It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Thanks koreksiny dek.
ya suka mojoksama cewek kalau lagi capek sama laki-laki dek
Tepat pada pukul 02:00 AM aku terbangun dengan kepala pusing.Keringat menganak sungai di keningku. Aku bermimpi.
Pernahkah kalian bermimpi akan sesuatu dan dikemudian hari mimpi itu menjadi kenyataan?
Aku adalah tipe orang yang jarang bermimpi, tapi sekali bermimpi, hampir dapat dipastikan kalau hal itu akan terjadi dikemudian hari.
Ini adalah kali ketiga aku bermimpi aneh yang sama dalam sebulan terakhir ini. Mimpiku seperti sinetron yang selalu bersambung disaat yang tak kuinginkan. Bodohnya lagi, dalam mimpi itu aku tahu kalau itu semua hanyalah mimpi.
Pertama kali aku bermimpi akan hal ini sewaktu masih di Dubai.
Didalam mimpiku, aku terlihat seperti anak-anak biasa. Berumur sekitar Sembilan atau sepuluh tahunan. Aku tengah bermain dengan teman-teman seusiaku disatu tanah lapang layaknya anak kecil yang selalu riang dan gembira.
Di mimpiku yang pertama, aku mempunyai beberapa orang teman dekat. Gelak tawa selalu memenuhi mimpiku disaat aku bersama mereka.
Kali kedua aku bermimpi , tetap ditempat yang sama, dengan sekelompok anak yang bertambah banyak. Sekitar tiga puluh orang bermain. Memainkan permainan yang sama sekali tak kumengerti.
Dulu ada permainan kereta-kereta apian. Mungkin sejenis itu, tapi lagu yan dimainkan sama sekali tak kumengerti. Dan kali ketiga aku bermimpi adalah malam ini.
Di mimpiku kali ini terlihat kepanikan yang melanda anak-anak yang selama ini menjadi teman sepermainanku.
Ada banjir besar yang melanda tempat kami tinggal hingga kami semua berlari mencari dataran yang paling tinggi. Tak ada satupun orang tua yang kelihatan disekitarku saat itu. Semua anak-anak.
Sampai lelah kami berlari. Dibelakang kami sudah kelihatan air yang membuncah seperti gelombang dipinggir pantai. Salah satu temanku menyarankan kami pergi ke bangunan keramat yang dilarang untuk dimasuki.
Bangunan itu berbetuk seperti piramida. Lebar dibawah dan makin meruncing keatas. Kami memasuki bangunan keramat itu dan langsung memanjat setiap sisi bangunan yang bisa menjadi bahan injakan. Beberapa anak anak yang tergelincir dan langsung di telan air yang juga sudah memenuhi tanah.
Sambil memanjat, aku bisa melihat semua dataran telah dipenuhi air. Aku dan teman-teman yang lain saling memberi semangat untuk tetap memanjat konstruksi bangunan. Tiba di bagian atas bangunan yang belum selesai, kami terus memanjat tanpa henti.
Aku terus memanjat sambil memperhatikan air yang sudah dekat dengan kaki ku. Kupercepat panjatan ku pada setiap undakan konstruksi hingga tak kusadari diatasku yang ada hanya langit yang menghitam. Aku dan beberapa teman yang lain entah bagaimana caranya sudah berdiri dipinggir jalan raya.
Seketika mobil melintas di depanku. Mataku silau oleh lampu mobil yang menyorotiku. Kupalingkan mataku refleks. Sialnya saat kepalaku kupalingkan, sebuah mobil lain yang sedang melaju kencang, menabrak ku hingga terlempar kepinggir jalanan.
Akhirnya aku terbangun. Aku bangun dari mimpi anehku. Aku terbangun dari tidurku.
Aku keluar dari kamar untuk mengambil air minum. Dadaku terasa sangat panas. Kuminum air langsung dari cerek yang ada di atas meja. Anehnya rasa panas di dadaku bukannya hilang, malah semakin terasa menyiksa. Buru-buru aku masuk ke kamar mandi dan memuntahkan sesuatu yang menggumpal di dadaku.
Darah…..
Kuraba gumpalan-gumpalan darah yang baru saja kumuntahkan untuk memastikan itu benar darah atau tidak. Dan itu asli darah.Ya, bukan sekedar setetes, tapi dalam jumlah yang lumayan banyak. Kumuntahkan lagi sesuatu yang masih mengganjal di dadaku. Kembali darah bergumpal-gumpal melesat dari kerongkonganku. Anehnya lagi, saat gumpalan darah terakhir keluar dari kerongkonganku saat itu pula dadaku lega. Kembali kuminum air dalam jumlah yang banyak.
Rasa panas di dadaku telah hilang hingga kuputuskan untuk kembali tidur di ranjangku. Kupejamkan mata kembali mengingat-ingat mimpiku barusan dan menulisnya di jurnal ku. Selesai menulis, kucoba berkonsentrasi untuk mengingat satu detail mimpi yang menurutku penting tapi terlupakan. Semakin kucoba mengingat, semakin pusing rasanya kepala ini. Tapi aku yang penasaran tetap memaksa hingga akhirnya hidungku meneteskan darah.
Aku mimisan…..
Kuhapus darah yang keluar dari hidungku dengan tissue sampai dengan tiga kali. Aku tak mau lagi memaksdakan diri. Tapi yang pasti besok aku akan kedokter untuk memeriksakan kesehatanku.Aku tak ingin berakhir seperti bapak yang meninggal akibat blooding. Alias pendarahan.
Aku punya persamaan dengan bapakku. Sama-sama penyuka alcohol. Bahkan setelah bapak menikahi mamak, dokter sudah menyuruh bapak untuk berhenti minum-minuman keras karena lambungnya sudah luka. Hingga akhrnya bapak meninggal akibat pendarahan yang luar biasa hebat pada perutnya.
Kulihat jam di handphone ku menunjukkan pukul 02:55 AM. Ternyata hamper sejam yang aku butuhkan untuk bisa menghilangkan rasa panas di dadaku. Bergegas aku keluar dari kamar karena sudah berjanji pada Firman semalam untuk mengajaknya berjualan ke pasar. Sampai di gudang, kulihat emak sudah ada disana melipat terpal yang akan kujadikan alas untuk ku berjualan.
“Naung leleng do ho dungo?” Tanya emak begitu melihatku menghampirinya
Sudah lama kau bangun?
“Jam dua nakkingan mak”
jam dua tadi mak
“Marjualan do ho mang?”
Jualannya kau nak?
“Iya mak. Oh iya mak, nanti kalian ikut misa jam berapa??”
“Ninna itom, misa jam walu ma. Ai dang rame annoni ”
Kata kakak mu, ikut jam delapan saja. Karena tak begitu ramai nanti
“Gareja do ho annon?”
Gereja kau nanti?
“Daong mak” jawabku
Enggak mak
Emak tak memperpanjang lagi pertanyaannya begitu mendengar jawabanku. Mungkin dia capek selalu mengingatkanku untuk gereja, tapi tak pernah kudengarkan. Bergegas dia memabntuku memasukkan timbangan ke dalam pick up yang akan kubawa ke pasar. Setelah semua peralatan perangku masuk kedalam pick up, aku pun berangkat ke pasar.
Begitu keluar dari pagar rumah, kutelepon Firman untuk memastikan dia sudah bangun. Baru satu kali nada tuut berbunyi, Firman sudah mengangkat panggilanku
“Abang dah dijalan Man. Dah siap kau?” tanyaku padanya
“Udah bang. Aku tunggu abang di depan gang ya?”
“Tak diperkosa preman kau nanti dek? Tak apa kau nunggu disitu?” kelakarku
“Ah, taik lah kau bang.Aku tunggu di depan gang ya”
“Ok lah dek…” ucapku sambil memutuskan panggilan
Tak lama aku sudah ada disimpang Dahlia dan langsung menuju gang kost an nya Firman. Kulihat dia sudah berdiri tepat dibawah lampu jalan seperti lonte yang mencari pelanggan.
Kuputar pick up ku di depannya, sambil berteriak padanya
“Bara sajam diak?”
“Taiiiiiiiiik….” Umpatnya lagi yang kusambut dengan gelak tawa
Buru-buru kubuka pintu pick up ku dari dalam. Firman masuk dan langsung meninju lenganku. “Kau pikir aku lonte ya bang?”
“Wakakakka…. Kalau iya gimana?” ujarku sambil menaikkan alisku sebelah
Firman melengos mendengar jawabanku. Aku yang tau dia malu segera mengalihkan pembicaraan. Seperti yang semalam kukatakan padanya semalam di tempat kost nya. Aku menyarankan Firman untuk manggaleh saja dari pada jadi pelayan di caffe itu. Soalnya gaji yang diberikan pemilik caffe bukanlah standar UMR. Hanya 900 ribu setiap bulannya. Kurasa uang segitu tak akan cukup untuk biaya hidupnya Firman. Uang kost an nya saja sebulan 250ribu. Belum lagi listrik dan biaya makan. Apa cukup 650 ribu untuk sebulan dipotong uang makan dan listrik? Kurasa tak cukup.
Aku ingin dia belajar mandiri. Karena itulah aku menyarankannya untuk berjualan saja. Dan pagi ini sesuai rencana, aku mengajaknya untuk belanja barang ke pasar loket kemudian menjualnya di pasar kodim.
Setibanya di pasar loket, aku mengajarinya bernegosiasi dengan penjual barang dari solok. Mulai dari sayur mayor, tomat, kentang, bawang hingga cabe. Aku mengajarinya cara berbelanja khas barbar ku. Pertama kami menghampiri penjual tomat medan yang di dominasi orang batak
Peraturan pertama agar mendapatkan harga persahabatan adalah : gunakan bahasa resmi mereka. Karena penjual tomat medan adalah orang batak, aku pun menggunakan bahasa batak.
“Sadia tommat mon amang boru?” tanyaku pada tokeh tomat yang sudah lumayan lama kukenal
Berapa tomat mu ini amang boru
“Bah, ai ho di Arya? Hupikkir nga mangoli ho tu luat nadao. Tu ho opat ribu lima ratus pe hubaen” jawabnya
Kau itu Arya? Kupikar kau sudah kawin di luar kota. Empat ribu lima ratus aja
“Ah, opat ribu dua ratus ma amang boru. Boi do?” tawarku
Bisa tak, empat ribu dua ratus aja amang boru?
“Buat ma buat. Piga peti diho?”
Ambillah. Berapa peti sama kau?
“Opat peti pe baen amang boru”
Empat peti aja buat amang boru
Ke empat peti itu ditimang, totalnya 230 kilogram. Biasanya tokeh tomat akan memberikan potongan sekiranya tomat yang dijualnya ada yang busuk. Biasanya per peti akan dipotong sebesar 4 kilogram. Begitu pula pagi ini, aku diberi potongan 4 kilogram setiap petinya hingga total tomat yang kubayar adalah 218 kilogram.
Selesai transkasi tawar menawar antara aku dan tokeh tomat, kubayar barangnya kemudia si Kuli angkut mengangkut empat peti tomat itu ke atas pick up ku. Kulanjutkan membawa Firman membeli Kentang yang didominasi orang batak juga. Seperti tadi, kembali menawar harga kentang si tokeh kentang sebesar 300 rupiah.
Kujelaskan ke Firman, kalau harga kentang dan tomat tak boleh terlalu besar ditawar. Tiga ratus perak untuk tomat dan kentang itu sudah besar.Dan tidak seperti tomat. Kentang tidak memiliki potongan berat. Karena itu dalam memilih kentang harus teliti. Jangan sampai ada yang busuk. Firman yang mendengar penjelasanku hanya mengangguk-angguk saja. Kuusap lembut kepala nya sambil berjalan kearah kumpulan pedagang bawang solok yang berjejer di pinggir jalan Tuanku Tambusai
“Oh iya dek. Kalau kau mau jual bawang solok. Kau harus pakai lampu untuk melihat barangnya. Soalnya karena gelap, bawang solok suka menipu. Bawangnya suka kelihatan merah padahal sebenarnya hitam. Karena itu kau harus senter bawangnya biar warnanya jelas. Terus kau juga harus bawa alat hitung sendiri. Karena orang solok hobi nipu. Kau harus kalikan sendiri berapa harga barangmu. kalau tak bisa ditipu nya kau. Yang terakhir, kalau kau beli bawang solok. Tawarlah dua ribu dari harga yang mereka tawarkan. Kalau tak mau, baru naikkan sedikit harganya”
Kulihat Firman mengangguk mendengar penuturanku. Kuajak dia melihat beberapa bawang yang ditawarkan pedagang bawang solok itu. Tak lupa bawang-bawang yang berkarung itu kucongkel keluar dari karungnya sebagai contoh barang.
“Wah, kalau kayak gini bisa berkilo-kilo juga contoh barang nih bang” celetuk Firman saat contoh barang tadi kuserahkan padanya untuk dikantongi.
Kujitak kepalanya dengan gemas.
“Aduh…….” Jeritnya
“Kalau banyak-banyak barang contohnya itu mencuri bongak. Kalau kau nanti beli bawang, jangan ambil contoh barangnya banyak-banyak. Maksimal dua. Ngerti Man?”
“Ngerti bang….”
Setelah memutari beberapa kali pedagang bawang solok, kuputuskan untuk mengambil bawang yang dijual pedagang dibawah jembatan layang van hollano. Bawangnya lebih merah dan lebih besar dari pada bawang pedagang yang lain.
“Bara ko Da?” tanyaku ke si Uda penjual bawang solok
“Yang itu ya Da? Dua puluah duo Da?”
“Ehmm… Dua puluah lah Da…” tawarku
“Ndak dapek do Da. Modalnya diatas aja dah Dua puluah tu Da” jelas si penjual padaku
“Ndak jadi lah kalau gitu da” ujarku sambil perlahan melangkahkan kaki ke penjual bawang disebelahnya. Kulihat Firman tak bergerak dari tempatnya hingga kutarik tangannya untuk mengikuti langkahku.
Belum jauh aku melangkah, si penjual bawang tadi langsung memanggilku lagi
“Ambiak lah Da. Bara karung Da?” Tanya nya ramah
Buru-buru kuhampiri lagi si penjual bawang. Kupilih lagi dua karung yang menurutku ukuran bawangnya lebih besar dari pada yang lain.
“Yang dua ko lah Da” kataku sambil menunjuk dua karung bawang solok yang menurutku lebih bagus dari pada yang lain.
Bawang-bawang pilihanku ditimbang, 71 kilogram. Kusuruh Firman mengalikan berapa uang yang harus kuberikan pada si penjual bawang. Tak lama bawang sudah diangkut penjual bawang dibantu Firman keatas pick up ku.
Tomat beres, kentang dan bawang juga sudah beres. Sekarang giliran cabe. Posisi penjual bawang dan cabe di pasar loket itu berbeda. Kalau Penjual bawang ada disepanjang jalan depan Van hollano Nangka, penjual cabe berderet disepanjang jalan di depan rumah makan sederhana. Kuajak Firman kesana sambil menerangkan cara bertransaksi dengan pedagang dari solok.
Khusus cabe merah, cabe rawit , dan cabe hijau. Tidak akan ada perbedaan harga antara pedagang yang satu dengan yang lain. Selama jenis barangnya sama. Lain soal kalau barangnya berbeda. Kuajak dia beberapa pedagang cabe yang menjual jenis cabe yang berbeda. Mulai dari cabe kotak atau yang lebih dikenal dengan nama cabe jawa, cabe bukit, dan cabe medan.
Kujelaskan juga perbedaan masing-masing cabe, ciri-cirinya. Serta perbedaan harga. Tapi kusarankan dia untuk tidak menjual cabe dulu apabila dia masih pemula. Karena cabe adalah barang busuk. Artinya cabe tidak tahan lama. Cepat untuk busuk. Jadi cabe harus habis dijual dihari yang sama dengan pembelian. Kalau tidak, dia bisa busuk.
Sambil memilih cabe kubakar Marlboro merah ku untuk mengusir udara dingin yang sangat menggigit pagi ini. Kusodorkan bungkus rokokku padanya dan dia langsung mengambil sebatang rokok dari dalamnya
Selesai membeli barang, kamipun berangkat ke pasar kodim untuk menjual barang dagangan yang tadi kami beli.
Sepuluh menit kemudian kami sudah tiba dijalan Ahmad Yani, tempatku biasa berjualan disaat weekend. Kulihat tempatku masih belum diisi orang. Bergegas kuajak Firman turun untuk membuka lapak jualanku.
Terpal kubentang dipinggir jalan.Dibantu Firman kuangkati peti-peti tomat tadi dan kutuang isinya keatas terpal. Sama halnya dengan tomat, Karung cabe merah kutaruh diatas terpal kemudian kurobek hingga para pembeli bisa dengan leluasa melihat cabe daganganku.
Akhirnya selesai juga semua barang kutuang keatas terpal jualanku. Kini dihadapanku terlihat tumpukan cabe, tomat dan kentang yang menggunung. Kulihat Firman disebelahku keringatan di pagi yang dingin ini.
“Lebih-lebih dari ngentot ya dek capeknya?” bisikku ke telinganya
Bukh………
Firman meninju bahuku hingga membuatku terpingkal-pingkal. Kuhentikan gelak tawaku saat ada uni calon pembeli yang melihat-lihat cabe daganganku.Kusuruh Firman memarkirkan Pick up ku kedepan ruko disebelah tempatku berjualan agar tak menghalangi calon pembeli
“Bara da?” Tanya si uni padaku
“Merah dua puluah Ni. Rawit lapan baleh”
“Bukik ko da” tanyanya lagi
“Indak Ni. Medan tu” jelaku padanya
“Mintak merah ko lah Da anam kilo” jawab si pembeli
Kuambil kanton plastic belang yang awalnya kududuki, kemudian segera kuraup cabe merah kedalam kantong plastic yang sudah kusiapkan.
“Baru manggaleh yo da?” Tanya si pembeli
“Indak ni. Cuma lamo ndak galeh aja” jawabku sambil mengangkat cabe si uni keatas timbangan. Si uni menyodorkan uang seratus lima puluh ribu padaku.
“Laris manissssss….” Ujarku sambil menepuk-nepuk uang si uni ke barang daganganku
“Baru buka dasar Yo da”
“Iyo ni” jawabku sambil nyengir
“Balekkan dek” kataku ke Firman begitu kuserahkan uang si Uni padanya
Buru-buru Firman memberikan uang kembalian pada si Uni, yang disambut si Uni dengan senyuman.
“Dek, minum kau?” tanyaku ke Firman
“Minum apa bang?”
“Kalau pagi gini kopi sama kopi susu biasa adanya. Kecuali dah adzan lewat baru ada the telor sama yang lain-lain”
“Iyalah bang. Haus kali aku” kata Firman
“Minum apa?” tanyaku lagi
“Kopi susu lah bang”
“Ok” jawabku samba mengacungkan jempol pada nya
Mataku jelalatan mencari sosok si penjual kopi saat seorang pemuda tanggung berdiri di depanku
“Uang parkir da…”
“Hah….”
“A kecek ang tadi?” tanyaku lagi ke sipemuda tanggung
“Uang parkir da” jawabnya lagi tanpa merasa bersalah
Melihat mukanya yang jelek membuatku emosi. Kulompati gundukan tomat dihadapanku hingga langsung berdiri di depannya
“Ndak tanda ang di aden do?” ujarku geram padanya
“Parkir Da” katanya lagi sambil menyodorkan tangannya padaku
Kesal dengan sikap bodohnya.Kucengkeram leher baju kausnya dengan kuat. Dia yang terkejut berusaha melepaskan cengkeramanku, tapi gagal. Tanganku terlalu kuat untuknya. Kuseret dia ke tempat yang lebih gelap. Sampai disana kuberi hadiah ke mukanya yang jelek.Tinjuan yang lumayan keras kudaratkan kerahangnya hingga dia mengaduh keras
Tak perduli dengan nya yang masih meringis. Kuseret dia menuju kedai kopi yang jadi tempat mangkal resmi preman pasar ini. Kulihat Firman berlari menghampiriku.
“Kenapa bang?”
“Kau disitu aja. Jual barang tuh” bentakku ke Firman yang langsung membuatnya mengkerut
Kupercepat langkahku menuju kedai kopi sambil menyeret si buruak yang masih meronta. Sampai disana segera kutepuk bahu seseorang yang berbaju tak berlengan berwarna kuning.
“Eh Daus, ndak kau ajari anak buahmu ini? Tanyaku sambil menyipitkan mataku padanya
“Eh bang Arya. Kenapa bang?” Tanya nya gelagapan
“Kau Tanya anak buah kau ini aja. Jangan kau banyak gaya sama aku ya Us” kataku sambil melemparkan si buruak kedepan si Daus hingga tersungkur.
Selesai mendamprat Daus, aku kembali ke lapakku. Kulihat dari kejauhan Firman agak takut melihatku. Kutarik nafas panjang, untuk membuang sisa –sisa emosi di otak dan hatiku. Hingga saat sampai di lapak, emosiku sudah hilang tak bersisa. Kuremas pelan bahu Firman hingga dia mau melihatku lagi.
“Sori tadi abang emosi” kataku sambil tersenyum
Kususun kembali cabe yang tadi sempat acak-acakan setelah dibeli si uni. Tak lama kemudian kulihat si penjual kopi melintas di depanku.
“Woi Lisa……” panggilku pada si penjual kopi
Sebenarnya aku tak pantas memanggilnya Lisa karena umurnya jauh diatasku. Tapi aku memang sedikit enggan memanggilnya kak. Entah kenapa hanya sedikit orang yang mendapat hormat dariku. Dan Lisa tidak termasuk di dalamnya
“Eh, dah jualan lagi bang?” tanyanya
“Dah kau lihat orang jualan, masih juga kau tanya” jawabku yang sukses memupus senyum di bibirnya.
“Udah, kau buatkan aku kopi susu dua. Kayak biasa ya. Jangan lebih banyak pulak kau buat kopi dari pada susunya”
“Iya bang,…” jawabnya sambil berlalu
Tak lama, seperti yang kuinginkan. Lisa sudah datang membawa baki berisi dua gelas kopi susu. Firman mengambil gelas yang disodorkan Lisa padanya dan menaruhnya didepanku.
“Siapa tuh bang? Adeknya ya? Ganteng…” Tanya Lisa padaku
“Jangan gatal kau” ujarku yang langsung membuat Lisa merengut lantas pergi meninggalkan kami
“Eh gak dibayar kopi nya ini bang?” Tanya Firman
“Nanti Man. Waktu ambil gelas” jawabku sambil meminum kopi di hadapanku.
“Kooooooook….” Teriakku pada penjual rokok yang sedang berteriak menjajakan rokok eceran dagangannya
“Ada Marlboro merah?” Tanya ke Ajo penjual rokok begitu dia berdiri di hadapanku.
“Lai Da. Sebungkus Da?”
Ada bang, Mau sebungkus?
“Iya sebungkus aja. Berapa?” Tanya ku lagi
“Sembilan belas ribu da”
Kuserahkan uang dua puluh ribuan pada ajo penjual rokok. Begitu dia menyerahkan si merah padaku. Langsung kubuka plastic pembungkusnya kemudian kubakar sebatang.
“Jadi Man, dah kaupikirkan mau jualan apa kau besok?” tanyaku padanya sambil menghisap dalam-dalam rokok ditanganku
“Belum bang. Masih bingung aku. Menurut abang bagusnya aku jual apa ya? Tanya nya balik
“Ehm… bagusan kau coba jual kentang sama tomat aja dulu Man. Disini kan jualan sampai setengah delapan aja. Nanti kita cari tempat mu untuk jualan di teratai. Habis dari sini, kau pindah ke teratai” jelasku padanya
“Oke lah bang. Aku coba jual kentang sama tomat aja dulu besok”
“Tak usah banyak dulu kau jual. Cukup tomat dua peti sama kentang dua karung aja dulu”
“Iya bang” jawabnya
“Minum kopi mu tuh, biar tak kedinginan kau Man”
“Iya bang” jawabnya
coba si preman tanggung itu cakep dan masuk dlm kriteria bang arya, bisa dientot sampe abis tuh.
cerita hidup abang wow wow wow..like it
sorry bukan mengurui..kurangi minum alkohol..
ITU tawar menawar bawang jleb Kali..ha..ha..
sorry bukan mengurui..kurangi minum alkohol..
ITU tawar menawar bawang jleb Kali..ha..ha..
sorry bukan mengurui..kurangi minum alkohol..
ITU tawar menawar bawang jleb Kali..ha..ha..