It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Aurora_69
lanjut
nanti ya lanjutannya hehehee
@JimaeVian_Fujo
Suasana pagi itu di SMA BAKTI NUSA terlihat seperti biasa. Hiruk pikuk para siswa yang bercengkerama ataupun bermain basket di lapangan sekolah.
Tak terkecuali Dimas yang sibuk menjahili Risa dan Hani, sementara Gio tidak berhenti tertawa melihat kelakuan tiga
sahabatnya yang seperti anak SD.
Memang tidak ada habisnya bagi Dimas untuk berbuat yang aneh-aneh di sekolah. Dimas memang terkenal di seantero sekolah sebagai anak yang suka usil. Hanya saja masih dalam batas kewajaran, jadi para guru bisa memaklumi sikapnya.
Walau tidak terlalu menonjol di akademik, namun Dimas di kenal sebagai anak yang supel dan selalu memberikan ide-ide kreatif untuk berbagai event yang diadakan sekolah. Jadi tidak
heran ia punya banyak teman, baik senior maupun junior di sekolah. Bahkan ia banyak memiliki teman dari sekolah lain.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas tepat. Suasana di kelas Dimas terdengar gaduh. Itu semua dikarenakan Pak Beni, guru olahraga mereka yang seharusnya mengajar belum
menampakkan batang hidungnya.
Jadilah mereka semua seperti anak ayam yang dilepas keluar kandang. Ada yang bernyanyi, bergosip, bermain lempar kertas, sampai berdandan heboh layaknya seorang aktor seperti yang dilakukan Anton and the Genk.
Anton, ya, cowok satu itu memang yang paling menyebalkan di kelas Dimas. Selain gayanya yang sok kegantengan padahal dia tidak ganteng sama sekali dengan badanya yang cungkring dan tubuhnya yang kecoklatan beda dengan Dimas walaupun tubuhnya kurus tetapi kulitnya putih mulus beserta mata bulatnya hitam legam sehingga dia sering dijuluki cowok manis walau Dimas sering kesal mendapatkan julukan itu.
Ia juga paling sering mencari masalah, terutama dengan Dimas. Berkali-kali Dimas terlibat pertengkaran dengannya. Dimas sendiri bingung, kenapa Anton selalu cari gara-gara
dengannya.
Padahal Dimas bukan orang yang suka mencari ribut. Ia lebih senang berbuat iseng, namun hanya sebatas pada teman-teman dekat dan teman yang bisa ia ajak bercanda.
Di tengah kegaduhan itu tiba-tiba Pak Ary, guru BK muncul. Pak Ary pun memberikan pengumuman yang membuat anak-anak tercengang.
“Karena satu dan lain hal, maka Pak Beni untuk sementara tidak akan mengajar mata pelajaran olahraga lagi. Beliau dipindah tugaskan ke sekolah milik yayasan yang ada di
Bandung.”
“Yeah.............” teriak anak-anak seisi kelas dengan gembira membuat Pak Ary bertanya,
“Kok kalian pada seneng gitu?”
“Bagus dong pak, akhirnya kita gak usah lihat tampang kecut keriput Pak Beni lagi,” jawab Dodi disambut tawa anak-anak.
“Bener tu Pak,” timpal Hesty, “Ngomong-ngomong guru penggantinya cakep gak Pak?”
“Heh..kalian ini, lihat saja nanti. Sebentar lagi guru barunya akan datang,” ucap Pak Ary kesal melihat tingkah anak-anak itu sambil berjalan keluar kelas.
Sepeninggal Pak Ary, suasana kembali meriah seperti sebelumnya. Dimas yang kumat usilnya menarik pita yang ada di rambut Hani sehingga Hani harus berlari keliling kelas
mengejarnya.
Sementara itu di sudut sebelah, tempatnya Anton and the Genk membicarakan tentang guru baru, terdengar selentingan kabar mengenai guru baru itu.
“Guru barunya keren banget lho , gue tadi gak sengaja ketemu pas abis dari kantin,” celetuk Budi, teman seperjuangan Anton.
“ Halah lebih ganteng dari gue juga kali” kata Anton dengan nada sombongnya.
Teman-teman Genknya pun menatap Anton dan mereka terbiasa dengan sikap Anton seperti itu. Dan mereka tidak menghiraukan omongan Anton dan melanjutkan omongan mereka
“Masa sih??” timpal anak-anak yang lain.
“Entar kalian lihat aja deh, gue gak bo’ong,”
Dan tanpa disadari seseorang masuk ke dalam ruangan. Seketika anak-anak berhamburan menuju kursi masing-masing. Begitu juga Dimas dan Hani yang berlari ketakutan melihat kedatangan guru baru itu.
Sampai-sampai kaki Dimas tersandung kursi Zaky, teman yang duduk dua bangku di depan Dimas. Kontan seisi kelas tertawa melihat Dimas. Bahkan sang guru baru di depan kelas pun berusaha menahan tawanya.
“Ky, kursi lu resek,” maki Dimas kesal
“Yeah, situ yang petakilan,” balas Zaky.
“Selamat pagi menjelang siang, semuanya. Perkenalkan Saya Alfaro Zirka, guru olahraga kalian yang baru,” ucap Alfa memperkenalkan diri saat kelas mulai tenang.
Seisi kelas membelalakkan mata menatap Alfa. Tidak menyangka mereka mendapatkan guru muda yang luar biasa keren dengan tubuhnya atletis,tinggi,kulit putih kecoklatan dengan rambut spike beserta tatapan matanya yang tajam, yang membuat anak-anak perempuan terpekik histeris, tapi tidak dengan anak-anak lelaki, mereka merasa kalah saing terutama dengan Anton dan genknya.
“Tuh benar kata gue Nton ganteng kan guru baru itu? ” tanya Budi kepada Anton yang duduk bersebelahan di sebelah bangkunya.
“Cih hari ini gue mengaku kalah hari ini. Gue kalah ganteng sama guru baru itu” jawab Anton sambil memandang guru baru tersebut.
Mendengar perkataan Anton, Budi pun menahan tawanya.
“Pagi Pak Alfaro...................”teriak anak-anak perempuan penuh semangat.
“Cukup panggil saya Pak Alfa,” pinta Alfa.
“OK, Pak Alfa.......”
Alfa tersenyum mendengar sambutan meriah dari para muridnya. Namun ada seseorang di kursi belakang yang terbelalak kaget begitu melihat Alfa, dialah Dimas Kurniawan. Topan badai, demi seisi jagat raya, mimpi apa ia sampai harus bertemu lagi dengan korban kekerasan tendangannya, pikir Dimas.
Padahal ia sudah menganggap kejadian kemarin siang adalah mimpi buruk yang sudah ia lupakan. Namun kenyataan berkata lain, cowok yang bermain kucing-kucingan dengannya, berdiri di depan matanya dengan senyum sumringah.
Berkali-kali Dimas mengedipkan mata bulatnya seperti orang kelilipan untuk meyakinkan diri bahwa itu hanya mimpi, namun tetap saja sosok yang ada di depannya tidak menghilang.
Untuk menambah keyakinannya, ia bahkan rela mencubit kedua pipinya yang putih mulus dan agak tembem dengan sekerasnya hingga membuatnya menjerit kesakitan.
“Auch...” jerit Dimas membuat semua mata memandanngnya heran, “beneran.. gak mimpi,”
Alfa semakin tersenyum lebar melihat ulah Dimas. Perlahan-lahan Dimas memerosotkan tubuh mungilnya semakin rendah di kursinya untuk menghindari tatapan Alfa. Namun tetap saja dengan tubuhnya yang tinggi semampai Alfa masih bisa melihat cowok mungil itu yang terus menunduk ketakutan.
“Lu kenapa Dim?” tanya Rio teman sebangku Dimas yang melihat keanehan tingkah Dimas di sela-sela acara perkenalan mereka dengan guru barunya. Alfa memang sengaja membebaskan pelajaran hari itu untuk lebih mengenal murid-muridnya.
“Saat ini gue rasannya pengen banget di telan bumi, terlempar jauh ke dunia lain, atau ke antariksa sekalian deh,” gumamnya membuat Rio mengernyitkan dahi.
“Ngomong apa sih lu?”
“Ya Allah, apa ini yang namanya karma, kalo gini jadinya kemarin gue gak bakal kabur deh, gue bakal minta maaf aja,” gumam Dimas dalam hati.
Tapi kembali lagi, pikiran Dimas yang lain berbisik di kepalanya.
“Kenapa harus minta maaf, bahkan dia lebih kejam, ngatain kamu kuli panggul yang merendahkan martabatnya sebagai cowok. Kalau memang mau perang, ya perang aja kenapa harus takut, memang apa yang bisa dilakukan itu cowok di sekolah,”.
Dimas memang terkadang agak aneh. Jalan pkirannya tidak pernah satu arah, selalu bercabang. Itulah yang terkadang membuat orang-orang di sekelilingnya bertanya-tanya tentang kepribadiannya. Bahkan mamanya sempat menyimpulkan kalau putra semata wayangnya itu mengidap Autisme.
Namun Dimas tetap cuek. Apa yang salah dengan pikirannya, selama tidak mengusik orang lain.
Dan kali ini Dimas tersenyum senang. Ia tidak takut. Ok, pak Alfa, anda ingin perang, saya siap, batin Dimas penuh keyakinan.
Dan di saat ia berkutat dengan pikirannya, ia tidak menyadari bahwa berkali-kali Alfa mengarahkan pandangan padanya. Alfa penasaran apa yang akan Dimas lakukan selanjutnya.
Apakah cowok mungil itu akan meminta maaf ataukah ia akan tetap menunjukkan nyalinya yang kuat itu, yang membuat Alfa kagum sekaligus penasaran.
“Let’s see Dimas Kurniawan, the game will begin....” Alfa tersenyum penuh arti menatap Dimas yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
BERSAMBUNG
@_abdulrojak
@Rifal_RMR
@JimaeVian_Fujo
@lulu_75
@Aurora_69
@harya_kei
@Tsu_no_YanYan
@yeniariani
@3ll0
@Otho_WNata92
@harya_kei
@lulu_75
@terry22