It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@nakashima adam ama koinya udah bahagia di alam sana. doakan mereka yah *digetokgolok*
@lulu_75 ada rencanaan buat lanjutin, jujur aja gue ga ada maksud bikin tamat. tapi karena lagi badmood banget tadi eh kebikin tamat. yaudah
@irfandi_rahman wah? ada si abang abang yang di fb! gue fans berat tulisan elo loh bang! *mendadakpingsan*
@cute_inuyasha niatannya mau bikin twist kak, entah kesampean apa kaga. huhuhu
@alvin21 yaudah. ntar ntar sebelum kata TAMAT gue tambahin kata SEDIKIT yah biar pas *cipok* *kabur*
@3ll0 masih untung ini ada endingnya, lah jones gue ga ada akhirnya. konfliknya malah nihil
@RenoF jawabannya, ada dihatimu *kecup*
@Tsunami ah? mirip anime? waduh? *mendadakdemam*
@hyujin insyaallah ya dilanjutin
@momon_ombinx gue aja ga yakin kalo gue jones *apasih*
@adamy dilanjut ga ya... dibaca ngga ya.. enak ga ya.. apa ya.. yaudah lah ya.. dilanjut aja deh ya.. tapi males ya.. ah au ya... *ngaco*
Paraah nih TS nya hahaha
tanggung, perlu epilog buat jawaban si rabu tentang pertanyaannya hazel ..
*****
Mataku terfokus pada monitor laptop. Taro, teman satu kamar kosku sedang ngapel kerumah pacarnya karena kebetulan ini adalah malam minggu. Aku menghabiskan sisa hari dengan berkutat pada buku buku pelajaran seperti Kimia dan Fisika yang sukar untuk kupahami. Aku mengulangnya beberapa kali tapi hanya secuil yang menempel pada otakku.
Kamar kosku terdiri dari 2 ranjang yang sengaja kusatukan dengan Taro agar jadi lebih besar dan leluasa saat tidur karena badan kami sama sama kecil. Hanya meja belajar yang kami pisahkan. Aku dan Taro sudah 2 tahun menjadi teman kos, jadi kami sudah merasa sangat dekat satu sama lain. Aku mendadak ingin pipis dan lalu keluar berjalan menuju toilet yang ada dilantai bawah.
Sesampainya diluar kamar, aku dihadapkan dengan pertenggaran bang Soddiq dan uda Ari. Kamar mereka masing masing berada di samping kanan dan tepat didepan kamarku. Mereka pisah kamar, tapi entah kenapa selalu bertengkar. Masalahnyapun random. Mulai dari mie rebus yang telornya ngga setengah matang, hingga celana dalam uda Ari yang entah kenapa bisa nangkring di depan pintu kamar bang Soddiq.
Aku cuman bisa berdiri didepan jendela sambil memperhatikan uda Ari meradang. "Waang kan yang menyembunyikan penggaris ambo!? Jujur sajo lah!"
Bang Soddiq, "Engga! Gue minjem kok tadi! Lo aja yang lupa!"
"Kapan waang pinjam ke ambo!? Kau iko, alah pancilok, panduto lo tu! (Udah pencuri, pembohong lagi!)"
"Ngomong yang jelas nyet!!" Balas Bang Soddiq Nyaring. "Apo kata waang?!" Uda Ari juga membalas tak kalah nyaring. Dan kemudian mereka mulai adu jotos. Ini sudah menjadi pemandangan biasa di kos ku. Sudah terbiasa dengan kejadian itu, aku kemudian mengabaikan mereka berdua dan melangkah menuju tangga ke toilet. Biarkan saja mereka, toh juga nanti baikan sendiri.
Selesai dengan urusanku di toilet, aku kembali menuju kamar dan memulai kembali film yang tadi ku-pause. Sejurus kemudian ratusan robot robot di layar monitorku kembali melayangkan tinju mereka pada robot yang lain. Aku cukup menikmati film Real Steel ini, jujur banyak hikmah yang dapat kupelajari dari alurnya. Seperti, jangan sekalipun melemahkan yang lemah, karena justru itulah kelemahanmu.
HP ku bergetar diatas kasur, aku lagi lagi memencet tombol pause dan meraih gadgetku itu. Sebuah pesan BBM dari Kak Hazel. "Lo sibuk?" Bunyinya. Aku dengan cepat mengetik balasannya. "Ngga". Belum ada satu menit, Kak Hazel kembali mengirim pesan. "Lagi ngapain?".
"Lagi nonton kak"
"Nonton apa?"
"Nonton Real Steel"
"Udah makan?"
"Belum kak"
"Coba keluar kos deh" Aku terperanjat membaca pesan terakhir darinya. Dengan sigap aku berjalan menuju jendela dan mengintai kebawah. Dan benar saja, aku menemukan sosok Kak Hazel sedang berdiri didepan kuburan (kosan ku memang terletak didepan kuburan) duduk diatas motor ninjanya. Sadar aku sedang melihatnya dari atas, Kak Hazel lantas melambai lambaikan tangannya padaku daribawah dan sesaat kemudian satu pesan BBM lagi muncul di notifikasi. "Cepetan kebawah!". Dengan cepat aku menutup gorden dan keluar kamar. Bang Soddiq dan Uda Ari udah kembali akur, bahkan mereka sampai ketawa bareng waktu nonton sesuatu dari tabnya Bang Jono. Aku dengan tergesa gesa berlari menuju pagar dan lalu membukanya kemudian berjalan menghampiri kak Hazel yang melihatku aneh.
"Lama banget disuruh kebawahnya"
Aku masih mengatur nafas sambil memegangi lututku. "Hhh.. hh.. capek kak" balasku sekenanya. Ia tersenyum lalu menepuk nepuk jok belakang motornya. "Kenapa kak nepuk nepuk?"
Ia terbahak. "Sini duduk dibelakang. Lo capek kan?" Perintahnya. "Sekalian kita cari spot yang enakan buat makannya"
"Kenapa ngga makan disini aja kak?" Ucapku bingung. Tapi kak Hazel malah jadi lebih bingung karena pertanyaanku. "Kuburan ini ngga angker kok"
"Ya tapi masa sih makannya dibatu nisan? Entar kalau lo digangguin ama setan gimana?" Aku menggeleng dan mengangkat bahu. "Yaudah gih cepetan. Nanti martabaknya keburu dingin" Perintah Kak Hazel lagi dan aku langsung duduk diatas motornya. Ia melajukan kendarannya agak kencang karena katanya untuk menghindari macet. Dari Mall Carrfive, kami melewati perempatan dan belok kekanan. Disana kami menemukan sebuah danau kecil di tengah tengah kota yang dihiasi oleh lampu lampu taman yang berkerlap kerlip. Ditengah tengah danau terdapat banyak pasangan muda mudi yang mendayung sampan dibawah sinar bulan. "Gih turun" Kak Hazel melepas helmnya kemudian menarik tanganku menuju pinggir danau. Kami berputar putar terlebih dahulu lalu berhenti di bawah pohon didekat lampu taman persis menghadap kedanau. Kak Hazel menyuruhku untuk duduk lalu membuka bungkusan martabak. "Dimakan gih"
Aku mengangguk dan dengan cepat mencomot satu potong martabak. "Ini rasa coklat keju yah kak?" Tanyaku saat selesai menelan potongan pertama.
"Ya. Tadinya gue mau pesen rasa durian. Tapi takut lo ngga suka sih"
Aku mengambil potongan selanjutnya, "Aku emang ngga suka bau durian. Tapi aku suka kok makan durian" lanjutku lagi dan kembali memakan martabak itu.
"Oh ya? Kalau gitu besok gue beliin yang rasa durian deh" Ucapnya. Tangan kami bertemu saat ingin mengambil potongan berikut. Aku mengangkat tanganku, tapi dengan cepat ditahan oleh kak Hazel. Ia menggenggam tanganku yang ada didalam bingkisan. Dan sesaat kemudian tersadar saat aku melihatnya. "Sorry"
Aku mengambil potongan selanjutnya lalu mengunyahnya. "Jadi, kak. Gimana tadi sama band nya?"
Kak Hazel mendadak menjadi kikuk. "Emm.. yah.. ML bisa dateng. Tapi hanya untuk 10 menit. Untung aja kita dapet keringanan harga karena mereka alumnus sekolah kita"
"Oh ya?"
Dia mengangguk cepat. Rambut spikenya bergerak gerak saat angin malam berhembus. Aku sempat menggigil sebentar karena memang aku kurang duka dengan udara malam. Tapi Kak Hazel tiba tiba melepas jaketnya lalu memakaikannya padaku.
"Ngga usah deh kak. Kakak aja yang pakai. Aku ngga enak" tolakku sambil menjilati jari telunjukku yang terkena coklat martabak.
"Lo pakai deh. Dingin" Ia semakin merapaktkan jaketnya padaku.
"Terus kakak gimana?"
Dia terkekeh. Kemudian memasukkan tangannya kedalam saku celana. "Gue atlit taekwondo sama anak pramuka kali, Bu. Udah biasa udara kayak gini" ucapnya pongah. Tak terasa martabak sudah habis dan Kak Hazel menatap lurus ke tengah danau melihat ke orang orang yang sedang bersampan bersama pasangannya. Aku semakin mengeratkan jaketku saat udara malam berhembus. "Itu siapa?" Tanya Kak Hazel tiba tiba. Aku spontan melirik tulisan yang ada di baju kaosku.
"Oh, ini Marvin Gaye kak. Kakakku yang membelikan baju ini waktu ia di Jakarta. Dia penggemar berat Marvin Gaye" terangku. Kak Hazel mengangguk angguk dan kembali terfokus pada orang orang yang berada di danau.
"Gue lapar. Mau wedang jahe?"
Aku menoleh padanya. "Boleh. Sebentar aku coba lihat dompetku" Kemudian aku buru buru merogoh dompet di saku celana.
"Ngga usah. Biar gue yang bayarin" selanya lalu berdiri. Aku dengan sigap meraih tangannya dan menahannya untuk pergi.
"Jangan kak! Aku nggak enak sama kakak. Udah tekor berapa gara gara martabak, sekarang malah niat nyariin wedang jahe" protesku dan menarik tangan Kak Hazel untuk kembali duduk. Namun ia malah menatapku aneh, tangan kanan kak Hazel mengusap usap pelipisnya.
"Rabu, lo ngerti ga kalau gue sayang sama lo?" Aku terdiam. Mata kami saling bertemu dan sorot matanya begitu tajam menusuk mataku. Angin malam kembali berhembus dan menusuk epidermisku. "Gue cuman mau bikin lo senang. Bikin lo bahagia meski lo udah nolak gue tadi siang. Gue cuman ngga mau gara gara kejadian tadi siang , gue harus nyerah gitu aja buat ngedeketin lo. Ngga. Seenggaknya gue udah berusaha meski dalam cara yang kikuk dan ga masuk akal. Gue udah nunjukin bukti kalau gue sayang dan cinta ama lo. Meski lo udah nolak" katanya panjang lebar dan menekankan suaranya pada kata kata nolak. Aku mendadak tercekat.
"Aku ga pernah nolak kakak. Dan aku juga ga pernah terima kakak. Aku cuman nganggep kejadian tadi siang ga pernah terjadi" aku terhenti dan merapatkan jaket kak Hazel ke badan. Aku menerawang ke pantulan cahaya bulan di danau. "Ini.. salah kak"
Kak Hazel kemudian dengan cepat duduk tepat disampingku. Merapatkan bahunya dengan bahuku sehingga tak ada lagi jarak yang terpaut diantara kami. "Salah kenapa?" Aku lagi lagi terdiam. Sorot mata Kak Hazel seakan akan menuntutku untuk menjawab dengan jawaban yang argumentatif. Tapi benakku seakan akan blank.
"Rasanya.. ini salah kak. Kita sama sama lelaki dan aku juga tidak pernah pacaran sebelumnya. Rasanya ini benar benar salah kak" Jawabku ditengah kekosongan otakku untuk memberi argumen yang lebih berkelas. Kami kemudian terdiam dan Kak Hazel tiba tiba menyelipkan tanganku ke dadanya.
"Coba lo rasakan. Jantung gue berdebar debar ngga?" Aku menatap mata Hazelnya yang juga menatapku balik. Kami terdiam, lebih tepatnya aku yang merasakan debaran di dada kak Hazel yang semakin memacu. Kemudian aku mengangguk pelan sambil tetap menatap matanya. "Sekarang, coba lo liat gue lebih dalam" Kedua telapak tangannya melekat pada pipiku dan mengarahkan wajahku tepat kewajahnya hingga berjarak sedikit saja diantara wajah kami. Sorot matanya begitu meneduhkan. Tak ada keragu raguan didalamnya. Begitu menenangkanku dan membuat sebuah keringat jatuh dari dahiku. Mataku terkunci oleh tatapan matanya. Aku terhipnotis oleh sepasang hazel indah yang begitu dalam.
Dan entah bagaimana dan siapa yang memulai duluan, tiba tiba saja bibirnya menempel pada bibirku. Rasanya basah. Aku memejamkan mata, begitu saja dan aroma parfum tercium dengan sangat jelas dari badannya. Tangan Kak Hazel yang tadi menahan kedua pipiku tiba tiba lepas dan bibir nya perlahan juga mengikuti tangannya.
"Sorry.. gue.. ngga sengaja" Aku lagi lagi terdiam. Kak Hazel lagi lagi menjadi kikuk dan memalingkan wajahnya ke danau. Dadaku tiba tiba bergemuruh dengan hebat. Masih terasa dengan jelas di otakku bibir dan aroma parfum sosok didepanku ini. Sorot matanya yang meneduhkan dan membuatku tenang. Semuanya membuat dadaku berdebar dengan cepat dan kencang. Apa aku sama dengan Kak Hazel? Apa aku juga mencintainya sekarang?
"Gue.. ayo kita pulang" Katanya lalu berdiri dan berjalan mendahuluiku.
"Kak!"
Dia berhenti. Dan berbalik. Aku berjalan mendekatinya hingga hanya tersisa beberapa langkah yang memisahkan kami. "Aku berdebar debar". Dia melongo. Aku tak bisa menggambarkan ekspresiku saat ini. "Aku berdebar debar kak" aku menarik tangan kanannya dan meletakkannya di dadaku. "Apa artinya itu?"
Kami saling terdiam satu sama lain dengan mata yang saling mengunci. Perlahan ia berjalan mendekatiku sambil tetap menaruh tangannya didadaku. Kemudian ia juga menarik tangan ku yang satunya dan meletakkan di dadanya. Kami saling merasakan debaran di dada masing masing.
"Apa kita merasakan hal yang sama?" Tanyanya masih mengunci mataku dan meletakkan tanganku di dadanya. Aku terdiam. "Kenyatannya kita merasakan hal yang sama, Bu"
"Apa artinya itu?" Dan bibirnya kembali menempel pada bibirku. Hangat. Basah. Dan aroma parfum ini kembali menyeruak masuk ke indera penciumanku. Dia lalu melepaskan bibirnya dan menatapku lekat lekat.
"Kau juga mencintaiku, Prabu. Kau mencintaiku seperti aku mencintaimu" Ia tersenyum dan memelukku, erat.
****
"Selamat pagi, Saya Prabu dari osis ingin meminta iuran untuk bunkasai. Diharapkan kepada adik adik dan teman teman sekalian untuk memasukkan uangnya kedalam kotak yang saya dan teman saya bawa. Terimakasih" Aku dan FabFab lalu berjalan menghampiri masing masing meja. Ini kelas ke 16 yang kami datangi pagi ini untuk meminta iuran. Dan sebentar lagi adalah bel istirahat. Selama itu pula aku dan FabFab ditugasi untuk mengumpulkan uang dari setiap kelas, dan akan digantikan oleh anggota yang lain setelah istirahat nanti. Selesai dengan kelas terakhir untuk sesi ini, aku dan FabFab kemudian berjalan keluar menuju ruang osis untuk menyerahkan dan menghitung isi kotak ini. Tapi FabFab malah menumpuk kotaknya diatas kotakku karena dia mendadak ingin buang air besar. Akhirnya akulah yang pergi sendiri keruang osis dan mengangkut kotak kotak ini. Aku berjalan melewati lapangan basket dan mendapati beberapa siswa kelas XII sedang ngos ngosan ditengahnya. Aku berhenti sebentar karena tali sepatuku terlepas dan meletakkan kotak kotak itu disamping. Aku menunduk dan mengikat tali sepatuku.
"Kamu ngapain?" Aku mengangkat kepalaku dan mendapati kak Hazel sedang berdiri didepanku. "Mana Fabian? Kenapa kamu ngangkat ini sendirian?"
Aku berdiri dan sedikit menepuk nepuk tanganku. "Fabian mendadak sakit perut kak. Jadi aku yang bawa ke ruangan" Aku menengadahkan tanganku mengisyaratkan Kak Hazel untuk memberikan box itu padaku. Kak Hazel hanya menatapku aneh dan kemudian berbalik berjalan didepanku membawanya sendirian. "Kaaak!!!"
"Ngapain ngejar? Sana masuk kelas! Gue mau panggil Fabian dulu"
"Jangan! Ini kan pekerjaanku. Jangan kakak yang bantuin. Dan juga jangan panggil Fabian. Dia ngga salah" Ucapku sambil menyeimbangkan langkahku dengan langkah kak Hazel.
"Ngga ada! Kamu sampai keringetan gitu!" Kak Hazel malah membalasku lebih keras. Kami kemudian berjalan beriringan bersama sama ditengah lorong sekolah beberapa menit sebelum bel istirahat dibunyikan menuju ruang osis. Aku tetap meminta minta box itu, tapi kak Hazel yang berkeringat didalam baju olahraganya itu tetap menolak dan malah mempercepat langkahnya.
-bersambung-
@little_mark04 @Otho_WNata92 @SteveAnggara @Bun @Rifal_RMR @sonyarenz @balaka @3ll0 @Wita @Otho_WNata92 @klintu_darnyep @cute_inuyasha @d_cetya @arifinselalusial @Adamx @centaury @ramadhani_rizky @Different @hyujin @RegiellAlvano @shuda2001 @rone @DM_0607 @bumbellbee @Unprince @lulu_75 @Tsu_no_YanYan @SyahBana @dhika_smg @Roynu @RenoF @addaa @Jerin @ffirly69 @haha_hihi12 @sonyarenz @nakashima @meandmyself @uci @hearttt @Rika1006 @Tsunami @coclrnd @centaury @Anne @happyday @Ricky89 @littlemark04 @Hon3y @Rifal_RMR @charliemrs @d_cetya @Abyyriza @ramadhani_rizky @DafaZartin @DM_0607 @Sho_Lee @nick_kevin @CurhatDetected @alvin21 @dimasalf69 @Vanilla_IceCream @Ananda1 @G_JacK @momon_ombinx @shuuda2001 @RenoF @addaa @Akhira @Amira_fujoshi @yuuki @megane @Hon3y
Ceritanya menarik, salah satu yg di tunggu nih