... mau dijadiin depe pacebuk, Bang Ki?"
"Elah Wek... facebook mah udah masa lalu. Sekarang mah jamannya Path" aku menyahut usai melakukan pose bersama Bang Zaki yang tertawa melihat tingkahku.
"Ngomong-ngomong, adegan tadi aku rekam loh. Aku upload ke SocialCam ya" celetuk Bli Syaka yang sekarang duduk diambang pintu beranda kamar.
"Hahaha... boleh boleh... kasih judul Brondong di BDSM ya Bli..." si suwek menyahut memberi usul. Aku langsung menghampirinya dan menjewer daun telinganya.
"Seneng lo ye ngeliat gue tersiksa?"
"Hahaha... ampuuuunnn Bang Ki... Hahahaha..." si suwek meronta dibawah tubuhku karena aku sekarang sibuk mengelitiki pinggang dan perutnya.
"Woi woi...!! Tolong kalian berdua menghadap kemari sambil bilang Cookies!" perintah mbak Donna kepadaku dan si suwek. "Cucoookkk!!" jerit mbak Donna kesenangan. Aku dan suwek cuma tertawa melihat hasil jepretan mbak Donna. Disitu aku sedang menduduki selangkangan si suwek dan nampak juga punggungku yang ada 'bekas cambukan maut' bang Zaki. )
"Gimana Ki? Udah entengan kan sekarang?" tanya bang Zaki kemudian. Sekarang dia sibuk meratakan minyak kayu putih disekujur punggungku.
"Iya Bang. Makasih" jawabku sambil mengambil ancang-ancang mengenakan kembali kaosku. Ini salah satu kaos kesukaanku yang diberikan mbak Donna padaku sekitar seminggu lalu. Cuma kaos biasa bergambar ular derik tapi dengan efek 3D. Membuat gambar ularnya seolah-olah sungguhan hidup. "Ya Allah... sekali seumur hidup aja deh dikerokin! Sakitnya gak ketulungan!!"
Semua orang didalam kamar tertawa mendengar keluhanku.
"Yuk semuanya. Kita sarapan dulu" ajak Bli Syaka. "Abaaang... jangan meper keringet gitu doong!! Pake ini nih!" bli Syaka menyodorkan sapu tangan ke bang Zaki. Barusan bang Zaki memang sengaja mengelap keringat diwajahnya di baju bli Syaka. Dasar si Abang. Hobi banget godain bli Syaka.
"Waahhh... kita ini mau sarapan atau mau pesta? banyak bener?" tanya si suwek kepo.
"Kalo bli Syaka cuma bawain dikit, elo mau gue masakin cah rumput halaman belakang wek?" tanyaku sambil menepuk pundak suwek kemudian kulingkarkan tanganku disana. Entah sejak kapan kami bisa seakrab ini. Tapi kami kan sudah beberapa tahun kos bersama. Tiap hari bertemu. Jadi gak ada salahnya juga kan, kalo kami seakrab ini?
"Busehhh... sadis amat Bang Ki... Jangan dong. Lo kira gue kambing?"
"Elo mah sapi, wek" aku menyahut. Kami berdua tertawa bersama. Kemudian aku duduk dan si suwek ikutan duduk disebelahku.
"Nanti kita sekalian jalan-jalan yuk" suara bang Zaki terdengar dari arah dapur.
Aku sempat bertanya dalam hati, ngapain lagi si Abang disana? Biasanya kalau bli Syaka udah bawain makanan, Abang langsung stand by duduk di kursi meja makan dan sibuk menyuruhku ikut menemaninya makan. Oh! Rupanya Abang sedang cuci tangan di wash basin yang berada didapur. Aku lupa tangannya tadi belepotan minyak massage yang dipakai untuk ngerokin aku tadi dan juga minyak kayu putih.
"Jalan-jalan kemana Bang? Jangan bilang mau ke Pandawa loh ya. Gue bosen" celetuk si suwek sambil menikmati ikan bakar hasil masakan bli Syaka.
"Songong! Udah diajak gratis, pake acara milih-milih" aku menyahut sambil mencolekan sambel super pedas buatan bli Syaka ke mulut si suwek. Si suwek sebenarnya suka pedas. Tapi cuma sambal buatan bli Syaka ini aja yang membuatnya sampai terkaing-kaing kalau nekat ikutan nyicip. Apalagi tadi aku mencolekan lumayan banyak sambal saat mulutnya sedang bersiap menyuap suapan pertama.
"Kamu itu Ki... usil kok gak kira-kira... Kan kasian si Fikar" Abang mulai deh ngomelin aku kalau sekiranya bercandaku sudah keterlaluan terhadap si suwek. Selama ini memang cuma Abang yang selalu membela bocah itu.
Aku cuma nyengir kuda sambil memberikan simbol Peace dengan kedua jariku kearah Abang. Kemudian mulai menikmati hidangan dihadapanku.
"Cucok kan Ki?" tanya mbak Donna sambil memperlihatkan wallpaper di ponselku. Akibatnya aku langsung tersedak dan batuk-batuk saking kagetnya.
"Nah nah... pelan-pelan makannya Ki... Nih diminumin dulu" Abang menyodorkan segelas air padaku.
"Itu kapan ngambilnya mbak?" aku bertanya heran pada mbak Donna setelah batukku reda.
"Bukan mbak kok yang ngambil. Tapi si Abang" mbak Donna mengerlingkan matanya kearah bang Zaki. "Ini loh..." mbak Donna langsung memperlihatkan wallpaper diponselku kearah Abang.
"Pfffttt.... foto itu toh?" Abang cuma menahan tawanya saat melihat tampilan dilayar ponselku. "Itu segala kamu edit-edit gitu. Jadi tambah lucu Don" komentar Abang dengan santainya dan ekspresi tanpa dosa.
Aku cepat-cepat menuntaskan makanku. Dilanjut mencuci tanganku kemudian meraih ponselku yang tergeletak dimeja makan. Aku sempat melihat ekspresi malu-malu kuda si suwek saat mbak Donna menunjukkan foto yang dijadikan wallpaper di ponselku tadi dari ponselnya.
Terus terang saja aku kaget dengan foto ini. Batinku saat memperhatikan layar ponselku. Aku sengaja belum menggantinya. Kemudian aku iseng membuat screenshot tampilan layar ponselku itu, lalu membuka Whatsapp dan mengirimkannya kepada --tak lain dan tak bukan-- Taka!!! Tidak lupa aku mengetikkan 'Gimana tampilan wallpaper gue? Keren kan?'
Aku mau tau respon Taka saat melihatnya. Sampai sekarang aku masih yakin kalau Taka cuma separuh hati melaksanakan permintaan terakhir bang Toya.
Pakai belagak sok dewasa segala. Pakai segala sok tabah segala. Sok-sok-an tegar!! Memang sih aku tidak pernah melihatnya menitikkan air mata dihadapan orang-orang selepas kepergian bang Toya dulu. Tapi aku melihatnya menangis sendirian dihalaman belakang rumah bang Bayu sambil memeluk sesuatu didadanya, sebelum dia berangkat ke Bandara keesokan paginya, dan meninggalkan bengkak lumayan besar dikedua matanya.
Sekarang saatnya aku menuntaskan rasa penasaran yang selama ini kupendam sendiri selama beberapa tahun terakhir.
Aku mau tau apa yang dia rasakan saat melihat fotoku yang sedang tertidur pulas dalam dekapan si suwek Zulfikar. Hasil candid bang Zaki. Aku menebak, bang Zaki mengambilnya sesaat sebelum membangunkanku tadi pagi. Beberapa menit sebelum kedatangan mbak Donna dan bli Syaka, saat aku sedang dikerokin tadi itu.
Sekarang aku kembali tersenyum saat melihat dua centang biru dikolom chat-ku dengan Taka. Dia masih belum tidur. Dan dia sudah menerima tampilan screenshot yang kukirim padanya. Kulihat notif On Line disebelah fotonya. Tapi dia tidak membalas pesanku.
"Bang Ki... kenapa ketawa sendiri?" pertanyaan si suwek mengejutkanku. Mendadak saja dia sudah berdiri disampingku. Dia lalu menyodorkan sweater milikku yang entah kapan dia ambil. Aku menerimanya dan langsung mengenakannya, karena tubuhku memang masih agak meriang. Tapi sudah jauh lebih baik dari yang kurasakan semalam.
"Zulfikar..." untuk pertama kalinya aku menyebut nama si suwek sambil mengulum senyum. Si suwek keliatan banget kagetnya saat aku memanggil namanya. "Gue jadi penasaran sama perasaan lu ke sodara kembar gue. Masih ada. Atau... elu udah bisa move on?"
Si suwek terdiam. Lumayan lama.
Aku jadi heran sendiri. Pertanyaanku kan sangat mudah untuk dijawab. Dan sekarang ekspresi si suwek diluar dugaanku.
"Kayaknya udah bisa move on ya wek?" tanyaku lagi. "Tapi kayaknya sodara kembar gue itu masih menyimpan rapat-rapat perasaan dia ke elo. Hmmm... gue jadi gak habis pikir kalo gini caranya deh" aku pura-pura menggaruk kepalaku yang tidak sedang gatal. Kemudian membalikkan tubuhku dan bersiap-siap meninggalkan si suwek yang masih bengong diteras belakang.
Tapi aku lalu mendekatkan wajahku kearah dada si suwek. Pura-pura mengendus padanya. "Mandi dulu gih! Keringet lo bau bangke" aku mengerling jahil kearah suwek kemudian ngeloyor pergi.
Aku jadi terkekeh saat sepintas tadi melihat wajahnya yang merona merah. Bahkan rona merah itu sampai dikedua daun telinganya.
Dasar Zulfikar Suwek!
••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••
••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••
"Zulfikar..."
Jantung gue rasanya berhenti berdetak waktu ngedenger Tiki nyebut nama gue!!
Gue udah lupa kapan terakhir kali dia manggil nama gue. Biasanya dia cuma manggil gue 'Suwek'.
Ah iya! Tiki kan selalu manggil nama gue tiap kali kita ketemu dikampus. Tapi cuma di kampus. Kalo lagi berdua doang atau lagi di Warung. Atau kita lagi diluar jangkauan kampus, Tiki emang selalu manggil gue dengan sebutan Suwek.
Gue kagak pernah keberatan. Suwer!!! Gue malah seneng dia manggil gue beda dengan yang lain. Buat gue, panggilan itu ibarat panggilan kesayangan dia ke gue. Makanya, meskipun usia gue dan Tiki sepantaran, gue selalu manggil dia dengan sebutan 'Abang Ipar' atau 'Bang Ki'.
Buset dah!! Gue jadi ngelantur kemana-mana!!
Pan semalem gue yang minta Tiki supaya manggil gue make nama gue sendiri! Zulfikar. Tapi sekarang yang ada, setelah jantung gue tadi berenti selama beberapa detik dan nyaris copot. Sekarang jantung gue berdegup kencang.
Kayak orang abis lari marathon cuy!!! )
Eh tapi kan gue gak pernah ikutan marathon. Gue mana hobi lari-lari gak jelas gitu. ) Sejak ikutan tinggal di Bali aja, gue nurut ngikutin saran Bang Zaki. Ikutan nge-gym. Itu juga setelah Tiki maksa gue.
Kalo kata Tiki sih buat ngebalikin otot-otot gue yang dulu.
Gue gak nyangka aja kalo dibalik sikap juteknya dulu, ternyata Tiki merhatiin bentuk body gue. Ya emang sih, jaman gue masih SMA dulu, gue emang sexy abeezzz!! Itu juga karena gue rutin nerusin belajar bela diri dibawah naungan tangan dingin almarhum Uwak gue. Yah... meskipun setelah kepergian Uwak gue itu, gue jadi anak brandalan.
Eh Eh!! Balik lagi ke Tiki ah!!
Gara-gara dia nyebut nama gue doang, rasanya gue udah kayak dilempar sampe keluar Galaksi Bima Sakti!!! Ngahahaha!!! ) )
"Gue jadi penasaran sama perasaan lu ke sodara kembar gue. Masih ada. Atau... elu udah bisa move on?"
Gue cuma bisa ngebuka lebar-lebar kedua mata gue. Alias MELOTOT saking kagetnya!!!
Selama ini gue gak pernah, ngedenger Tiki nanya hal kayak gitu ke gue.
"Kayaknya udah bisa move on ya wek?" tanya Tiki lagi. "Tapi kayaknya sodara kembar gue itu masih menyimpan rapat-rapat perasaan dia ke elo. Hmmm... gue jadi gak habis pikir kalo gini caranya deh" Tiki berucap sambil menggaruk kepalanya. Gue tau nih. Itu kebiasaan dia tiap kai dia lagi bingung. Gue apal banget! Kan gue ma Tiki udah beberapa tahun hidup seatap.
Lalu Tiki membalikkan tubuhnya. Mengambil ancang-ancang pergi dan kayaknya sengaja mau ninggalin gue yang belum bisa ngasih dia jawaban.
Gimana mau ngasih jawaban?! Gue serasa lagi naek Roller Coaster ngedenger dan ngeliat tingkah Tiki sekarang ini.
Mendadak Tiki ngedekatin mukanya kearah dada gue. Ya Allah Tolooong!!! Dia lagi ngendusin badan gue!
"Mandi dulu gih! Keringet lo bau bangke"
DHUUAAAARRRRR!!!!
Rasanya gue ngedenger ratusan, mungkin ribuan roket meledak didalam kepala gue!!! Rame kayak petasan taun baruan cuy!!!
Bukan karena dia ngatain bau badan gue sebau bangke! Tapi gara-gara dia ngedipin satu matanya ke gue itu!
Ya Allah Tolooong!!! Dimata gue, Tiki jadi keliatan semakin imut waktu ngedipin satu matanya itu!!! Dan gue yakin 10.000% kalo dia itu ngegodain iman dan imron gue waktu dia bilang bau badan gue kayak bau bangke. Tiki mana pernah sih sengaja nyinggung perasaan gue? Sekasar-kasarnya ucapan Tiki, itu semua dia lontarin karena... karena...
Karena dia peduli sama gue! Itu yang jadi keyakinan gue selama ini.
Orang laen mungkin berpikir kalo gue lebay bin alay. Bahkan nyokap gue sendiri aja kagak pernah ngomelin gue tiap kali gue bikin kesalahan. Cuma almarhum Uwak gue aja yang selalu perhatian ke gue.
Kuping gue pasti gak salah denger kok. Tadi itu gue denger Tiki cekikikan pas ngeloyor ninggalin gue. Tuh kan... Tiki itu emang selalu peduli ke gue!!
Ya Allah Tolooong!!! Kedua kaki gue rasanya sampe lemes saking senengnya. Sekarang gue udah ngedprok aja di ubin teras belakang. Muka gue rasanya panas banget. Sampe-sampe, gue pegangin kepala gue make kedua tangan gue. Gue takut kepala gue jatoh ngegelinding!
••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••
Tadi gue bilang ke bang Zaki kalo gue bosen dateng ke pantai Pandawa kan? Ada bener dan salahnya. Bener gue bosen dateng kemari karena gue selalu dateng sendirian. Salahnya? Salahnya gue gak pernah ngajak Tiki kemari nemenin gue!! Emang dasar gue sering lola nih!
Ya Allah Tolooong!!!
Ni pantai Pandawa kayaknya belum pernah sebagus dan seindah hari ini! Padahal sebelum kemari, tadi kita abis ngangkutin sisa barang yang ada dikosan. Trus, sementara gue, Tiki, Bang Zaki, Bli Syaka dan mbak Donna berangkat ke pantai Pandawa, sopir dan kernet mobil pick up yang ngangkutin barang gue dan Tiki disuruh balik kerumah bang Zaki. Katanya disana udah ada Abang Dokter Ganteng, alias suami tercinta bli Syaka, yang nungguin mereka disana.
Ni pantai jadi indah semata-mata karena ada Tiki. Gue yakin banget dah!! Apa lagi, sedari tadi Tiki minta difoto berdua mulu ma gue. Bikin gue frustasi aja jadinya.
Frustasi apa coba?
Gue frustasi karena gue gak bisa nunjukin kegembiraan gue. Gue frustasi karena sedari tadi gue nahan hepi karena Tiki terus-terusan ngegelayotan dibahu dan terus aja ngegandeng tangan gue. Padahal dia lebih tinggi dari gue. Tapi sebisa mungkin, kayaknya, dia naro kepalanya dipundak gue.
Aaahhhh!!! Gue hepi banget!!! Belum pernah gue segirang ini.
Tapi girangnya gue emang udah dari semalem. Waktu Tiki minta gue peluk dengan ekspresi tersipu malu gitu.
Dihati kecil gue, gue jadi ngerasa bersalah sih sebenernya.
Kalo gue boleh bikin pengakuan, sebenernya selama gue kos berdua sama dia kemaren itu, gue pernah beberapa kali ngasi obat tidur keminuman Tiki.
Gue sepik-sepik beliin es jus kesukaan dialah. Atau gue bikinin dia wedhang jahe kesukaan dia gitu deh.
Gue sengaja ngasih obat tidur itu, karena gue gak mau ngeliat Tiki marah-marah ke gue. Emang gue yang salah. Gue sadar itu setelah dia marahin dan ngebeberin semua bentuk dan rupa salahnya gue. Baik itu kesalahan yang gue lakuin ke Tiki, maupun ke orang lain.
Kalo Tiki udah kena efek obat tidur itu, baru deh, gue ngelakuin aksi gue.
Gue tutup semua celah didalam kamar. Mulai pintu. Jendela. Korden. Bahkan lobang kunci juga tutupin. Biar gue dan Allah aja yang tau, pikir gue.
Yang gue lakuin ke Tiki kagak aneh-aneh. Gue cuma meluk dia seerat mungkin. Sambil terus membisikan permintaan maaf gue di telinga dia. Kalo Tiki kagak gue kasih obat tidur, trus dia kebangun gara-gara kaget karena gue mendadak meluk dia kayak gitu, yang ada gue bisa remuk dihajar Tiki. Sama kembarannya si Taka itu aja gue kalah, gimana sama Tiki yang mantan juara bela diri kelas Internasional?? Bisa jadi rempeyek dah gue!!
Tapi kagak tau karena efek obat tidur atau apa, besok paginya Tiki pasti udah bisa senyum lagi ke gue. Udah jail godain gue lagi. Pokoknya dia udah bersikap normal, kayak dia gak pernah marahin gue gitu.
"Elo kan udah dewasa wek. Kalo elo salah, jelas aja gue harus negor elu. Tapi maafin gue ya kalo omongan gue semalem ada yang nyinggung perasaan lu"
Itu deh yang selalu Tiki ucapin. Bikin gue makin terharu.
Tiki beneran peduli sama gue. Dan dia yang ngebikin gue bisa jadi seperti sekarang. Meskipun gue belum jadi orang sukses macam bang Zaki dan sahabat-sahabatnya, tapi kehidupan gue udah jauh lebih bener ketimbang waktu gue masih di Jakarta dulu.
Kalo Tiki bilang gue udah bisa move on dari Taka, kayaknya dia bener. Gue udah bisa move on dan rasa sakit dihati gue udah 10.000% sembuh. Itu semua karena dia.
Tiki... kayaknya gue udah jatuh cinta ke elo!!!
••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••
'Cause you're a sky, cause you're a sky full of stars
I'm gonna give you my heart
'Cause you're a sky, cause you're a sky full of stars
'Cause you light up the path
I don't care, go on and tear me apart
I don't care if you do
'Cause in a sky, cause in a sky full of stars
I think I saw you
'Cause in a sky, cause in a sky full of stars
I think I see you
Because you're a sky, you're a sky full of stars
Such a heavenly view
You're such a heavenly view
[ A Sky Full Of Stars (Hardwell Remix) - Coldplay ]
••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••
@rivengold | @Antis
tante @yuzz | neng @meong_meong
@privatebuset | @Gaebara
jeunk @autoredoks | @adinu
@4ndh0 | @hakenun
bradah @masdabudd | @zhedix | @d_cetya
@DafiAditya | @Dhivars
@kikyo | @Tsu_no_YanYan
@Different | bradah @rudi_cute
jeunk @Beepe | @dheeotherside | @faisalrayhan
@yubdi | om @ularuskasurius
@Gabriel_Valiant | bradah @Dio_Phoenix
@rone | @adamy | @babayz
@tialawliet | @angelofgay
@nand4s1m4 | @chandisch
bradah @Ozy_Permana | @Sicnus | @Dhivars
om @seno | om @Adam08
@FendyAdjie_ | @rezadrians
@_newbie | @arieat
@el_crush | bli @dhar
@jerukbali | @AhmadJegeg
@jony94 | bradah @Dimz a.k.a @dimz
wateva-lah ya Dhim!! ┐(ˇ.ˇ”)┌
@iansunda | @AdhetPitt
@gege_panda17 | @raharja
@yubdi | @Bintang96
@MikeAurellio | bang @Rustam_young
om @the_rainbow | @aicasukakonde
@Klanting801 | @Venussalacca | @adamy
@greenbubles | @Sefares
@andre_patiatama | mas @sky_borriello
@lian25 | @hwankyung69
om @tjokro | @exxe87
bro @egosantoso | @agungrahmat
@mahardhyka | @moemo
dd @ethandio | @zeamays
@tjokro | @mamomento
@obay | dd @Sefares
@Fad31 | @the_angel_of_hell
@Dreamweaver | @blackorchid
@callme_DIAZ | @rendifebrian
@SATELIT | @Ariel_Akilina
@Dhika_smg | @TristanSantoso
@farizpratama7 | @Ren_S1211
@arixanggara | @Irfandi_rahman
@Yongjin1106 | @Byun_Bhyun
@r2846 | @brownice
@mikaelkananta_cakep
@Just_PJ | @faradika
@GeryYaoibot95
@eldurion | @balaka
@kimsyhenjuren
@farizpratama7 | @ardi_cukup
@mikaelkananta_cakep
@LittlePigeon | @yubdi
@YongJin1106 | @diditwahyudicom1
@steve_hendra | @blackshappire | @doel7
@TigerGirlz | @angelsndemons
@3ll0 | @tarry
@OlliE | @prince17cm
@balaka | @bladex
@dafaZartin | @Arjuna_Lubis
@Duna | @mikaelkananta_cakep
@kurokuro | @d_cetya
@Wita | @arifinselalusial
@bumbellbee | @abyh
@idiottediott
@JulianWisnu2 | @rancak248
@abiDoANk k | @Tristandust
@raharja | @marul
@add_it | @rone
@SteveAnggara
╰♥╯╰♥╯╰♥╯╰♥╯ ╰♥╯╰♥╯
boleh baca 3 cerita sebelumnya (YO, Young Love & 3) kalau sekiranya bingung sama alur cerita The Stars.
Soalnya emang masih saling berkaitan nih
Hehee
The stars ini fokus ke zulfikar, taka tiki ya. Bang zaky ama y lain jdi plengkap aja apa gmana tam?
Hehee
The stars ini fokus ke zulfikar, taka tiki ya. Bang zaky ama y lain jdi plengkap aja apa gmana tam?
masi masuk Act ke 2 nih... sabar aja ya... нё헤нё헤нё헤нё헤
maaf ya mas! aku sering baca kok cerita mas, tapi aku sering gk komen aja, jadi SR! Maaf ya?
maaf juga klo aku sering mention mas, klo keganggu, akan akan Remove kok, sekali maaf ya! aku gak sengaja nyeret mas, gegara ada yg nyeret mesen mas, jadi kebawa...
oiya dari awal cerita ini aku udah baca! juga tentang bang zaki,,,
bagus kok,
semangat ya, sampek tamat! tq